Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suci Purwati, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam literatur keuangan: disebutkan bahwa tingginya tingkat permintaan akan saham suatu emiten terkait dengan ekspektasi investor akan potensial keuntungan yang dapat diberikan oleh saham tersebut. Salah satu potensi keuntungan dalam bermain saham adalah kesempatan untuk memperoleh dividen. Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada semua pemegang saham. Biasanya, dilakukan satu tahun sekali. Bentuk dari dividen itu sendiri, bisa berupa uang tunai ataupun bentuk penambahan saham.

Dividend Discount Model (DDM) mengasumsikan bahwa nilai saham merupakan present value dari semua dividen yang akan diterima di masa depan. Dengan menggunakan asumsi bahwa dividen yang akan diterima di masa depan akan tumbuh pada tingkat yang konstan selama peri ode tak terbatas, maka persamaannya dapat disederhanakan menjadi: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara besamya dividen, required rate of return, dan growth dengan harga saham. Selain itu, untuk membuktikan sejauh mana pengaruh besamya dividen, required rate of return, dan growth secara bersama-sama terhadap harga saham.

Ruang lingkup penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan membagikan dividen tunai untuk tahun buku 2003. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian studi kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang tersedia bagi publik, seperti data publikasi pada Indonesian Capital Market Directo1y maupun internet, berupa laporan keuangan perusahaan yang terdaftar pada bursa efek jakarta periode tahun 2001-2003, tingkat bunga SBI bulanan tahun 2003, IHSG tahun 2003, serta data tentang harga saham itu sendiri di tahun 2003.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.873, dan persamaan regresi V = 705.746 + 14.766 D- 1160.174 k + 2672.957 g. Dengan menggunakan uji signifikansi t, diketahui bahwa hanya variabel dividen saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Variabel dependen lainnya, yaitu: required rate of return, dan growth tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham Adapun nilai koefisien deterrninan (R2) sebesar 73.40%, menunjukkan bahwa harga saham dipengaruhi oleh besamya dividen, required rate of return, dan growth sebesar 73.40%, sedangkan pengaruh faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti adalah 26.60%. Dengan menggunakan uji F pada tingkat signifikansi 0.05, dapat dibuktikan bahwa nilai Sig > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa besamya dividen, required rate of return, dan growth secara bersama-sama mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.

Dalam rangka memperoleh cross section regression yang bisa dipertanggungjawabkan, maka telah dilakukan uji multicollinearity yang menghasilkan VIF hitung sekitar 1. Hal 1m berarti tidak terdapat hubungan antar variabel independen (tidak teijadi multicollinearity).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa setiap peningkatan dividen dan growth akan meningkatkan harga saham, oleh karena itu para investor sebaiknya membeli saham perusahaan yang membagikan dividen dan merniliki growth yang tinggi dengan harapan dapat meningkatkan nilai investasi saham mereka. Selain itu, mengingat bahwa karya akhir ini merniliki kelemahan, terutama pada keterbatasan data dan periode penelitian, maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan penyempurnaan yang diperlukan. Bagi para peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat topik yang sama agar meneliti kemungkinan adanya perbedaan hasil penelitian apabila: mengganti indikator variabel dividen, mengklasifikasikan variabel-variabel penelitian untuk setiap sektor industri secara spesifik, melakukan penelitian pada kondisi pasar yang sedang lesu, ataupun menambah variabel independen lainnya, misalnya valuta asing.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triharyadi Fibrianto Setyawan
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk melakukan analisis di bursa saham, seorang investor bisa menggunakan 2 (dua) pendekatan/analisis. Pendekatan. Yang pertama adalah pendekatan berdasarkan analisis fundamental. Dengan pendekatan ini, investor mengambil keputusan jual/tahan/beli berdasarkan data fundamental perusahaan. Sedangkan pendekatan- kedua menggunakan analisis teknikal. Pendekatan kedua ini digunakan oleh investor berdasarkan harga dan volume perdagangan di masa lalu.

Analisis teknikal - atau ada pula yang mengistilahkannya sebagai visual analysis atau chart analysis - meski secara teoritis agak bertentangan dengan metode analisis dan teori atau hipotesis yang telah ada dan lebih dipercaya sebelumnya - yakni analisis fundamental dan efficient market hyphotesis - para analis teknikal, atau dikenal juga dengan istilah technicians, meyakini bahwa jika metode tersebut jika diterapkan secara benar bisa memberikan keuntungan yang lebih optimal kepada pemodal di industri sekuritas manapun di dunia. Secara prinsip bahk:an oleh salah pakar analisis teknikal disebutkan bahwa "chartists are cheating, because it is a short cut form offundamental analysis".

Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan analisis teknikal sebagai salah satu tools dalam berinvestasi di pasar modal. Selain itu, output dari penelitian ini adalah agar adanya panduan bagi investor dalam melakukan investasi di pasar modal terkait dengan indikator analisis teknikal yang cocok diterapkan di Bursa Efek Jakarta.

Setelah melalui penyaringan, akhimya terpilih 3 saham yang digunakan sebagai objek penelitian. Ketiga saham tersebut adalah: saham PT Astra futemasioal Tbk. (ASII), saham PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Adapun indikator analisis teknikal yang digunakan adalah: simple moving average (SMA), weighted Moving average (WMA), exponential moving average (EMA), simple moving average crossover (2 garis), weighted moving average crossover (2 garis), exponential moving average crossover (2 garis), MACD centerline crossover, histogram MACD, RSI MACD dan aturan sebaran normal, RSI dan batasan oversold/overbought, RSI, batasan oversold/overbought berdasarkan aturan sebaran normal, directional movement (DM), directional indicator (DI), accumulation distribution dengan moving average.

Penelitian yang dilakukan memperoleh beberapa hasil. Hasil penelitian yang pertama didapatkan bahwa dengan menggunakan bantuan analisis teknikal dalam melakukan investasi di Bursa Efek Jakarta akan didapatkan hasil investasi yang lebih besar dibandingkan dengan hanya berpedoman pada strategi buy and hold saja.

Hasil penelitian kedua adalah bahwa 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham ASII berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001- Desember 2004 adalah: simple moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 28 periode dan jangka panjang sebesar 45 periode dengan return sebesar 823,61% selama 4 tahun transaksi, weighted moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 46 atau 47 periode dan jangka panjang sebesar 52 periode dengan return sebesar 816,68% selama 4 tahun transaksi dan exponential moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 13 atau 12 periode dan jangka panjang sebesar 85 atau 88 periode dengan return sebesar 621,94% selama 4 tahun transaksi. 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham GGRM berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001- Desember 2004 adalah: RSI MACD dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 23 periode, periode deskriptif sebesar 49 periode dan Z sebesar 2,3 dengan return sebesar 114,33% selama 4 tahun transaksi; RSI dan batasan oversold/overbought dengan periode RSI sebesar 18 periode, periode pemulusan RSI sebesar 4 periode, batasan oversold sebesar 45 dan batasan overbought 60 dengan return sebesar 105,50% selama 4 tahun transaksi; RSI, batasan oversold/overbought dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 18 periode, periode pemulusan RSI sebesar 5 peri ode, peri ode deskriptif sebesar 100 peri ode dan nilai Z sebesar 2.3 dengan return sebesar 104,24% selama 4 tahun transaksi. 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham AALI berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001 - Desember 2004 adalah: RSI, batasan oversold/ overbought dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 15 periode, periode pemulusan RSI sebesar 5 periode, periode deskriptif sebesar 60 periode dan nilai Z sebesar 0,2 dengan return sebesar 1935,20% selama 4 tahun transaksi; RSI MACD dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 28 periode, periode deskriptif sebesar 48% dan Z optimal sebesar 0,4 dengan return sebesar 1092,07% selama 4 tahun transaksi; histogram MACD dengan peri ode RSI sebesar 14 periode, batasan oversold sebesar 39% dan batasan overbought adalah sebesar 97 atau 98% dengan return sebesar 854,58% selama 4 tahun transaksi.

Transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikator yang terpilih pada saham AALI memberikan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan hanya menggunakan strategi buy and hold saja, kecuali untuk indikator histogram MACD. Sedangkan transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikator yang terpilih pada saham ASII memberikan hasil yang lebih menguntungkan hanya pada satu indikator saja yaitu indikator exponential moving average crossover jika dibandingkan dengan hanya menggunakan strategi buy and hold. Di lain pihak, transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikatot yang terpilih pada saham GGRM semuanya memberikan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan jika hanya menggunakan strategi buy and hold.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Hans Tanova
Abstrak :
ABSTRAK
Krisis yang melanda industri tekstil dan alas kaki tampaknya masih terus berlanjut. Tantangan untuk merestrukturisasi hutang, restrukturisasi alat dan mesin serta kuota ekspor memaksa pemerintah bekerja keras membenahi sektor ini. Sehubungan dengan hal tersebut, saham-saham sektor ini turut merasakan imbasnya dan tidak lagi menarik minat investor. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana pengaruh variable return pasar, ekonomi makro, serta karakteristik industri terhadap kinerja saham industri tekstil dan alas kaki di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Return pasar diwakili oleh IHSG, sedangkan variabel ekonomi makro yang dimaksud meliputi perubahan nilai tukar dollar AS terhadap Rupiah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk satu bulan, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat inflasi. Sementara variabel karakteristik industri diwakili oleh jumlah ekspor dan impor sektoral, dimana seluruhnya menggunakan data bulanan. Analisa dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda melalui empat tahapan. Pertama, regresi untuk melihat pengaruh pasar (IHSG) secara spesifik. Kedua, regresi untuk melihat pengaruh IHSG dan variabel ekonomi makro. Ketiga, regresi untuk melihat pengaruh IHSG dan karakteristik industri secara sektoral, dan regresi k eempat bertujuan untuk melihat pengaruh variabel pasar (IHSG), ekonomi makro, dan karakteristik industri secara bersama-sama. Adapun alat bantu yang digunakan untuk pengolahan data adalah program software Eviews versi 3 .1. Tehnik penarikan sampel menjaring 17 saham yang terdiri dari 14 saham industri tekstil yaitu ARGO, ERTX, ESTI, HDTX, INDR, KARW, MYRX, POLY, RDTX, RICY, SRSN, SSTM, TEJA, TFCO serta 3 saham industri Alas Kaki yaitu BATA, BIMA dan GDWU yang listing di BEJ. Hal ini dilakukan mengingat adanya keterbatasan data yang memenuhi periode pengamatan dari Juli 1998 sampai dengan Desember 2003. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang beragam terhadap kinerja saham industri tekstil dan alas kaki. Sebagian variabel independen memiliki pengaruh baik positif maupun negatif, tetapi sebagian lainnya tidak signifikan mempengaruhi return saham industri tekstil dan alas kaki.
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Priotomo
Abstrak :
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh De Bondt dan Thaler (1985) dengan menggunakan data pasar modal Amerika Serikat (NYSE), telah menemukan suatu anomali baru yang bertentanggan dengan teori pasar efisiensi yang dikenal fenomena reaksi yang berlebihan (overreaction phenomenon). De Bondt dan Thaler menemukan bahwa saham­ saham yang menunjukkan tingkat pengembalian ekstrim positif (winner) atau negatif (loser) selama suatu periode akan mengalami pembalikan tingkat pengembalian (return) pada periode berikutnya atau return dari saham loser akan mengungguli saham winner. Pada penelitian ini, penulis akan mencoba mengamati apakah keberadaan anomali overreaction terdapat di Bursa Efek Jakarta khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar produksi, dan perdagangan eceran selama tahun 200 I sampai dengan tahun 2003 serta melihat apakah anomali overreaction yang terdapat di BEJ merniliki ciri-ciri yang sama dengan anomali overreaction yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya oleh De Bondt-Thaler. Penelitian ini menggunakan data return saham yang terdapat pada industri tekstil, perdagangan besar produksi, dan perdagangan eceran sesuai dengan periode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang sama digunakan oleh De Bondt-Thaler yaitu menggunakan perhitungan saham-saham winner dan loser yaitu dengan menggunakan metode market adjusted excess returns dimana Oit - Rjt - Rmt, dimana winner dan loser portfolio dibentuk berdasarkan penerimaan return yang berlebihan dimasa lampau. Dengan membagi periode penelitian menjadi dua yaitu periode tiga bulanan dan periode tahunan untuk setiap periode pembentukan portofolio dan periode observasi portofolio. Proses selanjutnya adalah menguji tingkat pengembalian yang diamati dengan uji signifikansi t­student. Berdasarkan pada perhitungan yang diperoleh, dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan periode tiga bulanan anomali overreaction tidak terjadi. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya hipotesis dari overreaction, dimana anomali overreaction terjadi apabila ACAR loser > 0 dan ACAR winner< 0, serta ACAR loser - ACAR winner>0, sedangkan berdasarkan perhitungan yang didapat pada akhir periode atau bulan ke-3 dari rata-rata replika pada akhir bulan ke-3 atau periode replika yang ada, nilai ACAR loser sebesar -0.07474 dan ACAR winner sebesar 0.022299, serta ACAR loser- ACAR winner sebesar -0.09704, dengan tingkat signifikasi setiap bulan atas nilai dan nilai selisih CAR loser dan winner dari seluruh replika yang ada yang sangat rendah dibawah nilai t-tabelnya sehingga pada periode ini anomali overreaction tidak tetjadi. Lain halnya dengan basil perhitungan yang menggunakan periode penelitian tahunan, gejala overreaction terlihat atau terjadi secara keseluruhan dalam seluruh periode dari replika yang ada. Dimana secara rata­ rata selama tahun 200 I sampai dengan 2003 ACAR winner < 0 untuk seluruh periode atau bulan pada periode penelitian, dengan ACAR winner pada akhir periode replika (bulan ke-12 atau bulan Desember) sebesar -0.09947 atau -9,947% dan ACAR loser > 0 dengan nilai ACAR loser pada akhir periode replika sebesar 0.710259 atau 71,0259%, serta nilai ACAR loser - ACAR winner > 0 dengan nilai Selisih ACAR loser dan winner pada akhir periode sebesar 0.809733 atau 80,9733% dengan tingkat signifikasi atas selisih CAR loser dan winner yang ada sangat signifikan sebesar 8.29438 pada akhir periode replika yaitu pada bulan ke-12 atau bulan Desember, diatas nilai t-tabel dengan taraf nyata 10% sebesar 3.077685. Maka hasil dari perhitungan dari dua rata-rata replika tersebut memenuhi hipotesis dari overreaction tetapi hanya pada hipotesis ketiga saja, dimana untuk hipotesis pertama dan kedua walaupun nilai ACAR winner< 0 dan ACAR loser> 0 tetapi tingkat signifikasinya dibawah nilai critical value-nya yaitu pada akhir tahun dengan tingkat signifikasi 10% tingkat signifikasi loser hanya sebesar 1.6792 < dari critical value-nya sebesar 1.886 dan signifikasi winner sebesar -0.1911 < dari critical value-nya sebesar -1.886, sehingga pada periode penelitian tahunan pun anomali overreaction tidak terjadi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sylvia
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang tengah dilanda krisis, terdapat saham-saham yang mampu bertahan dan hampir tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi politik, yang oleh para analis dan investor di pasar modal dikategorikan sebagai defensive stocks. Saham-saham ini biasanya berasal dari emiten yang bergerak di bidang komoditi utama atau yang setiap saat dibutuhkan oleh konsumen dan memiliki pasar yang luas. Beberapa saham yang termasuk dalam kategori tersebut adalah saham perusahaan sektor industri consumer goods, terutama dari sektor industri makanan-minuman dan rokok. Dari perbedaan yang tetjadi itu maka dilakukan penelitian guna mengetahui ada atau tidaknya pengaruh faktor-faktor ekonomi makro dan karakteristik terhadap kinetja saham saham perusahaan sektor industri consumer goods. Dan seberapa signifikan pengaruh faktor-faktor ekonomi makro seperti IHSG, SBI, Inflasi, Uang beredar dan nilai tukar dan karakteristik seperti nilai ekspor dan impor terhadap kinetja saham saham perusahaan sektor industri consumer goods. Analisa dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda melalui empat tahapan. Pertama regresi terhdap pengaruh pasar (IHSG), kedua regresi untuk melihat pengaruh IHSG dengan variabel ekonomi makro. Ketiga, regresi untuk melihat pengaruh IHSG dengan karakteristik nilai ekspor dan impor industri makanan, rnnuman dan rokok. Dan Keempat regresi untuk melihat pengaruh bersama sama variable ekonomi makro, pasar (IHSG) dan tingkat kesehatan bank. Teknik penarikan sampel silakukan pada 16 saham industri makanan dan minuman yaitu Ades Alfindo Tbk (ADES), Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), Aqua Golden Missisipi bk (AQUA), Cahaya Kalbar Tbk (CEKA), Davomas Abadi Tbk (DA VO), Delta Djakarta Tbk (DL T A), Indo food Sukses Makmur Tbk (INDF), Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), Mayora Indah Tbk (MYOR), Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN), Sari Husada Tbk (SHDA), Sekar LautTbk (SKLT), SMART Tbk (SMAR), Siantar Top Tbk (STTP), Suba Indah Tbk (SUBA), Tunas Barn Lampung Tbk (TBLA), dan Ultra Jaya Milk Tbk (ULTJ). Serta 4 saham industri rokok yaitu BAT Indonesia Tbk (BATI), Gudang Garam Tbk (GGRM), H.M.Sampoema Tbk (HMSP), Bentoel lndonesia Inv,Tbk (RMBA). Hasil pengolahan data menunjukan tingkat pengembalian pasar yang signifikan mempengaruhi tingkat pengembalian saham industri makanan, minuman dan rokok. V ariabel makro tidak signifikan mempengaruhi tingkat pengembalian saham. Oleh karenanya, kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian saham industri makanan, minuman dan rokok. Sedangkan karakteristik nilai ekspor dan impor tidak signifikan mempengaruhi tingkat pengambalian saham. Hal ini menunjukan saham industri makanan, minuman dan rokok memang stabil dalam setiap kondisi dan keadaan.
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareta Theodora R.
Abstrak :
ABSTRAK
Suatu perusahaan dapat menciptakan nilai bagi para pemegang sahamnya, ketika perusahaan tersebut melakukan investasi pada suatu proyek yang memiliki return lebih besar daripada cost of capital-nya. Dengan demikian nilai perusahaan akan menjadi ukuran yang penting dalam mengambil keputusan untuk melakukan pembelian saham atau nilai perusahaan ini akan berpengaruh pada harga saham di bursa efek. Oleh karena itu, dalam karya akhir ini akan dilakukan analisis hubungan antara EVA dan MVA terhadap harga saham perusahaan dalam industri barang-barang konsumsi.

Alat analisis yang digunakan dalam karya akhir ini: o EVA (Economic Value Added), digunakan untuk mengetahui laba ekonomis dari sebuah perusahaan berdasarkan pada kinerja operasionalnya selama satu tahun. o MVA (Market Value Added), digunakan untuk mengetahui berapa besar kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemilik modal. o Analisis Statistik, digunakan untuk menghitung korelasi antara EVA dan MVA dengan harga saham perusahaan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, nilai EVA tertinggi sampai pada tahun 2002 dihasilkan oleh PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Sementara PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk. terus mengalami EVA yang negatif. Hal ini dikarenakan sejak tahun 1999-2002, beban bunga yang ditanggung Prasidha cukup besar sehingga mengalami rugi yang cukup besar pula. Sementara pada tahun 2003, Prasidha sudah dapat memperoleh nilai EVA yang positif yaitu sebesar Rp 743.867.251.734,00. Peningkatan ini terjadi karena beban b>.mga yang ditanggung telah berkurang sehingga laba yang dihasilkan pun sangat besar. Nilai MVA tertinggi dihasilkan oleh PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. selama tahun 1999-2000 dan pada tahun 2002-2003. Hanya pada tahun 2002, perusahaan ini tidak dapat menghasilkan nilai MVA tertinggi. Pada tahun 2002, nilai MVA tertinggi dihasilkan oleh PT. Aqua Golden Mississippi Tbk yaitu sebesar Rp 480.430.264.500,00. Multi Bintang dapat menghasilkan MVA yang tinggi selama empat tahun, dikarenakan nilai pasar saham perusahaan ini sangat tinggi dibandingkan dengan nilai nominal sahamnya. Sementara itu berdasarkan hasil analisis statistik, EVA tidak memiliki korelasi dengan MVA atau harga saham perusahaan.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara EVA dan MVA atau dengan kata lain tidak ada korelasi antara nilai EVA dengan harga saham perusahaan di pasar. Selain itu nilai dari hasil korelasi antara EVA dan MVA mendekati nol. Selain itu, hanya 4% dari MVA yang dipengaruhi oleh EVA sebagai variabel bebasnya. Sementara sisanya sebesar 96% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Saran yang dapat diberikan pada karya akhir ini adalah bahwa sebaiknya analisis yang dilakukan tidak hanya dari kondisi internal perusahaan, tetapi dapat juga dilakukan berdasarkan pada kondisi ekstemal perusahaan, (misalnya kondisi makro ekonomi). Selai.n itu agar perusahaan dapat menghasilkan nilai EVA yang positif maka perusahaan hams memiliki comparative advantage dan competitive advantage. Selain itu, jika dilihat dari sisi financing, maka sebaiknya perusahaan melakukan pinjaman dengan bunga yang rendah. Sehingga beban bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan menjadi lebih kecil dan perusahaan dapat menghasilkan laba yang tinggi. Dengan beban bunga yang lebih rendah maka cost of capital yang harus ditanggung oleh perusahaan pun akan menjadi lebih rendah dan pada akhimya nilai EVA yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi.
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Dewi Magdalena, Author
Abstrak :
Investors are provided with two main categories of investment alternatives, financial investment and real investment. Real investments include investment in real assets such as real estates, land, machines, and others. These real assets represent productive capacity of economy. On the other hand, financial investments include investments in financial assets such as stocks or bonds. These financial assets contribute to the productive capacity of economy indirectly since they allow separation of ownership and transfer of funds among market players. While the real economy creates wealth by producing goods and services, financial dimension does so by bearing, trading, and managing risks. Financial assets and the markets in which they trade thus play crucial roles in emerging and developed economies. As these economies continue to grow, structural shifts in financial markets are taking place and profoundly altering the nature of wealth from corporate to retail investment. Investment players are no longer dominated by large corporations. The most popular phenomenon of retail financial investment is the emergence of mutual funds. Mutual funds are pool of investors money. They invest in ways specified in their prospectuses and issue shares to investors entitling them to a pro rata portion of the income generated by the funds Important factors contributing to the popularity mutual funds are their simplicities along with other attributes providing great benefits to investors with limited knowledge, time, or money. One new concept that has not been quite popular in Indonesia is fund of funds. Fund of funds is a mutual fund which invests in other mutual funds. Just as a mutual fund invests in a number of different securities, a fund of funds holds shares of many different mutual funds. These funds were designed to achieve even greater diversification than mutual funds, known as double diversification advantage. Fund of funds has proven to be an attractive investment alternative in a number of developed countries. However, this concept has not been popular amongst investors in Indonesian market. This thesis aims to explore whether the concept of fund of funds can be applied to diversify mutual funds traded in Indonesian markets in order that investors may benefit from double diversification New fund of funds portfolio are to be developed for each class of fund, comprising highest performing mutual funds as measured by Sharpe, Treynor, Jensen, and Appraisal Ratio measurement. Performance of the newly constructed fund of funds is then compared with that of corresponding market proxy and the highest performing individual mutual fund. Observations are limited to fixed income funds, equity funds, and balanced funds actively traded in Indonesian market for the period December 2000-June 2005. Money market fund is not covered in this thesis. This research concludes that pooling of these high performing mutual funds into fund of funds may provide even greater diversification, called double diversification. Double diversification is reflected in increase in risk adjusted return of the newly constructed fund of funds. Through improved Sharpe Index, fund of funds has proven to increase risk adjusted return. Therefore, it can be concluded that fund of funds reduces the risk even further through the diversification of already diversified mutual funds, thus providing double diversification advantage. For Fixed Income Fund of Funds (FFF), optimum portfolio is reached by investing 3.84% in Indovest Dana Obligasi, 94.21% in Panin Dana Uta.ma, and 1.95% in Jisawi Mix. FFF demonstrates highest Sharpe among individual fixed income funds being observed. This number beats that of the highest performing individual funds, Panin Dana Utama. For Equity Fund of Funds (EFF), optimum portfolio is reached by investing 36.14% in Phinisi Dana Saham, 25.32% in Rencana Cerdas, 32.13% in Bira Dana Saham, 3.48% in Bahana Dana Prima, and 2.93% in Panin Dana Maksima EFF demonstrates highest Sharpe among individual equity funds being observed. This number beats that of the market as well as the most performing individual funds, Phinisi Dana Saham. For Balanced Fund of Funds (BFF), optimum portfolio is attained by investing 0.78% in Niaga Kombinasi Seri A, 0.31% in Schroder Dana Prestasi, 0.25% in MeesPierson Finas Investa Pesona, 98.22% in Dana Unggul Investasi Terpercaya, and 0.44% in Sam Dana Berkembang. BFF demonstrates highest Sharpe among individual balanced funds being observed. This number beats that of the market as well as the most performing individual funds, Dana Unggul Investasi Terpercaya Eventually, all these funds are combined altogether to form Combined Fund of Funds (CFF). Optimum portfolio is reached by investing 0.55% in Indovest Dana Obligasi, 6.40% in Panin Dana Utama, 0.13% in Phinisi Dana Saham, 0.13% in Rencana Cerdas, 0.37% in Bira Dana Saham (SiDana Saham), 1.29% in Schroder Dana Prestasi, 0.57% in MeesPierson Investa Pesona, and 90.56% in Dana Unggul Investasi Terpercaya CFF (comprising fixed income funds, equity funds, and balanced funds) demonstrates highest Sharpe among all individual funds being observed. This number beats that of the market as well as the most performing individual funds, Dana Unggul Investasi Terpercaya which falls under balanced funds category. Therefore, the concept of Fund of Funds can be taken into considerations when it comes to investment decision since this investment alternative has been proven to be profitable. However, careful attention must be given to government regulation that until now still has not covered Fund of Funds. In addition, careful attention must also be given to the mutual funds selection. Mutual funds selection must take into account the macroeconomic factors since returns of various investment instruments are highly dependent upon macroeconomic variables such as economic growth, inflation, exchange rate, and fiscal policy.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjep Karnadi, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Analisis saham memiliki tujuan untuk mendapatkan return saham-saham perusahaan yang dianggap memiliki prospek untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi di masa mendatang dengan tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggung oleh investor. Pendekatan fundamental perusahaan merupakan salah satu indikator dalam penentuan return saham. Oleh sebab tersebut penting untuk memahami faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi return saham seperti nilai buku per lembar saham dan perubahannya yang dimaksudkan agar para investor dapat menentukan strategi investasi dalam bentuk saham tersebut.

Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh beberapa faktor yang diduga mempengaruhi return saham-saham yang terdafta.r pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) yaitu nilai buku (net assets) per lembar saham dan perubahannya. Periode amatan adalah tahun 2003 sampai dengan tahun 2004. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdiri dari berbagai macam industri dan telah terdafta.r di BEJ serta mempunyai data harga saham penutupan (closing price).

Sampel penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive sampling dan sampel yang digunakan adalah 24 perusahaan. Kriteria sampel adalah telah menjadi perusahaan publik minimal dua tahun dan mempunyai laporan keuangan dua tahun sebelum dan sesudah menjadi perusahaan publik. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Bapepam dan Pusat Referensi Pasar Modal di BEJ serta Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

Dengan menggunakan studi replikasi model analisis multivariat dari Easton dan Harris terhadap perusahaan di BEJ, uji statistik secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai buku per lembar saham terhadap . return saham sedangkan perubahannya terdapat pengaruhnya terhadap return saham. Uji statistik secara serentak atau bersama-sama (uji F) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang diteliti berpengaruh secara signifikan terhadap return saham di BEJ hanya sebesar 26,9%. Angka tersebut relatif kurang memadai dalam menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap return saham tetapi walaupun demikian dapat dikatakan bahwa nilai buku per lembar saham dan perubahannya secara signifikan mempengaruhi return saham di BEJ. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Easton dan Harris (1991).
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rony Romdany, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Asuransi Jasindo adalah perusahaan asuransi kerugian yang berdiri sejak 1 Juni 1973. Perusahan ini mempunyai pangsa pasar cukup besar dengan jangkauan seluruh Indonesia. Pertumbuhan pendapatan premi selama 5 tahun terakhir memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan peningkatan pangsa pasar industry asuransi kerugian yang mencatat pertumbuhan rata-rata 16 % per tahun.

Penilaian harga, saham dilakukan untuk memperkirakan harga wajar yang bagi Asuransi Jasindo jika akan menawarkan sahamnya kepada masyarakat. Penilaian dilakukan dengan menggunakan Top Down Approach, dimana kondisi perekonomian secara umum dan kondisi industri asuransi kerugian akan mempengaruhi kondisi perusahaan yang pada akhimya mempengaruhi harga saham. Langkah-langkah yang dipergunakan adalah Analisa ekonomi Makro, analisa industri dan analisa perusahaan.

Penilaian Saham dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu Free Cash Flow to Equity (FCFE), Price Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV). Penilaian dengan metode FCFE memberikan perkiraan harga saham wajar sebesar Rp 564 per lembara saham, sedangkan perhitungan dengan metode PBV memberikan perkiraan harga saham sebesar Rp 428 per lembar. Dengan demikian range yang wajar untuk asuransi Jasindo berada pada kisaran 0,9x sampai dengan 1,2 x PBV.

Berbeda dengan Damodaran (2002), Estimasi PBV dengan metode regresi pada penelitian ini menggunakan variabel independent Risk Based Capital (RBC) dan Return On Equity (ROE). Risk Based Capital (RBC) adalah ukuran kemampuan perusahaan asuransi dalam mengelola resikonya. Hasil regresi menggambarkan bahwa variabel ROE saja bukan prediktor yang signifikan untuk memprediksi PBV harga saham perusahaan asuransi. Sebaliknya RBC merupakan prediktor PBV yang signifikan.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Era Novrianty, Author
Abstrak :
Pada tanggal 6 Oktober 2004, Bursa Efek Jakarta telah mulai memperdagangkan instrumen bam dengan nama Kontrak Opsi Saham (KOS). KOS merupakan instrument derivatif karena mengacu pada harga aset yang mendasarinya. KOS yang diperdagangkan di BEJ relatif berbeda dengan KOS yang diperdagangkan di Bursa lainnya, karena ada pembatasan pada tingkat keuntungan yaitu sebesar 10 persen dari harga exercise suatu KOS. Dengan model yang berbeda tersebut, investor di Indonesia belum banyak yang memahami teknik melakukan valuasi terhadap KOS dan manfaat serta resiko dari instrumen tersebut. Penelitian ini mencoba memberikan pemahaman tentang teknik melakukan valuasi terhadap Kontrak Opsi Saham (KOS) di Bursa Efek Jakarta dan memberikan pemahaman tentang manfaat dan kerugian dari perdagangan KOS. Penelitian ini dibatasi pada valuasi KOS jenis call dan put yang tersedia pada tanggl 6 Oktober 2004. Valuasi dilakukan dengan menggunakan metode Binomial, karena relatif mudah dipahami. Dalam melakukan valuasi, ada sejurnlah penyesuaian dari metode standar yang terkait dengan kemungkinan exercise sebelum maturity (tipe Amerika). Penyesuaian lain juga dilakukan terkait dengan pembatasan keuntungan sebesar 10 persen dari harga exercise serta kemungkinan terjadinya autoexercise sebelum maturity. Valuasi harga kontrak opsi dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2004, bertepatan dengan dimulainya perdagangan instrumen tersebut. Pada tanggal tersebut, jumlah opsi mencapai 105 kontrak masing-masing untuk call dan put, yang merupakan kontrak opsi yang dimiliki oleh lima saham acuan yang relatif likuid dan berkapitalisasi besar yaitu ASII, BBCA, HMSP, INDF dan TLKM. Namun KOS yang akan divaluasi tidak semuanya, melainkan terbatas pada 6 seri KOS untuk setiap saham pada maturity yang sama (semuanya menjadi 90 kontrak seri KOS). Tiga KOS pertama merupakan jenis call yang mewakili call yang in the money, at the money dan out of the money. Sedangkan tiga KOS lainnya mewakili jenis put. Pembentukan tree dari KOS BEJ sama halnya dengan pembentukan tree dari KOS standar. Penentuan kemungkinan harga saham (naik dan turun) sampai dengan masa berakhimya kontrak persis sama dengan Kontrak Opsi Saham standar. Namun, perbedaannya hanya pada penentuan nilai (value) dari KOS pada setiap node dari tree Binomial. Karena ada pembatasan keuntungan, maka nilai (value) yang lebih dari batasan tersebut harus disesuaikan atau diturunkan sehingga sama dengan batasan tersebut. Dari hasil valuasi, untuk semua Jems KOS, harga call relatif lebih tinggi daripada harga put, ketika harga exercise (X) lebih rendah atau sama dengan harga saham awal (So), sementara ketika harga saham awal lebih tinggi dibanding harga call, maka harga call relatif lebih rendah daripada harga put. Selain itu, semakin panjang maturity dari KOS, harga KOS baik jenis call maupun put sama-sama semakin tinggi (berbanding lurus). Berdasarkan analisis berdasarkan harga exercise, semakin tinggi harga exercise maka harga call semakin rendah (berbanding terbalik), akan tetapi harga put justru semakin tinggi (berbanding lurus). Dari hasil simulasi, instrumen KOS yang diperdagangkan di BEJ sangat efektif untuk melakukan hedging terhadap saham individual atau portfolio, terutama melalui strategi protective put. Dengan membeli put yang mampu meng-hedge portfolio, maka resiko penurunan nilai portfolio dibatasi maksimal 10 persen dari harga exercise, meskipun harga saham dalam portfolio semuanya mengalami penurunan yang sangat besar. Instrumen KOS yang diperdagangkan di BEJ relatif kurang optimal untuk melakukan spekulasi. Misalnya pada strategi straddle, dimana investor berharap ada perubahan yang besar terhadap harga saham, potensi keuntungan yang diperoleh dibatasi hanya 10 persen dari harga exercise. Dalam simulasi yang dilakukan, imbal hasil yang diperoleh investor maksimal hanya 40 persen. Padahal, pada KOS standar, imbal hasil yang mungkin diperoleh investor masih jauh lebih tinggi lagi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>