Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Syahputra
Abstrak :
Pemerintah RI telah berupaya melakukan penanganan terhadap permasalahan terorisme dengan membentuk peraturan perundangan-undangan sebagai landasan hukum serta Lembaga dan Satuan Tugas seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Densus-88 Polri. Upaya penindakan berbasis penegakan hukum maupun deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dan Densus-88 ternyata belum menunjukkan hasil sesuai harapan karena masih terjadi aksi-aksi terorisme di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa. Pelibatan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dalam penganggulangan terorisme telah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 5 Tahun 2018 namun sampai saat ini aturan pelaksanaannya melalui peraturan presiden belum disahkan sehingga pelibatan TNI belum dapat dioperasionalkan secara maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki TNI dan bagaimana TNI dapat diperankan dalam penanggulangan terorisme khususnya pada upaya deradikalisasi oleh satuan TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang telah tergelar sampai ketingkat Desa (Babinsa). Peneliti mengunakan social bond theory dalam mengidentifikasi perubahan perilaku sehingga mantan narapidana terorisme meninggalkan ideologi kekerasan dan melepaskan diri dari organisasi teroris. ......The Government of Indonesia has attempted to deal with the problem of terrorism by establishing legislation as a legal basis as well as Institutions and Task Forces such as BNPT (National Agency for Countering Terrorism) and Densus-88 Polri. Efforts to take action based on law enforcement and deradicalization carried out by BNPT and Densus-88 have not shown results as expected because there are still acts of terrorism in Indonesia that cause casualties. The involvement of the TNI (Indonesian National Army) in countering terrorism has been regulated in Law No. 34 of 2004 concerning the TNI and Law no. 5 of 2018 but until now the implementation rules through a presidential regulation have not been ratified so that the involvement of the TNI cannot be fully operationalized. This study uses a qualitative method to identify the potential of the TNI and how the TNI can be played in countering terrorism, especially in efforts to deradicalize the TNI (Indonesian National Army) which has been deployed to the village level (Babinsa). Researchers use social bond theory in identifying behavioral changes so that ex-terrorism convicts leave the ideology of violence and escape from terrorist organizations.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Hadi Pradnyana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Indonesia menginisiasi ASEAN Our Eyes. Selain itu, diamati juga implementasi strategi baru kontra terorisme ASEAN di bidang kerjasama pertukaran informasi intelijen, yaitu ASEAN Our Eyes di Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh lemahnya koordinasi dan integrasi terkait pertukaran informasi intelijen antar negara anggota ASEAN khususnya dalam penanganan terorisme di kawasan. Teori yang digunakan adalah Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. Teori Proactive Counterterrorism: Intelligence Model menjadi pisau analisa untuk mengamati implementasi dari ASEAN Our Eyes di Indonesia, termasuk mekanisme, prosedur, teknis, dan lain sebagainya. ASEAN Our Eyes dibentuk pada tahun 2017 dan telah diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 2018. ASEAN Our Eyes merupakan sebuah kolaborasi konkret ASEAN khususnya di bidang pertukaran informasi intelijen sebagai bagian dari proses untuk membangun fondasi keamanan regional terkait kontra terorisme. Hasil analisa adalah Indonesia menginisasi pembentukan ASEAN Our Eyes dalam upaya memperkuat stabilitas kawasan dan domestik dari eskalasi ancaman terorisme. Disisi lain sebagai upaya menjaga sentralitas ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara. ......This research aims to analyze the factors that influence Indonesia to initiate ASEAN Our Eyes. In addition, it was also observed the implementation of a new ASEAN counter-terrorism strategy in the field of intelligence exchange cooperation, namely ASEAN Our Eyes in Indonesia. This was motivated by weak coordination and integration related to the exchange of intelligence information between ASEAN member countries, especially in dealing with terrorism in the region. The theory used is Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. The theory of Proactive Counterterrorism: Intelligence Model becomes an analytical knife to observe the implementation of ASEAN Our Eyes in Indonesia, including mechanisms, procedures, techniques, and so on. ASEAN Our Eyes was formed in 2017 and has been ratified by all ASEAN member countries in 2018. ASEAN Our Eyes is a concrete collaboration between ASEAN, especially in the field of intelligence information exchange as part of the process to build a regional security foundation related to counter terrorism. The results of the analysis shows that Indonesia initiated the formation of ASEAN Our Eyes in an effort to strengthen regional and domestic stability from the escalation of the threat of terrorism. On the other hand, it is an effort to maintain ASEAN centrality as a regional organization in Southeast Asia.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Panji Sahid
Abstrak :
Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Hukum, Institusi persiapannya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, melalui analisis yang penulis lakukan dengan metode studi pustaka beberapa putusan di tingkat Pengadilan Negeri, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Utara No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; dan Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Barat Nomor 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; serta wawancara bersama sumber dari Kejaksaan Republik Indonesia diketahui bahwa hukuman untuk serangkaian tindakan yang termasuk dalam kategori tindakan persiapan sudah dilakukan. Keberadaan implementasi lembaga ini bisa dilihat dalam bentuk tafsir ekstensif maupun implementasi nyata dari institusi lembaga konspirasi dan / atau pengadilan dalam menegakkan kasus selesai. Untuk alasan ini, pelaksanaan kursus dan ketentuan tambahan untuk dibutuhkan aparat penegak hukum terkait lembaga ini. ......Prior to the promulgation of Law Number 5 of 2018 concerning Amendments to Law Number 15 of 2003 concerning Stipulation Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2002 concerning the Eradication of Criminal Acts of Terrorism, Becoming Law, Institution the preparations have not been regulated in the laws and regulations in Indonesia. However, through the analysis by the author using the literature study method, several decisions at the District Court level, namely the East Jakarta District Court Decision No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; North Jakarta District Court Decree No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; and West Jakarta District Court Decree Number 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; as well as an interview with a source from the Republic of Indonesia Prosecutor's Office, it is known that the sentences for a series of actions that fall under the category of preparatory action have been taken. The existence of the implementation of this institution can be seen in the form of extensive interpretations as well as actual implementations of institutions conspiracy agencies and / or courts in enforcing cases done. For this reason, the implementation of additional courses and provisions is required by law enforcement officials related to this institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emielia Zolla Attyawara Lubyiana Tryaningsih
Abstrak :
Saat ini di Indonesia, meskipun belum banyak literatur yang membahas terkait perbuatan persiapan secara khusus, tetapi telah terdapat aturan mengenai perbuatan persiapan tindak pidana terorisme yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, setelah disahkannya KUHP Nasional juga telah diatur mengenai perbuatan persiapan tindak pidana. Persiapan yang diatur dalam KUHP Nasional tetap mengacu pada undang-undang yang mengatur ketentuan ini. Setidaknya terdapat 3 (tiga) putusan yang menggambarkan terkait perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme, yakni Putusan Nomor 1271/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor 822/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, dan Putusan Nomor 629/Pid.Sus/2022/PN.Jkt.Tim. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mengenai penerapan hukum terhadap perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan metode analisis kualitatif berdasarkan studi dokumen. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa penerapan hukum terkait perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme sudah diterapkan dengan baik sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Namun, masih terdapat beberapa masukan terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara persiapan tindak pidana terorisme. Dengan demikian, perlu adanya perhatian lebih lanjut terkait dengan penjatuhan pidana yang dilakukan oleh Majelis Hakim terhadap pelaku tindak pidana terorisme yang masih dalam tahap persiapan. ......Currently in Indonesia, although there is not much literature that discusses preparatory acts specifically, there are rules regarding preparatory acts of terrorism which are regulated in the Law on the Eradication of the Crime of Terrorism. In addition, after the enactment of the National Criminal Code, it has also regulated the act of criminal preparation. The preparation regulated in the National Criminal Code still refers to the law that regulates this provision. There are at least 3 (three) decisions that describes preparatory acts in the criminal act of terrorism, namely Decision Number 1271/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Tim, Decision Number 822/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, and Decision Number 629/Pid.Sus/2022/PN.Jkt.Tim. Therefore, this paper will discuss the application of the law on preparatory acts in the crime of terrorism. This research is in the form of juridical-normative with using qualitative analysis method based on document study. The result of this study found that the application of law related to preparatory acts in terrorism crime has been applied well in accordance with the applicable laws. However, there are still some inputs to the consideration of the Panel of Judges in deciding cases of preparation for terrorism crimes. Thus, there needs to be fither attention related to the imposition of punishment by the Panel of Judges against perpetrators of terrorism crimes who are still in the preparation stage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flaamnda Jeine Tampomuri
Abstrak :
Dr. Azahari adalah anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah (Al-JI) sejak tahun 1993. Ia berperan sebagai perakit bom dan menjadi salah satu aktor intelektual peledakkan bom yang dilakukan Al-JI di Indonesia. Bom karya Dr. Azahari memiliki ciri khusus yang dikenal sebagai bom signature. Hal ini membuat pakar bom mudah mengidentifikasi dan mengenali bom buatannya. Dr. Azahari sempat mengajarkan beberapa anggota Al-JI, bahkan telah membukukan serta menyebarkan tentang cara membuat bom. Penelitian ini menggunakan Teori McClelland dan Teori Pilihan Rasional. Tujuan penelitian yaitu mengantisipasi ancaman-ancaman yang muncul berdasarkan kasus Dr. Azahari bersama Al-JI. Metode penelitian yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yakni studi literatur, wawancara, dan studi dokumen. Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dr. Azahari menjadi pelaku teror karena menghadapi masalah dan pengaruh lingkungannya. Aksi teror yang melibatkan Dr. Azahari selalu menggunakan pilihan rasional dan dapat dikenali oleh aparat melalui modus operandi, salah satunya bom signature. Ciri khusus bom signature dianalisis melalui komponen dan rancangan bom. Selain itu, bom signature dibuat dari bahan-bahan baku yang mudah didapat dan bertujuan untuk mendapat pengakuan (Need of Achievement). Kasus Dr. Azahari membuktikan bahwa individu yang berpendidikan tinggi dapat terekrut kelompok teroris dan menghasilkan aksi teror yang berdampak signifikan. Hal-hal yang perlu diantisipasi karena menjadi bukti ancaman, yakni: radikalisasi atau perekrutan kelompok teroris dapat terjadi di lembaga Pendidikan dan lembaga keagamaan; perubahan sikap individu yang menarik diri dari keterlibatan sosial dan suka menyendiri; penyalagunaan fasilitas kampus untuk kegiatan terorisme; adanya bom sekunder pada aksi teror; penggunaan media online untuk kegiatan terorisme; kemudahan mendapatkan bahan-bahan yang dapat dijadikan bom. ......Dr. Azahari was a member of the Al-Jamaah Al-Islamiyah (Al-JI) since 1993 and was one of the intellectual actors of the bombings conducted by Al-JI in Indonesia. His role in the organization was as a bombmaker. Dr. Azaharis bombs had unique characteristics, which is known as a signature bomb. This allowed bomb experts to easily identify his work. Dr. Azahari once taught several Al-JI members, and even made a book on bombmaking and distributed it. The Motivation Theory by McClelland and the Rational Choice Theory will be used to explain and analyze the findings of this research. The findings were collected using a qualitative method through literature studies, interviews, and document studies, which were validated using the triangulation technique. This research discovered that Dr. Azahari became terrorist because he had to face several issues and was influenced by his environment. The terrorism acts that involved Dr. Azahari always used rational choices and were able to be recognized by the officers through his modus operandi, among others is the signature bomb. The unique characteristics of the signature bomb were analyzed through its components and design. Furthermore, the signature bomb was made from materials that were easy to obtain and was used to gain recognition (Need of Achievement). Dr. Azaharis case proves that high-educated individuals can still be recruited by terrorist groups and conduct significant terrorism act Other aspects that need to be anticipated because it could become a threat are: radicalization or recruitment of terrorist groups can occur in an educational or religious institution; the behavior change of an individual who withdraws him or herself from social environment and prefers to be alone; misuse of the universitys facilities for terrorism activities; the existence of a secondary bomb during a terrorism act; the use of online media for terrorism acts; the ease of obtaining materials for making bombs.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viora Andari Yasman
Abstrak :
Terorisme merupakan sebuah permasalahan yang selalu menarik perhatian banyak orang. Kerusakan secara materiil bahkan hingga terancamnya nyawa seseorang menjadi hal yang tidak luput dari peristiwa terorisme. Tidak hanya skala kecil, terorisme juga menjadi ancaman untuk skala Internasional. Terbentuk dalam jaringan besar yang bergerak secara diam-diam, kelompok yang memiliki pemikiran dan tujuan ekstrimis ini menjadi salah satu musuh berbahaya di setiap negara. Tragedi pemboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia membuat pemerintah harus berfikir tepat dalam melakukan upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Tidak hanya undang-undang, bahkan pemerintah juga membentuk suatu badan yang khusus menangani kasus terorisme. Perubahan alur dalam pembentukan undang-undang menjadi pewarna dalam usaha pemerintah untuk menghadapi kasus terorisme. Hal ini pun melahirkan sebuah pertanyaan mengenai seberapa besar efektivitas yang dihasilkan dari upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini dan juga mengenai penerapan penegakan hukum yang ideal berdasarkan UU No.5 Tahun 2018 yang dilakukan oleh POLRI. Berawal dengan dibentuknya Perppu No.1 Tahun 2002 yang membahas akan kasus terorisme dari segi hukum, nyatanya tak menghentikan pergerakan kelompok ekstrimis di Indonesia. Hal ini pun menjadi bahan evaluasi untuk disahkannya Perppu tersebut menjadi UU No. 15 Tahun 2003. Diharapkan menjadi payung hukum yang sah dan menjadi senjata mutakhir dalam menghilangkan terorisme, tak menjadikan UU ini cukup efektif dalam pelaksanaannya. Dengan segala diskusi dan pembahasan, pada akhirnya disahkanlah UU No.5 Tahun 2018 yang hingga saat ini menjadi aturan utama dalam kasus terorisme di Indonesia. Tak selalu berjalan mulus, UU yang disebut sebagai Security Act dan juga Patriot Act yang dalam pelaksanaannya sering mendapat kecaman karena ketidak sesuaiannya dengan Hak Asasi Manusia. Dalam penelitian ini, fokus masalah akan dibahas dengan metode penelitian hukum dengan kajian hukum normatif, empiris dan implementasi. Penelitian ini juga menggunakan teori efektivitas hukum, implementasi hukum dan tujuan hukum yang dikolaborasikan dengan hasil wawancara dan data lainnya hingga menghasilkan analisa data. Sebagai kesimpulannya, ditemukan bahwa dengan proses perubahan pada aturan dan perundang-undangan mengenai kasus terorisme telah menghasilkan perubahan yang signifikan sebagai upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Meskipun beberapa upaya teror masih tetap dilakukan di sejumlah wilayah, namun upaya yang dilakukan Densus 88 dalam menangkap sejumlah tersangka yang tergabung dalam kelompok radikal menunjukan perubahan yang signifikan. Hal ini tentunya membantu dalam mengurangi upaya terjadinya peristiwa terorisme. Dengan disahkannya UU No.5 Tahun 2018 yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian untuk melakukan upaya preventif sebagai pencegahan kasus terorisme, memberikan keleluasaan atas penanganan kasus terorisme. Upaya preventif yang dapat dilakukan sebelum terjadinya kasus terorisme memudahkan pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan jaringan terorisme. Dengan dilakukannya penyidikan ini, tentunya membantu dalam menguak ide atau rencana yang direncanakan oleh jaringan terorisme tersebut. Sehingga bisa dikatakan pula bahwa UU anti terorisme yang saat ini digunakan telah memberikan dampak yang cukup efektif terhadap permasalahan terorisme di Indonesia . Namun, dalam pelaksanaanya haruslah selalu diperhatikan komponen pelaksanaan dan penggunaan wewenang agar tetap sesuai dengan kaidah Hak Asasi Manusia. ......Terrorism is a problem that always attracts the attention of many people. Material damage, even to the point of threatening one's life, is something that is not spared from terrorism. Not only on a small scale, terrorism is also a threat on an international scale. Formed in a large network that moves secretly, this group that has extremist thoughts and goals has become one of the most dangerous enemies in every country. The bombing tragedy that occurred in several regions in Indonesia made the government have to think properly in making efforts to deal with cases of terrorism. Not only laws, even the government has also established a body that specifically handles terrorism cases. Changes in the flow in the formation of laws become coloring in the government's efforts to deal with cases of terrorism. This also raises a question about how much effectiveness has resulted from the efforts that have been made by the government to date and also regarding the ideal implementation of law enforcement based on Law No. 5 of 2018 carried out by POLRI. Starting with the formation of Perppu No. 1 of 2002 which discussed terrorism cases from a legal perspective, in fact it did not stop the movement of extremist groups in Indonesia. This has also become an evaluation material for the ratification of the Perppu to become Law no. 15 of 2003. It is hoped that this law will become a legal umbrella and become the latest weapon in eliminating terrorism, but this law will not be effective enough in its implementation. With all the discussion and discussion, in the end Law No. 5 of 2018 was passed which until now has become the main rule in terrorism cases in Indonesia. It does not always run smoothly, the law which is referred to as the anti-terrorism law is often equated with the anti-subversion law and also the Internal Security Act and the Patriot Act which in their implementation have often been criticize for their incompatibility with human rights. In this study, the focus of the problem will be discussed using legal research methods with normative, empirical and implementation legal studies. This study also uses the theory of legal effectiveness, legal implementation and legal objectives which are collaborated with the results of interviews and other data to produce data analysis. In conclusion, it was found that the process of changing the rules and regulations regarding terrorism cases has resulted in significant changes as an effort to deal with terrorism cases. Although several terror attempts are still being carried out in a number of areas, the efforts made by Densus 88 to arrest a number of suspects belonging to radical groups have shown significant changes. This certainly helps in reducing efforts to occur terrorist incidents. With the passing of Law No. 5 of 2018 which authorizes the police to carry out preventive measures to prevent terrorism cases, it provides flexibility in handling terrorism cases. Preventive efforts that can be carried out before the occurrence of terrorism cases make it easier for the police to carry out investigations of parties related to terrorist networks. By carrying out this investigation, it certainly helps in uncovering ideas or plans planned by the terrorist network. So that it can also be said that the current anti-terrorism law has had a fairly effective impact on the problem of terrorism in Indonesia. However, in its implementation it must always pay attention to the components of the implementation and use of authority so that it remains in accordance with the principles of human rights.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardenis
Jakarta: Rajawali, 2013
345.02 MAR p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hisbullah Ashiddiqi
Abstrak :
ABSTRAK
Konsep bantuan dan perlindungan hukum yang dijabarkan dalam KUHAP dapat dikatakan tidak memenuhi asas hukum acara pidana. Konsep bantuan dan perlindungan hukum dalam KUHAP cenderung hanya diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa, bukan korban tindak pidana. Begitu pula dalam UU No. 18 Tahun 2003 dan lainnya. Sementara dalam pelaksanaan HAM, pada praktik dan tatarannya, UU No. 39 Tahun 1999 [Pasal 3 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (2) dan (3) masih kurang merepresentasikan keinginan dari konstitusi dan UU HAM yang menginginkan bahwa hak mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum bagi semua orang termasuk juga bagi korban tindak pidana. Sementara itu, pengaturan bantuan dan perlindungan hukum yang diatur dalam UU No.8 tahun 1981, UU No.15 Tahun 2003, UU No.13 Tahun 2006, UU No.26 Tahun 2000, UU No.18 Tahun 2003, dan UU lainya, serta KUHAP dalam tataran hukum formil pada praktiknya tidak memberikan jaminan hukum yang jelas dan tegas sehingga dapat memperlemah perjuangan pemenuhan hak-hak korban. Adapun realita penanganan oleh pemerintah, pemerintah belum mampu melaksanakan hak-hak materi dan immaterial kepada korban terorisme. Amanat pemberian kompensasi, restitusi, rehabilitasi belum dapat dilaksanakan karena hal-hal yang tercantum dalam pasal 36 UU No. 15 tahun 2003 masih bias dan sulit diterapkan. Kondisi yang belum berpihak kepada korban ini menjadi bukti bagaimana pemerintah memandang anonim para korban terorisme.
ABSTRACT
The concept of the assistance and law protective which is stipulated in KUHAP, so far is not sufficient for base of the law crime. The concept is merely designated only for the suspects and the one who charged for crime act. It is also what so mentioned in UU No.18/2003 etc. Meanwhile, in the application of Human Rights, in reality and as a matter of fact, UU No.39/1999 (article 3 point (2), and article 5 point (2) and (3) is still not exactly as the requirement of constitution and UU Human Rights in which it is required that such rights for assistance/support and law protection for the all concerns including the victims of the crime act as well. In the meantime, the directive of the assistance and law protective stipulated in UU No.8/1981, UU No.15/2003, UU No.13/2006, UU No. 26/2000, UU No. 18/2003 etc, also KUHAP in application of formal law in its practice, even it does not give the law guarantee in formal and clear manner, so that it can weaken the struggle to fulfill the rights of victims. As a matter of facts, the government is not capable yet to perform such rights in forms of material and immatery for the victims of terrorism. The need of the compensation, restitution, rehabilitation can not be applied yet, because, the subjects which is stipulated in article 36 No. 15/2003 is still unclear and difficult to apply. This conditions which still not be along with the victims requirement, becoming the proof that the government just look the victims anonimly to the terrorism victims.
2009
S22582
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009
R 345.025 98 IND k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>