Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahrizal Affandi
Abstrak :
Sebagai lembaga keuangan yang bernafaskan Islam, keberadaan bank syariah sangat penting untuk memperkuat industri perbankan dalam memfasilitasi kegiatan sektor riil. Perbedaan mendasar yang menjadi filosofi antara bank syariah dan bank konvensional adalah konsep suku bunga dengan konsep bagi hasil. Data yang ada (Businessnews, Juni 2001) menunjukkan, tahun 2000 pertumbuhan pembiayaan bank syariah (bs) mencapai 112% sementara bank konvensional (bk) 22%, pertumbuhan dana pihak ketiga (bs) 56% dan (bk) hanya 15%, pertumbuhan aset (bs) 63% dan (bk) 25%, LDR (bs) 90% sedangkan (bk) 35%. Tetapi secara keseluruhan kontribusi total aset perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih kecil yaitu hanya 0,46%.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang dalam majalah Swa edisi 18 April 2001, menyebutkan bahwa perbankan syariah merupakan bank paling aman dibandingkan bank asing dan bank swasta lainnya adalah bank umum syariah pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1992, beberapa bulan setelah diundangkannya UU no.7/1992 tentang ketentuan usaha bank bagi hasil. Ketika krisis ekonomi pertumbuhan PT BMI tadinya di bawah rata-rata, sekarang mengalami peningkatan di atas rata-rata bank konvensional. BMI mencatat pertumbuhan sebesar 63 persen pada total aktiva dari Rp 693,3 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp 1,1 triliun pada tahun 2000. Namun secara keseluruhan perkembangan institusi bank syariah relatif masih lambat. Masalah yang akan dibahas adalah bagaimana perbedaan konsep bank syariah dan bank konvensional, bagaimana strategi PT BMI mengelola perbedaan tersebut menjadi keunggulan daya saing (competitive advantage) untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya (value to customer) dan apakah konsep bank syariah dilaksanakan sepcnuhnya oleh PT BMI.

Bank Muamalat berada pada posisi question marks, karena dengan tingkat pertumbuhan perbankan nasional sebesar 25%, Bank Muamalat mencapai pertumbuhan 63% dan relative market share sebesar 0,06. Kcmudian jika dibandingkan dengan sesama jenis bank syariah lain, Bank Muamalat menempati posisi stars, karena mempunyai relative market share sebesar 1,8.

Untuk meningkatkan kinerjanya, keunggulan daya saing yang dimiiiki yaitu brand awareness yang tinggi dan kepuasan konsumen (customer satisfaction) dioptimalisasikan untuk penerapan strategi SO. Selain itu membuat suatu program community-based marketing, yaitu suatu program pemanfaatan loyalitas nasabah hasil dari emotional benefit untuk membangun suatu identitas di dalam komunitas (nasabah yang telah ada) dengan cara memperkokoh hubungan inrim antara komunitas dan brand Bank Muamalat- Hingga pada akhimya mmg-empower mereka menjadi brand advocator perusahaan melalui kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut.

Untuk menjadikan Bank Muamalat tumbuh pesat, perlu proses waktu dan yang paling penting adalah dukungan pemerintah dan masyarakat luas. Karena majunya Bank Muamalat bergantung pada dukungan tersebut diatas terhadap konsep perbankan syariah secara keseluruhan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Hadiyani
Abstrak :
Paket 27 Oktober 1988 memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk membuka bank?bank baru, sedangkan Paket 20 Desember 1988 membuka kesempatan luar negeri untuk berpartjspas menyempurnakan struktur- kelembagaan dalam sistem keuangan di Indonesia dengan memperluas peranan lembaga?lembaga keuangan dengan usaha modal ventura, perdagangan surat berharga, dan pembiayaan konsumen. Dengan dikeluarkannya Pakto dan Pakdes tahun 1988, maka membuka peluang bagj dunia perbankan untuk meningkatkan operasionalnya karena banyak kemudahan diberikan. Kemudahan? kemudahan tersebut mengakibatkan semakin banyak jumlah bank dan kantor bank baru yang dibuka, dengan demikian bank-bank mulai bersaing ketat dengan meningkatkan berbagai bentuk produk dan pelayanan. Setiap pemain dalam industri perbankan berusaha mengantisipasi perkembangan dan persaingan dengan berbagai cara. Demikian pula PT. Bank Tabungan Negara (persero) berusaha meningkatkan kemampuan sumber daya yang dimilikìnya agar tetap mampu bertahan didalam industri perbankan. Dengan demikian, PT. Bank Tabungan Negara perlu bekerja keras dalam meningkatkan kinerja agar mampu bersaing dengan rekan perbankan lainnya. Fungsi pemasaran diharapkan dapat mendefinisikan target konsumen dan model?model yang kompetitif, sehingga mampu memuaskan kebutuhan serta keinginan dari konsumen. Untuk mengembangkan fungsi pemasaran yang sukses, bank harus mempunyai rencana dan strategi yang tepat untuk memuaskan setiap kelompok nasabah. Dalam bisnis perbankan, konsep mendapatkan dana masyarakat seoptimal mungkin dan menyalurkan kredit sebaik mungkin adalah tantangan yang utama bagi fungsi pemasaran. Mendapatkan calan nasabah, baik individu maupun lembaga yang mempunyal dana lebih dan bersedia menanamkan dananya ke Bank Tabungan Neqara bukanlah pekerjaan yang mudah. Begitu pula dalam hal menyalurkan dana yang tersedia ke dalam kredit pemilikan rumah serta kredit konsumsi dengan jaminan tanah dan bangunan, bank?bank pesaing memasarkan produk sejenisnya melalui model?model pemasaran yang spesifik. Persaingan yang ketat ini perlu diantisipasi oleh Bank Tabungan Negara dengan memperkuat fungsi pemasaran melalui berbagai teknik dan model pemasaran yang terencana, serta didukung oleh berbagai usaha untuk memangkas persyaratan yang menghambat penyaluran kredit secara optimal. Dalam tulisan ini, pembahasan meliputi strategi pemasaran di Bank Tabungan Negara dalam usaha menghimpun dana pihak ketiga, terutama dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Strategi pemasaran di Bank Tabungan Negara dalam rangka pemberian kredit pemilikan rumah, kredit konsumsi dengan jaminan rumah dan tanah, serta kredit konstruksi Pembangunan perumahan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubby Harijono
Abstrak :
Sejak krisis melanda Indonesia, sektor perbankan tak lagi terlampau mengandalkan income yang berasal dari interest spread karena negative spread yang pemah dialami, juga penyaluran kredit yang sudah tidak agresif akibat trauma kredit macet. Untuk itu bank harus mencari surnber pendapatan alternatif, dan sektor fee based saat ini mulai menjadi primadona pendongkrak income perbankan. Ada beberapa alasan yang akan memotivasi bank untuk menggiatkan pendapatan fee basednya, antara lain:
Fee income merupakan cara untuk rneningkatkan daya saing
Meningkatkan diversifikasi peridapatan bank
Memberl jaIan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih stabil
Relatif tidak memerlukan modal/penghimpunan dana yang besar. Selain krisis dalam negerl, perlu diperhatikan juga pengaruh liberalisasi pasar gobaI, dengan berlakunya AFTA, APEC dan WTO yang akan membawa dampak pada perkembangan industri perbankan di Indonesia. Dl satu sisi, perbankan nasional makin memiliki peluang untuk mengembangkan bisnisnya ke mancanegara, namun sebaliknya juga menghadapl ancaman masuknya bank-bank asing yang memiliki modal besar, memiliki reputasi internasional dan lebih berpengalaman dalam berbagal kegiatan yang menghasilkan fee based income maka perbankan nasional harus meningkatkan kinerja dan layanan agar bisa menguasai pasar domestik. Pada prinsipnya fee based income merupakan sumber pendapatan bank selain pendapatan kredit dan sekuritas, yang umumnya berupa fee/komisi atau charges yang diperoleh dari pemberian komitmen dan Jasa-jasa. Ada berbagal jenis transaksl yang dapat dljadlkan sumber fee based income, yang secara garis besar terbagi menjadi 3 kategorl, yaltu : processIng, principal transactin dan advisory. Sedangkan dari sisi llngkup layanannya bisa berupa transaksl domestik dan transaksl internaslonal (lintas negara atau valuta). Dari transaksi internasional, dapat dlperoleh Jenis Pendapatan yang Iebih bervariasi dibanding transaksi domestik, antara lain:
Pendapatan provisi/komisi dan charges
Pendapatan selisih kurs
Pendapatan in lieu of exchange Tidak semua bank memiliki pengalaman dan kompetensi yang memadai di sektor jasa layanan transaksi internasional, selain harus berupa bank devisa, juga diperlukan international network yang luas, teknologi komunikasi, kelengkapan produk dan jasa yang tersedia serta reputasi internasional sebagai faktor penting dalam transaksi yang berhubungan dengan Letter of Credit (L/C), karena L/C merupakan jaminan bank yang erat terkait dengan faktor trust dan risk. Di Indonesia Bank X termasuk bank papan atas yang memiliki aset dan customer base yang besar. Keunggulan Bank X terutama pada jumlah cabang dan ATM yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia. Sejalan dengan misinya sebagai the biggest payment settlement agency, dengan jaringan cabang yang on-line dan features layanan ATM yang Iengkap, Bank X cukup mendominasi transaksi domestic paymen.t Sedangkan untuk transaksi intemasonal, Bank X telah banyak mempunyai pengalaman, jaringan bank koresponden dan reputasi internaslonal cukup luas selain juga memiliki produk dan jasa yang cukup variatif. Namun demikian performance Bank X untuk transaksi internasional khususnya trade finance tidakiah sebagus market share domestiknya. Dalam karya akhir ini akan dibahas mengenai strategi Bank X dalam meningkatkan fee based income dan transaksi international. Pembahasan difokuskan pada fee based lncomee dari International payment services dan international trade services diluar pendapatan selisih kurs. Analisis dilakukan atas setiap aspek pada lingkungan umum, Iingkungan industri dan lingkungan internal perusahaan. Pendekatan terutama difokuskan pada kondisi dan Strategi Bank X dalam menghasllkan fee based dan transaksl trade servlces dan remittances, termasuk perbandingan tarlf/pricing yang ditawarkan Bank X dibanding beberapa bank pesaing dalam 3 kategori, yaitu bank pemenlntah, bank swasta naslonal dan bank asing. Pemilihan bank koresponden khususnya depository bank juga penting untuk dianalisa mengingat fungsi bank koresponden sebagal supplier, distributor dan kasir bagi Bank X merupakan penunjang utama keberhasilan bisnis internasional. Disamping itu dari transaksl dengan bank koresponden juga menghasilkan pendapatan yang disebut rebate sharing. Dari hasil arialisis dapat ditarik kesimpulan yang akan menjadi acuan atas pengembangan intemational business Bank X dengan tetap bersandar pada core competencnya. Beberapa rekomendasi yang diberikan meliputi:
Perluasan segnien market ke layanan transaksl antar bank, mengingat kebijakan kredit masih tersendat dan potensi Bank X cukup memadai untuk pengembangan jasa outsourcing remittances dan trade services melalui pengembangan produk L/C reissuance atau pnvate labelling.
Perlu adanya tailored service/customizadon berdasarkan prinsip eighty twenty rule atas nasabah korporasi melalul paket produk terpadu, layanan dan tarif khusus, serta bentuk-bentuk layanan lain yang Iebih speslal.
Pengembangan produk TKI remIttance dengan fokus ke negara-negara tujuan TKI. Perlu dllakukan pemasaran langsung oleh cabang-cabang Bank X di daerah kantong-kantong TKI, disamping usaha kerjasama dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja IndonesIa (PJTKI).
Pengembangan interrnationaI network melalui bank-bank koresponden yang dapat menghasilkan bisnis dan memberikan rebate yang menguntungkan.
Pengernbangan teknologl dan media transaksl terutama untuk meningkatkan bisnis layanan antar bank dengan pengembangan sistern aplikasl on-line pada client bank serta peningkatan features layanan Internet banking untuk memenuhi kebutuhan nasabah pada segmen korporasi.
Efisiensi blaya melalul sentralisasi aktlvltas back office yang low customization, sangat diperiukan untuk menlngkatkan efislerisi dan utliltas agar mencapai cost leaderhip bagi layanan outsourcing transaksl antar bank. Dengan telah selesalnya proses divestasi saham Bank X dan kini ada Investor baru dari luar negerl sebagal mitra strategls pemerlntah, maka dlharapkan akan ada beberapa perbaikan kebijakan terutama credit policy dan perubahan orientasi untuk go international sehlngga dapat makin meningkatkan kinerja Bank X.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Budi Hariadi
Abstrak :
Lembaga perbankan telah dikenal di Indonesia sejak jaman pendudukan Belanda Namun perkembangan perbankan nasional Indonesia mulai memasuki babak baru sejak dikeluarkannya paket deregulasi keuangan dan perbankan 1 Juni 1983. Paket tersebut kemudian disusul oleh paket-paket deregulasi lain yang tujuannya adalah menciptakan ìklim usaha yang kondusif di Indonesia. Puncak dari paket deregulasi perbankan adalah dikeluarkannya Paket Oktober 1988 atau dikenal dengan ?Pakto 88? yang memberikan keleluasaan dalam pengelolaan operasional bank. Pakto 88 telah nyata mampu mendorong perkembangan perbankan di Indonesia dalam pertumbuhan jumlah bank, aset, dana maupun kredit perbankan. Pertumbuhan bank-bank baru maupun penambahan kantor bank dan bank yang telah ada meningkat tajam. Pada tahun 1996 ini telah terdapat 240 bank umum dengan lebih dari 5000 kantor bank. Jumlah tersebut masih ditanibah lagi dengan ribuan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Relatif banyaknya jumlah bank yang beroperasi di Indonesia tersebut menyebabkan persaingan antar bank menjadi ketat. Keadaan tersebut ditambah lagi dengan semakin dekatnya era perdagangan bebas dimana bank-bank asing dapat beroperasi di Indonesia. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, setiap bank menyusun strategi bersaing dalam kegiatan perbankannya. Penyusunan strategi bersaing yang tepat berdasarkan analisa ekternal dan internat yang mendasarinya, merupakan masatah strategik yang harus diperhatikan dengan cermat dalam menghadapi ketatnya persaingan perbankan tersebut. Bank Danamon, salah satu bank swasta nasional telah pula menyusun strategi bersaing dalam menghadapi persaingan perbankan yang kian ketat tersebut. Misi yang diemban Bank Danamon adalah menyediakan jasa perbankan terutama pada Layanan perbankan retail. Untuk mencapal misinya tersebut, tujuan jangka panjang Bank Danamon sampai dengan tahun 2000 adalah menjadi pemimpin dalam industri perbankan di Indonesia dengan target memiliki 2000 jaringan kantor bank yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sampai pada tingkat Kabupaten dan bahkan tingkat Kecamatan. Pemilihan misi bisnis pada layanan perbankan retail ini sesuai dengan karakteristik Bank Danamon yang merupakan bisnis inti dan kelompok usahanya, PT Danamon Internasional, yang bergerak hanya pada bisnis jasa keuangan dan perbankan. Dibanding para pesaing terdekatnya, seperti BCA, Bil, BDNT, dan Bank Lippo adalah merupakan salah satu unit bisnis dari induk perusahaannya yang memiliki banyak anak perusahaan dengan berbagai bidang bisnis pula. Dengan posisi demikian, para pesaingnya tersebut mempunyai akses lebih besar ke pasar korporasi dìbandingkan Bank Danamon. Dalam menghadapi persaingan global pada era perdagangan bebas nanti, memasuki pasar retail Iebih menguntungkan bagi perbankan nasional, termasuk Bank Danarnon. Bank-bank asing tidak memiliki local knowledge dan jaringan distribusi bank yang luas untuk memasuki pasar retail di Indonesia. Dengan demikian, bank-bank nasional dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menggarap pasar retail di Indonesia. Kondisi perekonomian makro Indonesia yang beberapa tahun belakang ini mengalami pemanasan atau overheating, memaksa pemerintah Indonesia mengambl kebijakan-kebijakan moneter ketat, Baru-baru ini reserve requiremelt bank dinaikkan dari 3% menjadi 5% yanng berlaku mulai 16 April 1997. Konsekwensinya, meningkatnya cost of fund bank mendorong semakin sengitnya persaingan perbankan di Indonesia dalam penghimpunan dana masyarakat maupun penyaluran kredit Alternatifnya adalah memasuki pasar retal! untuk mendapatkan penghasilan dari sektor imbal jasa (fee based income) sebagai kompensasi hal tersebut. Dari sisi sumber dana, memasuki pasar retail juga lebìh menguntungkan dibandingkan masuk pasar korporasi. Para nasabah retail yang pada umumnya mempunyai tabungan dalam jumlah relatif kecil, lebih tidak terpengaruh pada perbedaan suku bunga. Sebaliknya, nasabah besar yang umumnya adalah korporasi sangat sensitif pada perbedaan tingkat suku bunga. Perbedaan kecil pada tingkat suku bunga menyebabkan perpindahan ke bank lain. Dengan diversifikasi retail, Bank Danamon dapat memperkuat struktur modalnya yang relatif tidak terlalu fluktuatif karena mempunyai komitmen dana jangka panjang dengan harga relatif murah. Untuk mendukung misi bisnis Bank Danamon pada pasar retail, strategi bersaing utama yang dilakukan adaiah strategi pengembangan pasar yaltu melalui pembukaan kantor-kantor bank baru di seluruh wilayah Indonesia sampai pada tingkat Kabupaten dan bahkan Kecamatan. Strategi pengembangan pasar merupakan salah satu key sucsess factor dalam menggarap pasar retail. Sampai dengan tahun 1996 ini, Bank Danamon telah memiliki jaringan lebih dari 350 kantor bank dan dalam waktu dekat ini akan dibuka puluhan kantor bank lagi yang tensebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain strategi pengembangan pasar sebagai strategi utama untuk mencapai tujuannya menjadi pemimpin industri perbankan di Indonesia tersebut, Bank Danamon juga menerapkan strategi penetrasi pasar, pengembangan produk, integrasi horizontal, diversifikasi konsentrik, meningkatkan teknologi pelayanan perbankan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Strategi-strategi tersebut dijaiankan secara serentak dalam menghadapi persaingan perbankan yang kian ketat dewasa ini.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Haryanto
Abstrak :
Memasuki milenium ke tiga, semakin sulit memisahkan mana pasar lokal dan pasar global Batasan fisik tiap negara dengan mudah ditembus oleh berbagai wahana perekonomian modern Industri perbankan sebagai bagian dari perekonomian modem menjadi salah satu target proses globalisasi ini. Perbankan asing yang nota bene memiliki serangkaian keunggulan mulai dari struktur modal, luasnya jaringan , teknologi, dan kualitas sumber daya manusia yang handal menjadi bagian tidak terpìsahkan dan peta persaingan perbankan di Indonesia. Industri perbankan nasional memang masih belum 'sehat', terutama berawal dari likuidasi sejumlah bank medio 1997, hingga kemudian mnelan korban beberapa bank lainnya. Kondisi ini semakin membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap performa bank lokal menururn tajam. Mereka sangat mengkhawatirkan keamanan dana yang mereka simpan di bank. Sementara itu depresiasi rupiah yang tercatat paling rendah selama tiga dasawarsa terakhir, semakin membuat perekonomian nasional terpuruk. Para debitur mengalami kesulitan menjalankan kewajiban kreditnya, mereka harus membayar mahal barang penunjang produksi dan terbebani pula oleh bunga pinjaman dan bank yang mencekik leher. Kolektibilitas debitur kemudian mengalami penurunan dan timbulah berbagai ekses dan kredit bermasalah. Bagi bank, banyaknya kredit bermasalah berarti alcan mengelembungkan dana pencadangan untuk kredit beresiko tersebut. ini berarti akan membuat rasio kecukupan modal mereka sernakin kecil. Bagi debitur hal ini berarti akan seniakin sulit berproduksi dan mungkìn pula berdampak PHK masal bagi para karvawan atau buruhnya. Bank X, sebagai salah satu bank yang selamat dari badai krisis, mencoba menyikapi kondisi sulit ini dengan tetap konsisten menjalankan manajemen bank dengan pnnsip-prinsip prudential banking. Berbagai strategi yang diterapkan, baik untuk sisi funding maupun lending senantiasa diarahkan untuk pelayanan segmen masyarakat yang dilayaninya. Sebagai bank kelas menengah yang lebih berorientasi retail, perusahaan dituntut untuk terus berinovasi dalam pelayanan nasabah, karena dalam ikiim persaingan perbanakan yang hiper kompetitif ini, terlambat mengantisipasi kebutuhan pelanggan berarti bencana besar bagi kelangsungan usaha. Dengan berbagai keterbatasan sumber daya, bank X beruntung memiliki dukungan penuh dari kelompok usaha yang berbasiskan industri consumer goods, yang memiliki likuiditas relatif tinggi. Pada tulisan ini penulis ingin membahas strategi yang dipakai oleh manajemen dalam rangka antisipasi krisis ekonomi yang masih belum menampakan akifir yang membahagiakan, khususnya bagi dunia perbanakan. Berbagai dorongan lingkungan baik segi makro, industri perbankan dianggap sebagai perceived information oleh manjemen yang alcan digunakan sebagai basis pengalokasian sumber daya serta kapabilitas internal perusahaan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T2373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Njoto Hartono
Abstrak :
ABSTRAK
Deregulasi perbankan sejak bulan 1983 bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi dana?dana dari masyarakat yaitu dengan meniadakan pagu kredit serta memberikan kebebasan kepada bank pemerintah maupun bank swasta dalam menentukan kebijaksanaan pengelolaan masing?masing terutama dalarn penentuan tingkat bunga.

Dampak pada dunia perbankan swasta di Indonesia cukup kuat, yaitu dengan munculnya persaingan dalam pengumpulan dana, terutama padd deposito yang populer pada periode tersebut.

Hasilnya adalah terjadi peningkatan pangsa pasar deposit BUSN (Bank Umun Swasta Nasional) dan 24% pada Maret 1983 menjadi 35,5 pada akhir tahun 1988.

Pada tanggal 27 Oktober 1988, Pemerintah mengeluarkan kembali peraturan untuk menata struktur perbankan di Indonesia yang bertujuan mengacu kepada terciptanya keseimbangan antar kelompok bank.

Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan persaingan dan efisiensi dalam mekanisme pasar yang lebih dinamis agar tercapai keadaan perbankan yang makin kompetitif.

Secara garis besar paket deregulasi Oktober 1988 berintikan hal-hal sbagai berikut :

a. Meningkatkan perkembangan dan perluasan kegiatan bank?bank swasta nasional yang didorong dengan memberikan kemudahan dalam hal pembukaan cabang dan untuk meningkatkan bank menjadi bank devisa serrta membuka kembali izin untuk mendirikan bank baru.

b. Membuka kesempatan bagi bank asing untuk beroperasi lebih luas, yaitu dengan mengizinkan pembukaan kantor cabang di enam kota besar di luar Jakarta bagi bank asing yang sudah ada, dan membuka kesempatan kepada bank asing untuk mendirikan bank campuran yang dapat beroperasi di tujuh kota besar.

c. Pelayanan istimewa bagi bank?bank pemerintah terhadap dana BUMN dikurangi, clengan diperbolehkannya penempatan 50 peren dari dana BUMN pada bank swasta nasional.

d. Diberikan perlakuan yang sama terhadap semua kelompok bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB), terutama dalam upaya menciptakan kegiatan dan pertumbuhan bank yang sehat, yaitu denqan rnenetapkan ketentuan mengenai capital adequacy, legal lending limit dan tingkat kesehatan bank.

Dengan demikian setelah era pasca PAKTO 88 ini. manajernen pendanaan menjadi hal yang cukup penting yang perlu dianalisa ampai sejauh mana prestasI suatu bank dapat diukur dari kemampuan manajemennya mengelola dana yang ada dan bagaimana perencanaan yang efektif serta trategi dalam dunia perbankan swasta untuk mencapai efisiensi.

Karena itulah penulis mencoba menulis karya akhir Swasta Menengah Setelah Paket Deregulasi Oktober 1988 yang mana merupakan studi kasus atas lima Bank Swasta Menengah yang kesemuanya berkantor pusat di Jakarta.

Dengan menerapkan berbagai pola kebijaksanaan strategis yang didukung oleh analisa yang cukup maka ke lima Bank Swasta tersebut akan mampu menghadapi situasi persaingan perbankan yang ada dan juga dapat meningkatkan marke-sharenya di Indonesia.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budijono Djodymartono
Abstrak :
Masalah utama yang dihadapi oleh kebanyakan bank-bank umum di Indonesia dewasa ini adalah masih rendahnya tingkat kesehatan mereka. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut, yaitu belum memadainya kualitas manajemen permodalan, kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Di samping itu masih terdapat tiga unsur tambahan yang juga berpengaruh pada penilaian tingkat kesehatan bank, yaitu pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil, pemberian kredit ekspor, dan posisi devisa neto. Rendahnya tingkat kesehatan bank akan membawa dampak negatif bagi bank yang bersangkutan, ditinjau dari segi penerapan asas-asas perbankan, serta segi pembinaan dan pengembangannya. Pengaruh ikutan yang dikhawatirkan bisa timbul adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada bank-bank tersebut. Guna mengatasi masalah di atas Bank Bumi Daya telah melaksanakan berbagai upaya yang diforrnulasikan dalam program perbaikan manajemen. Salah satu cara yang diterapkan adalah pemanfaatan mekanisme kredit sindikasi, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pada upaya perbaikan mutu Ilkuiditas, peningkatan capital adequacy ratio, peningkatan rasio pencapatan kredit usaha kecil, penyelesaian masalah pelanggaran batas maksimum pemberian kredìt, serta pengendalian mutu manajemen assets pada umumnya.Tujuan itu akan bisa dicapai dengan baik apabila pelaksanaan program kredit sindikasi tersebut didasarkan pada strategi manajemen dan strategi pemasaran yang dirumuskan dengan seksama, menggunakan berbagai pendekatan. Tulisan ini berusaha menjabarkan pendekatan itu melalui analisis lingkungan usaha Internal dan anailsis Ilngkungan usaha eksternal, sebagai suatu rangkaian pembahasan yang mengarah pada perumusan strategi pokok manajemen perusahaan dan strategi pemasaran. Dalam analisis internal, dibahas tentang kekuatan dan kelemahan yang secara Internal terdapat dalam perusahaan, serta peluang dan ancaman yang dihadapi langsung dalam industri. Diharapkan melalul analisis tersebut dapat diformulasikan dan diimplementasikan strategi dalam rangka pencapaian misi dan tujuan perusahaaan. Berdasarkan anaIisis tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank Bumi Daya mempunyal unsur-unsur kekuatan yang nilai tertimbangya Iebih besar daripada unsur-unsur kelemahannya. Di samping itu juga diperoleh suatu kesimpuIan bahwa peluang bisnis yang bisa dlporoleh mempunyal nilal tertimbang yang Iebih besar daripada ancaman-ancamannya. Atas dasar perolehan nilal tertimbang yang dievaluasi berdasarkan metode analitical hierarchle process, maka Bank Bumi Daya dimungkìnkan untuk mengembangkan strategl yang agresif dengan mendayagunakan posisi yang menguntungkan tersebut. Anailsis lingkungan usaha eksternal dilakukan untuk membahas pengaruh iingkungan melalul tiga pendekatan yaitu analisis tentang Iingkungan makro (remote environment), Iingkungan industri (industry environment), dan lingkungan operasi (operating environment). Dalam analisis lingkungan makro, pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi merupakan peluang yang menguntungkan bagi Bank Bumi Daya untuk meningkatkan pangsa pasar kredit sindikasi, di samping dukungan faktor-taktor lain seperti perkembangan industri bank, pertumbuhan perdagangan Internasional (khususnya ekspor bukan migas), perkembangan moneter, dan peningkatan penanaman modal. Faktor-faktor ekonomi yang menjanjikan peluang luas tersebut ditunjang pula dengan berbagai kebijakan pemerintah yang berupaya untuk mendorong paranan bank lebih besar lagi dalam perekonomian nasional. Di samping adanya peluang. Bank Bumi Daya juga menghadapi beberapa hambatan dalam upaya meningkatkan pemasaran kredit sindikasi. Hambatan yang dinilai cukup berarti adalah ancaman pendatang baru yang masuk ke dalam industri, sebagai akibat deregulasi sektor perbankan. Di samping itu masih terdapat unsur-unsur penghambat laínnya, seperti ancaman produk subtitusi, kekuatan pembeli dan rivalitas antarpesaing. Rivalitas antarpesaing tersebut menjadi semakin tajam. disebabkan oleh pengaruh faktor struktural seperti beragamnya para pesalng, dan semakin menlngkatnya jumlah kredit yang harus disindikasikan. yang bersumber dari plafon-plafon kredlt yang telah melampaui batas maksimum pemberian kredit. Pangsa pasar Bank Bumi Daya dalam bidang kegiatan kredlt sindikasi ini sebesar 10,41%, menempatkan posisinya pada peringkat keempat setelah bank-bank mlik pemerintah Lainnya. Penulis mengidentfikaskan, kurangnya kegiatan promosi yang dilakukan untuk meningkatkan pemasaran merupakan faktor penyebab terjadinya keadaan tersebut. Disamping itu juga dikarenakan oleh tidak adanya dukungan dan aktivitas penelitian dan pengembangan, serta kurangnya kepedulian pihak manajemen terhadap pengembangan kredit sindikasi. Telaah mengenai posísi bersaing di atas merupakan bagian awal dari analisis lingkungan operasi perusahaan. Di samping itu, dalam analisis tersebut juga dievaluasi mengenai masalah yang bertalian dengan reputasi perusahaan, profil pelanggan, dan profil sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Tiga faktor yang disebutkan terakhir dinilai cukup menguntungkan perusahaan, serta sekaligus merupakan modal dasar bagi Bank Bumi Daya untuk pengembangan kredit sindikasi di masa mendatang. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor internal dan evaluasi faktor-faktor eksternal di atas, maka Bank Bumi Daya terarah untuk menerapkan strategi pengembangan pasar dan pengembangan produk. Pengembangan pasar merupakan strategi pokok perusahaan yang meliputi kegiatan-kegiatan membuka tambahan pasar, menarik segmen pasar lainnya, dan menciptakan manfaat baru dari produk yang telah ada. Upaya menarik segmen pasar lainnya dapat dítempuh dengan jalan meningkatkan peranan dari cabang-cabang Bank Bumi Daya di DKI Jakarta sebagai saturan distribusi, dan meningkatkan kegiatan promosi melalui advertising, sales promotion, serta terutama public relations. Sasaran segmen dan upaya ¡ni adalah bank-bank umum yang mempunyai potensi besar, termasuk mereka yang telah masuk ke dalam pasar sindikasi. Perluasan pasar dapat ditempuh dengan cara membuka pasar regional dan internasional. Pasar regional bisa dikembangkan melalui pemanfaatan cabang-cabang retail di daerah daerah sebagai saluran distribusi. serta meningkatkan kerja sama dengan Bank-Bank Pembangunan Daerah dalam penyaluran kredit sindikasi. Sedangkan pengembangan pasar Internasional dengan cara lebih mendayagunakan peranan kantor-kantor cabang, perwakilan, dan agen di luar negeri sebagal saluran distribusi kredit sindikasi. Dalam strategi pengembangan produk bisa dilakukan dengan modiflkasi serta penarnbahan ciri-ciri baru kredit sindikasi Bank Bumi Daya, serta memberikan sebagian agency fee kepada anggota sindikasi yang mempunyai kontribusi cukup besar, membagikan pengembalian premi asuransi barang jaminan, serta mendistribusikan sebagian dari kegiatan ekspor debitor kepada bank peserta sindikasi. Agar perusahaan dapat mengembangkan rencana-rencana pemasarannya dengan baik serta mampu memanfaatkan sumber daya dengan efisien dan fleksibel, harus dibangun strategi pemasaran yang mampu menjawab tantangan tersebut. Strategi pemasaran tersebut harus diformuiasikan dengan memperhatikan posisi bersaing Bank Bumi Daya dalam pasar sindìkasi, baik sebagai penantang pasar (market challenger) maupun sebagai pengikut pasar (market follower). Sebagai penantang pasar, Bank Bumi Daya dapat meningkatkan pangsa pasar kredit sindikasinya dengan melakukan serangan langsung kepada para pesaing utama, yaitu pemimpin pasar (market leader) serta bank-bank lain yang mempunyai pangsa pasar relatif besar. Di samping itu bisa juga dilakukan beberapa strategi penyerangan lainnya, seperti penyerangan tidak langsung (melalul nasabah debitor) dengan penerapan suku bunga kredit yang lebih rendah, strategi produk prestise dengan melepas kredit bagi proyek-proyek andalan ke pasar sindikasi, perbaikan mutu layanan, strategi inovasi distrbusi, serta melakukan promosi secara intensif. Dalam posisinya sebagal pengikut pasar, strategi cloner dinilai paling relevan untuk diterapkan. Strategi tersebut dicirikan dengan upaya-upaya untuk menyamai atau bahkan melebihi produk yang ditawarkan oleh pemimpin pasar. Apabila hal itu akan dilakukan oieh Bank Bumi Daya, maka fokus perhatian strategi harus terarah pada upaya-upaya pengembangan di bidang organisasi khususnya yang berkaitan dongan unit kerja yang mengelola kredit sindikasi tersebut, pengembangan saluran distribusi, promosi secara intensif, pemeliharaan reputasi, dan strategi di bidang tarif. Penerapan strategi pokok perusahaan dan strategi pemasaran tersebut di atas dipergunakan untuk meningkatkan pangsa pasar kredit sindikasi Bank Bumi Daya dalam industri. Tujuannya tidak lain untuk membantu manajemen dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan bank. Berdasarkan evaluasi tentang penyelesaian seluruh pelampauan batas makslmum pemberian kredit, diperoleh kesimpulan bahwa selain dapat mengatasi masalah legal lending limit, Bank Bumi Daya berturut-turut dapat meningkatkan capital adequacy ratio dari 6,06% menjadi 6,33%, meningkatkan rasio pencapaian kredit usaha kecil dan 9,39% menjadi 12,53% dan menurunkan loan to deposits ratio dari 93,48% menjadi 88,13% . Keempat perubahan tersebut mempunyai dampak langsung dalam mempertinggi tingkat kesehatan bank.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiek Gunawan; Pribadi
Abstrak :
ABSTRAK
Deregulasi perbankan Oktober 1988 memberikan dampak cukup besar terhadap perkembangan Lembaga?Lembaga Keuangan pada umumnya dan khususnya perbankan. Pakto 27 menyebabkan muncul bank?bank baru dan pembukaan cabang-cabang bank baru, yang hampir sebagian besar didukung oleh Kelompok perusahaan besar. Akibatnya persaingan menjadi semakin ketat, sehingga setiap bank akan berupaya agar dapat beroperasi dengan se efisien dan se efektif mungkin.

Bank Prita sebagai salah satu bank swasta nasional devisa yang cukup besar berusaha pula untuk mengembangkan usaha. SaIah satu perwujudannya adalah dengan rnembuka kantor cabang di Pondok Indah. Agar pembukaan Cabang ini dapat disebut layak, maka perlu dilakukan penelitian mendalam baik dan sudut internal maupun eksternal.

Tujuan dari penelitian ini adalah menilai kelayakan dan strategi pembukaan Bank Prita Cabang Pondok Indah, dengan memberikan tekanan pada analisa SWOT, risk area dan strategi bersaing, serta didukung analisa kuantitatif. Berdasarkan analisa SWOT yang dikaitkan dengan mekanisme Analytical Hierarchy Process (AF4P) kami mencoba membuat suatu prioritas kebijakan yang sebaiknya ditempuh oleh manajemen, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Penelitian empiris dilakukan terhadap masyarakat di kawasan pemukiman Pondok Indah dan lima kawasan di sekitarnya, yakni Bintaro Jaya, Cinere, Lebak Lestari Indah, Bona Indah, dan Cirendeu. Penggunaan daftar pertanyaan (questionaires) terhadap 136 sampel dari 10 stratifikasi populasi mengambil bagian dalam penelitian ini.

Dua belas pertanyaan penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah lokasi Bank Prita Cabang Pondok Indah tersebut cukup potensial untuk melanjutkan usahanya? 2. Adakah pembukaan Bank Prita Cabang Pondok Indah dimaksudkan untuk rnenghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua?duanya?

3. Adakah struktur organisasi Baik Prita Cabang Pondok Indah sudah tepat untuk menunjang operasi sehari-hari?

4. Apakah kemampuan manajemen Bank Priita cukup baik untuk mendukung pembukaan Cabang Pondok Indah?

5. Apakan prasarana dan sarana fisik di lokasi Bank Pnita Cabang Pondok Indah dapat menunjang operasi sehari?hari?

6. Apakah citra Bank Prita dapat menjamin/menunjang keberhasilan dan berlangsungnya operasi Bank Prita Cabang Pondok Indah?

7. Apakah sumber dana dan Bank Prita dapat menunjang operasi Cabang Pondok Indah ?

8. Berdasarkan analisa biaya dan rnanfaat, apakah pbukaan Cabang Pondok Indah layak dijalankan?

9. Apakah pembukaan Bank Prita Cabang Pondok Indah dapat rnenunjang operasi Bank Pnita secara keseluruhan?

10. Jenís jasa pelayanan apa saja yang bisa ditawarkan oleh Bank Prita dan mempunyai potensi pemasaran yang cukup baik ?

11. Apakah Bank Prita Cabang Pondok Indah dapat mencapai payback period operaslonal sebelum atau tepat 2 tahun, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia ?

12. Kebijakan?kebijakan manakah yang harus diprioritaskan oleh Bank Prita Cabang Pondok Indah, agar kelangsungan usahanya, baik dalam jangka pendek maupun Jangka panjang dapat terjamin ?

Hasil dari penelitian ini secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

Lokasi Pondok Indah dan sekitarnya memang merupakan pasar yang sangat potensial, terutama untuk menghimpun dana. Dengan demikian strategi Bank Prita menjadikan Cabang Pondok Indah sebagai sumber dana (source of fund) sesuai dengan keadaan ini.

Saat ini kenaikan rata-rata penghimpunan dana yang dicapai oleh Bank Prita cabang Pondok Indeh sebesar Rp. 2,3 milyar per bulan. Berdasarken hasil penelitian kami, bila pangsa pasar dibagi sema rata antara 7 cabang bank yang beroperasi di daerah tersebut, make kenaikan rata?rata pengimpunan dana Bank Prita Cabang Pondok Indah harus dapat mencapai paling tidak sebesar Rp. 3,3 milyar sampai dengan Rp. 4,7 milyar sebulan pada saat ini. Keadaan ini menjadi tantangan Cabang tersebut untuk memperluas pangsa pasarnya.

Struktur organisasi Bank Prita Cabang Pondok Indah cukup tepat untuk menunjang operasi sehari?hari cabang tersebut saat ini. Hal ini ditunjang pula oleh kemampuan manajemen Bank Prita, sarana dan prasarana fisik serta citra dan pelayanan. Sementara itu, kemampuan keuangan Bank Prita juga dapat menunjang pembukaan Cabang Pondok Indah ini.

Penelitian kami juga menunjukkan bahwa faktor pelayanan ternyata menjadi daya tarik tersendlrl bagi masyarakat Pondok Indah dan sekitarnya.

Beberapa kelemahan internal Bank Prlta seperti sempitnya diversifikasi produk, flekaibilitas pemberian Kredit, dan tingkat bunga patut dipertimbangkan untuk bersaing engafl bank-bank lain, terutama pada masa setelah Pakto 27.

Meskipun terdapat kelemahan-kelemahan internal dan Ancaman-ancaman dari eksternal, nampaknya kedua aspek tersebut dapat dikurangi dampaknya oleh dua aspek SWOT yang lain yakni peluang dan kekuatan. Sehingga kelemahan-kelemahan dan Ancaman-ancaman tersebut tidak terlalu memberikan dampak yang signifikan terhadap Bank Prita secara keseluruhan.

Hasil analisa biaya dan manfaat, menunjukkan bahwa pembukaan Bank Prita Cabang Pondok Indah layak dilaksanakan. Cabang ini juga dapat memenuhi persyaratan Bank Indonesia untuk mencapal payback period operasional sebelum 2 tahun sejak mulai beroperasinya.

Selanjutnya, analisa kami juga menunjukkan bahwa selama 17 minggu operasinya Cabang ini memberikan kontribusi positif kepada Bank Prita secara keseluruhan, baik dari segi profitabilitas, aktivitas, menurunnya biaya operasional, maupun sebagal sumber dana dan penyalur dana. Di lain pihak pembukaan Cabang inì ikut menaikkan resiko perbankan (asset and liabilities risk) Bank Prita secara keseluruhan, namun trade-off antara keduanya masih menunjukkan kontribusi positif.

Hasil penelitian ini juge memperlihatkan peluang-peluang yang bisa dimasuki dan dikembangkan oleh Bank Prita Cabang Pondok Indah masih sangat luas. InI mencerminkan pula Prospek yang cukup balk bagi Cabang tersebut.

Namun demikian masih perlu dilakukan penelitian lanjutan Secara lebih mendalam mengenai pangsa pasar dan Jangkauan pemasaran Bank Prita Cabang Pondok Indah, yaitu area pemukiman yang tidak termasuk dalam Jangkauan peneIitian ini. Penelitian lanjutan ini Cukup penting untuk memperkuat hasil identifikasi kekuatan persaingan perbankan di lingkungan Pondok Indah dan sekitarnya secara lebih akurat.

Prioritas kebijakan yang harus ditempuh oIeh manajemen dalam jangka pendek adalah memenuhi persyaratan Bank Indonesia yakni payback period operasional tidak lebih dari dua tahun. Sedangkan prioritas kebijakan dalam jangka panjang adalah mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar (market share).
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiprama Elpantja
Abstrak :
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan Indonesia selama 5 Pelita telah mengangkat peringkat Indonesia menjadi golongan negara berpendapatan menengah rendah. Dengan jumlah penduduk hanipir mencapai 200 juta orang dan pendapatan perkapita pada tahun 1995 sebesar US$ 1.023, Indonesia diperkirakan akan segera menjadi Negara Industri Baru Bahkan, Econit memperkirakan sekitar 15 juta penduduk Indonesia di kota besar telah memperoleh pendapatan perkapita di atas US$ 5.000.

Sejak awal tahun 80?an, pemerintah Indonesia mulai mengurangi peranan sebagai saver dan banker. Pemerintah Iebih memfokuskan diri pada peran sebagai investor dan regulator. Dana masyarakat menjadi semakin penting untuk membiayai pembangunan. Bank sebagai institusi keuangan yang paling dikenal secara luas oleh masyarakat diberikan insentif untuk memobilisasi dana masyarakat, khususnya bank swasta. Berbagai deregulasi diluncurkan oleh otoritas moneter. Jumlah bank swasta umum menìngkat dengan tajam dan hanya 124 bank umum sebelum pakto 88 menjadi 240 bank umum pada awal 1995.

Persaingan pasar bebas yang sudah di ambang pintu akan memperketat persaingan industri perbanakan di Indonesia. Konsumen yang semakin berpendidikan menyebabkan mereka semakin cerewet dalam membell suatu produk, termasuk produk bank. Untuk dapat berhasil memenangkan persaingan di masa depan, bank sudah sepatutnya mempunyai perencanaan stratejik yang baik.

BDNI merupakan salah satu bank papan atas, peringkat-10 dari segi aset pada tahun 1995, yang telah memiliki aset Iebih dari Rp 10 trllyun dan modal disetor lebih dari Rp 150 milyar. Keberhasilan BDNI selama ini diduga keras karena dukungan grup konglomerat besar, yakni Gajah Tunggal grup. BDNI juga dikenal sebagai bank konservatif yang menerapkan pendekatan proaktif-selektif kepada nasabah prima yang umumnya mempunyai hubungan dengan kelompok bisnisnya.

BDNI telah melakukan proses perencanaan stratejik dengan teratur. Visi BONI sudah efektif tetapi misinya belum menyatakan secara jelas pelanggan utama yang ingin dilayani dan komitmem menggunakan teknologi mutakhir. Anailsis matriks evaluasi faktor eksternal menunjukkan BDNI berada di atas rata?rata daiam menjalankan strateginya guna memanfaatkan peluang dan menghindari tantangan. Namun, BDNI perlu lebih mencermati perubahan peraturan perbankan, salah satu komponen penting dan faktor eksternal, di masa depan yang cenderung semakin ketat. Otoritas moneter mempunyai keinginan melahirkan bank swasta nasional yang tangguh dan dapat bersaing dengan bank internasionai. Analisis matriks profil persaingan mendukung dugaan semula bahwa BDNI memiliki posisi lebih baik pada retail banking dibandingkan corporate banking.

Analisis matriks evaluasi faktor internal mengindikasikan faktor internal BDNI berada di atas rata-rata pada industrinya. Namun, kekuatan yang dimiliki oleh BDNI sekarang ini tidak memadai untuk memenangkan kompetisi di masa mendatang. Banyak dari faktor sukses utama pada industri ini yang belum dimiliki oleh BDNI seperti SDM profesional dan sikap proaktif dalam menggunakan teknologi mutakhir.

Tujuan jangka panjang BDNI adalah pertumbuhan aset sebesar 25% sampai 35% per tahun. Tujuan ini kurang menantang dan kurang sejalan dengari misi BDNI yang mementingkan laba yang besar. Selama lima tahun terakhir pertumbuhan aset BDNI mencapai sekitar 40% per tahun. Gabungan strategi akbar dapat digunakan oleh BDNI. Pengembangan produk berbasis teknologi mutakhir, pengembangan consumer banking & private banking, peningkatan pendapatan non-bunga dengan mengintensifkan kegiatan off balance sheet, pengembangan pasar ke Kawasan Indonesia Timur atau kawasan sekitar Indonesia, kerja sama membentuk bank campuran adalah piihan strategi akbar yang layak dijalankan oleh BDNI Di luar itu semua, BDNI sudah sepantasnya menerapkan konsep one stop shopping bagi nasabahnya sebagai pengembangan konsep one stop banking. Konsep ini tidak hanya menyedìakan produk bank tetapi juga produk jasa keuangan lain seperti asuransi, sekuritas, dan multifinance.

Untuk bersaing di masa depan, BDNI tidak dapat hanya mengandalkan strategi efisiensi BDNI harus dapat menciptakan produk khas yang bernilai tinggi di mata konsumen. BDNI harus memperkenalkan produk tersebut melalul sarana publikasi yang ada derigan efektif. BDNI harus berusaha mempunyai produk unggulan pada masing?masing segmen pasar, yakni pada retail banking, consumer banking, private banking, dan corporate banking. Jadi, keberhasilan mengunakan kombinasi dan ketiga strategi bersaing akan menentukan keunggulan bersaing RPM di industi jasa keuangan pada masa yang akan datang.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarot Kristiono
Abstrak :
Bank X merupakan bank ex-LKBB yang sebelumnya hanya berhubungan dengan nasabah korporasi. Setelah merubah jenis usahanya menjadi bank sesuai dengan tuntutan UU Perbankan No: 7 tahun 1992 maka Bank X harus mengikuti semua Ketentuan Perbankan yang berlaku termasuk ketentuan mengenai jumah minimum kredit usaha kecil yang harus disalurkan oleh Bank X. Ketentuan mengenai kredit usaha kecil tersebut menimbulkan kesulitan Bank X dalam memenuhi minimum KUK yang dipersyaratkan. Sejak menjadi bank sampai dengan akhir Desember 1996 Bank X belum pernah mencapai ketentuan minimum yang berlaku. Pada posisi 31/12/96 persentase KUK terhadap kredit dalam rupiah baru mencapai 6,5%, dan jumlah tersebut lebih dari separonya merupakan pembelian SBPU dari bank lain. Dari analsa SWOT diketahui bahwa posisi Bank X terletak di kuadran dimana "Strength" dominan dibandingkan "Weakness" dan :Threats" dominan dibandíngkan "Opportunity". Dengan kondisi tersebut maka Bank X dapat melakukan penguatan di bagian internal untuk mengatasi ancaman yang ada dan meraih kesempatan yang tersedia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas SDM dalam mengelola KUK, mengembangkan jaringan dengan membuka cabang, atau merger dengan bank yang sudah mempunyai jaringan yang luas, serta memanfaatkan teknologi yang cocok untuk retail. Pemilihan alternatif ini dapat dilakukan dengan konsekuensi timbulnya biaya besar dan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Alternatif yang lain adalah dengan melaksanakan "Strategi Penyesuaian" dengan ketentuan yang ada, mengingat di kuadran tersebut menurut Grand Strategy Custers Bank X dapat melakukan joint venture atau aliansi strategis. Aliansi strategis dapat dilakukan dengan BPR atau multi finance, sebagai agen mereka dan menyalurkan KUK. Dalam menangkap ?Peluang? dengan tumbuh pesatnya penjualan sepeda motor yang banyak dibiayai oleh multi finance, maka Bank X dapat menawarkan sindikasi KUK untuk membiayai multi finance. Mengingat banyak bank yang belum dapat memenuhi minimum KUK nya maka kemungkinan besar banyak bank sebagai partisipan yang berminat.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>