Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deny Yudo Wahyudi
Abstrak :
Candi Panataran merupakan salah satu peninggalan kebudayaan materi dari masa Hindu-Buddha yang berada di daerah Blitar, Jawa Timur. Candi ini diketahui dibangun dari masa Majapahit berdasarkan temuan beberapa angka tahun yang berada pada berbagai komponen di kompleks percandian. Penemuan Prasasti Palah yang in situ dari jaman Kadiri menjadikan beberapa sarjana menghubungkan candi ini dengan bangunan suci Palah yang telah ada sejak masa Kediri. Berbagai komponen dalam percandian ini menyiratkan pada suatu sifat keagamaan tertentu yang menjadi dasar bagi percandian ini. Upaya rekonstruksi keagamaan dilakukan dengan pendekatan arkeologi sejarah yang didukung aleh sumber data artefaktual berupa komponen percandian dan data tekstual baik primer maupun sekunder. Metode fenomenologi agama dipandang sesuai untuk mengungkap makna berbagai fenomena keagamaan yang muncul di kompleks ini. Pengungkapan rekonstruksi keagamaan tidak terlepas dari penerapan lima unsur religi yang biasa digunakan untuk mengkaji masalah keagamaan. Tokoh utama yang dipuja merupakan kajian utama untuk dapat merekonstruksi sifat keagamaan candi Pengungkapan tokoh utama yang dipuja ini sebagai penjabaran dari konsep keyakinan yang dianut. Komponen lain yang dikaji adalah tentang ritual keagamaan yang terjadi di kompleks percandian ini dan terkait dengan tata upacara yang dilakukan. Terakhir adalah upaya merekonstruksi fungsi candi ini yang berkaitan dengan umat keagamaan, karana kegiatan umat pendukungnya akan menunjukkan sejauh mana fungsi bangunan suci ini masih terus dapat bertahan. Candi Panataran merupakan bangunan suci yang memiliki keunikan-keunikan dibandingkan dengan pola percandian yang sejaman dengannya. Keberadaan candi ini juga didukung oleh berbagai pemberitaan dalam sumber tekstual. Keunikan dan kekayaan data tersebut pada akhirnya dapat membantu untuk merekonstruksi berbagai unsur keagamaan yang berhubungan dengannya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Bayu Perdana
Abstrak :
Tulisan ini berfokus pada tatanan (order) arsitektural candi Jawa. Tulisan kontemporer kerap menelaah arsitektur candi menggunakan tatanan triparti, yang utamanya digunakan untuk membagi tampak candi ke dalam tiga bagian: badan, kepala, dan kaki. Meski umum digunakan, tatanan sederhana ini tidak merefleksikan secara akurat kompleksitas candi sehingga pembahasan arsitektural candi seringkali tidak rinci. Penulis mengusulkan sebuah sistem tatanan baru, yang penulis sebut sebagai “tatanan vāstu.” Tatanan ini direkonstruksi menggunakan metode riset arsitektural-historis yang membandingkan candi-candi Jawa serta struktur mancanegara terkait dalam lensa tipo-morfologis, didukung dengan analisis sastra arsitektural kuil India. Sampel candi meliputi 32 candi peribadatan tipe menara (prāsāda) dengan ciri Hindu dan Buddha yang berasal dari era Mataram Kuno (abad 8-11 M). Secara tatanan tapak, candi Jawa menunjukkan dua pola umum yang berkorespondensi dengan dua moda dasar perancangan maṇḍala; pola berjejer-berhadap yang banyak digunakan pada candi Hindu berkorespondensi dengan moda yantri, sementara pola konsentris yang banyak digunakan pada candi Buddha berkorespondensi dengan moda maṇḍala. Pada pola candi berjejer-berhadap, terdapat sejumlah unsur yang dapat dikaitkan dengan sejumlah aspek geografis/astronomis lokal dan konsep ruang Austronesia yang diduga bercampur dengan konsep arah India pada masa Mataram Kuno. Secara tata bangunan, semua sampel candi dapat dibagi secara visual ke dalam tujuh bagian yang dimiliki tatanan vāstu: upapÄ«á¹­ha, adhiṣṭhāna, pada, prastara, gala, śikhara, dan stÅ«pi. Namun pemeriksaan lebih mendalam menunjukkan bahwa tiap bagian memiliki elaborasi arsitektural yang cukup berbeda dengan norma Asia Selatan maupun Tenggara kontinental. Pengamatan ini memperkuat pendapat bahwa arsitektur candi Jawa menunjukkan pencampuran berbagai elemen asing menjadi gubahan tersendiri. Studi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan sistem tatanan berbasis vāstu, alih-alih tripartit konvensional, memungkinkan penjabaran elemen arsitektur candi secara lebih rinci. Menerapkan dan menguji kesahihan tatanan vāstu pada candi mungkin dapat menghasilkan sistem tatanan arsitektur baru yang lebih bermanfaat untuk menelaah arsitektur candi Jawa serta kedudukannya dalam jaring pertukaran budaya antara India dan Asia Tenggara. ...... This paper focuses on the architectural order of ancient Javanese temples. Contemporary writings often use a tripartite order to conceptualize Javanese temple architecture, which divide the edifice into three-part consisting of head, body, and feet. However, the overgeneralized nature of the order does not accurately represent the complexities of Javanese temples and this has made architectural discussion of temples somewhat limited and undetailed. Further, the textual basis of this order is questionable. To support more nuanced discussion of Javanese temple architecture, the author proposes an alternative architecture order, dubbed the “vāstu order.” This order is reconstructed using architectural-historical research method that compares extant Javanese temples with related South and Southeast Asian structures in a typo-morphological lens, supported by analysis of historical treatise pertaining Indian temple architecture. Samples include 32 Hindu and Buddhist Javanese temples in the general shape of a tower (prāsāda) from the ancient Mataram era (8-11th century). In terms of spatial order, Javanese temples show two general pattern that correspond to two basic design mode in architectural maṇḍala; the linear-opposing configuration commonly observed in Hindu complexes corresponds to the yantric mode, while the concentric configuration commonly observed in Buddhist complexes corresponds to the maṇḍalic mode. In the linear-opposing configuration, there are a number of elements that can be attributed to indigenous concept of space which may have intermingled with Indian-derived concept of space during the Mataram era. In terms of building order, all samples can visually divided into seven parts of the vāstu order: upapÄ«á¹­ha, adhiṣṭhāna, pada, prastara, gala, śikhara, and stÅ«pi. However, further inspection shows that each part has unusual or even unprecedented architectural elaboration from the supposed Indian protype. These observations contribute to the notion that Javanese temples shows complex amalgamation of various Indian architectural elements into a distinct creative form. This study demonstrates that a conceptual shift from the conventional tripartite order into a more refined vāstu order permitted more detailed observations in various architectural elements of Javanese temples. Applying and testing the vāstu order to other temples would perhaps yield a more robust architectural order that is useful in revealing the nature of Javanese temple architecture and its position within the web of cultural exchange between India and Southeast Asia.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Hasil Penelitian di Dukuh candi desa Karangnongko itu ditemukan sebuah candi induk dan tigacandi perwarayang berhadap-hadapan. Keempat-empatnya merupakan satu kelompok di halaman yang berbentuk bujur sangkar. Halaman ini dikelilingi tembok yang disebelah barat mempunyai regol sebagai pintu masuk. Adapun sifat keagamaannya dari candi Merak itu dapatlah dipastikan bahwa bangunan-bangunan ini adalah candi agama Siwa.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1953
S12288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrtha Soeroto
Jakarta: Yayasan Keluarga Batam, 2009
726.1 MYR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soekmono
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977
726.1 SOE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kramrisch, Stella, 1898-1993
Calcutta: University of Calcutta, 1946
294.535 KRA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kramrisch, Stella, 1898-1993
Calcutta: University of Calcutta, 1946
294.535 KRA h II (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miksic, John N.
Berkeley: Periplus Editions , 1994
R 726.1 MIK b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
London: Academy Editions, 1994
725.74 WAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Ashari
Abstrak :
Candi merupakan peninggalan bangunan suci masa Hindu-Buddha di Indonesia yang mulai berkembang pesat pada zaman Singhasari-Majapahit (Abad ke-13-15 M). Perkembangan candi pada masa kerajaan tersebut sangat pesat dan adanya bangunan candi didirikan sebagai bangunan untuk menghormati raja yang telah wafat atau biasa disebut candi Pendharmaan. Kajian ini berusaha untuk mendapatkan makna dari adanya candi Pendharmaan tersebut. Kajian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode semiotika. Analisis semiotik yang digunakan adalah analisis semiotik Charles Sanders Peirce yang mengkaji makna dengan hubungan segitiga antara tanda, pengguna dan realitas luaran. Tanda berpusat pada seseorang yang diciptakan dalam fikiran seseorang mengenai suatu tanda yang setara. Tanda yang kemudian dihasilkan dari tanda pertama dinamakan interpretant dan tanda tersebut menunjukkan sesuatu, yaitu objeknya. Lebih dalam lagi dengan menggunakan teknik analisis sistem triadik Peirce yang menekankan adanya proses bernalar (semiosis) untuk mendapatkan suatu makna. Hasil dari kajian ini bahwa melalui proses bernalar (semiosis) makna candi Pendharmaan pada zaman Singhasari-Majapahit (Abad ke-13-15 M) memiliki makna tersendiri pada masa Jawa Kuna dan makna tantrayana sangat besar dalam aliran keagamaan yang ada pada candi Pendharmaan. ......The temple is a sacred relic building the Hindu-Buddhist in Indonesia, which began to grow rapidly in Singhasari-Majapahit era (13-15 century BC). The development of the royal temple during very rapid and the presence of the temple was founded as a building in honor of the king who had died or it usually called Pendharmaan temple. The aim of this study will be analyze to exlpore about how to get the meaning of the existence of the temple Pendharmaan. Qualitative method with semiotic analysis has been applied in this study. Semiotik analysis that is used is analysis semiotik charles peirce sanders that looked at the meaning to the relation of a triangle between a sign users and the outer covering of reality. Entered on a sign of someone who was created in the mind of someone on a sign of equivalent. A mark then resulting from the first sign is called interpretant and the mark show you something that is its object. This research more deeper by using analysis techniques of systems triadic of Charles Sanders Peirce, who emphasized the reasoning processes (semiosis) to get a meaning. The result of this study explain that through a process of semiosis the meaning of the temple Pendharmaan in Singhasari-Majapahit era (13-15 century BC) has special meaning during the Javanese and Tantric enormous significance in the religious meaning that existed at Pendharmaan temple.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T44782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>