Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrityas
"Melawan penyebaran narasi hoaks, intoleran, ekstremisme, dan radikalisme, peran pemerintah dan masyarakat di media sosial sangat dibutuhkan sebagai kontra dari narasi dan propaganda kelompok teroris. Akan tetapi, masih terdapat bias dalam membangun narasi guna melawan kelompok teroris. Untuk itu perlu dilakukan upaya dekonstruksi kontra narasi terorisme melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi virtual ini adalah untuk melihat sejauh mana konstruksi kontra narasi, kontra propaganda yang dibuat oleh pemerintah, sehingga dapat melihat hal-hal yang perlu dilakukan dekonstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa media sosial BNPT yang berisikan konten kontra narasi kepada kelompok radikal lebih dominan, sehingga memunculkan stigma, secondary deviance terhadap kelompok agama tertentu, penggunaan diksi yang yang sulit diterima oleh masyarakat serta pengemasan konten yang kurang menarik. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dalam penyusunan kontra narasi agar lebih optimal.

In terms of against the spreading of hoaxes, intolerance, extremism and radicalism narratives, the role of government and society in social media is urgently needed to counter the propaganda narrative of terrorist groups. However, there are still deficiencies in narrative development that need to be improved through deconstruction efforts. This research uses a virtual ethnographic approach to discover how far the government has constructed counter-narratives and counter-propaganda so that it can see things that need to be deconstructed. The results show that BNPT has paid more attention to religious terrorist groups, potentially leading to the rise of stigma and secondary deviance towards certain religious groups. Also, the diction used by BNPT is difficult to understand for several people. Last, the packaging content is less attractive. Therefore, improving a counter-narrative strategy is needed to be more optimal."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Purnama Sari
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengungkapkan isu seputar keterlibatan juru bahasa dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia. Penelitian bersifat lintas-disiplin melibatkan ilmu penerjemahan, penjurubahasaan, ilmu hukum dan kajian terorisme. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif melalui wawancara dan tinjauan pustaka. Wawancara dilakukan terhadap sembilan belas informan mewakili Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus (Densus) 88, Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri, satuan Perlawanan Teror (Wanteror) Gegana, Kejaksaan, Badan Antiteror AS, Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), Perkumpulan Juru Bahasa Konferensi Indonesia (AICI), juru bahasa dan lembaga penyedia juru bahasa. Hasil penelitian menemukan bahwa keterlibatan juru bahasa telah diidentifikasi oleh penegak hukum sebagai kebutuhan dalam upaya penanggulangan terorisme. Mekanisme merekrut juru bahasa dalam konteks terorisme memiliki sifat yang unik dengan penekanan pada ideologi dan latar belakang yang bersih. Khusus terkait program deradikalisasi, kesamaan jenis kelamin antara juru bahasa dan napiter menjadi pertimbangan utama. Kendala utama terkait ketiadaan juru bahasa yang berdampak pada penyelidikan atau penanggulangan terorisme sementara sudah dapat diatasi. Temuan-temuan ini mengindikasikan perlunya komunikasi dan kerja sama antara penegak hukum dengan asosiasi profesi penerjemah dan juru bahasa Indonesia serta penyusunan pedoman teknis bagi penegak hukum dan pemangku kepentingan terkait untuk melibatkan juru bahasa dalam konteks terorisme secara tepat guna.

This research was conducted with the aim of elaborating the issues around the involvement of interpreters in counter-terrorism measures in Indonesia. It is cross-disciplinary, involving translation, interpretation, legal and terrorism studies. This research is descriptive qualitative, carried out through interviews and literature review. Interviews were conducted with nineteen informants from the National Counterterrorism Agency (BNPT), Special Detachment 88 (Densus) 88, Bureau of Intelligence and Security (Baintelkam), the Counter Terrorism Unit (Wanteror), the Attorney General's Office, the US Anti-Terror Agency, the Association of Indonesian Translators (HPI), Association of Indonesian Conference Interpreters (AICI), interpreters and agencies that provide interpreters. The study has found that the involvement of interpreters has been identified by law enforcement as a necessity in the efforts of counter-terrorism. The recruitment mechanism of interpreters in the context of terrorism is unique in that it emphasizes on clean ideology and background. With regards to the deradicalization program, the same sex between interpreters and convicts is a major consideration. The main obstacle regarding the absence of an interpreter that may have impacts on the investigation or countermeasures of terrorism has been dealt with temporarily. These findings indicate there is a need for communication and cooperation between the law enforcement agencies and associations of Indonesian translators and interpreters as well as the formulation of technical guidelines for law enforcement and relevant stakeholders to involve interpreters in the context of terrorism effectively."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny
"Aksi terorisme yang melibatkan Foreign Terrorist Fighter (FTF) masih terjadi di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kekalahan ISIS di Suriah yang menyebabkan para anggotanya kembali ke negara asal termasuk Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk satuan tugas untuk secara khusus menangani FTF, namun dalam pelaksanaannya muncul banyak kendala sehingga tidak optimal. Ego sectoral masih menjadi kendala dalam penanganan FTF. Sehingga Collaborative Government Theory digunakan dalam menyelesaikan permasalahan FTF. Metode Penelitian kualitatif dengan metode Delphi digunakan untuk menghasilkan Model Comprehensive Counter Terrorism yang diharapkan dapat mengurangi aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh FTF. Model Comprehensive Counter Terrorism dipimpin oleh Satuan Tugas FTF BNPT dengan anggotanya berasal dari lembaga dan kementerian terkait yaitu TNI, Polri, Kemenlu, Kemendagri, Dirjen Imigrasi, PPATK, Kemensos dan Kemenag.

Terrorist acts involving Foreign Terrorist Fighters (FTF) are still happening in Indonesia. This is inseparable from the defeat of ISIS in Syria which caused its members to return to their countries of origin, including Indonesia. The National Counterterrorism Agency (BNPT) has formed a task force to specifically deal with FTF, but in its implementation there are many obstacles that are not optimal. Sectoral ego is still an obstacle in handling FTF. So that Collaborative Government Theory is used in solving FTF problems. Qualitative research methods using the Delphi method are used to produce a Comprehensive Counter Terrorism Model which is expected to reduce acts of terrorism carried out by the FTF. The Comprehensive Counter Terrorism Model is led by the BNPT FTF Task Force with members from related institutions and ministries, namely the TNI, Polri, Ministry of Foreign Affairs, Ministry of Home Affairs, Director General of Immigration, PPATK, Ministry of Social Affairs and Ministry of Religion."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Maulana Hakim
"Skripsi ini membahas mengenai formulasi kebijakan soft approach oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT dalam menangani penyebaran paham radikalisme dan terorisme, apa yang menjadi pertimbangan BNPT menggunakan soft approach dalam kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kebijakan kriminal dan counter-terrorism. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain eksplanatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang melatarbelakangi Indonesia menggunakan soft approach karena munculnya residivis terorisme dan kembalinya mantan narapidana terorisme yang terlibat aksi terorisme. Faktor manfaat-biaya turut menjadi pertimbangan mengapa pemerintah melalui BNPT menggunakan soft approach, karena soft approach dianggap lebih efisien dari berbagai alternatif yang ada, sehingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT menggunakan pendekatan soft approach dalam kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia.
Dengan menggunakan soft approach tidak berarti pemerintah mengesampingkan unsur penegakan hukum, pemerintah tetap menindak tegas setiap pelaku aksi teror, yang dilakukan pemerintah adalah memindahkan titik fokus penanganan; bukan lagi pada 'tangkap' dan 'tahan', tetapi lebih pada 'cegah', itulah yang menjadi tujuan soft approach yang dilakukan oleh BNPT.

This thesis discusses on the formulation of soft approach policy by National Counter Terrorism Agency BNPT in handling the spread of radicalism and terrorism, what is BNPT consideration using soft approach in policy of counter terrorism in Indonesia. The concepts used in this study include criminal policy and counter terrorism. This research uses qualitative method with explanative design.
The results of this study indicate that the Indonesian background uses a soft approach due to the emergence of terrorist recidivism and the return of former terrorism prisoners involved in acts of terrorism. The cost benefit factor is the consideration of why the government through BNPT uses a soft approach, because the soft approach is considered more efficient than the various alternatives available, so the Counter Terrorism Agency BNPT uses a soft approach in anti terrorism policy in Indonesia.
Using a soft approach does not mean that the government overrides law enforcement elements, the government is still taking action against every actor of terror acts, which the government is doing is moving the focal point of handling No longer in catch and hold, but on prevention, that's the purpose of soft approach by BNPT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizar Ayu Putri
"Anak Kasus Terorisme yang berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Jakarta akan kembali ke masyarakat setelah menjalani pidana. Seyogyanya negara hadir untuk melakukan intervensi sosial berbasis bukti bagi AKT di LPKA Jakarta yang mengarah pada deradikalisasi dalam rangka reintegrasi sosial yang sukses. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan model pembinaan deradikalisasi AKT yang idealnya dilaksanakan di LPKA Jakarta dengan menggunakan Program Theory dari Funnel dan Rogers (2011), strengths perspective, desistance, dan konsep deradikalisai. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur dan focus group discussion dengan mantan AKT, para petugas LPKA Jakarta dan stakeholder terkait, serta studi dokumen dan kajian literatur. Terdapat beberapa temuan penting dalam penelitian, yakni bahwa pelibatan AKT dalam terorisme dimulai dari keluarga dan peran mereka pada umumnya masih terbatas pada kategori simpatisan. Kemudian, penelitian juga menemukan bahwa pembinaan AKT di LPKA Jakarta yang ada saat ini belum optimal. Berdasarkan pada analisis komponen theory of change dalam program theory, penelitian ini merumuskan outcome chain yang menghubungkan antara tujuan langsung dari tujuh mode rehabilitasi, deradikalisasi sebagai tujuan antara, dan reintegrasi sosial sebagai tujuan akhir. Pada theory of action, penelitian ini merumuskan berbagai atribut dari masing-masing kegiatan sampai dengan indikator keberhasilan dalam masing-masing mode rehabilitasi. Model pembinaan deradikalisasi AKT direpresentasikan dalam bentuk logic model, menggambarkan keterkaitan antara input, mode rehabilitasi, dan outcome chain untuk mencapai tujuan akhir pemasyarakatan, serta tahapan pembinaannya. Implikasi penelitian ini adalah bahwa model pembinaan deradikalisasi AKT memberikan kerangka kerja yang jelas, eksplisit, dan terukur, sehingga dapat menjustifikasi implementasinya di LPKA Jakarta. Selain itu, pembahasan mengenai aktor program memberikan justifikasi pada aplikasi pekerjaan sosial dan pelibatan pekerja sosial dalam rangka pembinaan deradikalisasi AKT di LPKA Jakarta di masa yang akan datang.

Children involved in terrorism (or Anak Kasus Terorisme or AKT) in Jakarta Juvenile Correctional Center will return to the community after serving their sentene. The state should be present to provide evidence-based social interventions for AKT in LPKA Jakarta that lead to deradicalization for smooth and successful social reintegration. The purpose of this study is to formulate an ideal deradicalization rehabilitation model for AKT to be implemented in LPKA Jakarta using Funnel and Rogers' Program Theory (2011), strengths perspective, desistance, and the concept of deradicalization. Data was obtained through semi-structured interviews and focus group discussions with former AKTs, LPKA Jakarta officers and stakeholders, as well as document studies and literature reviews. There are several findings in the research. First, the involvement of AKT in terrorism starts from the family and their role is generally still limited to the category of sympathizers. Furthermore, the research also found that the current treatment for AKT in LPKA Jakarta has not been optimal. Based on the analysis of the theory of change component in the program theory, this research formulates an outcome chain that connects the direct objectives of the seven rehabilitation modes, deradicalization as an intermediate goal, and social reintegration as the final goal. In the theory of action, this research formulates various attributes of each activity, as well as the success indicators in each rehabilitation mode. The model of deradicalization treatment in LPKA Jakarta is represented in the form of a logic model, describing the relationship between inputs, rehabilitation modes, and outcome chains to achieve social reintegration as ultimate goal of corrections, as well as the treatment process. The implication of this research is that the deradicalization treatment model for AKT provides a clear, explicit, and measurable framework, thus justifying its implementation in LPKA Jakarta. In addition, the discussion of program actors provides justification for the application of social work and the involvement of social workers in the proposed deradicalization rehabilitation for AKT in LPKA Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library