Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosita Wiryandari
Abstrak :
Menurut Dimmich & Rothenbuhler (1984) dalam perkembangan Teori `Niche' atau celung, bahwa kelangsungan hidup suatu industri media sama halnya dengan makhluk hidup tergantung pada sejumlah sumber penunjang yang ada di sekitarnya. Menurut teori ini ada tiga sumber utama penunjang kehidupan media, yakni: capital (iklan), types of content (jenis isi media) dan types of audience (jenis penonton). Dari survey yang dilakukan oleh organisasi Cooper sejak tahun 1959 menunjukkan bahwa televisi merupakan sumber berita yang paling banyak digunakan dan dipercaya oleh masyarakat untuk memperoleh berita (Dominick, 1996). Bagi stasiun TV sendiri program acara berita sangat penting artinya karena merupakan representasi image dari stasiun TV itu sendiri. Daya jual sebuah stasiun tv dapat dipengaruhi oleh departemen pemberitaannya. Hal inilah yang membuat stasiun TV berusaha menampilkan program acara berita yang baik dan berkualitas, sehingga diminati oleh penonton yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan iklannya. Dengan kehadiran 10 stasiun TV swasta membuat pilihan audiens terhadap acara berita makin banyak. Menurut data ACNielsen acara berita sore merupakan acara yang paling banyak ditonton oleh audiens dibandingkan acara berita pagi maupun siang harinya dan kondisi ini berlaku di hampir semua stasiun TV swasta yang menayangkan program berita secara regular. Dari teori yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui ada banyak faktor yang mempengaruhi audiens menonton acara berita antara lain pengeluaran, pendapat terhadap isi, penilaian tentang penyiaran, akivitas promosi, pendapat kelompok, minat, media use dan penilaian terhadap packaging (Kotler, 2000; Barwise & Ehrenberg,1988; Turrow, 1997; McQuail & Windahl, 1996; Sutisna, 2001; Webster & Wakshlag, 1983; Rubin, 2002). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Diketahuinya faktor yang paling dominan mempengaruhi intensitas menonton a audiens terhadap program berita sore pilihan di TV. 2. Diketahuinya topik-topik berita yang diminati audiens terhadap program acara berita sore pilihan di TV. 3. Diketahuinya Intensitas audiens dalam menonton program acara berita sore pilihan di televisi Penelitian yang bersifat ekspanatif ini dilakukan pada populasi penduduk usia 17 tahun ke atas dan sampelnya dipilih secara simple random sampling. Sedangkan yang menjadi sample adalah warga 3 RT di Kelurahan Kelapa Gading Barat dengan total responden 100 orang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa program acara berita Liputan 6 Petang, Seputar Indonesia dan Metro Sore merupakan acara favorit pilihan responden. Sementara, topik-topik yang paling diminati oleh responden dalam tayangan suatu berita antara lain masalah metropolitan dan kesehatan masing-masing sebesar (9%) diikuti oleh topik yang mengupas masalah nasional (8,8 %), bencana alam (8,5%) dan kriminalitas sebesar (7,8%). Hasil pengolahan data dalam penelitian ini memaparkan bahwa media use menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi secara langsung intensitas menonton audiens. Setelah dilakukan elaborasi berdasarkan acara berita favorit pilihan responden seperti Liputan 6 Petang, Seputar Indonesia dan Metro Sore, menunjukkan bahwa hanya acara berita Metro Sore yang memperlihatkan adanya 3 variabel yang signifikan mempengaruhi secara langsung intensitas menonton audiens, yaitu: pengeluaran, motivasi penilaian terhadap packaging dan pendapat kelompok. Oleh karena itu, pihak-pihak yang berkepentingan dalam perencanaan dan pengelolan televisi perlu mempertimbangkan faktor -faktor di atas dalam menyusun program atau format berita. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa sebanyak 66% dari total responden memiliki intensitas menonton di atas rata-rata. Responden, umumnya, menonton acara berita sore pilihan sebanyak 6-7 kali per minggu dengan durasi menonton selama 20-30 menit per harinya. Dengan demikikian bisa dikatakan bahwa intensitas menonton berita sore pilihan oleh responden cukup tinggi. Hal ini juga didukung oleh strategi stasiun televisi yang menayangkan program acara berita sore dengan durasi yang tidak terlalu panjang, sehingga mampu membuat audiens cukup intens melihat tayangan tersebut. Ada beberapa rekomendasi akademis yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini. Disamping menggali lebih dalam lagi teori-teori komunikasi mengenai perilaku audiens terhadap program acara berita TV. Perlu juga diperhatikan dalam setiap penelitian tentang proses konsumsi media yaitu pengaruh berbagai jenis media yang terdapat di lingkungan audiens. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kajian teoritis yang lebih luas dan mendalam agar didapatkan model regresi yang lebih baik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Tigor Christian
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S26330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nerissa Angelina
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang penerapan regulasi yang berkaitan dengan bencana alam dan media untuk melihat proses pembuatan berita bencana pada satu lembaga penyiaran publik dan dua lembaga penyiaran swasta. Proses dari sisi seorang reporter dan kepala peliputan masing-masing stasiun televisi. Berita bencana alam menjadi tinjauan dari penelitian ini karena berita ini masih mengambil banyak perhatian publik namun pemberitaannya tidak seimbang dari aspek manajemen bencana serta masih mengabaikan beberapa etika yang berlaku. Penelitian ini menganalisis aturan yang ada mengenai penyiaran bencana dan menguji bagaimana implementasinya pada lembaga penyiaran ketika sedang melakukan proses praproduksi hingga pascaproduksi sebuah berita bencana. Metode yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga penyiaran publik cenderung tidak tegas dalam menjalankan regulasi dalam proses pembuatan berita bencana, sementara lembaga penyiaran swasta menerapkan regulasi dalam pembuatan liputan dengan penerapan yang berbeda. ...... This thesis discussesthe implementation of regulations that relate to natural disaster and mediato see the process of making disaster news in a public broadcasting institution, and two private broadcasting institutions.The process of making disaster news is seen from the side of a reporter and news manager of each broadcasting station. Natural disaster news become a main object of this research because disaster news is still taking much public attention but its news coverage is unbalanced from the aspects of disaster management and still ignores some of the prevailing ethics. This study analyzes the existing regulation on disaster broadcasting and tests how they are implemented in broadcasting stations while preproduction to postproduction of making a natural disaster news. The methods used are in depth interviews and document studies. The results of this theses show that public broadcasting agencies are the least assertive in carrying out regulations in the process of making disaster news, and private broadcasters implement some regulations in the making of coverage, although the level of implementation is much different.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cohen, Akiba A.
California: Sage Publications, 1987
070.1 COH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hallin, Daniel
New York : Routledge , 1994
071.73 HAL w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tompkins, Al
London: CQ Press, 2012
070.195 TOM a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tuggle, C.A
Abstrak :
This book enables students and professionals to become better writers and better journalists. Backed by 50 years of combined broadcast journalism experience, the authors provide helpful discussions and expert knowledge on crafting language, packaging stories, and overcoming the fundamental challenges of being a young broadcast journalist in the digital era. A new focus on social media brings students full force into the world of cutting-edge reporting.
New York: McGraw-Hill, 2013
070.43 TUG b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denasty Putri Puspita Aulia
Abstrak :
Market driven journalism mendorong para pembuat berita untuk bersaing memperoleh perhatian penonton dengan menggunakan sensasionalisme. Berita sensasional dibuat atas nama rating penonton yang tinggi sehingga memperoleh keuntungan besar. Salah satu jenis berita televisi yang tergolong sensasional adalah berita kriminal yang memiliki kemampuan menarik perhatian khalayak. Berita kriminal tidak luput dari keberadaan perempuan. Berita kriminal dengan pelaku perempuan yang cukup menarik perhatian publik adalah kasus pembobolan dana nasabah bank swasta oleh Malinda Dee. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengukur tingkat sensasionalisme berita Melinda Dee yang ditampilkan oleh dua program berita Seputar Indonesia RCTI dan Reportase Trans TV. Penulis menggunakan konsep dan indikator ?sensasionalisme? yang sudah digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh Zhou (2001). Penelitian ini menggunakan paradigma positivis dan bersifat deskriptif. Penulis hendak membuktikan teori atau konsep dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi dengan membandingkan pesan dari sumber yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program berita Seputar Indonesia lebih sensasional dalam menyajikan berita Melinda Dee dibandingkan dengan program berita Reportase. Penelitian ini juga membuktikan bahwa personalisasi berita mengenai Melinda Dee sangat sering digunakan pada kedua program berita agar lebih sensasional. ......Market driven journalism driving newsmaker to compete in getting attention with sensationalism for the audience. Sensational news are made up by gaining high rate audience for income or big profit from the advertising agency. One type of television news categorized sensational is crime news which have the ability to draw many audience?s attention. Crime news never losing the presence sight of a woman. Crime news with women offender which has drawn attention on public audience is fraud case at one of overseas private bank by Malinda Dee. In this research, author wants to examine the degree of sensationalism in Melinda News published by two news media programs Seputar Indonesia RCTI and Reportase Trans TV. Author adopts the concept and sensationalism indicator that have been applied by previous research conducted by Zhou (2001). This descriptive research uses the positives paradigm. Author wants to prove that concept by using quantitative approach. The method conducted in this research use content analysis by comparing the message from two news Media programs that mention before (Seputar Indonesia RCTI and Reportase Trans TV). The research outcomes have found that in presenting news of Melinda Dee, Seputar Indonesia RCTI News Program more sensational than Reportase Trans TV. Furthermore, in order to make the news more sensational, both of news programs often use personalization of Melinda Dee.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hawes, William
Boston : Focal Press , 1991
791.45 HAW t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiah Abidin
Abstrak :
Latar Belakang: Media penylaran termasuk ke dalam kelas pengatur. Sesuai premis teori Marx tentang posisi media dalam sistem kapitalisme modern, media massa - khususnya penyiaran - diyakini bukan sekadar bisa berfungsi sebagai medium lalu Iintas pesan antar unsur-unsur sosial dalam masyarakat, melainkan juga beifungsi sebagai alat penundukan dan pemaksaan. ltu sebabnya beragam kelompok kepentingan berusaha memasukkan media penyiaran ke dalam hegemoni kekuasaannya. Jika diidentifikasi, tiga kubu yang bermain bisa dikategorikan ke dalam kubu negara (direpresentasikan pemerintah), pasar (pemodal, pemilik, dan praktisi penyiaran berorientasi kapital), dan masyarakat Madani (aktivis LSM, akademisi, dan publik aktif). Seiring dengan berhembusnya angin demokrasi, esensi ruang media penyiaran yang bermain di ranah publik menimbulkan kesadaran bahwa perlu ada pembaharuan dalam sistem penyiaran, khususnya berkenaan dengan badan regulator yang berwenang menetapkan aturan main dan batasan terhadap penyiaran guna mengembalikan ranah pubiik kepada publik. Setelah sebelumnya didominasi oleh negara, timbul pemikiran untuk membentuk badan regulator nonstruktural yang pada gilirannya melahirkan KPI.

Tujuan: Menyadari terdapatnya benturan-benturan kepentingan berhubungan dengan eksistensi KPI sebagai pengejawaniahan upaya demokratisasi ranah publik, pokok pennasaiahan yang diangkat adalah Iatar beiakang hadlrnya persoalan-persoalan yang dihadapi KPI sebagai badan regulator penyiaran dalam mengukuhkan eisistensinya di sistem formal legal Indonesia, dilihat dari perjalanan historis pembentukan sampai lmplementasinya, Sehingga diperoleh gambaran mengenai apa yang melatari kondisi KPI saat ini dan prediksi kondisinya ke depan.

Metodologi: Tipe penelitian yang dilakukan merupakan tipe penelitian kualitatif dengan unit analisis kelompok berdasarkan paradigma kritis yang mengasumsikan bahwa realitas sosiai bergantung pada kejadian-kejadian dalam sejarah yang diproduksi dan direproduksi oleh kelompok-kelompok kepentingan. Untuk memahami konteks sejarah eksistensi KPI, maka dimanfaatkan desain penelitian multiple case analysis yang secara prinsipil menampilkan replikasi tindakan dan kejadian dalam ruang lingkup pembentukan badan-badan regulator penyiaran sebelum dan selama kehadiran KPI.

Hasil: Gagasan untuk membuat badan regulator penyiaran nonstruktural pada mulanya bersumber pada pemikiran bahwa pemerintah memerlukan bantuan dari sebuah badan komplementer untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Pada perkembangannya, pemikiran ini bergeser pada isu urgensi demokratisasi ranah publik yang terlepas dari dominasi negara maupun pasar yang sama-sama kurang mengindahkan ranah publik sebagai milik publik. Atas dasar itu, KPI ditetapkan independen dan didukung masyarakat madani, tapi mendapat banyak tantangan dari negara dan pasar, khususnya media penyiaran laelevisi nasional.

Pembahasan: Keterkaitan negara, pasar, dan masyarakat madani dalam tatanan dunia penyiaran berdiri pada landasan yang Iabil. Hal ini disebabkan masing-masing kubu memiliki kepentingannya sendiri. Pertentangan yang mengemuka sehubungan dengan eksistensi KPI dari sudut negara adalah penyempitan kekuasaan formal; dan sudut pasar adalah minimalisasi akumulasi profit; masyarakat madani mendukung, tapi perlu diakselerasi partisipasi dan dukungannya terhadap KPI.

Kesimpulan: Sistem ketatanegaraan Indonesia belum dapat mengadopsi dengan baik pembaharuan kelembagaan dalam dunia penyiaran yang direpresentasikan KPI. Persoalannya terletak pada karakteristlk lahiriah dan masing-masing kelompok kepentingan yang belum menemukan jalan tengah untuk menyeimbangkan posisi. Akibatnya, pertentangan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan dan terus bersinggungan satu sama Iain dengan mengedepankan tujuan-tujuan kelompok yang ingin diraih. Pada gilirannya, untuk mempertahankan eksistensi KPI, badan terkait perlu meningkatkan kesadaran dan gerakan masyarakat madani tanpa mengabaikan urgensi untuk tetap menjalankan kegialan lobi dan negosiasi damai dengan unsur negara dan pasar.
Background: Broadcasting belongs to the regulating class. In accordance with Marx?s theory on the position of media in the modern system of capitalism, mass media - particularly broadcasting - has been acknowledged not only as a medium of message transfer between social components in the society, but also considered as a tool of domination. This is why various vested interest are attached to it and are trying tio put broadcasting under their hegemonic reign. In concrete, there are three different major groups that can be identilied: The state (mainly represented by the government), market (capital oriented investors, owners, and broadcasting practitioners) and the civil society (NGO activists, scholars, and active public members). Along with the wind of democracy, the essence of the public sphere as the place where broadcasting runs becomes realized that it needs to be reformed, particularly on the subject of regulatory body who is in charge of formulating regulations toward broadcasting. After been dominated by the State, accured ideas on building an auxiliary state agency outside the govermmental structure which in tum gave birth to KPI.

Objective: Aware of the interest disputes in connection with ti'|e existence of KPI as a form of democratization of the public sphere, the main problem that wants to be discussed is the problems faced by KPI as a regulating body in proclaiming and legitimating its existence in the Indonesian formal legal system, seen from its historical background, in order to understand the conditions of KPI today and predict its condition in the feature.

Metodology : The type of study used in this thesis is qualitative, subjected at group units based on the critical paradigm which assumes that social reality depends on historical events produced and reproduced by interest groups. To understand the historical context of KPI's existence, the writer implements a multiple case analysis that shows replications of attitudes and events in the frame of building broadcasting regulatory body before and while the existence of KPI.

Historical Results: Thoughts on creating a nonstructural broadcasting regulatory body at lirst was based on the idea to ease the heavy work- of the govemment. Along the way, the idea was more driven by the isue of democratizing the public sphere in order to release it from state and market domination which has proved themselves for less caring in the public interest. This is why KPI is than formed as an independent institution which is supported by the civil society. At practice, KPI faces various challenges from the State and Market, especially from the national television institutions.

Discussion: The relation between the state, market, and civil society stands on a labil ground. This is used by different interests that each group holds. The main dispute related with the existence of KPI from the eyes of the State is about its limitation on reigning broadcasting; from the Markets perspective it is all about profit acummulation; and while the Civil Society support KPI, they have to deal with the other groups.

Conclusion: The Indonesian public administration has not yet been able to adopt the institutional reformation held in the broadcasting world which is represented by KPI. The problem lies In the natural characteristic of each interest group that haven't found a middle way to balance their positions. As a result, disputes became unavoidable and keeps conflicting while holding upon targets of the group. In turn, to maintain the existence of KPI, the body itself must actively accelerate the awareness and movement of the civil society without neglecting the importance to continue lobying and peacefully negotiating with the state and the market.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>