Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulyana
Abstrak :
Keinginan pemerintah untuk keluar dari kemelut utang luar negeri dan mandiri dalam pembiayaan negara, membuat pemerintah harus berupaya untuk memanfaatkan potensi yang ada dalam masyakarat, yaitu dengan mengandalkan sektor perpajakan sebagai tulang punggung dalam mencari dana dalam rangka pembangunan. Sebagai sumber utama penerimaan dalam negeri, sektor perpajakan yang dari tahun ke tahun peranannya menunjukkan kenaikan. Dalam rangka memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, serta mendorong peningkatan investasi, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan yang merupakan keringanan atau insentif perpajakan dalam bentuk tidak diterapkannya undang-undang yang beriaku umum. Sistem self-assessment yang telah diterapkan sejak tahun 1984 sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Keadaan lain adalah keadilan yang tidak dirasakan oleh para Wajib Pajak, baik yang disebabkan oleh aturan maupun yang disebabkan oleh sikap arogansi petugas pajak dengan penafsirannya ataupun sikapnya yang dianggap merugikan. Dalam rangka melaksanakan sistem perpajakan dengan baik diperlukan adanya pangkal tolak yang bersih berlandaskan kejujuran dan keterbukaan dari masyarakat dan itikad baik pemerintah. Hal ini menjadi landasan bagi pemberian fasilitas pengampunan pajak. Dari pengampunan pajak ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap kejujuran dan keterbukaan wajib pajak, sehingga dengan pengampunan pajak tersebut diharapkan akan dapat memperluas jumlah wajib pajak dan dapat menjadi pendongkrak penerimaan negara yang sedang terus dikumpulkan oleh pemerintah, atau dengan kata lain pemerintah dapat mengumpulkan dana tanpa harus melakukan ekstensifikasi objek pajak. Dari uraian yang terdapat di dalam tesis ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa pengampunan pajak masih diperlukan meskipun perundangundangan pajak telah memberikan berbagai fasilitas perpajakan dan pengampunan pajak ini masih dapat dianggap memberikan keadilan dan kepastian hukum.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suroso
Abstrak :
Penerimaan negara dan sektor pajak dalam Anggaran Penenerimaan dan Belanja Negara, terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak tersebut, sistem pemungutan pajak, administrasi pajak maupun penyempurnaan dan penegakan hukum pajak terus dilakukan. Komitmen untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut diawali dengan reformasi hukum pajak pada tahun 1983 yang merubah sistem pemungutan pajak di Indonesia dari Official Assessment menjadi Self Assessment. Sistem pemungutan pajak Self Assessment memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk membayar pajak terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Di lain pihak sistem ini juga membutuhkan penegakan hukum (law enforcement) yang tegas. Salah satu bentuk penegakan hukum tersebut adalah dalam bentuk pemeriksaan yaitu untuk menguji tingkat kepatuhan wajib pajak, dan apabila diketahui bahwa wajib pajak masih kurang dalam membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak. Praduk surat ketetapan pajak tersebut antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang menimbulkan kewajiban kepada Wajib Pajak untuk membayar pajak sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan. Apabila sampai dengan jatuh tempo wajib pajak tidak membayar kewajibannya tersebut akan menimbulkan hutang pajak yang harus dilakukan proses penagihan oleh aparat pajak. Landasan hukum penagihan pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentag Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Proses penagihan pada dasarnya merupakan upaya hukum untuk memaksa wajib pajak agar membayar utang pajaknya. Lembaga penyanderaan (gijzeling) merupakan bagian dari upaya penagihan pajak dengan surat paksa. Lembaga penyanderaan pada dasarnya sudah dikenal dalam lapangan hukum perdata sebagai upaya paksa agar debitur (pihak yang berutang) melaksanakan kewajibannya kepada kreditur (pihak yang berpiutang) Sedangkan dalam hukum pajak lembaga sandera dikenakan terhadap wajib pajak yang memliki utang pajak dalam jumlah tertentu yang tidak atau tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi utang pajaknya. Dalam hukum pajak ketentuan mengenai penyanderaan ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 19 Tahun 2000. Penerapan lembaga sandera pada awalnya tidak dapat dilakukan dengan pertimbangan hak asasi manusia, yaitu dengan diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1964 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1975. Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000 yang menghidupkan kembali lembaga penyanderaan (gyseling), Direktorat Jenderal Pajak menerapakan penyanderaan sebagai upaya dalam melaksanakan penagihan pajak. Lembaga penyanderaan merupakan bentuk penegakan hukum (law enforcement) dibidang perpajakan yang diharapkan dapat berjalan efektif dan berdampak pada pencairan tunggakan pajak.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Rahmah
Abstrak :
ABSTRACT
This study aims to determine the nature of tax disputes in Indonesia and the characteristics of companies that have disputes. The tax dispute is indicated by the tax assessment letter as a result of tax auditing due to the tax gap between the taxpayer and the directorate general of tax. The sample used in this study is companies listed in IDX in 2015. Based on the content analysis of companies in the 2015 annual reports, we found that 73.17 of the companies in the sample were involved with the tax dispute and most of the disputes come from corporate income tax and value added tax. Most of these cases came from tax returns in 2012 which is 26.30 . However, 71.1 of companies chose to accept the results of their tax audit. We also found that the characteristics of the companies having dispute are from property, real estate and building construction for 91 of total sample for its category, 51.67 of companies using non big four auditors, 56.67 of companies in the 26 50 year age category, 56.56 of companies in the category of assets totaling 1 5 trillion, 75 of companies having profits of less than 1 billion, 41.67 of companies having a liquidity above 0.2 and 46.67 of companies having 0 20 foreign ownership.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan sengketa pajak di Indonesia dan karakteristik perusahaan yang memiliki sengketa. Sengketa pajak tersebut ditunjukkan oleh SKP sebagai hasil pemeriksaan pajak karena adanya perbedaan penghitungan pajak antara wajib pajak dan direktorat jenderal pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2015. Berdasarkan analisis isi perusahaan pada laporan tahunan 2015, ditemukan bahwa 73,17 perusahaan dalam sampel terlibat dalam sengketa pajak dan sebagian besar perselisihan berasal dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Kebanyakan kasus berasal dari SPT di tahun 2012 yaitu sebesar 26.30 daro total kasus yang ada. Namun, 71,1 perusahaan memilih untuk menerima hasil pemeriksaan pajak tersebut. Penelitian ini juga menemukan bahwa karakteristik perusahaan yang terlibat dalam sengketa berasal dari sektor properti, real estat dan konstruksi bangunan sebesar 91 dari total sampel untuk kategori tersebut, 51,67 perusahaan yang menggunakan auditor bukan berasal dari Big 4, 56,67 perusahaan di kategori umur 26-50 tahun, 56,56 perusahaan di kategori aset sebesar 1-5 triliun, 75 perusahaan memiliki laba kurang dari 1 milyar, 41,67 perusahaan memiliki likuiditas di atas 0,2 dan 46,67 perusahaan memiliki kepemilikan asing sebesar 0-20.
2017
S68571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library