Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gerard Marthin
Abstrak :
Dalam satu dekade terakhir, Indonesia menghadapi peningkatan tantangan pertahanan, keamanan, dan ketertiban negara dengan berbagai macam intensitas kewaspadaannya. Untuk mengatasi hal tersebut, industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan negara perlu berbenah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Negara membutuhkan teknologi bahan inovatif untuk membuat alat komponen pertahanan dan keamanan seperti helm anti peluru yang kuat, ringan, praktis, nyaman digunakan, serta menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Perkembangan dunia saat ini banyak menggunakan serat sintetis, yang walaupun memiliki kekuatan tinggi, biayanya cukup tinggi dan memiliki implikasi buruk bagi lingkungan sebelum dan sesudah proses sintesisnya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memberikan solusi bahan pembuatan helm anti peluru dengan konsep komposit berpenguat dari serat alam, yaitu serat kenaf (Hibiscus Cannabicus) yang memiliki potensi kekuatan mekanis yang baik, lebih murah dalam proses manufakturnya, ramah lingkungan, dan yang paling penting banyak ditemukan di Indonesia. Metode pembuatan dilakukan dengan teknik open molding, yaitu hand lay-up. Serat kenaf yang digunakan sebagai penguat memiliki struktur rajutan (woven) yang dikombinasikan dengan matriks resin epoksi. Lembaran penguat serat kenaf rajutan divariasikan jumlahnya berdasarkan pendekatan massa ideal standar acuan pasukan angkatan darat. Setelah itu dilakukan uji balistik level I dengan peluru jenis caliber 22 sesuai standar National Institute of Justice 0108.01. Kemudian juga, untuk setiap sampel dilakukan uji kekerasan dan uji flexural strength untuk mengamati sifat mekanis lain yang mendukung performa balistik. Uji balistik dilakukan terhadap 3 variasi sampel, yaitu serat kenaf rajutan dengan 3 lembaran, 6 lembaran, serta 9 lembaran. Hasil pengujian balistik menunjukkan bahwa peluru caliber 22 berhasil menembus ketiga sampel, namun dengan respon yang cukup signifikan perbedaannya pada masing-masing sampel. Hasil perforasi kemudian diamati morfologi patahannya pada tampak depan dan belakang sampel secara makro dengan pengujian macrostructure fractography serta secara mikro dengan pengujian SEM. Sampel komposit dengan jumlah lembaran tertinggi (9 lembaran) mengalami perforasi sebagian, sedangkan kedua sampel lain mengalami perforasi penuh. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah lembaran serat kenaf rajutan meningkatkan secara signifikan energi absorpsi, dan potensial untuk dikembangkan selanjutnya sebagai material tahan balistik untuk helm anti peluru. ......In the past decade, Indonesia has confronted increasing challenges towards the nations defense, security, and order with its various intensities of alertness. To overcome this, the nations Defense and Security Equipment industry must adapt itself to the development of technology. The nation needs innovative material technology to make components of the defense and security equipment tools such as strong, light, comfortable, practical bullet-proof helmets, made from environmentally safe materials. Many current developments use synthetic fibers, which although has high strength, is relatively expensive and has bad implications towards the environment, before and after the synthesis process. Thus, this research tries to give a solution for the alternative material used to make bullet-proof helmets with the concept of reinforced composite from a natural fiber, the kenaf fiber (Hibiscus Cannabicus), which has good mechanical strength potential, cheaper manufacturing process, environmentally friendly, and most importantly, found in abundance in Indonesia. The manufacturing method is done with the open molding technique, namely the hand lay-up. The kenaf fiber used as reinforcement has a woven structure that is combined with epoxy resin matrix. The woven kenaf fiber reinforcement plies vary in number, based on the standard ideal mass reference to ground-force troops. After that, a level I ballistic test is conducted with a caliber 22 bullet, according to the standard from National Institute of Justice 0108.01. Furthermore, each sample goes through a hardness and flexural strength test to observe other mechanical properties that support the ballistic performance. The ballistic testing is done to 3 varieties of samples, which are woven kenaf fiber with 3, 6, and 9 plies. The results show that the caliber 22 bullet penetrated all 3 samples but with significantly different responses from each sample. Perforation results were then observed in the fracture morphology from the front and back view of the samples in macro with macrostructure fractography, and in micro with SEM. The composite sample with the highest number of plies (9 plies) experienced partial perforation, while the other 2 samples experienced full perforation. This research shows that with the increasing number of kenaf fiber plies, the ability to absorb energy is significantly increased, thus has potential to be further developed as anti-ballistic material used for bullet-proof helmets.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Asima Nurjaya
Abstrak :
ABSTRAK
Industri serat sintetis memegang peran strategis dalam industri tekstil Indonesia karena industri serat sintetis merupakan penyuplai utama bahan baku (serat sintetis) bagi industry tekstil nasional yang adalah penghasil devisa terbesar dari sektor non-migas dan sekaligus penyerap tenaga kerja terbesar (1 ,2 juta orang pada tahun 2001 ). Berbeda dengan sektor-sektor lain dalam industri tekstil yang bersifat padat karya, industri serat sintetis bersifat padat modal dan teknologi. Industri serat sintetis Indonesia memproduksi Polyester Staple Fiber, Polyester Filament Yarn, Nylon Filament Yam dan Viscose Rayon Staple Fiber. Indonesia termasuk 10 besar negara penghasil serat sintetis di dunia. Sekitar 70% dari total produksi industri serat sintetis Indonesia dikonsumsi oleh industri pemintalan benang dan penenunan kain di dalam negeri dan sisanya diekspor ke berbagai negara terutama Cina, Hongkong, India, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan lain-lain. Sebagian bahan baku dan hampir seluruh teknologi yang digunakan masih diimpor. Seluruh perusahaan di dalam industri serat sintetis Indonesia merupakan perusahaan swasta dan pemain utamanya umumnya berasal dari Jepang, Korea, India, dan Austria. Struktur industri ini adalah oligopoli dengan jumlah pemain hanya 23 perusahaan, namun 2 perusahaan telah menghentikan produksinya karena bangkrut dan bermasalah dengan masyarakat di sekitamya.

Permasalahan yang diteliti di dalam Karya Akhir ini adalah bagaimana prospek industry serat sintetis Indonesia pasca penghapusan kuota tekstil tahun 2005 dan apa yang harus dilakukan pemerintah untuk industri serat sintetis Indonesia dalam menghadapi'pengaruh global. Penulis menggunakan pendekatan analisis industri, perdagangan intemasional, dan manajemen strategik dalam menganalisa permasalahan di dalam Karya Akhir ini.

Dari analisis yang dilakukan dengan memakai pendekatan-pendekatan tersebut di atas, disimpulkan bahwa prospek industri serat sintetis Indonesia setelah penghapusan kuota tekstil tahun 2005 adalah baik, asalkan pemerintah Indonesia dan perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut mampu memilih dan melaksanakan strategi-strategi yang tepat bagi perkembangan industri ini sesuai denga:n peran masing-masing.

Perusahaan perlu melakukan alimsi strategis untuk memperkuat posisi di pasar lokal maupun internasional, memfokuskan produksi pada produk bernilai tinggi karena produk Cina umumnya bersifat komoditi, memperluas cakupan pasar ekspor, melakukan operasi global dengan melakukan FDI di negara-negara lain, terutama Cina atau Vietnam, untuk meningkatkan efisiensi dan mendekatkan fasilitas produksi kepada pelanggan di negara lain, memanfaatkan peluang yang timbul dari relokasi industri tekstil dan pakaian ke Cina dan Vietnam dan tneningkatkan posisi perusahaan dalam persaingan global.

Masalah-masalah utama yang dihadapi industri serat sintetis Indonesia adalah persaingan yang semakin tajam di pasar lokal dan internasional, penurunan konsumsi serat sintetis di dalam negeri sejak tahun 1998, maraknya penyeludupan pakaian dan tekstil, lemahnya daya beli masyarakat Indonesia, buruknya iklim investasi di Indonesia, harga energi dan tenaga kerja di Indonesia semakin mahal, Pajak Penerangan

Jalan atas mesin genset yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah, industri bahan baku (terutama Paraxylene dan MEG) dan industri mesin tekstil belum berkembang di Indonesia, biaya THC sangat mahal, kwalitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dan peningkatan kemampuan teknologi sulit karena tergantung pada impor. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan daya saing industry serat sintetis Indonesia dalam menghadapi pengaruh global, diperlukan kerjasama yang saling melengkapi (complementary) antara industri serat sintetis Indonesia dan Pemerintah Indonesia.

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang melarang impor pakaian bekas dan berusaha memberantas penyeludupan pakaian, namun pakaian bekas masih beredar di pasar. Supaya larangan itu lebih efektif, pemerintah perlu menindak tegas pengimpor dan pedagang pakaian bekas sambil mengkampanyekan perlunya membeli produk dalam negeri. Pemerintah juga telah berusaha memperbaiki iklim investasi dengan meningkatkan keamanan, menurunkan suku bunga perbankan, memperkuat nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan memperbaiki peraturan ketenagakerjaan, namun investasi (FDI maupun lokal) terus menurun. Daya beli masyarakat juga semakin menurun akibat kenaikan harga BBM dan listrik.

Pemerintah berperan penting untuk mendukung peningkatan daya saing industri serat sintetis Indonesia dalam menghadapi pengaruh global dengan cara meningkatkan daya beli masyarakat, memperbaiki iklim investasi dengan menegakkan hukum, membatalkan peraturan yang menghambat investasi misalnya peraturan Pajak Penerangan Jalan atas mesin genset, dan menurunkan suku bunga pinjaman agar kompetitifterhadap Cina, Vietnam dan Thailand.

Transfer teknologi ke dalam industri serat sintetis perlu difasilitasi pemerintah dengan mengadakan persyaratan transfer teknologi, kewajiban pembayaran dana riset tekstil dan persyaratan local content dalam peraturan investasi di seluruh sektor industri tekstil Indonesia dan membangun pusat penelitian tekstil nasional yang profesional dan independen.

Kwalitas sumber daya manusia harus ditingkatkan dengan mengarahkan sistem pendidikan nasional agar berorientasi pada penciptaan tenaga terampil dan ahli di bidang-bidang yang sesuai dengan kebutuhan industri serat sintetis yaitu teknik pertekstilan, teknik kimia, teknik mesin, hukum perdagangan intemasional, dan kebutuhan seluruh sektor dalam industry tekstil nasional dari yang paling hulu (bahan baku dari petrokimia) sampai ke paling hilir (fashion).
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library