Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardi Putra Prasetya
Abstrak :
ABSTRAK Terorisme dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Dalam setiap proses kejahatan, individu akan melalui proses desistance from crime, seseorang mengakhiri masa keterlibatannya dalam aksi terorisme. Proses disengagement adalah tahapan yang penting untuk mencapai desistance from crime. Untuk mencapai hal tersebut, seseorang harus memiliki pull factor, seperti keluarga, lingkungan, ekonomi maupun hukuman. Maka, dalam penelitian Thesis ini, ada empat variabel determinan yang dapat mendorong individu menjadi desistance from crime. Kemudian, artikel jurnal yang ditulis oleh LaFree dan Miller (2015) yang berjudul desistance fromterrorism: what can we learn from criminology? membahas tujuh perspektifteoritis yang berkaitan dengan prediksi yang berkaitan dengan desistancedan mempertimbangkan potensinya untuk menjelaskan desistance from terrorism.Dengan menganalisis dan membedah hal tersebut, akan memunculkan pola-pola desistance from crime dan memperlihatkan kecenderunganprimary desistanceyangbersumber pada data pengalaman 30 mantan teroris di Indonesia.
ABSTRACT Terrorism is categorized as extra-ordinary crime. In every crime process, an individual will go through a process of desistance from crime, which is a proses of someone ended his/her involvement in acts of terrorism. The disengagement process is a crucial stage to achieve desistance from crime. To achieve this, an individual must have pull factor, such as family, surroundings, economy, and punishment. Thus, in this thesis study, there are four determinant variables that can encourage individual to be desistance from crime. Then, article journal written by LaFree and Miller (2015) entitled desistance from terrorism: what can we learn from criminology? discuss seven criminological perspectives relating to predictions about desistance and consider their potential to explain desistance from terrorism. By analyzing and dissecting this, patterns of desistance from crime will emerge and show the tendency for primary desistance based on data from thirty former terrorist in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifana Meika Triskaputri
Abstrak :
Metamorfosa dalam organisasi teror terjadi sebagai bentuk adaptasi dan regenerasi organisasi tersebut. Organisasi teror Al-Jama`ah Al-Islamiyah (Al-JI) bertanggungjawab atas serangkaian aksi teror yang terjadi di Indonesia pada tahun 2000an. Namun pasca Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebutkan bahwa organisasi Al-JI merupakan organisasi terlarang, mereka seolah mati suri. Jika berkaca dari apa yang terjadi pada Darul Islam, pelarangan organisasi tidak menjamin organisasi tersebut akan mati atau merubah ideologinya. Begitupun ketika kehilangan pemimpin, para pengikutnya biasanya akan tetap bertahan untuk mempertahankan ideologinya. Hal ini membuktikan bahwa ideologi tetap bisa bertahan, apapun yang terjadi pada organisasi tersebut. Ideologi dan tujuan mereka untuk mendirikan negara Islam tetap menjadi prioritas utama. Katherine Zimmerman menjelaskan mengenai metamorfosa organisasi teror yang menunjukkan penyesuaian diri dari organisasi teror di semua tingkatan baik itu perubahan keadaan di lapangan, kekalahan yang pernah dialami, juga melihat peluang-peluang baru. Metamorfosa yang terjadi di Al-JI dimulai dari organisasi yang sempat lumpuh hingga akhirnya bisa memiliki ribuan anggota juga sumber pendanaan legal. Al-JI melakukan reorganisasi agar basis organisasi terus berkembang dan memiliki sistem yang adaptif. Untuk kali ini, Al-JI tidak lagi mendahulukan strategi jihad dengan kekerasan seperti dulu. Mereka menggunakan cara yang lebih lunak dengan mengedepankan dakwah dan mulai menyusup pada dunia politik. Menunda aksi jihad kekerasan ini bertujuan untuk bisa membangun basis yang aman di masyarakat agar mendapatkan dukungan penuh. Sehingga perjuangan pendirian Negara Islam bisa tercapai dengan dukungan dari masyarakat. ......Metamorphosis in terror organizations occurs as a form of adaptation and regeneration of the organization. The Al-Jama`ah Al-Islamiyah (Al-JI) terror organization was responsible for a series of terrorist acts that occurred in Indonesia in the 2000s. However, after the verdict of the South Jakarta District Court mentioning that the Al-JI organization was a banned organization, they seemed to have been suspended. If we look from what happened to Darul Islam, banning an organization does not guarantee that the organization will die or change its ideology. Likewise when losing a leader, their followers will usually remain to defend their ideology. This proves that ideology can survive, whatever happens to the organization. Their ideology and purpose for establishing an Islamic state remain top priorities. Katherine Zimmerman explained about the metamorphosis of terror organizations which showed the adaptation of terror organizations at all levels, whether it was changing circumstances on the ground, defeats that had been experienced, also saw new opportunities. The metamorphosis that occurred in Al-JI started from an organization that was paralyzed until finally it could have thousands of members as well as legal funding sources. Al-JI reorganized so that the organizational base continues to grow and have an adaptive system. For now, Al-JI no longer prioritizes the strategy of jihad with violence as before. They use a softer method by promoting da`wah and starting to infiltrate the political world. Delaying this violent jihad is aimed at building a secure base in the community to get full support. So that the struggle for the establishment of an Islamic State can be achieved with the support of the community.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman
Abstrak :
Tujuan dilakukan penelitian untuk (1) menjelaskan kronologi dan momentum peristiwa serangan terorisme yang terjadi di Surabaya, (2) menganalisis implikasi restorasi publik yang dilakukan dalam konsep panca gatra, (3) menganalisis restorasi yang dilakukan Gerakan Pemuda Ansor Surabaya menggunakan teori Strukturasi. Analisis data menggunakan teori Strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony Giddens. Peneliti memakai jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Perolehan data dilakukan dengan menggali data dari ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, pengurus dan Kapolrestabes Surabaya melalui wawancara dan dokumentasi. Adapun analisis data dalam penelitian ini mengacau pada model Miles dan Huberman yang terdiri dari 3 tahap yaitu reduksin data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.  Hasil penelitian menunjukkan terdapat restorasi (pemulihan) yang dilakukan oleh GP Ansor Surabaya sebagai agen dan struktur. Secara aktif GP Ansor Surabaya sebagai organisasi publik yang berkomitmen untuk pengabdian pada masyarakat berkolaborasi dengan jajaran Pemerintah Kota dan satuan kepolisian Surabaya menangani pemulihan publik pasca serangan terorisme. Terdapat implikasi restorasi publik yang dilakukan GP Ansor Surabaya dengan panca gatra dalam konsep kajian Ketahanan Nasional. ......The purpose of the study was to (1) explain the chronology and momentum of the terrorist attack that occurred in Surabaya, (2) analyze the implications of public restoration carried out in the concept of five gatra, (3) analyze the restoration carried out by the Surabaya Ansor Youth Movement using Structural theory. Data analysis uses structuration theory proposed by Anthony Giddens. Researchers use this type of field research using a qualitative approach that produces descriptive data. The data was collected by digging data from the head of the Ansor Youth Movement (GP), the management and the Kapolrestabes Surabaya through interviews and documentation. The data analysis in this study disrupts the Miles and Huberman model which consists of 3 stages: data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that there was a restoration carried out by GP Ansor Surabaya as an agent and structure. GP Ansor Surabaya is active as a public organization that is committed to community service in collaboration with the City Government and Surabaya police to handle public recovery after terrorism attacks. There are implications of public restoration carried out by GP Ansor Surabaya with panca gatra in the National Resilience study concept.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eky Triwulan Kusumaningrum
Abstrak :
Pada tanggal 14 April 2014, kelompok teroris Boko Haram menculik 276 siswi dari sebuah sekolah di Chibok, Borno, Nigeria. Pemerintah Nigeria dalam hal ini Presiden Goodluck Jonathan tidak memberikan respon apa-apa dan terjadi kesimpangsiuran informasi dari pihak keamanan. Masyarakat Nigeria kecewa akan hal tersebut dan menuangkannya dalam media sosial, Twitter. Mereka juga kecewa dengan minimnya respon publik dunia. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan pernyataan kecaman dan media-media asing besar pun juga memberitakan hal ini. Twitter Pada 23 April 2014, munculah taggar #BringBackOurGirls dan menjadi sebuah gerakan lokal. Tak lama, taggar tersebut mendunia dan Bring Back Our Girls menjadi sebuah gerakan global. Pemerintah Nigeria tersudut dan banyak bantuan dari negara-negara besar dan organisasi masyarakat sipil untuk membantu penyelamatan. Tesis ini memperlihatkan bahwa pemimpin opini di Twitter membantu memberikan pengaruh terhadap penyebaran informasi mengenai penculikan para siswi yang terangkum dalam taggar #BringBackOurGirls. Pemimpin opini di tesis adalah para pemilik akun Twitter yang cuitannya dengan taggar #BringBackOurGirls memilki retweet terbanyak. Mereka terdiri dari dari para aktor dari jurnalis, aktivis, selebriti hingga pejabat negara. Secara tujuan, gerakan ini berhasil dalam menyebarakan kesadaran warga dunia atas penculikan. Tetapi, mereka juga memiliki keterbatasan terkait keselamatan para siswi karena hingga tulisan terbit, semua siswi belum berhasil diselamatkan. ......On April 14th 2014, a terorist group called Boko Haram kidnapped 276 students from a school in Chibok, Borno, Nigeria. Nigerian government which was led by President Goodluck Jonathan did not give any comment regarding the abduction and there was a misinformation from the Nigerian military. The Nigerians were disappointed and expressed this disspointment on social media Twitter. They were also disappointed by the lack of response from international public. Whereas, the United Nations already gave a statement and several international media outlets wrote about the abduction. Afterwards, on 23 April 2014, the hashtag #BringBackOurGirls emerged and became a local movement. Suddenly, the hashtag has been used by Twitter user outside Nigeria and the movement became a global movement. Nigerian Government got cornered and several big countries and civil society organizations gave military assistance. This thesis showed that opinion leader on Twitter helped to influence the spread of information about the abduction under #BringBackOurGirls hashtag. Opinion leaders on thesis refer to Twitter user which had the most retweeted tweet with #BringBackOurGirls hashtag. They are are consist of journalist, activist, civilian, entertainer, and state official. According to the goal, this movement has succeed to spread the awareness about the abduction. However, this movement has limitation regarding the abduction. Until the completion of this thesis, not all of the girls have been rescued or released yet.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tirza Listiarani
Abstrak :
Peristiwa serangan teroris pada 9 September 2001 menjadi sebuah momentum yang mengubah arah kebijakan keamanan global hingga hari ini. Selama 20 tahun terakhir, kebijakan anti terorisme dan anti kekerasan ektrimisme menjadi fokus dalam kebijakan keamanan global. Pergeseran kebijakan ini nyatanya menyebabkan berkembangnya norma negatif tentang pemuda, pemuda dianggap sebagai kelompok yang menjadi ancaman bagi negara karena dianggap aktif dalam konflik dan kekerasan ektrimisme. Hal ini menyebabkan pemuda diasingkan dalam proses pengambilan keputusan, mendapatkan perilaku kekerasan, dan kontribusinya tidak diperhitungkan dalam isu perdamaian. Pada tahun 2012, UNOY sebagai jejaring pemuda bina-damai dari seluruh dunia mendorong advokasi norma tentang ‘partisipasi pemuda yang bermakna’ dalam isu perdamaian dan keamanan. Mereka menginginkan adanya perubahan atas norma negatif yang ada karena pada kenyataanya populasi pemuda yang terlibat dalam konflik jauh lebih jauh dibandingkan populasi pemuda yang berkontribusi secara positif dalam isu perdamaian. Upaya-upaya UNOY sebagai norm entrepreneur didukung oleh PBB dan organisasi internasional lainnya juga Yordania menyebabkan diadopsinya Resolusi DKPBB no.2250 tahun 2015 tentang Pemuda, Perdamaian, dan Keamanan. Menggunakan teori Siklus Hidup Norma milik Finnemore dan Sikkink, perkembangan tentang norma ‘partisipasi pemuda yang berarti’ dalam isu perdamaian dan keamanan dianalisa dan disimpulkan bahwa norma tersebut saat ini berada di tahap norm cascade. Butuh waktu lebih untuk norma ini untuk akhirnya masuk ke tahap internalisasi karena negara belum menganggap norma ini sebagai prioritas dan pembentukan sistem implementasi yang belum terintegrasi dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif eksploratif, dimana sumber data utama berasal dari dokumen PBB, jurnal, buku, dan wawancara yang dilakukan. ......The terrorist attack on the 9th September 2001 or called the 9/11 have become a momentum that changed the whole global security agenda. For the past 20 years, policies on countering terrorism and violent extremism had been the focus of global security. This shift of policy in fact have created the development of negative norms about youth, they are perceived as a threat to the state as some of them is playing an active role in conflict and violent extremism. Youth is excluded in decision making process, received act of violence, and their contribution in peace seen as none. In 2012, UNOY as global youth network of young peacebuilders advocate for ‘youth meaningful participation’ norm within peace and security issue. They wanted a change on the existing negative norm based on fact that less youth is being engaged in conflict, most of them is actively participating in peace efforts. UNOY as norm entrepreneur, along with other UN bodies and NGOs as well as Jordan’s endorse successfully lead this advocacy to the adoption of UNSCR 2250 in 2015 on Youth, Peace, and Security. Using Norm Life Cycle theory of Finnemore and Sikkink, these processes are being analyzed and it is concluded that the norm has come to the norm cascade phase. There still time needed in order for this norm to achieve the internalization phase because state still seeing this not as their priority and that the implementing system have not yet been integrated well. This research is done by using qualitative-explorative method where the main data were collected through UN documents, journals, books, and interviews.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Dewanda Dawangi
Abstrak :
Penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris telah menimbulkan kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan dan eskalasi konflik di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan kekerasan struktural dan eskalasi konflik TPNPB-OPM dengan aparat keamanan (TNI dan Polisi) setelah ditetapkannya TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara tidak terstruktur terhadap narasumber dari Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT dan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Penelitian ini menggunakan teori structural violence untuk menggambarkan bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pasca disematkan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Selanjutnya melalui pemahaman konsep tahapan eskalasi konflik Mitchell, peneliti mencoba menggambarkan eskalasi konflik yang terjadi antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM. Hasil penelitian ini menunjukan penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris menciptakan kekerasan di Papua. Kekerasan tersebut dilakukan baik oleh pihak apparat keamanan maupun TPNPB-OPM. Selain itu penyematan teroris terhadap TPNPB-OPM meningkatkan eskalasi konflik antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM. ......The designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization has raised concerns over the increasing violence and conflict escalation in Papua. This study purposed to describe the structural violence and conflict escalation between security forces (TNI and Police) and TPNPB-OPM after the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization. This research was conducted using a qualitative approach through unstructured interviews with informants from Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT and lecture from the Faculty of Law University of Brawijaya. This study uses the theory of structural violence to describe the forms of violence that occurred after the TPNPB-OPM was designated as a terrorist organization. Furthermore, by understanding the concept of conflict escalation stages, researchers tried to describe the conflict escalation that occurred between the security forces and TPNPB-OPM. The results of this study show that the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization creates violence in Papua. This violence was carried out by both the security forces and the TPNPB-OPM. In addition, the designation of terrorists to TPNPB-OPM increased the conflict escalation between security forces and TPNPB-OPM.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Affin Bahtiar
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pendekatan kesejahteraan yang dapat dijadikan kebijakan untuk melepaskan-ikatan (disengagement) antara mantan narapidana teroris dengan kelompok terorisme. Banyak pelaku terorisme di Indonesia yang tertangkap dan dihukum. Namun, penanggulangan terorisme di dalam penjara maupun di luar penjara belum terlaksana dengan maksimal. Banyak mantan narapidana teroris yang sudah menjalani hukuman ternyata terlibat residivis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Metode Delphi. Menggunakan konsep pendekatan yang bersifat soft approach, salah satu bentuknya adalah disengagement. Dalam hal ini peneliti lebih berfokus pada pendekatan kesejahteraan terutama kepada mantan narapidana teroris. Hasil penelitian ini bahwa pendekatan kesejahteraan kepada mantan narapidana teroris sebagai upaya pelepasan ikatan (disengagement) dari kelompok teroris memang perlu dilakukan mengingat adanya program deradikalisasi yang belum maksimal sehingga menimbulkan residivisme. Pendekatan kesejahteraan ini perlu mempertimbangkan aspek latar belakang sosial dan sejauh mana keterlibatannya di dalam kelompok terorisme. Pendekatan kesejahteraan berdasarkan penelitian ini akan berhasil dan berjalan baik jika diberikan kepada mantan narapidana teroris yang memiliki kategori tingkatan komitmen pada level passive supporters atau simpatisan serta pendekatan ini perlu pembinaan yang berkesinambungan. ......This research discusses the welfare approach that can be used to release the policy bonding (disengagement) between the ex-convict terrorists and the terrorist groups. Many perpetrators of terrorism in Indonesia is caught and punished. However, the counter-terrorism in and outside the prison has not been implemented to the fullest. In fact, many of the ex-convict terrorists turn to be involved in the recidivists. This research used a qualitative approach with Delphi Method. It utilized the soft approaches concept in which disengagement concept was applied. In this case, the researcher focused more on welfare approach, especially to the ex-convict terrorists. As the results, since the de-radicalization programs that have not been maximized can cause recidivism, the welfare approach to the ex-convict terrorists is necessary to be done as a bond release (disengagement) from the terrorist groups. This approach needs to take into account the welfare of the social background and the extent of its involvement in the terrorist groups. According to the research, the welfare approach will work well if it is given to the ex-convict terrorists who have the category-level commitment of passive supporters or sympathizers. Therefore, a continuous coaching to this approach is highly suggested.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulpakar Yauri Marwandana
Abstrak :
ABSTRAK
Warga Negara Indonesia WNI pada tahun 2016 telah diculik dan disandera berulang kali oleh kelompok teroris Abu Sayyaf di kawasan maritim. Pemerintah RI telah melakukan berbagai upaya dalam membebaskan WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf. Upaya-upaya Pemerintah RI tersebut adalah melakukan negosiasi kepada Abu Sayyaf dan juga melakukan kerjasama terhadap berbagai pihak, baik pemeritah atau non pemerintah. Upaya-upaya tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh Pemerintah RI dalam membebaskan WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf. Studi ini mencoba untuk memberi gambaran strategi Pemerintah RI dalam menanggulangi kasus penculikan dan penyanderaan oleh kelompok teroris, khususnya Abu Sayyaf. Studi ini juga memberikan penjelasan mengenai penculikan dan penyanderaan sebagai sebuah aksi teror dan ancaman terhadap Pemerintah RI.
ABSTRACT
In 2016, Indonesian Citizens has been kidnapped and held hostage repeatedly Abu Sayyaf terrorist in maritime area. The Government of Indonesia has made various efforts to free the citizens who held hostage by Abu Sayyaf Group. The efforts of Indonesia Government is negotiating to Abu Sayyaf Group and is also cooperation of various parties, both government or non government. These efforts is the strategy adopted by The Government of Indonesia in freeing Indonenesia Citizens who were held hostageby Abu Sayyaf Group. This study tries to illustrate The Indonesia Government strategy to cope cases of kidnapping and hostage taking by terrorist groups, and also provides an explanation of kidnapping and hostage taking as an act of terror and also pose a threat to The Government of Indonesia.
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siwi Arum Yunanda Sari
Abstrak :
Tugas akhir ini membahas bagaimana dan faktor apa saja yang belum dipenuhi dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kasus tindak kejahatan terorisme yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir (ABB) sehingga berkontribusi pada belum diberikannya pembebasan bersyarat kepada narapidana ABB dengan membandingkan syarat-syarat yang mempengaruhi pembebasan bersyarat di negara lain. Pembebasan bersyarat akan diberikan kepada narapidana apabila memenuhi syarat pembebasan bersyarat dan kelengkapan dokumen yang diatur Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018. Hasil penelitian menemukan bahwa narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir hanya memenuhi beberapa syarat hukum, yaitu telah menjalani hukuman pidana dua pertiga masa hukuman dan berkelakuan baik selama menjalani hukuman. Sebagian syarat-syarat tidak dipenuhi oleh narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir, termasuk syarat non-hukum/politik yang melibatkan dokumen-dokumen berupa surat pernyataan, seperti kebersediaan untuk membantu membongkar tindak pidana, tidak akan melarikan diri, tidak melakukan perbuatan melanggar hukum, serta ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan syarat lainnya. Tidak terpenuhinya sebagian besar syarat terutama persyaratan non-hukum/politik menyebabkan tidak diberikannya pembebasan bersyarat kepada narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir. ......This study discusses how and what factors that haven't been fulfilled in the process of granting parole to a terrorist prisoner named Abu Bakar Baasyir that contributed to the parole revocation by comparing the conditions that has affect on parole in other countries. Parole will be granted to inmates if they have fulfilled the conditions for parole and necessary documents stated in Permenkumham Number 3 of 2018. The study found that the terrorist prisoner Abu Bakar Baasyir only fulfilled several legal conditions, i.e. serving a two-thirds of the sentence and showed well-behaved behavior while serving the sentence. Most of the conditions were not fulfilled by terrorist prisoner Abu Bakar Baasyir including non-legal/political conditions involving documents in the form of statements, i.e. the willingness to help expose a criminal act, not run away, not to commit unlawful acts, and pledges loyalty to the Negara Kesatuan Republik Indonesia, and other conditions. The failure to fulfill most of these conditions, especially the non-legal/political conditions is affecting the process of granting parole to terrorist prisoner Abu Bakar Baasyir. As a result, the parole of Abu Bakar Baasyir has not been granted.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Nurrachman
Abstrak :

Tugas karya akhir ini melihat bahwa aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok ekstremis yang mengatasnamakan Islam di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh dua kelompok terorisme internasional, dalam hal ini yaitu Al-Qaeda dan Islamic State atau ISIS. Dengan memilih delapan kasus terorisme yang pernah terjadi di Indonesia dalam rentang tahun 2000-2018, penulis ingin melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi para pelaku dalam menentukan target mereka, serta juga melihat transformasi atau pergeseran yang terjadi dalam beberapa aksi teror di Indonesia yang jarang atau bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Tugas karya akhir ini menggunakan data sekunder dalam pengumpulan data, baik dari penelitian terkait sebelumnya, dan juga berita. Tulisan ini menggunakan teori terrorist target selection dan konsep ideal victim untuk melakukan analisis mengenai pemilihan target dari aksi-aksi teror yang terjadi di Indonesia dalam rentang tahun 2000-2018. Selain itu, tulisan ini juga menggunakan Routine Activity Theory, namun hanya sebagai penguat, bahwa terrorist target selection dan ideal victim dapat dikaji dalam kriminologi. Tulisan ini menemukan bahwa pemilihan target dalam aksi teror di Indonesia sangat ditentukan oleh ideologi dan juga strategi. Selanjutnya, juga ditemukan bahwa terdapat kelompok orang dan juga tempat tertentu yang lebih berpotensi untuk menjadi korban atau target aksi teror dibanding yang lainnya.


The thesis sees that acts of terrorism carried out by extremist groups in the name of Islam in Indonesia are strongly influenced by two international terrorism groups, in this case namely Al-Qaeda and Islamic State or ISIS. By selecting eight cases of terrorism that have occurred in Indonesia in the range 2000-2018, the author wants to do an analysis of the factors that influence the perpetrators in determining their targets, and also look at the transformation that occurs in some acts of terror in Indonesia that are rarely or never even before. This thesis uses secondary data in data collection, both from previous related research and also news. This paper uses the Terrorist Target Selection Theory and Ideal Victims to conduct an analysis of the selection of targets of terrorist acts that occurred in Indonesia in the range 2000-2018. In addition, this paper also uses the Routine Activity Theory, but only as a reinforcement, that terrorist target selection and ideal victims can be studied in criminology. This thesis finds that the selection of targets in acts of terror in Indonesia is largely determined by ideology and strategy. Furthermore, it was also found that there are groups of people and also certain places that are more potential to be victims or targets of terrorism than others.

Depok: Fakultas Ilmu Adminstrasi Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>