Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanwisa Skolpap
Abstrak :
ABSTRAK Using an optimum dynamic scheduling plan, the formulated problem aimed to maximise daily profitability from an existing 12. 5 MW bagasse-based cogeneration plant with a steam capacity of 125 tonne/ h used for sugar refining. The optimal bagasse feed rate yielded a maximum daily profit of 838.49 USD (base case), about 5.14% higher than the conservative constant feeding bagasse into the existing plant. A sensitivity analysis of daily profit was constructed by perturbating the fuel low heating value (LHV), electricity selling rate of electric utility (p) and cost of electricity generation (c) . The maximum daily profit was insensitive to increases in LHV until this LHV was 11% lower than its base case value, which resulted in a decrease in maximum daily profit by 11%. Excessive moisture in the bagasse and the cost of generating electricity (c) caused lower profits, whereas the price of electricity (p) increased profits.
Pathum Thani: Thammasat University, 2019
670 STA 24:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Edi Cahyono
Abstrak :
Dua hal utama yang menyebabkan dipilihnya Jawa menjadi lahan penanaman modal oleh negara kolonial Hindia Belanda adalah terdapatnya tenaga kerja dan tanah yang murah, atau dengan kata lain biaya produksi yang rendah. Prasyarat pembentukan kondisi tersebut diletakkan dalam kurun Cultuurstelsel) (secara salah kaprah sering juga disebut sebagai kurun Tanam Paksa).Yaitu, ketika berbagai kendala politik dan ekonomi menemukan bentuknya dalam wadah penggunaan kekuasaan pribumi sebagai mediasi bagi pengerahannya. Bagi masyarakat pribumi hadirnya modal mulai dira_sakan ketika didirikan industri perkebunan. Muncul pola kerja industri yang merupakan gabungan kerja agrikultur penanaman tanaman ekspor, dengan kerja manufaktur. Wu_jud kongkritnya adalah pabrik gula. Dalam pengoperasian pabrik-pabrik gula di Pekalongan, persoalan yang timbul terutama pada cara bagaimana gubernemen mengkondisikan berbagai lapisan sosial dari elit teratas hingga kaum petani kecil diserap untuk mendukung berjalannya proyek-proyek penanaman di onderneming-onderneming dan proses pengolahan tebu men_jadi gula. Ternyata, apa yang diduga bahwa mekanisme kerja hanya bisa berjalan jika terdapat keterlibatan langsung dari para elit pribumi dengan menggunakan pengaruhnya, tidak berlaku mutlak. Memang, hingga paruh pertama abad 19, berbagai ikatan perhambaan menjadi alat utama sistem perekrutan tenaga kerja. Namun, perkembangan setelah 1850-an ternyata lain sama sekali, dengan munculnya apa yang disebut kerja bebas. Gejala kerja bebas muncul akibat menjadi efek_tifnya sistem upah yang diintensifkan oleh pabrik gula. Selain juga disebabkan oleh runtuhnya sistem perekono_mian pedesaan yang menjadi tidak sanggup mensejahterakan penduduknya, akibat penyerapan berlebih dari nega_ra kolonial dalam penggunaan tanah dan terutama tenaga kerja. Demikianlah masyarakat pribumi mulal menapaki dunia baru, melepas hubungan kerja irasional, sementa_ra itu mereka didorong untuk menyambut kerja rasional sebuah masyarakat industri yang khas kolonial, pabrik onderneming gula. Sebuah proses perubahan sosial yang perlahan tetapi pasti menyergap kaum tani Jawa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library