Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suharyanto
Abstrak :
Bills Processing Center (BPC) yang terdapat di II kota besar di Indonesia merupakan ujung tombak pelayanan transaksi ekspor impor yang lebih dikenal dengan Trade Finance and Services (TFS) pada Bank X. Namun dalam perjalanannya sistem operasi yang dikenal dengan BPC Regional tersebut masih menemui beberapa permasalahan, seperti produktifitas yang rendah, pelayanan yang lambat dan kualitas pelayanan yang kurang baik. Bank X juga menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran dan penjualan. Pemasaran dan penjualan produk TFS Bank X relatifkurang agresif. Bank X bermaksud menjalankan konsep single BPC. Dengan konsep ini nantinya Bank X hanya memiliki 1 (satu) unit BPC yang berlokasi di Jakarta untuk menggantikan I1 BPC Regional yang sudah ada. Sejak April 2005, Bank X telah menempuh langkah transisi, dengan menutup BPC Pontianak dan mengalihkan pemrosesan transaksi TFS ke BPC lain. Namun demikian pada awal masa transisi tersebut telah muncul beberapa masalah. Karya Akhir ini mencoba melakukan review terhadap sistem operasi yang lama, sistem operasi yang barn dan mengalisis permasalahan yang timbul pada sistem transisi menuju sisem operasi yang barn tersebut serta mencari solusinya agar langkah transisi tersebut tidak sampai menganggu kualitas pelayanan kepada nasabah. Disamping menghadapi masalah pelayanan, Bank X juga kurang agresif dalam aktifitas pemasaran dan penjualan, yang antara lain disebabkan oleh ketidakjelasan peran tiap unit kerja yang terkait dengan pelayanan TFS, koordinasi yang lemah, serta kesulitan bagi tenaga sales (Relationship Maneger/RM) untuk berperan secara optimal dalam melakukan aktifitas penjualan. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar waktu yang dimiliki RM dihabiskan untuk tugas-tugas administratif di kantor. Meskipun demikian, sampai dengan akhir tahun 2004 Bank X masih menjadi pemimpin pasar untuk transaksi ekspor dan impor, dimana untuk transaksi L/C ekspor pangsa pasar Bank X mencapai 26%. Untuk transaksi L/C impor pangsa pasar Bank X mencapai 40%. Dari sisi kepuasan nasabah untukjasa TFS Bank X juga masih mengungguli bank-bank lokal. Bahkan untuk transaksi Bank Guarantee, tingkat kepuasan nasabah Bank X menduduki posisi teratas. Disisi lain kinerja Bank X atas faktor-faktor yang menjadi pertimbangan nasabah dalam membeli (buyingfactors) produk TFS Bank X masih perlu ditingkatkan. Hasil penelitian internal menunjukkan bahwa pada faktor kecepatan dan kualitas pelayanan masih dibawah rata-rata (moderate), padahal nasabah memiliki tingkat kepentingan tinggi atas faktor-faktor dimaksud. Untuk itu Bank X harus memberikan prioritas untuk melakukan perbaikan pada masalah kecepatan dan kualitas pelayanan ini. Berdasarkan rencana strategis untuk menjadi Domestic Power House, Bank X telah menetapkan target penguasaan pasar sebesar 50% untuk bisnis TFS pada tahun 2010. Peluang yang tersedia bagi Bank untuk mencapai target tersebut masih cukup terbuka. Melalui penetrasi pasar dari existing customer terdapat potensi untuk meningkatkan pangsa pasar sebesar 3,11% untuk transaksi ekspor sebesar USD. 6.132 juta dan 2,08% untuk transaksi impor atau sebesar USD.6.402 juta. Dari pengembangan pasar, Bank X berpotensi untuk meningkatkan pangsa pasar sebesar 20,89% untuk transaksi ekspor sebesar USD. 4.497 juta dan 7,92% untuk transaksi impor sebesar USD. 7.675 juta. Dari pengembangan produk khususnya untuk produk TFS non L/C Bank X berpeluang untuk meraih omzet sebesar USD.54 milyar untuk transaksi ekspor dan USD.44 milyar untuk transaksi impor. Implementasi single BPC memberi peluang kepada Bank X untuk meningkatkan kinerja pelayanan melalui : kualitas dan kompetensi pegawai yang lebih baik, perbaikan koordinasi antar unit kerja dan adanya TFS Customer Service yang berperan sebagai single point of contact dalam pelayanan TFS. Sementara disisi lain implementasi single BPC mendukung upaya peningkatan kinerja penjualan jasa TFS melalui kemampuan untuk memberikan pelayanan yang semakin cepat dan berkualitas, efisiensi biaya sehinga memberi peluang untuk menerapkna strategi low price, relokasi SDM dari BPC yang ditutup menjadi TFS Sales Specialist dan Customer Service. Namun demikian pada awal sistem transisi menuju sistem single BPC telah muncul permasalahan seperti melambatnya pelayanan, bertambahnya keluhan nasabah yang tidak mendapat pelayanan yang memuaskan dan adanya tambahan biaya transaksi dengan Bank X. Bank X harus melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, agar perubahan sistem operasi menjadi sistem single BPC tidak mengakibatkan gangguan pelayanan kepada nasabah.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Rifana Sari, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Kecenderungan sistem pengobatan global ke arah penggunaan herbal medicine membuka peluang bagi industri farmasi Indonesia untuk mengembangkan obat berbahan baku alami. Dengan kekayaan bahan baku tumbuhan obat yang tersedia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan obat berbasis sumber daya alam. Indonesia membagi skema obat yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan, sebagai berikut: jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan stratifikasi tertinggi dari obat bahan alam yang telah mengalami !lji klinis dan sejajar dengan obat modem. Kondisi ini mengharuskan fitofarmaka bermain dan bersaing di pasar obat modem pada masing-masing kelas terapinya.

Sebagai obat yang telah melalui uji klinis, pada dasarnya fitofarmaka mampu bersaing dengan obat modem. Namun, karena penggunaan fitofarmaka belum terinstitusionalisasi dikalangan masyarakat_ dan profesi medis, maka persaingan antara fitofarmaka dan obat modern menjadi tidak seimbang. Daya saing yang lemah dari fitofarmaka dapat disebabkan berbagai aspek. Dengan mengetahui penyebabnya, diharapkan diperoleh berbagai kemungkinan dan strategi untuk menghadapi persaingan dengan obat modern.

Karya akhir ini akan membahas mengenai strategi fitofarmaka dalam bersaing menghadapi obat modem. Untuk mendapatkan altematif strategi, maka karya akhir ini mempunyai 2 (dua) tujuan, yaitu: untuk mengetahui faktor utama (faktor internal dan faktor ekstemal) dan faktor lain yang menyebabkan fitofarmaka sulit bersaing dengan obat modern, dan dapat memberikan rekomendasi sebagai strategi bersaing fitofarmaka menghadapi obat modern.

Data yang didapatkan, baik melalui literatur maupun hasil wawancara diolah dan dianalisis dengan mendeskripsikan data tersebut dan melakukan pemetaan terhadap kerangka analisis strategi yang digunakan. Dari pemetaan kerangka analisis strategi diperoleh rumusan altematif strategi dengan memakai pendekatan Matriks IE (Internal-External), Matriks Strategi Induk, Matriks Industry Attractiveness, dan Matriks TOWS. Dari rumusan altematif strategi yang diperoleh, dilakukan pemilihan altematif strategi yang paling sesuai dengan menggunakan Matriks QSPM (The Quantitative Strategic Planning Matrix). Langkah ini akan memberikan rekomendasi bagi peningkatan peran fitofarmaka dalam pengobatan dan strategi persaingannya dengan obat modern.

Analisis faktor internal fitofarmaka memperlihatkan bahwa keunggulan fitofarmaka dari segi bahan baku yang melimpah, adanya bukti empiris dan pendekatan scientific terhadap khasiat dan efek sampingnya, serta range therapy yang lebih fleksibel dibandingkan dengan obat kimia modern, temyata tidak membuat fitofarmaka diterirna kalangan medis dan masyarakat. Masih banyak kelemahan yang dimiliki oleh fitofarmaka, yaitu: pricing strategy yang tidak kompetitif, multiple ingredients dari fitofarmaka dan indikasi serta target terapi yang relatif general, sehingga acceptability dari kalangan medis masih rendah, image dan persepsi masyarakat yang belum mendukung, post marketing study yang masih minim, informasi MESO (Monitoring Efek Samping Obat) masih kurang, promosi yang kurang gencar, serta segmentasi ke konsumen yang kurang potensial.

Analisis faktor ekstemal dari fitofarmaka menggambarkan kurang kuatnya posisi persaingan fitofarmaka dengan obat modem. Peluang kecenderungan global penggunaan obat berbahan baku alam, temyata lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak luar negeri untuk melakukan penelitian tumbuhan obat Indonesia. Di pihak lain, rekomendasi WHO untuk menggunakan obat herbal belum mampu dimanfaatkan dengan baik oleh industri farmasi dan obat tradisional di Indonesia. Ancaman masuknya obat herbal dari negara lain dengan riset yang lebih maju perlu segera di antisipasi. Kurangnya perhatian pemerintah dan industry farmasi serta industri obat tradisional di Indonesia untuk memproduksi fitofarmaka, terlihat dari jumlah fitofarmaka yang beredar masih 5 (lima) produk. Selain itu, cross substitute dengan obat modem sangat besar, serta adanya ancaman dari jamu dan herbal medicine yang dikombinasikan dengan bahan kimia.

Dari analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan fitofarmaka, terlihat bahwa daya saingnya lebih lemah dibandingkan obat modem. Sistem pengobatan di Indonesia yang berorientasi pada penggunaan obat modem merupakan masalah utama yang harus diatasi oleh fitofarmaka dalam menghadapi persaingan dengan obat modem.

Berdasarkan analisis terhadap berbagai faktor yang disebutkan di atas, maka untuk menghadapi kondisi persaingan dengan obat modem, ditawarkan altematif strategi yang harus dilakukan fitofamaka yaitu: pertama, melakukan pricing strategy yang lebih kompetitif dan pengembangan pasar dengan mempertimbangkan segmentasi pasar kepada masyarakat menengah ke bawah yang sudah memiliki budaya minum jamu sebagai upaya pengobatan.

Kedua, meningkatkan penerimaan (acceptabiity) tenaga medis dan masyarakat dalam menggunakan fitofarmaka dengan jalan adanya dukungan regulasi pemerintah, misalnya memasukkan fitofarmaka ke dalam DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) yang digunakan oleh asuransi kesehatan, serta disarankan melakukan penelitian dan pengembangan fitofarmaka untuk digunakan pada pengobatan penyakit dengan prevalensi yang dominan di Indonesia, seperti TBC, demam berdarah, malaria, dan penyakit infeksi lainnya. Ketiga, dengan kondisi persaingan seperti saat ini, fitofarmaka harus memposisikan diri sebagai pelengkap dan pendukung keberhasilan pengobatan obat modem, sehingga efek terapi obat modem menjadi lebih optimal.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Septiastri Wulandari
Abstrak :
Perubahan lingkungan persaingan perbankan tersebut menyebabkan bank yang sejak awal bergerak di sektor korporasi, tidak dapat hanya mengandalkan pendapatan yang berasal dari interest income. Era perdagangan bebas merupakan suatu peluang yang dapat dipergunakan perbankan dalam memasarkan produk I jasa untuk meningkatkan fee based income / non-interest income. Penulisan karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui peranan Bank Mega dalam perdagangan intemasional, kemungkinan peluang pengembangan produk / jasa yang dapat meningkatkan fee-based income international banking transaction. Ada beberapa faktor yang menjadi motivasi Bank Mega untuk menggiatkan pendapatan non bunga-nya, antara lain :
- Pendapatan non bunga merupakan cara untuk meningkatkan daya saing di industry
- Meningkatkan diversifikasi pendapatan bank
- Memberi jalan untuk menciptakan pendapatan yang lebih stabil Pada prinsipnya, pendapatan non bunga atau fee based income merupakan sumber pendapatan bank selain kredit dan sekuritas, yang umumnya berupa fee / komisi atau harges yang diperoleh dari pemberian komitmen dan jasa-jasa. Ada berbagai jenis transaksi yang dapat dijadikan sumber fee based income, yang secara garis besar terbagi menjadi 3 kategori: processing, principal transaction dan advisory. Sedangkan dari sisi lingkup layanannya bisa berupa transaksi domestik dan transaksi intemasional (lintas negara dan valuta). Dari transaksi internasional, dapat diperoleh Jerns pendapatan yang lebih bervariasi dibanding transaksi domestik, antara lain :
- Pendapatan provisi / komisi dan charges
- Pendapatan selisih kurs
- Pendapatan in lieu of exchange Berdasarkan basil analisis terbaru pada bulan Desember 2004 dibandingkan dengan perolehan pada bulan Desember 2003 menunjukkan peningkatan fee-based income berupa pendapatan dan komisi di luar kredit yang diperoleh Bank Mega sebesar 22.19% berasal dari kegiatan transaksi luar negeri meliputi produk-produk: transaksi ekspor-impor (meliputi L/C, SKBDN, Documentary Collections, Import and Export Financing, Bank Guarantee, Trade CC!nsulting Services) dan jasa-jasa valas remittance services (meliputi Telegraphic Transfer, Bank Draft, Collections). Penelitian dilakukan dengan melakukan telaah pustaka dan studi lapangan, yaitu melalui pengurnpulan bahan-bahan berupa buku, makalah, data historis, bahan publikasi maupun referensi yang berkaitan dengan bisnis jasa, perbankan, manajemen strategis dan bisnis international payment services and fee-based income Adapun studi kasus melalui penelusuran dokumentasi internal serta wawancara yang berhubungan dengan bisnis international payment services and fee-based income, Bank Mega dan bank-bank kompetitor lainnya termasuk beberapa bank swasta asing yang telah beroperasi di Indonesia. Penulis juga mengadakan forum diskusi kelompok selama dua bulan dari bulan Desember 2004 sampai bulan Januari 2005 dengan divisi yang menangani transaksi yang berkaitan dengan pendapatan non bunga, khususnya untuk pendapatan non bunga yang didapat dari transaksi internasional. Dalam karya akhir ini akan dibahas mengenai strategi Bank Mega dalam meningkatkan fee based income dari transaksi intemasional. Pembahasan difokuskan pada fee based income dari international payment services dan international trade services, diluar pendapatan selisih kurs. Analisis dilakukan atas setiap aspek pada lingkungan umum, lingkungan industri dan lingkungan internal perusahaan. Pendekatan terutama difokuskan pada kondisi faktor-faktor internal dan ekstemal Bank Mega, serta strategi Bank Mega dalam menghasilkan fee based dari transaksi trade services dan remittances, termasuk perbandingan tarif/pricing yang ditawarkan Bank Mega dibanding beberapa bank pesaing. Pemilihan bank koresponden khususnya. depository bank juga penting untuk dianalisis mengingat fungsi bank koresponden sebagai supplier, distributor dan kasir bagi Bank Mega merupakan penunjang utama keberhasilan bisnis intemasional. Disamping itu juga terdapat data mengenai rebate sharing dan charges yang diterapkan masing-masing depository correspondent yang bersangkutan. Dengan menggunakan alat analisis TOWS dan Matriks GE, maka penulis berusaha untuk menganalisis menggunakan faktor-faktor internal dan ekstemal Bank Mega untuk dapat meningkatkan fee based income international banking Bank Mega. Strategi pengembangan produk dan jasa international banking, produk remittance, media transaksi serta pengelolaan transaksi intemasional maupun operasional merupakan tujuan yang berkesinambungan yang didapat berdasarkan hasil analisis tersebut diatas.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana, Pearly Martinelly, Author (edit)
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem pengukuran kinerja bisnis suatu perusabaan digunakan untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan kinerja bisnis perusahaan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Hasil dari pengukuran tersebut menjadi acuan untuk pegambilan keputusan yang tepat dan penentuan langkah-langkah strategis yang barns dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi. Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja bisnis tersebut adalab dengan menggunakan Balanced Scorecard.

Balanced Scorecard merupakan suatu alat untuk mengukur performance management suatu perusahaan atas keberbasilan strategi yang dirumuskan untuk pencapaian visi dan misi perusahaan. Dengan Balanced Scorecard visi, misi, dan strategi perusahaan tersebut diterjemahkan dalam sasaran dan pengukuran yang lebib nyata, yaitu dengan menjabarkan strategi bisnis unit ke dalam tindakan operasional perusahaan sebari-hari. Kerangka kerja Balanced Scorecard ditekankan pada pengukuran faktor keuangan dan nonkeuangan, karena pengukuran hanya pada aspek keuangan saja dirasakan tidak cukup, perlu dipertimbangkan aspek nonkeuangan yang bersifat jangka panjang. Hal lainnya adalah bahwa kinerja keuangan dibasilkan oleh kinerja nonkeuangan. Sehingga dalam menilai kinerja bisnis tidak hanya mengukur basil akhir (outcome measures) yaitu pada aspek keuangan, tetapi juga menilai driver (penentu) basil akhir tersebut yang terdapat pada aspek nonkeuangan.

Pengukuran dalam Balanced Scorecard terbagi dalam empat prespektif, yaitu prespektif finansial (financial) untuk aspek keuangan, dan prespektif pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process), serta proses pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) untuk aspek nonkeuangan. Prespektif finansial mengukur dalam ukuran ekonomis hasil dari tindak:an yang telah dilakukan. Prespektif pelanggan mengukur performance usaha dari segmen yang ditargetkan. Prespektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses internal yang kritikal yang harus dikontrol oleh perusahaan. Sedangkan prespektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasikan infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk menciptakan peningkatan dan pertumbuhan.

Penggabungan tolok ukur keuangan dan nonkeuangan tersebut menjadikan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja bisnis yang terintegrasi dan seimbang. Setiap sasaran yang dirumuskan dalam prespektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan sebab akibat dengan prespektif keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung, karena pada hakekatnya perusahaan bertujuan menciptakan kekayaan atau laba.

Pada akhimya dengan menggunakan Balanced Scorecard, perusahaan dapat mengevaluasi aktivitasnya agar dapat beroperasi secara optimal dan dapat memotivasi perbaikan berkesinambungan terhadap bidang-bidang kritikal perusahaan seperti sumber daya, pelanggan, aktivitas, dan biaya. Dengan Balanced Scorecard, perusahaan dapat mengetahui apakah yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan dan seberapa jauh pencapaian atau penyimpangan yang telah dilakukan. Hal ini berguna untuk mengetahui dan mendeteksi sejak dini terjadinya gejala inefisiensi di dalam Perusahaan, terjadinya kerugian, karyawan yang tidak berkualitas, ataupun hal-hal lain yang merugikan Perusahaan.

PT Berlian Laju Tanker Tbk (Perseroan) merupakan salah satu penyedia jasa angkutan laut khususnya muatan cair terkemuka di kawasan Asia yang berusaha untuk terus berkembang dan meningkatkan pangsa pasar di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Saat ini perseroan mengoperasikan lebih dari 40 kapal tanker milik dan sewa, serta memiliki lebih dari 1.000 awak kapal yang terlatih, berpengalaman, dan bersertifikasi intemasional. Kegiatan usaha Perseroan dikategorikan sebagai berikut: 1. Penyewaan kapal (ship chartering), dimana Perseroan menyewakan kapalnya kepada pihak ketiga. 2. Penyewaan ruang muatan kapal (ship operations), dimana Perseroan menyewakan ruang muatan kapal kepada pihak ketiga. 3. Jasa keagenan kapal (ship agency), dimana Perseroan bertindak sebagai agen bagi kapal-kapal asing yang mengunjungi pelabuhan di wilayah Indonesia.

Mencermati hal-hal yang dapat diperoleh dari penerapan Balanced Scorecard untuk perkembangan bisnis perusahaan tersebut, PT Berlian Laju Tanker Tbk perlu menerapkan Balanced Scorecard agar visi, misi, dan strategi Perseroan dapat diwujudkan secara sistematis. Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Balanced Scorecard, diharapkan strategi yang dirumuskan menj adi selaras dengan kegiatan operasional Perseroan sehari-hari.

Sesuai dengan keadaan Perseroan saat ini sistem pengukuran kinerja bisnis berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard disusun dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Memahami dan memperdalam Balanced Scorecard. 2. Implementasi Balanced Scorecard untuk menterjemahkan, visi, misi, dan strategi Perseroan ke dalam empat prespektif. 3. Menentukan tolok ukur yang tepat untuk masing-masing prespektif Balanced Scorecard sesuai dengan kondisi Perseroan.

Hal tersulit yang mungkin dirasakan adalah pada saat pengimplementasiannya. Untuk itu perlu adanya dukungan semua pihak, agar pelaksanaan Balanced Scorecard dapat terkoordinasi dengan baik, sehingga sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Penerapan awalnya adalah dengan mengklarifikasikan, mendapatkan konsesus dan komitmen atas strategi yang telah ditentukan, mengkomunikasikannya ke seluruh jajaran Perseroan, yang selanjutnya mentransformasikan Balanced Scorecard menjadi sebuah sistem manajemen.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boseman, Glenn
New York: John Wiley & Sons, 1988
658.401 2 BOS c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
David, Fred R.
Upper Saddle River, N.J.: Prentice-Hall, 2001
658.4 DAV s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library