Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
R. Billy Djunaedih Djajaprana, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Pajak Penghasilan Orang Pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan Pasal 31.c Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat potensial. Sejak tahun anggaran 2001 Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh 21), diproyeksikan penerimaannya pada APBD Propinsi DKI Jakarta. Dalam rangka upaya pengamanan dan peningkatan pendapatan dari penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi tersebut perlu dijalin kerjasama dan koordinasi yang
lebih erat dan terpadu secara periodik berkesinambungan, karena untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan tersebut secara tidak langsung melibatkan beberapa instansi terkait dijajaran Pemerintah Pusat dan Daerah khususnya Kanwil IV,V VI, VII dan yang menangani langsung pelaksanaan pemungutan pajak tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan koordinasi ekstensifikasi dan efektivitas koordinasi ekstensifikasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Propinsi DKI Jakarta
Tujuan Penulisan tesis ini adalah Menggambarkan dan menganalisis pelaksanaan pelaksanaan koordinasi ekstensifikasi dan sejauh mana efektivitas koordinasi ekstensifikasi pemungutan Penghasilan Orang Pribadi di Propinsi DKI Jakarta
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif arialisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis, dapat digambarkan Koordinasi Ekstensifikasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi saat ini adalah sebagai berikut: Bentuk koordinasi ekstensifikasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang saat ini diterapkan menggunakan bentuk koordinasi berangkai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instansi unit-unit tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi satu sama lainnya. Tipe koordinasi menurut arahnya termasuk koordinasi vertikal, yaitu koordinasi yang t erjadi h anya d a lam s atu unit k erja dan s ifatnya top down. Tipe koordinasi ini menimbulkan kesulitan, karena bentuk koordinasi berangkai adanya kecepatan proses dari satu unit kerja ke unit lainnya.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemungutan Pajak Penghasilan Orang Pribadi meliputi Direktorat Jenderal Pajak, Dinas pendapatan Daerah dan lnstansi Perangkat Pemerintahan Daerah Propinsi DKI Jakarta. Kinerja Pemungutan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Propinsi DKI Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh Koordinasi ekstensifikasi. Koordinasi ekstensifikasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Propinsi DKI Jakarta cukup baik. Hal ini ditunjukan dengan tingginya kenaikan rencana p enerimaan dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yaitu sebesar 22% melebihi hasil koordinasi ekstensifikasi Wajib Pajak yaitu sebesar 15%.
Adapun sarannya adalah untuk meningkatkan efektivitas koordinasi ekstensifikasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi perlu dibuat jadual pertemuan tetap rapat koordnasi antara instansi unit kerja yang berhubungan kangsung dengan pelaksanaan koordinasi tersebut. Mengimplementasikan model koordinasi horizontal dan diagonal selain vertikal, dalam struktur koordinasi tersebut. Dengan model koordinasi yang baru ini, setiap unit kerja yang saling berkaitan dapat berkoordinasi tanpa melalui kepala masing-masing unit instansi yang selama ini terjadi. Sehingga diharapkan baik waktu pemrosesan dan hasil yang dapat diselesaikan baik kualitas dan kuantitas dapat meningkat.
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Holmes
Abstrak :
Kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan ini mengurangi potensi penerimaan DKI Jakarta dan disaat yang bersamaan realisasi penerimaan PBB-P2 tidak mencapai target pada dua tahun terakhir. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bagaimana proses formulasi kebijakan pembebasan PBB-P2 serta hal-hal apa saja yang melatarbelakangi kebijakan ini diciptakan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk dalam penelitian cross sectional dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil peneilitian ini diketahui bahwa formulasi Pergub sudah melewati tahap-tahap sesuai Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2012. Kebijakan yang akan dikeluarkan telah melalui proses penelitian oleh Dinas Pelayaanan Pajak yang disesuaikan dengan konsep perpajakan hingga mencapai tahap disahkan oleh Gubernur.
Rural and suburban property tax exemption policy reduces the revenue potential of Jakarta and at the same time realized Rural and suburban property tax does not reach the target in the last two years. This study was conducted to describe how the policy formulation process exemption of the Rural and suburban property tax and the things behind this policy was created.
This research was conducted using qualitative approach and included in the cross-sectional study with data collection in the form of literature studies and interviews.
This research outputs in mind that the formulation Pergub already passed stages according Governor Regulation Number 112 of 2012. Policies to be issued has been through a process of research by Tax State Agencies adapted to the concept of taxation up to stage approved by the Governor.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64027
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizqa Choirunisaa
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai Implementasi Kebijakan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan. Kebijakan ini mengalami banyak perubahan. Perubahan perlakuan PPN atas penyerahan emas perhiasan diatur di dalam PMK Nomor 38 /PMK.011/2013 dan disempurnakan di dalam PMK Nomor 30/PMK.03/2014. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan latar belakang dari perubahan kebijakan yang mengatur mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan dan kaitannya dengan asas ease of administration, menganalisis perubahan kebijakan yang mengatur mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilali atas Penyerahan Emas Perhiasan, bila ditinjau dari prinsip Presumptive Taxation, dan menggambarkan implikasi bagi Pengusaha Emas Perhiasan atas perubahan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa alasan perubahan kebijakan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan emas perhiasan yang diatur di dalam PMK Nomor 38/PMK.011/2013 dan disempurnakan di dalam PMK Nomor 30/PMK.03/2014 adalah untuk memberikan kepastian hukum dan penyelarasan peraturan pengenaan PPN atas penyerahan emas perhiasan. Perubahan ini berkaitan dengan asas ease of administration yaitu certainty, convenience, efficiency, dan simplicity. Perubahan kebijakan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan emas perhiasan apabila ditinjau dari pendekatan Presumptive Taxation disebabkan karena emas perhiasan merupakan komoditas yang masuk ke daam kategori hard to tax. Yang dimaksud hard to tax disini adalah emas perhiasan memiliki karakteristik yang khusus sehingga obyek komoditas emas perhiasan menjadi sulit diidentifikasi. Komoditas emas perhiasan tidak mengenal barang bekas dan dapat berpindah tangan berkali – kali sehingga tidak dapat diidentifikasi berapa nilai tambah yang sebenarnya. Implikasi yang terjadi atas perubahan peraturan yang mengatur PPN atas penyerahan emas perhiasan diantaranya terjadinya peningkatan tenaga kerja karena adanya pertumbuhan dari industri emas itu sendiri. Selain itu implikasi yang terjadi adalah wajib pajak diberi kemudahan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dengan menggunakan mekanisme nilai lain yang lebih sederhana dibandingkan dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan dalam metode penghitungan PPN yang terutang.
......This study discusses the Implementation of Treatment Delivery of Value Added Tax on Gold Jewellery. This policy is undergoing many changes. Changes in VAT treatment on the transfer of gold jewelry is set in the PMK No. 38 / PMK.011/2013 and perfected in PMK No. 30/PMK.03/2014. The purpose of this study is to describe the background of the policy changes governing the treatment of Value Added Tax on Delivery Gold Jewellery and relation to the principle of ease of administration, analyzing policy changes governing the VAT treatment Nilali upon Delivery Gold Jewellery, when viewed from the principle of Presumptive Taxation , and describe the implications for Entrepreneurs Gold Jewelry on the changes in treatment of Value Added Tax on Delivery of Gold Jewellery. This research is a descriptive qualitative approach. The results of this study concluded that the reason for the policy change VAT treatment on the transfer of gold jewelry is set in the PMK No. 38/PMK.011/2013 and perfected in PMK No. 30/PMK.03/2014 is to provide legal certainty and regulatory harmonization imposition of VAT on the transfer of gold jewelry. This change is related to the principle of ease of administration, namely certainty, convenience, efficiency, and simplicity. Changes in Value Added Tax treatment policy on the transfer of gold jewelry when viewed from the approach of Presumptive Taxation is because gold jewelry is a commodity that comes into the category daam hard to tax. What is meant here is hard to tax gold jewelry has a special characteristic that gold jewelry object becomes difficult to identify. Gold jewelry knows no used items and can change hands many - times that are not identified what really adds value. Implications that may arise from regulatory changes governing VAT on the transfer of gold jewelery including an increase in employment due to the growth of the gold industry itself. Besides the implication that happens is the taxpayer given the ease of their tax obligations by using mechanisms other values ??are more modest than the input tax crediting mechanism in the method of calculating VAT payable.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library