Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Bima Patria
"Pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia mendorong peningkatan permintaan energi, dan emisi gas rumah kaca (GRK). Meskipun berlimpah dalam sumber daya energi terbarukan (renewable energy), ekonomi dan ketahanan energi negara ini sebagian besar bergantung pada bahan bakar fosil. Pemerintah telah melakukan reformasi kebijakan untuk mendukung pengurangan GRK dan mempercepat adopsi energi terbarukan. Akan tetapi, insentif yang tidak jelas arahnya, riwayat subsidi, kebijakan yang tidak konsisten, dan struktur monopoli yang terkonsentrasi yang mengaburkan transparansi biaya, menghambat pencapaian target pemerintah. Peningkatan emisi dan dampak iklim terkait lainnya menghadirkan serangkaian risiko sosial ekonomi. Tidak terkecuali terhadap industri jasa keuangan (IJK). Namun sebaliknya, kegiatan usaha industri jasa keuangan cenderung tidak memperhatikan unsur-unsur lingkungan, sosial dan tata kelola (LST). Meskipun studi menunjukkan bahwa secara teknis layak bagi Indonesia untuk segera melakukan transformasi keuangan yang terjangkau tanpa membahayakan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan namun terdapat permasalahan kesenjangan yang besar dalam pembiayaan. Diperlukan peningkatan investasi dari sektor swasta dan publik, karena dana publik saja tidak cukup. Penelitian ini mengidentifikasi hambatan pasar, kebijakan, dan tata kelola termasuk peraturan kredit keuangan, penetapan harga yang tidak kompetitif, skala proyek yang dibatasi dan akses terbatas ke informasi terhadap proyek keuangan berkelanjutan. Peneliti mengusulkan untuk mengembangkan dan merubah peraturan otoritas jasa keuangan untuk menunjang mekanisme pengawasan serta transparansi pasar. Harmonisasi peraturan tentu diperlukan, namun tujuan utamanya adalah amanat Pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Bersama-sama, langkah-langkah dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menciptakan lanskap industri jasa keuangan yang aman, transparan dan beresiko rendah.
Indonesia's population growth, urbanization, and economic growth drive an increase in energy demand, and greenhouse gas (GHG) emissions. Abundant in renewable energy resources (renewable energy), the economy and energy security of the country is largely dependent on fossil fuels. The government has carried out policy reforms to support GHG reduction and adopt renewable energy. However, but the direction is not clear, inappropriate subsidies spiralling upwards in terms of costs and unintended impacts, inconsistent policies, and concentrated monopoly structures that obscure cost transparency, hindering the achievement of government targets. Increased emissions and other associated climate impacts present socio-economic risks. The impact also effects the Financial Services Industry (IJK). On the other hand, the business activities of the financial services industry tend not to pay attention to environmental, social, and governance(ESG) factors. Although studies show that it is technically feasible for Indonesia to quickly make preferable financial transformations without jeopardizing economic growth and poverty reductions, there still a problem with large gaps in financing. There is a need to increase investment from the private and public sectors, because public funds alone are not nearly enough. This study identifies market, policy, and governance supports including credit finance regulations, uncompetitive pricing, restricted project scale, and limited access to sustainable finance project information. Researcher proposes to develop and amend financial services regulations of the financial service authority to support supervisory mechanisms and market transparency. Harmonization of regulations is certainly required, but the main objective is the mandate of Article 33 paragraph 4 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Together, these steps in this research can be used to create a safe, transparent and low-risk financial services industry landscape."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Jamaludin
"Sustainability Linked Sukuk/Bond (SLB) merupakan instrument baru yang diperkenalkan pada tahun 2018, yaitu instrumen penerbitan surat berharga yang dikaitkan dengan Key Performance Indikator (KPI) serta Sustainability Performance Target (SPT) yang dapat dikuantifikasi perhitungan kontribusinya bagi pengurangan emisi gas rumah kaca. SLB dapat menjadi salah satu instrumen dalam mengatasi permasalahan pengaturan pemenuhan komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global /National Determined Contribution (NDC) di Indonesia yang diatur dalam Perpres 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional. Perpres 98 ini merupakan mandat yang diatur dalam Paris Agreement. Dalam Perpres 98 tersebut ditentukan bahwa target pemenuhan NDC Indonesia adalah pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29%-40% dari baseline pada tahun 2030. Penerbitan SLB yang dikaitkan dengan NDC ini menghadapi permasalahan berupa kontibusi pemenuhan aksi mitigasi maupun adaptasi perubahan lingkungan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L). Hal ini terjadi karena K/L menghadapi dilema untuk memenuhi target dalam NDC atau memenuhi mandatnya sebagai K/L teknis yang akan berdampak pada kapasitas fiksal/anggaran dari K/L tersebut. Berdasarkan hal tersebut pemerintah dapat membuat suatu aturan yang dapat memberikan insentif dari sisi K/L yang dapat berkontribusi dalam pemenuhan aksi mitigasi perubahan lingkungan. Selain itu penelitian ini juga akan membandingkan pengaturan penerbitan SLB yang dilakukan oleh Negara Chille dan Uruguay guna memberikan perbandingan dan gambaran terkait kebijakan penerbitan SLB di Indonesia
Sustainability Linked Sukuk/Bond (SLB) is a new instrument introduced in 2018, namely a securities issuance instrument linked to Key Performance Indicators (KPI) and Sustainability Performance Targets (SPT) which can be quantified in calculating their contribution to reducing greenhouse gas emissions. It is hoped that SLB can become an instrument to overcome the regulatory problem related the fulfillment of national commitments for handling global climate change / National Determined Contribution (NDC) in Indonesia as regulated in Presidential Decree 98 of 2021 concerning the Implementation of Economic Value of Carbon for Achieving Nationally Determined Contribution Targets and Controlling Emissions Greenhouse Gases in National Development. The Presidential Decree 98 is a mandate regulated in the Paris Agreement. The Presidential Decree 98 is determined that the target for fulfilling Indonesia's NDC is to reduce greenhouse gas emissions by 29% -40% from the baseline in 2030. The issuance of the SLB which is linked to the NDC having the problems related the contribution to the fulfillment of mitigation actions and adaptation to environmental changes carried out by the Ministry. /Institution (K/L). The K/L having problems to meet the targets in the NDC or fulfilling the mandate as a technical K/L which impact or affected the fiscal/budget capacity of the K/L. This situation, require the government to make regulations that can provide incentives to the K/L that can contribute to fulfilling environmental change mitigation actions. Apart from that, this research will also compare the SLB issuance arrangements carried out by Chile and Uruguay in order to provide a comparison and overview regarding the SLB issuance policy in Indonesia"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library