Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adisty Fahira Pribadi
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transaksi jasa logistik yang menjadi sengketa pajak antara PT X dan Pemeriksa Pajak mengenai saat pengakuan pendapatan serta menganalisis pelaporan PPN terkait. Sengketa pajak tersebut muncul karena Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas pengakuan pendapatan transaksi jasa logistik karena teknik pemeriksaan ekualisasi di mana penjualan dalam PPN lebih besar dari peredaran usaha dalam PPh Badan. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teori sengketa pajak, konsep penghasilan, pengakuan pendapatan, pengukuran pendapatan dan matching cost againts revenues principle. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan yang dikoreksi secara akuntansi sudah dilakukan dalam periode sebelumnya dan secara perpajakan sudah dilaporkan dalam periode sebelumnya. Secara akuntansi, pendapatan ini sudah seharusnya dilakukan pada periode sebelumnya karena telah memenuhi accrual basis, matching cost againts principle, dan PSAK 23. Secara perpajakan, pengakuan ini telah memenuhi persyaratan pembukuan dan prinsip taat asas menggunakan stelsel akrual. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peraturan perpajakan tidak terdapat indikasi keterlambatan penerbitan faktur pajak karena terdapat opsi untuk menerbitkan faktur pajak bersamaan dengan penerbitan faktur penjualan pada periode berikutnya. ......This study aims to analyze logistics service transactions that became a tax dispute between PT X and the tax authorities regarding the time of revenue recognition and analyze the related VAT reporting. The tax dispute arose because the Tax Auditor made a positive correction on the revenue recognition of logistics service transactions due to the equalization inspection technique where sales in VAT are greater than business circulation in Corporate Income Tax. The analysis in this study was carried out using dispute theory, the concept of income, revenue recognition, measurement of income and matching costs against revenues principles. The method in this study uses a qualitative method by in-dept interviews. The results of this study indicate that the corrected revenue has been recognized in the previous period and reported in the previous period. From accounting point of view, this income should have been made in the previous period because it has complied with the accrual basis, matching cost againts principle, and PSAK 23. In taxation, this recognition has complied with the bookkeeping requirements and the principles of compliance using accrual system. Furthermore, the results of the study indicate that based on tax regulations there is no indication of delay in the issuance of tax invoice because there is an option to issue tax invoices together with the issuance of commercial invoices in the next period.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Hilda Sulistio
Abstrak :
Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperluas basis PPN melalui pengurangan fasilitas PPN menjadi objek PPN yang diberikan pembebasan. Dengan adanya perubahan peraturan ini, maka jasa asuransi memiliki kewajiban administratif baru yang harus dipenuhi sebagai pelaku kebijakan. UU HPP berlaku efektif pada 1 April 2022, dan belum ada peraturan pelaksanaannya saat penelitian selesai. Kajian ini akan menganalisis perbedaan kebijakan PPN atas jasa asuransi sebelum dan sesudah UU HPP berlaku dan akan dikaitkan dengan asas kepastian dan efisiensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terletak pada sisi administrasi dan kepastian hukum. Penerapan kebijakan ini belum memberikan kepastian bagi perusahaan asuransi karena adanya kendala dalam menentukan dasar pemungutan pajak dan waktu penerbitan faktur pajak. Karena perusahaan jasa asuransi belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka dari segi efisiensi wajib pajak, kebijakan ini tidak efisien dengan biaya material, waktu, dan psikologis yang timbul selama pelaksanaan kebijakan ini. ......The enactment of the Tax Regulations Harmonization Law expanded the VAT base through the reduction of VAT facilities to become VAT objects that are granted exemptions. With the change in this regulation, insurance services have new administrative obligations that must be fulfilled as policy actors. the HPP Law effective date is on April 1, 2022, and there are no implementing regulations when the research is completed. This study will analyze the differences in VAT policies for insurance services before and after the HPP Law is effective and will be linked to the principles of certainty and efficiency. This research used a post-positivist approach with a descriptive research type. Primary and secondary data were obtained through library research and in-depth interviews. The result of the study concluded that the differences were on the administrative side and legal certainty. The application of this policy has not provided certainty for insurance companies due to constraints in determining the base of tax collection and time for issuing tax invoices. Because insurance service companies have not fully implemented their tax obligations, in terms of taxpayer efficiency, this policy is not efficient with material, time, and psychological costs that arise during the implementation of this policy.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
Abstrak :
Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan, komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO. Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut. ......Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS. Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory, comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated by law, which implements significant economic presence criteria. In the European Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the regulation implements ring-fencing method as well as significant economic presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said measure to the WTO.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
Abstrak :
Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan, komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO. Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut. ......Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS. Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory, comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated by law, which implements significant economic presence criteria. In the European Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the regulation implements ring-fencing method as well as significant economic presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said measure to the WTO.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dian Lestari
Abstrak :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2008 memberikan batasan hak bagi Kuasa Bukan Konsultan Pajak untuk mewakili Wajib Pajak skala besar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2008 dan apakah dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk membatasi hak Kuasa Bukan Konsultan Pajak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2007 dimaksudkan agar pengaturan mengenai Kuasa Wajib Pajak dilaksanakan secara tertib hukum dan PMK Nomor 22 Tahun 2007 tidak bisa dijadikan dasar hukum bagi pembatasan hak Kuasa Wajib Pajak. ......Minister of Finance Regulation No. 22 of 2008 provides for the Authority not limit the right of Tax Consultants to represent large-scale taxpayers. The purpose of this study was to determine the basis of the issuance of PMK No. 22 of 2008 and whether it can serve as a legal basis to restrict the right of Power Not Tax Consultant. This study uses qualitative methods. The results of this study is that the basic issue of PMK No. 22 of 2007 regarding the regulation is intended to be carried out in the Taxpayer Authorization for the rule of law and PMK No 22 of 2007 can not serve as legal basis for restricting the right of the Taxpayer Authorization.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
Abstrak :
Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini. ......In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library