Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. A. Satyasuryawan
Abstrak :
Industri telekomunikasi Indonesia tengah memasuki masa reformasi. Proses itu ditandai oleh berubahnya iklim persaingan dalam struktur industri telekomunikasi menjadi Iebih kompetitif. Setidaknya menurut Undang-undang (UU) Telekomunikasi No. 36/1999, hambatan atau entry barrier bagi swasta menjadi pelaku bisnis telekomunikasi relatif tidak ada. Sejak berlakunya undang-undang yang baru itu, penyelenggaraan jasa telekomunikasi maupun jaringan telekomunikasi boleh dilakukan oleh siapa saja baik yang berbadan hukum milik negara, swasta, maupun koperasi. Sebelum itu industri telekomunikasi hanya boleh diselenggarakan oleh badan penyelenggara yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Namun kemudian pemerintah melakukan privatisasi secara terbatas (UU Telekomunikasi No. 3/1989). Berdasarkan aturan ini pihak swasta boleh saja menjadi penyelenggara jasa maupun jaringan telekomunikasi dasar asalkan bermitra (dalam bentuk joint venture, joint operating, atau management contract) dengan badan penyelenggara, yakni: PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dan PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat). Berubahnya struktur industri ini membutuhkan beberapa persyaratan. Hak eksklusif di jasa sambungan telepon tetap (fixed line) dan sambungan telepon interlokal yang dimiliki Telkom harus berakhir lebih awal. Kemudian Indosat harus mengakhiri hak yang sama untuk sambungan telepon internasional. Kedua perusahaan juga harus melepas kepemilikan silang (cross-ownerships) di beberapa anak perusahaan milik rnereka bersama sehingga tak melanggar aturan UU No. 311989 membagi dua industri telekomunikasi menjadi dasar dan non-dasar. Jasa dasar mencakup seluruh penyampaian informasi antara pengirim dan penerima tanpa melalui perantara atau proses modifikasi. Termasuk jasa dasar misalnya suara dan data telepon, telex, telegram, leased lines, dan sebagainya. Jasa non-dasar merupakan layanan penyampaian data yang telah diproses atau dimodifikasi terlebih dahulu, misalnya lewat komputer. Termasuk jasa non-dasar misalnya e-mail, faksimili. Struktur industri jasa non-dasar sudah kompetisi penuh.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Andriyanto Nugroho
Abstrak :
The background of this thesis was the starting of war in telecommunication sector after the government issued Act no 361199 about Telecommunication. The war became sharper when Telkom as an incumbent fixed telecommunication company must close its cross ownership toward all of subsidiary company with Indosat as the only one company who served in international telecommunication services, and when the government gave license to new entrants to enter to telecommunication sector. Telkom and Indosat must compete each other in all fields, include in fixed telecommunication sector. In this sector, Telkom as an incumbent must face Indosat as a new entrant. As an incumbent, Telkom must maintain its business growth. On the other hand, as new entrant, Indosat will attempt to defeat Telkom in the sector which as long was dominated by Telkom. This thesis was case study which focused on Competitive Intelligence Analysis based on Competitive Early Warning (CEW) Process. The purposes of this thesis were to describe Telkom's risk identification through anticipation and prediction toward Indosat's competitive moves, to describe the result of intelligence monitoring toward Indosat's competitive moves, and to create scenarios and strategy recommendations as intelligence product to support Telkom Management to win in fixed telecommunication battle field in Jakarta. Data was collected through four collection sources: people (human intelligence), objects, emanations and records. Analysis tools which were used in this thesis were: SWOT analysis to take new entrant's big picture look and predict new entrant's grand strategy, BCG Matrix to identify centre of gravity as the battle field in fixed telecommunication sector, CEW Process to map new entrant's competitive moves, and 5W+H Question to guide intelligence monitoring and analysis. The result of this thesis as the answer of key intelligence topics are: (1) Indosat has taken some competitive moves in fixed telecommunication battle field in Jakarta. Indosat has launched its fixed wire line product and fixed wireless product in some potential market niches in Jakarta. These competitive moves are triggered by the good prospect in fixed telecommunication business, the emerging of new technology, and the changing regulation in telecommunication sector. (2) In the beginning, Indosat has used aggressive grand strategy to enter in the fixed telecommunication market. In fixed wire line market, Indosat used frontal offensive and bypass offensive as tactical strategy. In fixed wireless market, Indosat used flank offensive as tactical strategy. Overall Indosat has not succeeded to take over Telkom's customer in Jakarta. Nevertheless, in fact, Indosat has succeeded to increase its leased customer drastically. (3) The war has not finished. Indosat is predicted will take other competitive moves. There are six possible scenarios: Guerilla Strategy, Encirclement Strategy, Position Strategy, Counter Offensive Strategy, Contraction Strategy, and By Pass Strategy. Some indicators inclined to show that Indosat will take Contraction Strategy. Thus, Telkom should focus on this strategy. The strategy recommendation to defeat Indosat's Contraction Strategy is Encirclement Strategy.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Herlangga Masrie
Abstrak :
Kemajuan teknologi yang cepat dan liberalisasi pasar telekomunikasi telah memicu lahirnya jenis-jenis jasa telekomunikasi baru secara signifikan. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional, merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Ketiadaan interkoneksi yang memadai antaroperator dapat menyebabkan penyelenggaraan berbagai jasa telekomunikasi menjadi terhambat dan tidak efisien karena setiap penyelenggara telekomunikasi hanya dapat tersambung dengan jaringannya masing-masing. Berakhirnya hak eksklusivitas dari TELKOM dalam penyelenggaraan jasa dan jaringan SLJJ di Indonesia menjadikan Indosat mendapat lisensi sebagai operator sambungan lokal dan SLJJ. Karena keterbatasan jaringan domestiknya, Indosat sangat bergantung pada interkoneksi dan TELKOM sebagai incumbent operator agar dapat memberikan layanan kepada pelanggan jasa telekomunikasi dasar untuk melewatkan maupun menterminasi jasa. Hal ini dapat digunakan incumbent untuk menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya dengan melakukan penolakan atau memperlambat pemberian interkoneksi, menghalangi konsumen atau pelanggan Indosat untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan operator pesaing, dan menetapkan syarat-syarat interkoneksi yang tidak adil dengan tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi operator lain untuk mendapatkan jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Peraturan yang ada sudah cukup mengatur penyalahgunaan posisi dominan dalam penyelenggaraan interkoneksi jasa SLJJ dalam era duopoli ini. Untuk pengaturan kedepannya diperlukan aturan teknis tambahan seperti pemenuhan interkoneksi secara tepat waktu, tersedianya prosedur negosiasi interkoneksi yang baku dan terbuka untuk umum, perjanjian interkoneksi yang terbuka untuk umum dan penawaran interkoneksi yang transparan; dan prosedur dan jangka waktu penyelesaian sengketa interkoneksi yang wajar.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Prasanti
Abstrak :
Kemajuan industri ICT di Indonesia lebih berperan menjadi pendorong ekonomi konsumsi daripada ekonomi produksi, Perangkat ICT buatan Indonesia hanya mengisi pasar sebesar 0.8%. Melalui kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), pemerintah berharap akan menggiatkan usaha lokal dan membentuk ekosistem industri manufaktur baru, yang diharapkan menjadi cikal bakal bangkitnya kembali industri nasional. Namun Sistem perhitungan TKDN yang ada belum memperhitungkan komponen brainware dan inovasi dengan prosentase yang proporsional sehingga kurang maksimal dalam mengembangkan industri dan menumbuhkan ekosistem seperti yang dicitakan pada tujuan kebijakan. Melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Gap Analysis untuk mengevaluasi regulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) diketahui bahwa kebijakan yang ada perlu diperbaiki kinerjanya dengan menambahkan unsur brainware dan melakukan monitoring pelaksanaan kebijakan. Rekomendasi rumusan TKDN perangkat telekomunikasi dengan formula baru ditambahkan komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan pembobotan software sehingga mampu memberikan prosentase brainware yang proporsional. ......The ICT industry's progress in Indonesia tend to drive economic consumption than production, Indonesia-made ICT device simply fill market share only 0.8%. The Indonesian government hopes that the regulation of Domestic Content Level will encourage local businesses and will establish new manufacturing ecosystem, which is expected to be the forerunner of the revival of the national industry. However, the existing regulation of Domestic Content Level has not considered brainware aspect and innovation in a proportional percentage, then induce lower growth of industrial and the ecosystem support. Indepth interview and Gap Analysis method is used to evaluate government regulation of Domestic Content Level, and known that the existing policy needs to be improved by adding an element of brain-ware and monitoring policy implementation. Recommendations formulation of TKDN for telecommunications equipment added component of Intellectual Property Rights (IPR) and the weighting software, so as to provide a proportionate percentage of brainware factor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Yuniarti
Abstrak :
Studi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait status dan perkembangan Proyek Loon di berbagai negara saat ini dari berbagai aspek hingga awal tahun 2017. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah Google melakukan trial Loon di Selandia Baru, Brazil, dan Australia, saat ini Proyek Loon masih mengusahakan uji coba dan komersialisasi di negara-negara Asia yaitu di India, Sri Langka dan Indonesia terutama negara dengan banyak penduduk di wilayah terpencil yang masih belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Dalam perjalanannya, uji coba dan komersialisasi Proyek Loon di beberapa negara tersebut terkendala beberapa hal, terutama perizinan, baik lisensi frekuensi maupun perizinan ruang udara.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2017
302 BPT 15:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deviana Yuanitasari
Abstrak :
Pada era globalisasi perekonomian dunia saat ini, dunia komunikasi sangat penting perannya. Di Indonesia, pemanfaatan jasa telekomunikasi banyak diterapkan sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya. Beberapa Perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi ini, diantaranya adalah Telkomsel, Indosat dan XL yang ketiganya merupakan perusahaan layanan jasa telekomunikasi berbasis GSM (Global System for Mobile) yang menjangkau seluruh Indonesia lewat layanan pra bayar dan pasca bayarnya. Perlindungan hukum bagi konsumen jasa telekomunikasi tidak hanya diatur oleh UUPK, Undang-Undang Telekomunikasi juga memberikan perlindungan bagi konsumen jasa telekomunikasi di Indonesia. Konsep layanan jasa dibidang telekomunikasi yang dalam melangsungkan layanan jasa telekomunikasi menggunakan perjanjian berlangganan tersebut bukannya tidak membawa permasalahan hukum. Kesenjangan antara Perjanjian Berlangganan Jasa Telekomunikasi yang ada dalam praktik dengan aturan yang semestinya diterapkan balk berkaitan dengan masalah keperdataan maupun masalah perlindungan konsumennya membuat suatu kerancuan yang patut diteliti dan diarahkan. Kebanyakan konsumen pada umumnya tidak memperhatikan adanya klausula seperti ini dalam perjanjian yang ditandatanganinya. Di sisi lain pembuat perjanjian baku juga dimanfaatkan ketidaksadaran konsumen untuk keuntungannya, sehingga konsumen dirugikan. Pelaku usaha di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada 20 April 2000 hingga saat ini tahun 2006 belum juga melaksanakan penyesuaian terhadap perjanjian baku yang dibuatnya. Dalam tesis ini, akan membahas mengenai sistem penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Selular GSM di Indonesia, pengaturan tentang kepentingan konsumen Jasa Telekomunikasi selular GSM di Indonesia, dan apakah UUPK sudah memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna jasa telekomunikasi dalam kaitannya dengan perjanjian berlangganan jasa telekomunikasi selular GSM di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suharyono
Abstrak :
Pesatnya perkembangan Telekomunikasi di Indonesia telah menyebabkan persaingan yang ketat antar operator. Perang tarif antar operator kini semakin memprihatinkan, Pemerintah berinisiatif mengatur tarif ini dengan kebijakannya yaitu perubahan skema tarif interkoneksi yang efektif berlaku mulai 1 April 2008. Dengan perubahan skema tarif ini diharapkan menghilangkan dugaan terjadinya monopoli tarif, sehingga operator kecil pun dapat bertahan dengan persaingan yang ada. Berbagai promosi pun di gelar oleh operator dalam meraih pasar, dengan skema tarif yang baru ini tarif percakapan terkadang lebih murah dari tarif SMS. Dengan perubahan skema tarif interkoneksi oleh pemerintah ini juga akan di lihat apakah terjadi pergeseran kepadatan trafik voice dengan SMS. Hal ini dikarenakan selisih tarif voice dan SMS yang terkadang pada suatu kondisi lebih murah tarif voice jika dibandingkan dengan tarif SMS. Ditambah lagi dengan maraknya promo yang digelar oleh operator dalam menarik pelanggan sebanyakbanyaknya. Perhitungan dilakukan di 5 kota di Jawa Tengah pada Bulan September dan Oktober 2007 dibandingkan dengan periode sama pada tahun 2008 serta bulan Januari 2008 dibandingkan dengan Juli 2008 untuk mewakili kondisi trafik 3 bulan sebelum dan sesudah perubahan skema tarif. Dari hasil perhitungan dan diperkuat dengan analisis statistik non parametrik chi square didapatkan bahwa Jumlah trafik di 5 kota yaitu Purwokerto, Pekalongan, Solo, Semarang dan Yogyakarta pasca perubahan skema tarif interkoneksi oleh Pemerintah menunjukan peningkatan trafik voice yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan trafik SMS, meskipun Trafik SMS masih lebih besar dari trafik voice. Sementara dari sisi revenue operator mengalami peningkatan meskipun ada penurunan tarif, hal ini dikarenakan peningkatan trafik voice dan SMS yang sangat tinggi setelah perubahan skema Tarif Interkoneksi oleh Pemerintah.
Rapid telecommunication development in Indonesia has created through competition among operators. Tariff?s competition among operators becomes campaign competition, Government initiates to regulate this rate's tariff by turning schema of interconnection tariff's policy which effectively valid on April 1st 2008. This tariff schema changing to be intended in which it can omit tariff monopoly, that Minor Operator can keep operating in the hard competition. Almost all of Operators held any kind of promotions through the new tariff schema in which voice conversation is cheaper than SMS tariff. Since the changing on interconnection tariff schema, that can be shown whether there is a significant friction on voice traffic compared to SMS traffic, due to condition where voice tariff is cheaper than SMS. Moreover, the situation is festive by any kind of promotion that being held by Operators to get more customers. Computation held at 5 cities in Central Java from September 2007 to October 2007 compared to same period on 2008 along with the result on January 2008 compared to July 2008 in representing traffic condition past three months and after the changing. From the result of reckoning and analytic statistic of non parameter chi square can be known that amount of traffic in 5 cities such Purwekerto, Pekalongan, Solo, Semarang and Yogyakarta, after the changing of schema interconnection tariff by government showing that voice traffic increases significantly compared to SMS traffic, although SMS traffic is still higher than voice traffic. Meanwhile, due to increments of voice and SMS traffic significantly after the changing, revenue of Operator increases drastically though there are tariff decreasing.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26028
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suharyono
Abstrak :
Pesatnya perkembangan Telekomunikasi di Indonesia telah menyebabkan persaingan yang ketat antar operator. Perang tarif antar operator kini semakin memprihatinkan, Pemerintah berinisiatif mengatur tarif ini dengan kebijakannya yaitu perubahan skema tarif interkoneksi yang efektif berlaku mulai 1 April 2008. Dengan perubahan skema tarif ini diharapkan menghilangkan dugaan terjadinya monopoli tarif, sehingga operator kecil pun dapat bertahan dengan persaingan yang ada. Berbagai promosi pun di gelar oleh operator dalam meraih pasar, dengan skema tarif yang baru ini tarif percakapan terkadang lebih murah dari tariff SMS. Dengan perubahan skema tarif interkoneksi oleh pemerintah ini juga akan di lihat apakah terjadi pergeseran kepadatan trafik voice dengan SMS. Hal ini dikarenakan selisih tarif voice dan SMS yang terkadang pada suatu kondisi lebih murah tarif voice jika dibandingkan dengan tarif SMS. Ditambah lagi dengan maraknya promo yang digelar oleh operator dalam menarik pelanggan sebanyakbanyaknya. Perhitungan dilakukan di 5 kota di Jawa Tengah pada Bulan September dan Oktober 2007 dibandingkan dengan periode sama pada tahun 2008 serta bulan Januari 2008 dibandingkan dengan Juli 2008 untuk mewakili kondisi trafik 3 bulan sebelum dan sesudah perubahan skema tarif. Dari hasil perhitungan dan diperkuat dengan analisis statistik non parametrik chi square didapatkan bahwa Jumlah trafik di 5 kota yaitu Purwokerto, Pekalongan, Solo, Semarang dan Yogyakarta pasca perubahan skema tarif interkoneksi oleh Pemerintah menunjukan peningkatan trafik voice yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan trafik SMS, meskipun Trafik SMS masih lebih besar dari trafik voice. Sementara dari sisi revenue operator mengalami peningkatan meskipun ada penurunan tarif, hal ini dikarenakan peningkatan trafik voice dan SMS yang sangat tinggi setelah perubahan skema Tarif Interkoneksi oleh Pemerintah.
Rapid telecommunication development in Indonesia has created through competition among operators. Tariff?s competition among operators becomes campaign competition, Government initiates to regulate this rate's tariff by turning schema of interconnection tariff's policy which effectively valid on April 1st 2008. This tariff schema changing to be intended in which it can omit tariff monopoly, that Minor Operator can keep operating in the hard competition. Almost all of Operators held any kind of promotions through the new tariff schema in which voice conversation is cheaper than SMS tariff. Since the changing on interconnection tariff schema, that can be shown whether there is a significant friction on voice traffic compared to SMS traffic, due to condition where voice tariff is cheaper than SMS. Moreover, the situation is festive by any kind of promotion that being held by Operators to get more customers. Computation held at 5 cities in Central Java from September 2007 to October 2007 compared to same period on 2008 along with the result on January 2008 compared to July 2008 in representing traffic condition past three months and after the changing. From the result of reckoning and analytic statistic of non parameter chi square can be known that amount of traffic in 5 cities such Purwekerto, Pekalongan, Solo, Semarang and Yogyakarta, after the changing of schema interconnection tariff by government showing that voice traffic increases significantly compared to SMS traffic, although SMS traffic is still higher than voice traffic. Meanwhile, due to increments of voice and SMS traffic significantly after the changing, revenue of Operator increases drastically though there are tariff decreasing.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T40866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nies Purwati
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang dampak dari penerapan kebijakan/peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2008 dan 2009, yaitu tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi, yang bertujuan untuk menghemat investasi di pembangunan jaringan telekomunikasi, menghindari investasi berulang oleh para operator telekomunikasi, memberikan kesempatan kepada perusahaan dalam negeri, serta meningkatkan persaingan di sektor telekomunikasi. Pada pelaksanaannya di tingkat daerah, ternyata menimbulkan dampak negatif dalam bentuk meningkatnya biaya transaksi yang disebabkan karena beberapa faktor, seperti retribusi, lamanya waktu pengurusan perizinan, dan ketidakselarasan peraturan daerah dengan peraturan pusat. Meskipun terdapat juga dampak positif dari pembangunan menara telekomunikasi, dan dari diperolehnya pendapatan dari bisnis sewa menara, namun bagi operator telekomunikasi, meningkatnya biaya transaksi setiap tahun menjadi kekuatiran yang cukup besar. Secara spesifik dibahas juga faktor-faktor yang menyebabkan meningkatkan biaya transaksi dan saran perbaikannya. ......This thesis is discussing the impact of implementation of a policy/regulation issued by Central Government in 2008-2009, on the Guidelines of Construction and Shared Used of Telecommunication Tower To The Telecommunication Operator's Efficiency in Expanding The Telecommunication Network. The policy/regulation objective is to have a saving in the investment, avoid double investment by operators and to increase the role of domestic company, as well as to increase the competition in the telecommunication sector. In the implementation in regional areas, it creates negative impact in the form of increasing transaction cost due to several factors, such as retribution, the longer time to process permits, and the unharmonized regional regulation with regulation issued by central government. Even thought there is positive impact due to the efficiency of providing tower dan due to additional source of income from tower rental business, the fact that the trend of increasing transaction cost become a big concern to the telecommunication operatoras. Also being discussed are factors which contribute to the increament in the transaction cost, and the recommendation to improve the situation.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T30175
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ganley, Oswald H.
New York: McGraw-Hill, 1982
384.041 GAN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>