Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhandis Abdul Jabbar
Abstrak :
ABSTRAK
Makin berkurangnya energi fosil mendorong penelitian untuk mencari energi alternatif. Sel fotovoltaik atau sel surya merupakan salah satu energi alternatif yang masih dikembangkan. Sel surya menghasilkan energi listrik dengan mengubah energi dari cahaya matahari. Dalam aplikasinya dibutuhkan pengertian yang mendalam mengenai karakter sel surya sebelum dapat dimanfaatkan secara luas. Arus dan tegangan (I-V) yang dihasilkan ketika sel surya diberikan cahaya intensitas dan pada suhu tertentu menjadi kajian dasar utama untuk menentukan karakter sel surya. Besarnya intensitas cahaya dan suhu sel surya harus diberikan sesuai standar umumnya penggunaan surya yaitu pada spektrum cahaya matahari AM 1.5G dengan intensitas 1000 W/m2 dan suhu 25oC karena kondisi tersebut mempengaruhi kinerjanya. Dalam sepuluh tahun terakhir pengembangan alat untuk menguji karakter sel surya sangat banyak. Salah satunya dengan menggunakan MOSFET untuk menaikkan karakter tegangan dan arus sel surya. Akan tetapi kebanyakan terutama dipasaran masih mengunakan alat-alat yang mahal dalam membuatnya. Pada penelitian tugas akhir ini ingin dibuat alat yang low cost untuk mengetahui karakter I-V (arus dan tegangan) sel surya dengan metode MOSFET hanya dengan mikrokontroler AVR dengan platform Arduino namun tidak mengurangi keandalan sistem dalam melakukan pengukuran.
ABSTRACT
Decrasing of fuel energy lead to alternative energy research. Solar cell or photovoltaic cell is one of many alternative energy which is still being developed. Solar cell works by converting sunlight into electricity. In the application, it needs deep knowledge about solar cell’s character before it can be any use. Current and voltage (I-V) which are produced when the light hits the solar cell surface with a value of intensity and at a value of temperature become the basic study to determine solar cell characters. The value of light intensity and temperature must be given to the common standard of where and when solar cell used. It is at AM 1.5G sunlight spectrum with 1000 W/m2 of intensity and temperature at 25oC. In the past decade, there were so many development to make a device which characterized solar cell. One of them uses MOSFET by raising electronic load to observe solar cell current and voltage response. Yet many devices which has beed developed even device on the market using many expensive tools. Hence in this thesis research, low cost electronic controlled device for solar cell characterization is built with MOSFET method and Arduino platform AVR microcontroler but still with high reliabity.
Universitas Indonesia, 2014
S58270
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhada Bagus Solihin
Abstrak :
Dengan adanya perangkat lunak simulasi, maka dapat membuat suatu model sistem sel surya atau disebut dengan photovolotaic simulator agar dapat mempelajari kinerja pengisian baterai, tanpa harus selalu memasangkan baterai dengan sel surya. Saat ini sudah banyak PV simulator dengan berbagai varisi metode dan perumusan. Perangkat lunak semacam ini sangat membantu sekali khususnya pada industri-industri automasi maupun laboratorium karena sifatnya yang mempermudah dalam melakukan perancangan maupun analisa suatu masalah. Penelitian mengenai photovoltaic simulator dengan menggunakan dua komponen perangkat lunak (software). Komponen software pertama menggunakan National Instruments (NI) LABVIEW untuk membuat Model Sel Surya, sementara komponen software kedua menggunakan NI Multisim untuk membuat model Semi Konverter Satu Fasa. Pertama-tama, model matematis dari photovoltaic (sel surya) akan dijelaskan terlebih dahulu. Kemudian, setelah didapat model matematis dari sel surya, Photovoltaic Simulator akan direalisasikan ke dalam LABVIEW selanjutnya membuat rangkaian Semi Konverter Satu Fasa menggunakan Multisim. Photovoltaic Simulator akan mengendalikan konverter menggunakan pengendali IP dengan referensi terhadap model photovoltaic. Sinyal kendali dari pengendali IP dipakai untuk menghasilkan sinyal PWM yang mengatur sudut penyalaan konverter. Masukan berupa irradiansi dan suhu diberikan ke Photovoltaic Simulator, kemudian arus dan tegangan dari konverter akan di umpan balik ke Photovoltaic Simulator. Kesimpulan dari penelitian ini adalah arus dan tegangan konverter mengalami kenaikan saat irradiansi dan suhu meningkat. ......With the simulation software, it is possible to create a model of a solar cell system or called a photovolotaic simulator in order to study battery charging performance, without having to always install a battery with solar cells. Currently, there are many PV simulators with various methods and formulations. This kind of software is very helpful, especially in automated and laboratory industries because of its nature which makes it easier to design and analyze a problem. Research on photovoltaic simulators using two software components. First, software components use National Instruments (NI) LABVIEW to create the Solar Cell Model, while the second software is NI Multisim to create semi converter single phase circuit model. First, the mathematical model of the solar cell will be explained. Then, this mathematical model realized using LABVIEW. Second, creating semi converter single phase circuit model using Multisim. The Photovoltaic Simulator will control the converter using IP controller in the reference of the photovoltaic model. Control signals from IP controller are used to generate PWM signal, which control the triggering angle of the converter. Irradiance and temperature inputs are given to the Photovoltaic Simulator, then the current and voltage outputs from converter will be used as feedbacks to the Photovoltaic Simulator. The result from this research the Voltage and current increase when the Irradiance and temperature inputs increase.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irah Namirah
Abstrak :
ABSTRAK
Fungi Emericella nidulans strain MFW39 yang diisolasi dari ascidia Aplidium longithorax dari Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara memiliki aktivitas sitotoksik terhadap beberapa sel lestari kanker. Senyawa yang berhasil diisolasi dan bersifat sitotoksik adalah senyawa emestrin yang memiliki gugus ETP (epipolithiodioxopiperazine). Senyawa emestrin memiliki beberapa jenis derivat. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengidentifikasi dan menguji bioaktivitas antikanker terhadap salah satu derivat senyawa emestrin. Dari hasil penelitian didapatkan jenis derivat senyawa emestrin adalah emestrin B. Proses elusidasi struktur dilakukan dengan metode HPLC, UPLC-MS, 1H-NMR dan 13C-NMR. Hasil uji aktivitas sitotoksik dengan metode MTT (Microculture Tetrazolium Technique) menunjukan IC50 fraksi emestrin B berkisar pada 0,18 􀂱 4,21 µg/mL. Urutan aktivitas sitotoksik fraksi emestrin B terhadap sel lestari T47D [kanker payudara] (0,18 µg/mL) > WiDr [kanker usus] (1,21 µg/mL) > HeLa [kanker serviks] (1,91 µg/mL). Fraksi emestrin B juga bersifat sitotoksik terhadap sel lestari normal [Vero] (4,21 µg/mL). Oleh karena itu fraksi emestrin yang berhasil diisolasi adalah emestrin B dengan rumus struktur C27H22N2O10S3 dan memiliki potensi aktivitas antikanker.
ABSTRACT
Emericella nidulans marine fungi strain MFW39 was isolated from ascidia Aplidium longithorax collected from Wakatobi Marine National Park, South East Sulawesi has a biological activities to cancer cell lines. Emestrin was a compound with an ETP (epipolithiodioxopiperazine) group that found in Emericella nidulans marine fungi have cytotoxicity properties. Emestrin and another compound that related have the ETP group. The research include isolation, identification and cytotoxicity assay of compound that related with emestrin. Elucidation structure of molecule with HPLC, UPLC-MS, 1H-NMR and 13C-NMR. The fraction emestrin B have bioactivity to cancer cell lines in range 0,18 􀂱 4,21 µg/mL with MTT (Microculture Tetrazolium Technique) assay method. Order of anticancer activity was breast cancer cell line [T47D] (0,18 µg/mL) > colon cancer cell line [WiDr] (1,21 µg/mL) > cancer cervic cell line [HeLa] (1,91 µg/mL). The fraction of emestrin B have a toxicity to normal cell line [Vero] (4,21 µg/mL). The result shows compound fraction that succeed to isolated was emestrin B (C27H22N2O10S3) and have a potency anticancer activity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Because the concept and discoveries of cancer stem cells are relatively new, scientists and researchers need an introduction to this dynamic area. Cancer Stem Cells presents a consolidated account of the research done to date and recent progresses in the studies of cancer stem cells. Such a presentation facilitates a better understanding of and draws attention to stem cell and cancer biology, two fields that enhance, move, and evolve into each other continuously. It provides an informative study in designing approaches to apply stem cell principles to cancer biology while offering an overview of the challenges in developing combination stem and cancer biology targets for therapeutics.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009
e20375775
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Triarman
Abstrak :
Tunnel Solar Cells (TSC) merupakan kombinasi efek tunnel pada Passivated Emitter of Rear Location (PERL) silikon solar sel, penelitian terhadap TSC dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan performansi dan efisiensi silikon solar sel. Pada tests ini dilakukan peraneangan dan analisa TSC, dengan menitikberatkan proses tunneling pada solar sel. Proses tunneling pada solar sel hanya dapat terjadi pada keadaan reverse bias dan konsentrasi doping yang tinggi. Untuk itu, dilakukan pembalikan polaritas dan peningkatan konsentrasi doping pada PERL silikon solar sel, agar terbentuk struktur TSC. Pada analisa diperoleh hasil, bahwa peningkatan arus pada TSC dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu : pertama, peningkatan banyaknya pasangan elektron-hole yang terjadi per energi photon (Quantum efficiency) akibat gabungan efek tunnel dan avalanche yang terjadi pada sel, dan kedua, perpindahan elektron melalui barrier yang sempit dengan kecepatan yang sangat tinggi (high speed) hasil dari proses tunneling pada konsentrasi doping yang sangat tinggi. Arus maksimum pada konsentrasi doping (NB) 1.1021cna 3 sebesar 8 Amper, dengan daya maksimum yang diberikan 22 Watt dan efisiensi 27%. Peningkatan efisiensi dan performansi, yang semula sebesar 24.7% pada PERL silikon solar sel, telah dapat diraih pada TSC.
The Tunnel Solar Cells (TSC) is the combination of tunnel eject on the Passivated Emitter of Rear Location (PERL) silicon solar cells structure. The research of TSC has done to increase performance and efficiency silicon solar cells. This Thesis has designed and analyzed the TSC, focus on the tunneling process for silicon solar cells. This tunneling process is only able to do on the reverse bias and the high doping concentration. This Thesis has done to make the back of polarity and increased the doping concentration on The PERL structure. The analysis has obtained the result, that the current increment on TSC has done by two possibility, first, the quantum increment of electron-hole pairs per energy photon (quantum efficiency), the result of the combination tunnel effect and avalanche, and second, electron moved through of narrower barrier on the high speed, the result of the tunnel process on the very high doping concentration. The maximum current on the doping concentration 1.1021 cm-3 is 8 Ampere, with maximum power 22 Watt and efficiency 27%. The increment of performance and efficiency, present on The PERL silicon solar cells is 24, 7%, has reached on the TSC.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T9374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan Cara penelitian : Pemberian interleukin-2 (IL-2) pada sel killer tidak selalu menghasilkan peningkatan daya sitotoksiknya terhadap sel tumor. Keberhasilan aktivasi IL-2 in vitro sangat dipengaruhi oleh sifat intrinsik balk sel killer sebagai sel efektor imunologik maupun sel tumor sebagai sel sasaran. Untuk melihat pengaruh beberapa faktor seperti pengayaan limfosit T, asal sel efektor dan perbedaan sifat genetik yang terkait pada sal killer akibat pemberian IL-2, pada penelitian ini digunakan 2 strain mencit yaitu C3H dan GR sebagai sumber limfosit dan sel tumor kelenjar susu, baik dalam kombinasi sigenik maupun alogenik. Efektor imun yang dipakai berasal dari limpa dan kelenjar getah bening (KGB) mencit normal dan bertumor baik terlebih dahulu mengalami pengayaan limfosit T dengan nylon-wool maupun tidak sebelum mengalami aktivasi dengan rIL-2. Aktivasi limfosit dengan IL-2 rekombinan (rIL-2) dilakukan dengan menambahkan 250 UI/ml, 1000 UI/ml, 1500 UI/ml rIL-2 pada kultur sel efektor dan diinkubasi dalam inkubator CO2 selama 72 jam. Sedangkan sel sasaran yang dipakai dalam kombinasi singenik dan alogenik untuk menguji daya sitotoksik sel killer, berupa biakan in vitro sel tumor kelenjar susu. Pengukuran daya sitotoksik dilakukan dengan menghitung persentase sel hidup dari sekurang-kurangnya 200 sel menggunakan pewarna eksklusi trypan blue. Daya sitotoksik absolut merupakan perbandingan antara selisih persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol dan mikrowell sampei dengan persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol, sedangkan daya sitotoksik relatif merupakan perbandingan antara selisih persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal dan bertumor dengan persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal. Hasil dan kesimpulan: Daya sitotoksik sel killer teraktivasi rIL-2 berasal dari organ limpa berbeda bermakna dengan efektor berasal dari kelenjar getah bening. Dengan menggunakan sel sasaran singenik, daya sitotoksik efektor berasal dari kelenjar getah bening mencit C3H yang tidak mengalami pengayaan, lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa. Pada mencit GR terjadi sebaliknya, dengan kondisi yang sama, efektor berasal dari KGB lebih rendah daya sitotoksiknya dibandingkan efektor berasal dari limpa. Sedangkan daya sitotoksik, efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik tetap lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa pada mencit C3H, dan hampir sama pada mencit GR. Pengayaan limfosit T, tidak menunjukkan pengaruh terhadap daya sitotoksik sel killer baik berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H kecuali daya sitotoksik efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik. Sebaliknya pada efektor berasal dari mencit GR, pengayaan limfosit T berpengaruh baik terhadap sel sasaran singenik maupun alogenik. Penelitian ini juga menunjukkan pengaruh rIL-2 terhadap daya sitotoksik sel killer yang tinggi, umumnya dicapai dengan dosis pemberian 1000 UI/ml dengan pengujian FJT 2511 dan 50/1. Pemberian rIL-2 dengan dosis 250 UI/ml dan 1500 UI/ml juga dapat meningkatkan daya sitotoksik sel killer baik efektor berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H dan GR terhadap sel sasaran singenik dan alogenik.
ABSTRACT Analysis Of Interleukin-2 Activated Killer Cells Cytotoxicity Of C3H And Gr Mice Against Syngenic and Allogenic Mice Mammary Tumor CellsScope and methods of study: Interleukin-2 (IL-2) treatment on killer cells has not always result in increased cytotoxicity against tumor cells. The result of IL-2 in vitro activation is influenced by an intrinsic factor, both the killer cells as immunological effector and the tumor cells as target cells. In order to analyze the effect of several factors namely T lymphocytes enrichment, the origin of effector cells and the major histocompatibility complex (MHC) restriction, in this study we use two strains of mice, C3H and GR as the source of effector cells and mammary tumor cells, both in syngenic and allogenic combination. The immune effector used were both spleen cells and lymph node cells derived from normal and tumor-bearing mice, with or without T lymphocytes enrichment through nylon-wool column, prior activation by recombinant IL-2 (A-2). Lymphocytes were activated by 250, 1000 and 1500 IU/ml rIL-2 for 72 hours in CO2 incubator. In vitro culture of mammary tumor cells were used as target cells for testing the killer cells cytotoxicity both in syngenic and allogenic combination. The cytotoxicity was assesed by counting the reduction of living cells enumerated from at least 200 cells using trypan blue exclusion method. The absolute cytotoxicity was determined by the ratio between the difference of the percentage of living target cells in control and sample with percentage of living target cells in control. While the relative cytotoxicity was determined by the ratio between the difference the percentage living target cells in normal and tumor-bearing mice effector cells with the percentage of living target cells in normal mice effector cells. Result and conclusion: The cytotoxicity of IL-2 activated killer cells derived from spleen showed a significant difference from the killer cells derived from lymph node. The cytotoxicity against singenic target cells of C3H mice effector derived from lymph node without T lymphocytes enrichment was higher than the effector derived from the spleen. In contrast, the cytotoxicity of effector cells derived from GR mice lymph node showed a lower cytotoxicity than effector cells derived from the spleen. While the cytotoxicity against allogenic combinations, effector derived from the lymph node remained higher as compared to the effector derived from the spleen of C3H mice, almost similar with the GR mice. T lymphocytes enrichment did not influence the cytotoxicity of killer cells both derived from spleen and lymph node against allogenic target cells. On the other hand, T lymphocytes enrichment of effector derived from GR mice caused elevation of the cytotoxicity both in syngenic or allogenic combination. This study also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells, which was usually achieved by the 1000 IU/ml dosage in E/T 25/1 and 50/1 ratio. However the 250 and 1500 IU/ml dosage also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells derived from spleen or lymph node of C3H and GR mice against both syngenic and allogenic target cells.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Udhiarto
Abstrak :
Salah satu karakteristik penting bahan semikonduktor untuk aplikasi solar sel yang menentukan tingginya tingkat efisiensi adalah kofisien absorpsi (a) bahan terhadap cahaya. Setiap semikonduktor menyerap cahaya dengan koefisien yang berbeda-beda. Satu bahan semikonduktor juga memiliki daya absorpsi yang berbeda terhadap cahaya yang memiliki panjang gelombang berbeda. Cahaya biru memilik intensitas paling besar dibandingkan dengan cahaya lain [1]. Pada tesis ini dilakukan sebuah perancangan dan simulasi divais silikon solar sel untuk mengoptimalkan peran cahaya biru, yaitu dengan cara menempatkan pusat persambungan pn pada kedalaman 0,7 µm, dan menambahkan sebuah lapisan tipis dengan doping konsentrasi tinggi pada masing-masing permukaan emiter dan basis serta dengan membentuk struktur permukaan dengan pola piramida tegak dengan ketinggian 4 µm dan sudut kemiringan sebesar 65°. Dari simulasi menggunakan perangkat lunak PCID58 didapatkan konsentrasi doping untuk tipe-p sebesar 2,64 x 10zo cm3 dan untuk tipe-n sebesar 2,9 x 10Z0 cm3. Pasivated emitter diberikan pada bagian emiter untuk mengurangi rekombinasi permukaan [2]. Dan simulasi dan analisa rancangan, berhasil diperoleh sebuah rancangan divais silikon solar sel dengan efisiensi 15,17%, berdaya keluaran basis maksimum sebesar 2,055 W, dengan arus basis short-circuit sebesar -3,356 A dan tegangan basis open-circuit sebesar 0,5676 V. Dengan mengasumsikan bahwa perhitungan efesiensi yang dilakukan oleh Allen Jiun-Hua Gou adalah benar, maka tingkat efisiensi dari rancangan solar sel akan menjadi lebih besar dari 20,55% dengan ketebalan sel sebesar 30 pm. Se!uruh simulasi dilakukan terhadap rancangan solar sel dengan luas permukaan 100 cm2.
One of the important parameters from semiconductor material in solar cell application is absorption coefficient material toward the light. Every semiconductor has its own absorption coefficient. A semiconductor material was absorbed differently toward different wavelength of light. Blue light has biggest intensity than others light [1]. In this thesis, we design a silicon solar cell to optimize role of blue light by placing the center of injunction at depth of 0.7 µm, add the thin of n-type at front surface and thin of p-type at rear surface with heavy doping also by applying pyramid structured at surface with depth of 4 µm and angle of 65°. By using software PC1D58 we obtain doping concentration for p-type is 2.64 x 1016 cm 3 and for n-type is 2.9 x 1026 cm-3. Pass: gated emitter is introduced to reduce surface recombination [2]. From simulation and analysis, we have succeed developed a solar cell structure design with efficiency of 15.17%, where the maximum base power out is 2.055 W; the base current short-circuit is -3.356 A and voltage base open-circuit is 0.5676 V. By assuming that calculation of efficiency that recommended by Allen Jiun-Hua Gou is valid, the efficiency of solar cell will be more than 20.55% and the thickness of cell is 30µm. Solar cell was designed with area of 100 cm2.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkun Maskun
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan Bahan berbahaya dalam kebakaran dapat mempengaruhi kesehatan petugas pemadam. Bahan kimia yang terkandung dalam asap kebakaran akan terserap kedalam tubuh dan mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh, di antaranya adalah peningkatan kadar hemoglobin darah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruli pajanan asap kebakaran terhadap peningkatan kadar hemoglobin darah pada tim pemadam kebakaran. Metode Penelitian ini menggunakan disain studi kasus-kontrol terhadap 120 subjek terdiri dari 40 kasus kadar Hb tinggi dan 80 kontrol dengan memadankan umur. Subjek penelitian adalah anggota pasukan, sopir mobil pemadam, kepala regu dan kepala peleton pemadam kebakaran. Tingkat pajanan dihitung secara skoring terhadap faktor-faktor yang terkait pajanan. Hasil dan kesimpulan Faktor-faktor pajanan yang diteliti yaitu umur, masa dinar, jabatan, lama pemadaman, frekuensi pemadaman, pemakaian masker dan kebiasaan merokok, secs statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan kadar Hb (p> 0,05). Hipotesis tingkat pajanan asap yang tinggi mempunyai risiko kadar Hb tinggi lebih besar dibanding tingkat pajanan rendah, ditolak. Tingkat pajanan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kadar Hb (p >0,05).
Background and objective The exposure of fire smokes contained hazardous substances ;potentially effect firefighter's health. The cumulative effect of these substances can abnormally increase the haemoglobine level. This study is aimed at finding the associations of fire smokes exposure to high haemoglobine level and its risk factors. Methods. This study design was a case-control study involving sample of 120 subjects consisted of 40 cases of high I-lb level and 80 controls. The exposure levels offire smokes were scored for exposure related factors. Results and conclusions. The exposure factors included age , periode of job, job position, length of service, frekuency of service, masker usage, and smoking habit were no statistical significant association to high Hb level (p>0,05). The hypotesis stated the high exposure level offire smokes have higher risks :3f Hb level than low exposure level alit was rejected . The level of exposure was no statistically significant association with Hb level (p>0, 05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenen Rusnaeni
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian pembuatan pasta anoda dan lapisan anoda dengan metode casting menggunakan katalis Platina (Pt) berbasis karbon. Lapisan anoda yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi distribusi dan ukuran parlikel pasta dan pori, Serta komposisi elemennya dengan menggunakan SEM dan EDX. Lapisan anoda yang dibuat mempunyai performa morfologi yang menunjukkan kerataan distribusi partikel pasta serta ukuran pori yang cukup baik. Ukuran pori dan partikel katalis Pt/C yang terbentuk adalah kurang dari 1 pm, terutama dari tapisan berpasta yang mempunyai perbandingan kandungan Platina dengan elektrolit 1:1. Pasta tersebut juga mampu menempel dengan baik pada substrat berpori besar.

Tahap selanjutnya adalah pengujian kinerja anoda pada peralatan fuel cell setelah dilakukan penggabungan sampel lapisan anoda dengan membran elektrolit dan lapisan katoda untuk membentuk MEA. Nilai voltase sirkuit terbuka yang dihasilkan berkisar antara 0,82 - 0,95 Volt dengan densitas arus maksimal yang bisa dicapai adalah sekitar 7o ma/cm². Bentuk kurva polarisasi MEA dari Salah satu sampel lapisan mana menunjukkan kemiripan dengan MEA komersial. Beberapa sampel lapisan anoda dianalisis untuk melihat aktivitas masa dari Platina agar dapat diketahui respons voltasenya yang mengindikasikan kemudahan laju gas reaktan menuju Platina.

Lapisan anoda yang dibuat pada penelitian ini dapat dipakai menjadi pengganti sebagai bagian dari komponen MEA PEMFC komersial.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Samsuri
Abstrak :
Bagas merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi gula, yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (added value). Bagas yang terrnasuk biomassa mengandung lignocellulose sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti bioetanol atau biogas. Dalam kaitan pemanfaatan bagas menjadi bioetanol secara konvensional dapat dilakukan dengan proses kimiawi yaitu dengan menggunakan asam kuat pada proses hidrolisisnya. Selain itu dapat pula konversi bagas menjadi bioetanol dapat dilakukan dengan bioproses dengan menggunakan enzim.

Pada penelitian ini telah dilakukan konversi bagas menjadi etanol dengan menggunakan bioproses, yaitn dengan menggunakan sistem Sacharifikasi dan Fermentasi secara serentak atau SSF (Simultaneous Sacharification and Fermentation). Untuk lebih memaksimalkan konversi bioetanol sebelum proses SSF dilakukan perlakuan dengan menggunakan jamur pelapuk putih (white rot fungi) dan steaming.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol dapat diproduksi dari bagas dengan proses SSF menggunakan yeast S. cerevisiae dan enzim cellulase. Perlakuan dengan menggunakan jamur pelapuk putih: P. erynggi, P. ostreatus, C. subvermispora, L. edodes dan PSMO1 mampu meningkatkan produksi etanol dari bagas dengan proses SSF. Produksi etanol dari bagas murni maksimum 1,55 g/L dari 50 g/L substrat yang digunakan, setelah diperlakukan dengan P. erynggi, P. ostreatus, C. subvermispora, L. edades dan PSMO1 etanol tertinggi yang dihasilkan berturut-turut 5,55 g/L, 4,73 g/L, 4,96 g/L, 3,96 g/L, 4,75 g/L dari 50 g/L substrat yang digunakan.

Kombinasi perlakuan menggunakan jamur pelapuk putih dan steaming pada suhu 180°C selama 1 jam marnpu meningkatkan produksi etanoi dari bagas dengan proses SSP secara signifikan. Produksi etanol dari bagas murni maksimum 1,55 g/L dari 50 g/L substrat yang digunakan, setelah diperlakukan dengan kombinasi steaming dan perlakuan dengan P. erynggi, P. ostrearus, C subvermispora, L. edodes dan PSMO1 etanol tertinggi yang dihasilkan berturut-turut 19,99 g/L, 18,47 g/L, 18,00 g/L, 18,28 g/L, 17,55 g/L dari 50 g/L substrat digunakan Produksi etanol dari bagas yang tertinggi adalah bagas yang telah diperlakukan dengan jamur pelapuk putih P. erynggi dan dikombinasikan dengan steaming yaitu 19,99 g/L dari 50 g/L substrat yang digunakan atau sekitar 40% dari total bagas yang digunakan.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>