Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Hafidz S.
Abstrak :
Pada suatu Perseroan Terbatas dari segi kepemilikan saham terdapat dua jenis yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas dan minoritas memiliki hak dan kewajiban yang sama terutama dalam pengambilan keputusan. Mengenai pengajuan permohonan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada ketua pengadilan negeri seharusnya melalui kesepakatan dan persetujuan bersama. Pada penelitian ini pemegang saham mayoritas dalam permohonannya tidak mengikutsertakan pemegang saham minoritas. Dalam proses permohonan di PN Batam (PN Batam) Majelis Hakim tidak menerima permohonan yang diajukan dengan dasar pertimbangan hukum adanya sengketa yang terjadi diluar pengadilan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai (1) pertimbangan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan RUPS yang tidak mengikutsertakan pemegang saham minoritas; (2) perlindungan hak pemegang saham minoritas dalam pengajuan permohonan RUPS ke pengadilan negeri. Untuk menjawab permasalahan tersebut pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori. Data yang digunakan ialah data sekunder dengan wawancara sebagai data pendukung. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Bentuk hasil penelitian ini berbentuk penelitian eksplanatoris-analisis. Hasil analisis (1) pertimbangan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan RUPS Majelis Hakim PN Batam memiliki pertimbangan bahwa adanya sengketa diluar pengadilan dan tidak diikutsertakannya pemegang saham minoritas dinilai telah salah dalam menerapkan hukum dan melanggarakan prinsip ultra petita dalam permohonan yang diajukan pemohon. Hasil analisis (2) perlindungan hak pemegang saham minoritas dalam pengajuan permohonan RUPS ke pengadilan negeri pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas belum mencakup seluruhnya, perlu diatur lebih lanjut bahwa sebelum pengajuan ke pengadilan negeri perlu adanya persetujuan seluruh pemegang saham, selanjutnya diperlukan penyesuaian terdapat Anggaran Dasar Perseroan terbatas dan demi memperkuat perlindungan hak pemegang saham perlu adanya perjanjian pemegang saham yang dibuat sebelum pendirian Perseroan terbatas. ......A limited Liability Company, there are two types of shareholders, namely majority shareholders and minority shareholders. The rights and obligations between majority and minority shareholders must be fair and balanced, especially in making decisions. Regarding the application for General Meeting of Shareholders to district court chief should be through mutual agreement and approval. In this study, the majority shareholder did not include the minority shareholders on their application. The panel of judges of Batam district court did not accept the application submitted with the considerations that there were disputes that occurred outside the court. The issues raised in this study are: 1. The consideration of the panel of judges in determining the GMS application that did not include minority shareholders; 2. The protection of the rights of minority shareholders in submitting an application for GMS to district court. To answer these problems, this research used a juridical-normative research method with an explanatory research typology. The data used is secondary data with interview as supporting data. The data collection in this research is qualitative. The results of the analysis (1) The consideration of the Batam district court’s panel of judges in determining the GMS application is considered wrongly applied the law and violated the ultra petita principle. The results of the analysis (2) The protection of minority shareholder’s rights in submitting an application for GMS to district court in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company has not been fully covered, it needs to be further regulated that before submitting to district court the approval of all shareholders is required, there is an adjustment in articles of association of Limited Liability Company and in order to strengthen the protection of the rights of shareholders, it is necessary to have a shareholder agreement made prior to the establishment of Limited Liability Company. 
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Fauziah Dwiliandari
Abstrak :
Perkembangan ekonomi global mendorong ekosistem bisnis meningkatkan kesempatan perusahaan dalam mengembangkan dan mengekspansi usahanya. Dinamika pasar modal menghendaki turut berkembangnya mekanisme penawaran umum saham di bursa efek dalam rangka penyelenggaraan perdagangan efek. Perkembangan mekanisme penawaran umum tersebut menjadi salah satu upaya bagi perusahaan untuk memperbaiki struktur finansial perusahaan hingga memperluas jangkauan pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, penawaran umum melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC) sebagai salah satu alternatif penawaran umum perdana yang tengah berkembang di pasar modal internasional, yang utamanya akan mendukung perusahaan rintisan (startup) dan teknologi, serta pelaku UMKM untuk dapat memasuki pasar modal Indonesia dan meningkatkan daya saing di antaranya. Struktur SPAC memiliki similaritas dengan struktur perusahaan cek kosong dan perusahaan cangkang, tetapi konsepsi SPAC memiliki kerangka regulasi yang lebih komprehensif, meskipun tidak menghilangkan risiko-risiko unik dari pelaksanaannya. Penelitian ini akan mengkaji konsepsi, karakteristik, dan pelaksanaan SPAC berdasarkan common wisdom praktik pasar modal. Penelitian ini kemudian menganalisis pelaksanaan SPAC sebagai alternatif penawaran umum perdana di Bursa Efek Indonesia dengan melihat komparasi terhadap praktik pelaksanaannya di Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura melalui pendekatan yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bursa efek ketiga negara tersebut telah mengatur SPAC sebagai alternatif penawaran perdana pada bursa mereka dengan berbagai bentuk perlindungan hukum terhadap risiko-risiko yang dihadapi pemegang saham publiknya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia perlu memperdalam kajian teknis dan kesiapan instrumen hukum untuk menerapkan SPAC di Bursa Efek Indonesia, serta memberikan berbagai bentuk perlindungan hukum yang optimal bagi pemegang saham publik dengan memerhatikan prinsip Good Corporate Governance, prinsip keadilan (fairness principle), dan prinsip keterbukaan informasi. ......Global economic development encourages the business ecosystem to broaden the corporate’s opportunity to develop and expand its business. The capital market dynamics generate the equity public offering mechanism growth in the stock exchange for securities trading. The growth of public offering mechanism becomes one of the corporate’s attempts to fix its financial structure and widen its market reach. In this regard, public offering through a Special Purpose Acquisition Company (SPAC) as a growing initial public offering alternative in the international capital market practices, particularly will support startups and technology business sectors and the MSMEs actors to enter Indonesia’s capital market and increase the business competition within the market. The structure of SPAC has some similarities with the structure of blank check companies and shell companies in general, but the SPAC conception has a more comprehensive regulatory framework, although it does not eliminate the unique risks of its implementation. This research will examine the conception, characteristics, and implementation of SPAC based on the common wisdom of capital market practices. This research then analyzes SPAC as an initial public offering alternative on Indonesia Stock Exchange (IDX) by observing the comparison with the practice of its implementation in the United States, Malaysia, and Singapore, with a normative-juridical approach. This research determines that stock exchanges in the United States, Malaysia, and Singapore have regulated SPACs as an alternative to initial offerings on their exchanges with various forms of legal protection against the risks their public shareholders face. This research concludes that needs to conduct more extensive technical research and readiness of legal instruments to implement SPAC on IDX, as well as provide various forms of optimal legal protection to public shareholders by taking into account Good Corporate Governance, fairness, and disclosure principle.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ridwan Thalib
Abstrak :
Skripsi ini merupakan suatu hasil penelitian bersifat normatif yuridis (kepustakaan) dengan melakukan suatu perbandingan hukum bersifat Perbandingan Hukum Modern Khusus yang meliputi perbandingan Hukum Terapan (Applied Comparative Law). Latar belakang penulisan penelitian ini adalah terdapatnya suatu temuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait dengan keterbatasan-keterbatasan (untuk mengajukan hak gugat, keberatan dan lain-lain termasuk melaksanakan Gugatan Derivatif) dalam hal pengaturan mengenai Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas akibat suatu Aksi Korporasi maupun keputusan tertentu yang berlindung dibalik legalitas keabsahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dimana keberlakukannya banyak dipengaruhi oleh Kepentingan Pemegang Saham Mayoritas. Sedangkan sebagai suatu perbandingan atas Pengaturan di Perundangan lain, yaitu pengaturan dalam UU Korporasi Australia 2001. Penelitian ini menemukan aspek-aspek tertentu dalam UU Korporasi Australia tersebut, yang dapat memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum sebagai manfaat hukum, bagi Pemegang Saham Minoritas, meliputi Pengaturan terhadap Pemegang Saham Minoritas yang memiliki dan mengatur batasan-batasan yang lebih luas dalam hal mengakomodir kepentingan Pemegang Saham Minoritas untuk mengajukan gugatan, permohonan atau tindakan lain demi mencapai Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas atas Aksi Korporasi atau Keputusan Perseroan yang bersentuhan dan memiliki dampak bagi kepentingan Pemegang Saham Minoritas.
This undergraduate thesis is prepared on a literature based (legal normative) research with a comparative study characterized as a Applied Comparative Law. The background of the writings of this research, is based on the findings within the Law No. 40 year 2007 about Limited Liability Company related to its limitations (to file a legal suit, appeal and others, including to undertake Derivative Action) regarding the regulation about the Protection towards the Minority Shareholders from Corporate Actions or other corporate decisions which was taken under the previllege and the legality of the General Meetings, where its validity and process has been recognized to be influenced by the interest of the Majority Shareholders. Whilst as a comparison of other Regulation within different Act, that is the regulating provisions within the Australian Corporations Act 2001. This research found that there are certain aspects in Australian Corporations Act 2001, that can provide sense of justice and legal consistency (as the benefit of the Law itself) for Minority Shareholders, covering the regulations regarding Minority Shareholders which regulates more extentive boundaries in terms of accomodating the interest of the Minority Shareholders in order for them to file a legal suit, an appeal or other actions which can be classified as an action to achieve a comprehensive protection towards the Minority Shareholders from Corporate Actions which may interact and have certain effects towards the interest of the Minority Shareholders.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1328
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan di dalam ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan mengambil studi kasus penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka wakt di PT AMCapital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS Tahunan wajib diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Dengan adanya kata "wajib" di dalam ketentuan tersebut, maka dapat dikatan ketentuan tersebut bersifat imperatif (mandatory rule). Akan tetapi tidak terdapat Konsekuensi Hukum apapun (sanksi dalam bentuk denda, peringatan/teguran atau dalam bentuk apapun juga) terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan tidak adanya sanksi dalam hal terjadi penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam UU PT 2007, maka Penulis mendapatkan juga kesimpulan bahwa tidak terdapat perlindungan hukum terhadap para pemegang saham terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang saham terkait penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
This paper discusses the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders (AGM) which exceed a period as specified in the provisions of Law no. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, by taking a case study of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders exceed period at PT AMCapital Indonesia. The method used in this study is normative juridical research, using secondary data. This study concluded that under the provisions of Article 78 paragraph (2) of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, Annual General Meeting shall be held no later than 6 (six) months after fiscal year end. With the word "shall" in these provisions, it can such provision is imperative (mandatory rule). However, there is not any legal consequences (sanctions in the form of fines, warning / reprimand or in any form) of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period as specified in Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. In the absence of sanctions in the event of implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period specified in the Act PT 2007, the authors have also concluded that there is no legal protection against the shareholders of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period of time stipulated in Law No. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. However, there are efforts that can be done by the relevant shareholders through the annual GMS implementation period specified in the Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1533
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wicaksana
Abstrak :
Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 :Perusahaan Perseroan, untuk selanjutnya disebut PERSERO, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung. Adanya perseroan ini juga tidak terlepas dari semangat menjalankan Pasal 33 UUD 1945. Kewenangan Menteri Keuangan juga telah dialihkann kepada menteri negara pendayagunaan BUMN oleh Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1998. Sehinga permasalah yang akan dibahas adalah bagaimana asas-asas hukum yang melekat pada pemegang saham dan RUPS perusahaan persero, serta apakah kedudukan negara selaku pemegang saham tunggal atau pemegang saham mayoritas yang diwakili menteri negara pendayagunaan badan usaha milik negara menempatkannya pada kedudukannya yang "absolut", mengingat adanya prinsip cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. sifat penelitian untuk penulisan tesis ini adalah penelitian deskriptif dan mengunakan data-data sekunder. Kesimpulannya adalah, Perusahaan Perseroan (PERSERO) indentik dengan perseroan terbatas. Pemegang saham perusahaan perseroan hanya mempunyai hak dan kewajiban sebagai mana tertuang dalam UUPT dan bukan merupakan perangkat yang dapat menentukan kebijakan perseroan.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T40840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Alifah
Abstrak :
Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran hamper menggantikan peranan uang tunai (currency) sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non-tunai yang yang lebih efisien dan ekonomis. Sistem pembayaran non-tunai atau digital merupakan sebuah bentuk sistem atau mekanisme pembayaran yang diselenggarakan secara online melalui internet dengan tujuan transaksi pembelian suatu produk oleh konsumen. Sehubungan dengan semakin tingginya penggunaan non-tunai atau uang elektronik di Indonesia, Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai pengaturan (regulasi) terkait penggunaan teknologi informasi dalam melakukan e-payment, khususnya yang mengenai penggunaan kode digital berupa QR Code. Di bulan Mei tahun 2019, Bank Indonesia (BI) akhirnya menerbitkan suatu aturan standardisasi QR Code sebagai sistem pembayaran, yaitu QR Code Indonesia Standard (QRIS). Saat ini sistem pembayaran berbasis QR Code, yaitu Alipay dan WeChat Pay, adalah sistem pembayaran nomor satu di China. Indonesia kemudian menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran masuknya Alipay dan WeChat Pay. Tidak hanya Alipay dan WeChat Pay, WhatsApp Pay juga direncanakan untuk masuk dan beroperasi di Indonesia mengingat   bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna WhatsApp paling banyak di dunia. Dalam tesis ini, penulis akan menganalisis peraturan-peraturan hukum dan prosedur-prosedur hukum terbaru saat ini di Indonesia yang harus dipahami dan dilakukan oleh WhatsApp Pay sehingga WhatsApp Pay dapat dengan sukses masuk dan dioperasikan di Indonesia. Penulis juga akan mengaitkan dengan pelanggaran-pelanggaran hukum atas penggunaan WeChat Pay saat awal masuk ke Indonesia sehingga WhatsApp dapat berkaca dan tidak mengulangi kesalahan yang sama atas penggunaan awal WeChat Pay di Indonesia. ......Technological advances in the payment system nearly replaced the role of cash (currency) as a means of payment into a form of non-cash payment that is more efficient and economical. A non-cash or digital payment system is a form of payment system or mechanism that is held online via the internet for the purpose of purchasing a product by consumers. In relation with with the increasing use of non-cash or electronic money in Indonesia, Bank Indonesia has issued various regulations (regulations) related to the use of information technology in conducting e-payments, particularly regarding the use of digital codes in the form of QR Codes. In May 2019, Bank Indonesia (BI) finally issued a standardization rule for QR Code as a payment system, called QR Code Indonesia Standard (QRIS). In the present for QR Code-based payment systems, that is Alipay and WeChat Pay, are the number one payment systems in China. Indonesia then became one of the targeted countries for Alipay and WeChat Pay. Not only Alipay and WeChat Pay, but WhatsApp Pay is also planned to enter and operate in Indonesia considering that Indonesia is one of the countries with the most WhatsApp users in the world. In this thesis, the author will analyze the latest current legal regulations and legal procedures in Indonesia that WhatsApp Pay must understand and do so that WhatsApp Pay can successfully enter and operate in Indonesia. The author will also relate to the legal violations of the use of WeChat Pay when he first entered Indonesia so that WhatsApp can reflect and not repeat the same mistakes for the initial use of WeChat Pay in Indonesia. In this thesis, the author will analyze the latest legal regulations and legal procedures in Indonesia that must be understood and performed by WhatsApp Pay so that WhatsApp Pay can successfully enter and operate in Indonesia. The author will also relate to the legal violations of the use of WeChat Pay when they first entered Indonesia so that WhatsApp can reflect and not repeat the same mistakes for the initial use of WeChat Pay in Indonesia
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Ardyanto
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kondisi darurat sebagai penyimpangan ketentuan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dengan peninjauan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung nomor 660/PDT/2020/PT.BDG. Dalam Putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG ditemukan pertimbangan bahwa kondisi darurat digunakan sebagai alasan pembenar terhadap penyimpangan ketentuan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah kriteria kondisi darurat yang digunakan sebagai penyimpangan Undang-Undang Perseroan Terbatas terkait penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif, dan metode analisa data kualitatif. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa kriteria yang dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam mempertimbangkan kondisi darurat sebagai alasan pembenar terhadap penyimpangan pengaturan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham dalam putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG tersebut adalah keliru dan tidak sesuai dengan UUPT 2007. Selain itu, adanya permasalahan tersebut menunjukkan tidak adanya kejelasan pengaturan hukum di Indonesia terkait indikator/kriteria kondisi darurat yang dapat digunakan, khususnya sebagai penyimpangan pengaturan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham; dan pihak Notaris yang tidak cermat dalam menerapkan ketentuan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham. Dengan penelitian ini, diharapkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat memperjelas norma hukum terkait kriteria atau indikator kondisi darurat sebagai alasan pembenar dari penyimpangan UUPT, para hakim di Indonesia tidak menetapkan kondisi darurat secara subjektif, serta pihak Notaris untuk selalu dengan cermat dapat menerapkan ketentuan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham. ......This Thesis discusses “Emergency Condition” as a deviation of Law number 40/2007 concerning limited liability companies and its connection with the regulation concerning the shareholders general meeting holding by analyzing Bandung High Court decision number 660/PDT/2020/PT.BDG. In the mentioned decision is found that an “emergency condition” was used as a justification for law irregularities in holding the shareholders’ general meeting. The Research problem in this study is the criteria of emergency condition which is used in Bandung High Court Number 660/PDT/2020/PT.BDG as a Deviation of Law 40/2007 concerning Regulation of Holding the General Meeting of Shareholders. This Research method uses normative juridical approach, qualitative analysis, and prescriptive typology. The result of this research put forward that the emergency condition criteria used by Bandung High Court Decision number 660/PDT/2020/PT.BDG as a Deviation of Law 40/2007 does not comply in accordance with Indonesia applicable law. This Research bring forward that the problems concerning the difference of judge’s judgement regarding the notary deed shows the lack of clearness in Indonesia Law concerning the criterias/indicator that can be used as a justification for violating the shareholder general meeting’s regulations; and also the Notary party who did not properly implement the regulation of holding the general meeting of shareholders in accordance with applicable law in Indonesia. Therefore, it is recommended that the legislative power in Indonesia might establish a clear and firm criteria for an “emergency condition” which could be used as a deviation from the regulation of holding the General Meeting of Shareholders in Indonesia, for judges not to solely determine emergency condition subjectively, and for Notaries must always be able to thoroughly properly implement the regulations for holding a general meeting of shareholders.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuisang, Edwin Jeffry Herald
Abstrak :
Tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham, direksi, dan komisaris dalam Perseroan Terbatas (PT) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, di sisi lain Undang-undang tersebut juga mengatur mengenai hal-hal tertentu yang dapat mengakibatkan pertanggungjawaban pribadi pemegang saham, direksi, dan komisaris. Pada kenyataannya, sifat dan tanggung jawab "terbatas" suatu perusahan (PT) bukanlah suatu harga mati yang absolut karena terdapat suatu potensi yang mendatangkan bahaya dan kerugian apabila karateristik tersebut disalahgunakan. Penyalahgunaan status badan hukum perseroan akan merugikan pihak lain dalam hal ini pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perseroan, bukan hanya terbatas pada pemegang saham termasuk karyawan, pemasok (supplier), pelanggan/nasabah, distributor, bahkan juga termasuk masyarakat yang ikut memberi kontribusi terhadap keberhasilan perusahan yang nantinya akan menanggung dampak dan kerugian operasional dari perusahaan. Sampai batas-batas tertentu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 mengakui berlakunya teori piercing the corporate veil. Penerapan teori piercing the corporate veil ke dalam tindakan suatu perseroan menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan tersebut (meskipun dia berbentuk badan hukum), tetapi pertanggungjawaban hukum dapat juga dimintakan terhadap pemegang sahamnya, bahkan penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya, juga membebankan tanggung jawab hukum kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi atau komisaris. Prinsip piercing the corporate veil yang melegitimasi pemindahan kewajiban hukum dari pundak suatu perusahaan perseroan ke pihak lain seperti pemegang saham direksi, dan komisaris tersebut, mempunyai tujuan utama yaitu untuk melindungi pihak stakeholders dari tindakan yang salah oleh pemegang saham, komisaris dan direksi meskipun tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Dilihat dari sudut pandang masyarakat, pada umumnya adanya lembaga penyingkap tabir perseroan atau penerobosan pertanggungjawaban pribadi tersebut merupakan suatu kemajuan yang berarti. Hal itu disebabkan karena masyarakat pada umumnya akan mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan pemegang saham maupun pengurus perseroan yang dapat merugikan mereka. Keadaan tersebut menunjukan bahwa suatu Perseroan Terbatas tidak boleh digunakan semata-mata sebagai alat oleh yang bersangkutan mencapai tujuannya. Selain itu juga, prinsip tersebut akan meningkatkan kehati-hatian pemegang saham serta pengurus-pengurus Perseroan Terbatas dalam berusaha.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuneanto Ariwibowo
Abstrak :
ABSTRAK
Anggota direksi dalam melaksanakan tugasnya memiliki resiko bertanggung jawab secara pribadi. Saat ini terdapat kecenderungan anggota direksi melakukan perjanjian pisah harta untuk membatasi tanggung jawab pribadinya. Tesis ini mengkaji tentang keberadaan perjanjian pisah harta untuk membatasi pertanggung jawaban anggota direksi dalam hal perseroan terbatas merugi akibat kelalaian anggota direksi tersebut dan perlindungan hukum terhadap kreditur apabila anggota direksi tersebut memiliki perjanjian pisah harta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pisah harta yang dilakukan anggota direksi yang bersalah atau lalai yang menyebabkan perseroan terbatas rugi dapat membatasi tanggung jawab anggota direksi tersebut apabila perjanjian pisah harta dibuat sebelum perkawinan dilakukan dan dalam bentuk akta notaries. Kreditur memang tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dalam hal anggota direksi memiliki perjanjian pisah harta. Namun demikian kreditur tetap dapat melakukan upaya hukum lainnya agar kepentingannya terlindungi dengan meminta dibuatnya asuransi jabatan direksi atau melakukan gugatan Actio Pauliana. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan bahan hukum sekunder sebagai bahan utama
ABSTRACT
Board of directors in carrying out their duties have personal responsibility risk. Currently, there is a tendency of the directors entered into a separation of property agreement to limit personal liability. This thesis examines the existence of separate property agreement to limit liability of the directors in terms of a limited liability company lost due to the negligence of the directors and the legal protection of creditors if the board member has a separate property agreement. The results showed that the separation of property agreement of the members of the board of directors at fault or negligence which causes loss of limited liability may limit the liability of directors when the separation of property agreement made ​​before marriage done and in a notary deed. The lender did not obtain adequate legal protection in the event a director has an agreement separate property. However, lenders can still make other remedies that protected its interests by requiring insurers made ​​the position of directors or making claims Actio Pauliana. The research was conducted by using normative juridical, with secondary materials as the main materials
Universitas Indonesia, 2013
T33309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Radhitya
Abstrak :
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh terhadap kepentingan Pemegang Saham Publik di PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan bagaimana pelaksanaan kewenangan pemerintah sebagai pemegang saham seri A dwi warna di PT Perusahaan Gas Negara Tbk sebelum dan sesudah pengalihan saham milik negara di PT Perusahaan Gas Negara Tbk ke PT Pertamina (Persero) terkait pengalihan saham milik negara di PGN ke PT Pertamina (Persero) (Pertamina). Sebagaimana diketahui jika saham seri B milik pemerintah dialihkan seluruhnya ke Pertamina, sehingga Pertamina menjadi holding dari PGN, dan PGN menjadi Subholding Gas dimana PT Pertamina Gas menjadi anak usaha PGN dan mempengaruhi status PGN dimana Persero hilang dan pemerintah memberikan kuasa kepada Pertamina atas hak-hak pemegang saham seri A dwiwarna. Penelitian hukum ini bersifat deskriptif kualitatif, menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif. PGN menjalankan usahanya berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan dan di dalam Anggaran Dasar Perseroan dijelaskan hak-hak dari pemegang saham Seri B dan hak-hak dari pemegang saham Seri A Dwiwarna. Namun terdapat perbedaan antara kewenangan pemegang saham Seri B dan pemegang saham Seri A dwiwarna sebagaimana tercantum di dalam Anggaran Dasar Perseroan PGN sebelum dan setelah restrukturisasi. ......This study aims to find out whether there is an influence on the interests of Public Shareholders at PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) and how the government's authority as a series A dual color shareholder at PT Perusahaan Gas Negara Tbk is exercised before and after the transfer of state-owned shares at PT Perusahaan Gas Negara Tbk to PT Pertamina (Persero) regarding the transfer of state-owned shares in PGN to PT Pertamina (Persero) (Pertamina). As is well known, if the government's Series B shares are entirely transferred to Pertamina, Pertamina will become PGN's holding, and PGN will become Subholding Gas where PT Pertamina Gas becomes a subsidiary of PGN and will affect PGN's status where Persero is lost and the government gives power to Pertamina over the rights bicolor series A shareholder. This legal research is descriptive qualitative, using normative juridical research methods. PGN runs its business based on the Company's Articles of Association and the Company's Articles of Association explain the rights of Series B shareholders and the rights of Series A Dwiwarna shareholders. However, there is a difference between the authority of the B Series shareholder and the Dwiwarna Series A shareholder as stated in the PGN Company Articles of Association before and after the restructuring.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>