Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afra Hafny Noer
"Fenomena overimitation merupakan cara anak melakukan pembelajaran budaya cultural learning , melalui observasi dan meniru dengan persis tindakan model atau overimitation. Pembelajaran budaya sering terjadi pada situasi eavesdrop menyadap yakni anak memeroleh keterampilan sosial tanpa diajarkan secara langsung melainkan belajar melalui pengamatan dan melakukan overimitation terhadap pihak ketiga. Terdapat perbedaan pendapat mengenai mekanisme yang mendorong terjadinya overimitation. Pembelajaran dapat dilakukan karena anak memahami intensi orang lain melalui isyarat sosial yang ditampilkannya. Isyarat sosial menggunakan ekspresi emosi visual yaitu ekspresi wajah, tatapan mata, dan gestur tangan serta ekspresi emosi vokal yakni, intonasi suara dan pengulangan kata. Pada budaya kolektivisme seperti budaya Sunda yang mementingkan hubungan yang harmonis, ekspresi emosi ditampilkan secara terbatas agar tidak menimbulkan konflik. Oleh karena itu perlu diketahui peran masing-masing ekspresi emosi dalam mengarahkan perilaku anak. Pertanyaan penelitian ini akan diuji melalui Studi 1-isyarat sosial. Hasil dari studi ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan utama yaitu mekanisme apa yang memengaruhi terjadinya overimitation pada anak Sunda saat terpapar isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda? Pertanyaan dijawab melalui Studi 2-overimitation. Studi 1 ndash; Isyarat sosial dilakukan melalui metode eksperimen terhadap pasangan ibu dan anak untuk melihat isyarat sosial yang ditampilkan ibu untuk memengaruhi anak dan reaksi anak terhadap isyarat sosial tersebut. Hasil dari Studi 1 adalah ibu Sunda hampir selalu mengombinasikan ekspresi wajah datar dalam setiap isyarat sosial yang ditampilkannya, tetapi menggunakan intonasi suara sebagai penanda persetujuannya. Studi 2 ndash; overimitation melakukan eksperimen dengan menggunakan peranti baru yang cara penggunaannya diperkenalkan melalui film eksperimen. Pada film tersebut dalam melakukan tindakan model tidak langsung mengajarkan kepada anak, akan tetapi diberi isyarat persetujuan khas budaya Sunda yaitu dengan ekspresi wajah datar dengan kombinasi intonasi suara dan gestur tangan. Diperoleh hasil bahwa penggunaan isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda saja tidak cukup untuk mendorong terjadinya overimitation jika tidak dibarengi dengan pembentukan norma sosial sebagai social influence terjadinya overimitation. Keberadaan isyarat sosial penting sebagai penanda pentingnya tindakan bagi anak tetapi belum cukup. Perlu diikuti oleh pembentukan norma sosial melalui adanya sanksi sosial atau jumlah model yang lebih dari satu. Pada pembelajaran budaya, norma sosial menjadi latar belakang yang mendorong terjadinya belajar melalui pengamatan seperti overimitation pada situasi eavesedroping.

Overimitation phenomenon is the means children engage in cultural learning, through observation and imitation with precise modeling or overimitation. Cultural learning often occurs in eavesdrop situations which is children acquire social skills without being taught directly but learn through observation and overimitation the third parties. There are several concept of overimitation mechanisms. Children will overimitate intentional action that indicate through social cues. Children could understand others social cues due to maturity of their Theory of Mind ToM . Social cues using the visual emotional expression ie facial expressions, eye gaze, and hand gestures and also vocal emotional expression ie, voice intonation and repetition of words. Sundanese culture as one of the collectivist culture prioritizes harmonious relationships therefore, display of emotion expression should be controlled to avoid conflict. Thus, we need to know the role of each emotional expression in directing the child 39;s behavior. This research question will be answered in Social cues study. The results of this study are needed to answer the main question: what mechanisms influence the occurrence of overimitation in Sundanese children when exposed to Sundanese social cues of distinctive consent? Main Question will be answered through Overimitation study. Social cues study are carried out through experimental methods of mother and child pairs to see the social cues that mother utilize to influence children and the child 39;s reaction to the social cues. The result of Study 1 is that Sundanese mother almost always combines still face expressions in her social cues, but uses voice intonation as a marker of her approval. Overimitation study use experiment method to observed children reaction while learn novel apparatus through a video. In the video model does not directly teach and instruct chilren. Nevertheless her action to the novel apparatus is approved by ldquo;apparatus owner rdquo; using typical Sundanese social cues which is combination of voice intontation, hand gesture and still face expression. The result is that the use of Sundanese social cues on certain action is not sufficient to encourage overimitation. Establishment of social norm is required as social influence that could encourage overimitation. The social cues as a marker of the importance of an action should be followed by the formation of social norms through social sanctions or certain number of model. In cultural learning, social norms serve as social settings that encourage learning through overimitation in eavesdropping situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2492
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Putri Lestari
"Pantun Sunda merupakan cerita tutur atau seni pertunjukan cerita sastra Sunda lama yang disajikan dalam bentuk paparan, dialog, dan seringkali dinyanyikan. Pantun Sunda sebagai tradisi lisan masih bertahan hingga saat ini. Kini, pantun Sunda masih ada di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar. Tradisi ini diselenggarakan dalam acara-acara seren taun, mipit pare, dan ngaseuk. Dalam ketiga ritual tersebut menarik untuk dikaji mengenai struktur dan fungsi pantun Sunda sebagai tradisi lisan di masyarakat adat Ciptagelar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pantun Sunda berbeda dengan karya sastra lain, pantun Sunda juga digunakan sebagai rangkaian ritual adat dalam pertanian. Sejumlah upaya dilakukan untuk memelihara, memanfaatkan, dan mengembangkan tradisi lisan pantun Sunda agar tidak hilang. Pantun Sunda hadir sebagai rangkaian dari prosesi ritual adat seperti ruwatan rumah, khitanan, pernikahan, dan syukuran hasil panen.

Sundanese Pantun is an oral story or art performances of old Sundanese literature which is presented in the form of explanation, dialogue, and often sung. Sundanese Pantun as an oral tradition still survives in the present day. Now, Sundanese pantun still exists in Sukabumi Regency, precisely in Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar. This tradition is held in events, such as seren taun, mipit pare, and ngaseuk. These three aspects are interesting to be discussed, especially about the function of Sundanese pantun as an oral tradition in the Ciptagelar community. This is a qualitative study with ethnography approach. The result shows that the structure of the Sundanese pantun is different from other literary works, Sundanese pantun is also used as a series of customary rituals in agriculture. Several efforts are made to maintain, utilize, and develop the oral tradition of Sundanese pantun in order for it to not disappear. Sundanese pantun comes as a series of customary practice, such as ruwatan of the house, circumcisions, weddings, and the harvest festival."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kamelia Dewi
"Ritual Mapag Panganten merupakan salah satu prosesi dalam pernikahan adat Sunda. Sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten termasuk ke dalam tradisi lisan karena telah diturunkan lebih dari dua generasi, menjadi identitas dari kelompok, dan terus dikembangkan hingga saat ini. Selain sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten juga menyajikan bobodoran (lucu-lucuan) untuk menghibur para tamu dalam acara pernikahan adat sunda. Dari tradisi ini banyak hal menarik yang ditemukan, salah satunya adalah makna simbolik. Terkait hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan dan mendeskripsikan makna simbolik di dalam ritual Mapag Panganten dalam pernikahan adat Sunda di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan ritual Mapag Panganten yang diadakan pada tanggal 23 Februari 2020 di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat sebagai data penelitian. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis isi dilakukan dengan pendekatan tradisi lisan dan pendekatan semiotik. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, penelitian menghasilkan tiga makna simbolik, yaitu makna religius, makna historis, dan makna estetis. Penelitian ini dapat menjadi kontribusi untuk bahan pengetahuan budaya mengenai makna simbolik dalam Mapag Panganten dari sudut pandang tradisi lisan dengan pendekatan semiotik.

Ritual Mapag Panganten is one of the procession in Sundanese wedding ceremony. As a tradition ritual, Mapag Panganten included in oral tradition because it has been passed down over two generations, became identity to the community, and continues to be developed currently. Beside as a ritual tradition, Mapag Panganten also shows bobodoran to entertain the guests. From this tradition, there are many interesting things, one of them is symbolic meaning. Related to this, the aim of this study is describe the symbolic meaning in ritual Mapag Panganten in Sundanese wedding ceremony in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. The data used is ritual Mapag Panganten that has been held on February 23rd 2020 in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. This research uses qualitative method. Furthermore, this research uses oral tradition approach and semotic approach to analyze the data. The result of this study yields three symbolic meanings, which are religius meaning, historical meaning, and aesthetic meaning. This study can be a contribution to cultural knowledge material about symbolic meaning in Mapag Panganten from oral tradition point of view with semiotic approach."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Saini K.M., 1938-
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Jambi, 1979
306.8 SAI a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ukun Suryaman
"Setelah menguraikan bermatjam-matjam muchluk halus jang terkenal dikalangan suku bangsa Sunda, maka ada sebuah pertanjaan jang menarik perhatian kita, jaitu:Apakah kepertjajaan terhadap machluk halus itu pada orang Sunda memegang rol dalam kehidupan sehari-hari.? Dengan tidak ragu2 saja mengatakan, bahwa umumnja orang Sunda (berlaku djuga bagi suku bungsa lainnja di Indonesia), baik dari golo_ngan ,jang tidak terpeladjar (in het byzonder de desamenson) maupun dari golongan jang tepeladjar, baik dengan sadar, maupun dengan tidak sadar, pertjaja akan machluk halus itu. Perbedaannja hanjalah bahwa pada satu pihak menitik beratkan atau mentjurahkan perhatiannja kepada machluk halus_ nenek mojang atau jang tadinja dianggap sutji dan keramat (lelembutan), sedangkan pada pihak jang lain kepada _machluk halus_ jang berasal, baik dari orang jang meninggal (lelembutan), maupun dari bukan orang jang meninggal (lelembut) atau jang disebut dalam istilah asing_"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1962
S11276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Septiani
"Pada penelitian-penelitian mengenai aktivis keagamaan, terdapat lima unsur yang diteliti, yaitu emosi, sistem kepercayaan, sistem ritus dan upacara,peralatan upacara, dan umat. Maka, dalam penelitian ini membahas tentang aktivitas keagamaan masyarakat Sunda Kuna pada abad ke-14 hingga awal abad ke-16 Masihe yang menghubungkan pada tiga unsur saja, yaitu sistem kepercayaan, sistem ritus dan upacara, dan peralatan upacara.

In the study of religius activities, there eis five elements that has been researched. They are emotions, beliefs, ritus and ceremony, ceremony tools, and people of ceremony. Thus, this study is about Sudaness religy activities in the fourhteen century until the beginning of sixteen century, in corelating to three elements, thay are beliefs: ritus and ceremony, and ceremony tools."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11991
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prita Setya Maharani
"Banyak tradisi di Indonesia yang keberadaannya terancam oleh kapitalisme global dan paparan media, salah satunya tradisi Seren Taun di Kampung Urug. Seren Taun adalah ritual adat di Jawa Barat yang dilaksanakan setiap akhir panen. Ritual merupakan perwujudan rasa syukur kepada penguasa alam, terutama Dewi Sri yang diyakini sebagai Dewi Panen. Tesis ini akan menyoroti praktik komodifikasi Seren Taun di Kampung Urug yang digunakan untuk mengembangkan bisnis pariwisata di daerah tersebut. Studi ini juga akan membahas kompleksitas proses budaya, termasuk bagaimana aktor kebudayaan terlibat dalam pembangunan dan komersialisasi Kampung Urug. Penelitian ini juga menelisik keterlibatan tokoh-tokoh lokal maupun non-lokal dalam proses komodifikasi Kampung Urug. Wawancara mendalam dan observasi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi melalui etnografi. Selain itu, perspektif budaya juga dilibatkan untuk menggali secara kritis penggunaan budaya untuk kepentingan ekonomi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa isu pembangunan negara dan peran publikasi media massa telah mengubah Kampung Urug dalam banyak aspek. Selain itu, strategi warga Kampung Urug dalam menghadapi industri pariwisata juga dipaparkan. Melalui penelitian ini, penulis menyarankan strategi alternatif yang dapat digunakan pemerintah untuk memajukan desa adat dengan mempertimbangkan perspektif budaya di wilayah yang bersangkutan.

Many villages in Indonesia are threatened by global capitalism and media exposure. The Seren Taun ritual in Kampung Urug is one of the most affected. Seren Taun is a traditional ritual in West Java that is carried out at the end of every harvest. The ritual is an expression of gratitude to the natural authorities, especially Dewi Sri who is believed to be the Harvest Goddess. This thesis will highlight the commodification of Seren Taun in Kampung Urug, which is used to develop tourism businesses in the area. The study will also discuss the complexity of cultural processes, including how cultural actors are involved in the development and commercialization of Kampung Urug. This research also investigates the involvement of local and non-local figures in the commodification process of Kampung Urug. Ethnography with in-depth interviews and field observations were conducted to collect data and information. A cultural perspective is also involved to explore critically how to use Urug's culture for economic purposes. The results of this study state that the issue of national development and the role of mass media publications have changed Kampung Urug in many aspects. Moreover, there is an explanation for Kampung Urugs resident strategy in dealing with the tourism industry. Through this research, the authors propose alternative strategies that can be used by the government to advance traditional villages by considering cultural perspectives in the area concerned."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajip Rosidi, 1938-
Jakarta: Inti Idayu Press, 1985
301.451 AJI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ayatrohaedi, 1939-2006
Jakarta: Pustaka Jaya, 2005
899.22 AYA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>