Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Position of a state as a state established according to the laws will generate a tremendous consequences to the government in fulfilling the citizens' needs, which make the government's intervention greater. As the government role becomes greater and wider in people's daily lives, the state administrative activities also increase. In executing the state administrative activities, problems and conflicts of interest may arise and sometimes such problems lead to social unrest. Consequently, the existence of state administrative laws is very important because the main objective of the law is to keep the government's authority properly. In that case, people's interest will be protected from the abuse of authority. Decision (beschikking) is an action of the state administrative law that is often taken. The content of the decision may be used in executing the state administrative laws. Such administrative law action should not collide the laws (regulations and general principles of good governance). If a state administrative action is made in the form of a decision and it collides the laws, such decision may become the object of the state administrative court. "
JHHP 4:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Indra R.
"Konsep welfare state mengakibatkan perluasan peran pemerintah dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang bertujuan memajukan kesejahteraan seluruh warga negara, akibatnya setiap aktivitas masyarakat akan selalu bersinggungan dengan pelaksanaan tugas dari badan atau pejabat tata usaha negara. Maka selalu terdapat berbagai bentuk variasi tindakan pemerintah baik faktual maupun berupa keputusan yuridis tidak setiap Keputusan akan diterima oleh warga negara bila menimbulkan kerugian yang mendesak, walaupun pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara itu adalah Presumptio justae Causa (dilaksanakan dengan seketika). keputusan yang sangat merugikan dilaksanakan tersebut dapat diminta penundaan pelaksanannya kepada pengadilan TUN yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan bila ada kepentingan mendesak/dirugikan dan tidak dikabulkan bila ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Dalam penelitian ini, ditemukan kepentingan penggugat yang mendesak/dirugikan itu tidak serta merta terjadi. Kepentingan umum dalam rangka pembangunan adalah merupakan kepentingan seluruh negara/bangsa bukan dalam arti kepentingan lokal yang mengharuskan gugatan ditolak. Untuk mengatasi timbulnya sengketa dikemudian yang timbul akibat ketidakcermatan mengambil keputusan, maka saran yang direkomendasikan adalah (1). Perlunya pemahaman wewenang oleh setiap badan atau pejabat TUN dalam pembuatan keputusan; (2) perlunya adanya sanksi berupa pemberian ganti rugi secara pribadi badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.
Wellfare state resulted in the concept of expending the role of government in all aspects of a society. That aims to promote the welfare of all citizens. A result that every community will always with the implementation of the tasks of the agency or official. Therefore always different forms of government action variations both factual and juridical decisions. Is that not every decisions can be received by citizens when the loss of an urgent cause although basically every decisions (can be) a decisions which is very harmfull for the delayed can be sued to court. That granted will can have an urgent interest/ injured and not granted if there is public interest in the frame work of development.
In this research found that the interest of plaintif urgent/ disadvantaged not necessarily occur. Is in the public interest of all citizens/ nation as whole Rather than local interest to addres the incidence of disputes due to decisions that are carefull. the suggestion is recommended (1) The need for the authorities in decisions making (2) The need to sanction the provision of compensation from the time the guilty officials.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiratna Sari Safitri
"Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, telah membawa perubahan yang cukup besar terhadap dunia notariat khususnya dalam bidang pengawasan notaris. Bila sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Pengadilan Negeri, maka sejak berlakunya Undang-Undang Republik indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pengawasan dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Kedudukan Menteri selaku pejabat Tata Usaha Negara mengakibatkan Majelis Pengawas Notaris selaku perpanjangan tangan Menteri berkedudukan pula sebagai Badan Tata Usaha Negara. Dengan demikian secara otomatis keputusan Majelis Pengawas Notaris adalah Keputusan Tata Usaha Negara. Bahwa dalam kedudukannya sebagai Badan Tata Usaha Negara, Surat Keputusan Majelis Pengawas dapat dijadikan objek gugatan oleh notaris ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai sengketa tata usaha negara, jika notaris merasa bahwa keputusan tidak tepat atau memberatkan notaris yang bersangkutan atau tidak dilakukan yang transparan dan berimbang dalam pemeriksaan.
Upaya hukum untuk mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara tetap terbuka setelah semua upaya administrasi, yang disediakan baik keberatan administratif maupun banding administratif telah ditempuh, meskipun dalam aturan hukum yang bersangkutan telah menentukan bahwa putusan dari badan atau jabatan tata usaha negara tersebut telah final atau tidak dapat ditempuh upaya hukum lain karena pada dasarnya bahwa penggunaan upaya aministratif dalam sengketa tata usaha negara bermula dari sikap tidak puas terhadap perbuatan tata usaha negara. Aspek positif yang didapat dari upaya ini adalah penilaian perbuatan tata usaha negara yang dimohonkan tidak dapat dinilai dari segi penerapan hukum, tapi juga dari segi kebijaksanaan serta memungkinkan dibuatnya keputusan lain yang menggantikan keputusan tata usaha negara tersebut. Bahwa setelah seluruh upaya banding administratif dilalui maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus.

The effective application of Law of the Republic of Indonesia Number 30 of the Year 2004 regarding Notary Office has brought quite major changes towards notary community especially in the sector of notary supervision. If previously before the effective application of Law of the Republic of Indonesia Number 30 of the Year 2004 regarding Notary Office, supervision towards notary was carried out by the District Court, then, after the effective application of Law of the Republic of Indonesia Number 30 of the Year 2004 regarding Notary Office, the supervision is carried out by the Minister of Law and Human Rights by establishing Notary Supervisory Board. The position of the Minister as the State Administrative official has resulted in the condition that the Notary Supervisory Board is the extension of the Minister which is also serving as State Administrative Agency. Therefore, automatically, the decision of the Notary Supervisory Board is a State Administrative Decision. Whereas in its position as State Administrative Agency, the Decree of the Supervisory Board can become the object of a lawsuit filed by notary to the State Administrative Court (Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN]) as a state administrative dispute, if the relevant notary considers that the decision is in appropriate or impairing the relevant notary or not carried out transparently and balanced during the examination.
The probability to file a lawsuit to the State Administrative Court remains open after all available administrative efforts being provided, either administrative objection or administrative appeal has been taken, even though in the relevant legal rules, it has been stipulated that the decision of such state administrative agency or office is final or that there is not any other legal effort against it, because basically the utilization of administrative effort in state administrative dispute derives from the feeling of dissatisfaction towards state administrative action. The positive aspect which can be gained from this effort is that the assessment against state administrative action being petitioned cannot only be assessed from the perspective of legal application, but also from the perspective of policy as well as whether it is possible to issue other decision in substitution to such state administrative decision. Whereas after the entire administrative appeal effort has been undertaken, the State Administrative High Court will be the body which is assigned and authorized to examine, decide and settle such State Administrative dispute at the first level.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28860
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mendeloff, John M.
London: The MIT Pres, 1988
344.047 2 MEN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Decision of official of the state administrative court is a written policy containing action of the state administrative law based on prevailing laws, which is concrete, individual and final, and final, and causing a legal consequence of the state administrative laws between a person/a civil legal body and the official of the state administrative court due to the issuance of the state administrative decision. To the test validity and to annul the decisions disputed in the court, two standards can be used, namely the decision disputed in the state administrative court colliding the prevailing laws and the decision disputed in the state administrative court colliding the general principles of good governance. As known, the principles of good governance are unwritten laws in implementing the governance affairs."
JHHP 4:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam beberapa tahun terakhir ini, konflik vertikal dan horizontal meletup di berbagai lokus di Indonesia. Konflik bersenjata di Aceh, Konflik sosial di poso yang berkepanjangan, konflik di Ambon yang belum padam seutuhnya, dan berbagai daerah 'hot spot' yang menyisakan kengerian 'bencana' versi buatan manusia itu. Tambahan lagi, bencana alam yang silih berganti, dan tidak terduga datangnya. Mungkin hampir segala bencana alam pernah melanda negeri ini: mulai dari tsunami, gempa bumi, gunung meletus, banjir bandang, atau tertimbun sampah. Akibatnya, empirisasi keadaan darurat tidak lagi terelakkan. Bahkan, bukan saja tidak mampu mengelak menahan kekuatan alam, namun terkesan tak mampu menanganinya dengan elegan dan sinergis. Manajemen penanganan bencana alam tsunami misalnya, sempat kacau balau beberapa waktu. Termasuk menangani pendidikan anak-anak yang secara prinsipil tidak boleh berhenti denyutnya. Pendidikan anak pasca terjadinya bencana harus diselamatkan. Karena itu, pendidikan dalam situasi darurat secara de facto tidak terelakkan."
JHHP 3:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Orang dewasa di seluruh dunia mempercayakan keberlanjutan dari dunia ini kepada manusia yang sekarang masih anak-anak. Akan tidaknya dunia di masa depan menjadi tempat yang lebih nyaman untuk ditinggali juga tergantung kepada kemampuan anak-anak sekarang mengelola, melestarikan dan mengupayakan perbaikan secara terus-menerus. Apabila orang dewasa sadar akan kebutuhan masa depan tersebut dan menyiapkan anak-anak dengan baik, maka dunia akan semakin tua, bermutu, dan nyaman untuk ditempati oleh manusia. Manusia berbeda dengan makluk lain ciptaan tuhan, karena manusia dikaruniai dengan akal, perasaan, kemauan dan kemampuan-kemampuan unggulan lain. Kemampuan-kemampuan ini pulalah yang diamanatkan untuk dipakai, sehingga manusia menjadi makluk yang lebih bermartabat dalam berhubungan dengan sesama manusia, dengan alam, dan dengan tuhannya. Itulah sebabnya penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak manusia baik anak-anak maupun dewasa adalah suatu kehakikian yang harus dilakukan. "
JHHP 3:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Peranan pendidikan (formal, nonformal, dan informal) dalam proses pembangunan sumber daya manusia dan peradapan negara bangsa telah diakui secara umum, baik oleh politikus (negarawan) maupun pakar ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pengakuan itu dapat dilihat dari beberapa bukti, seperti : Pertama, pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan nasional Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Tujuan itu hampir tidak mungkin dapat tercapai secara optimal menakala tidak disertai dengan proses pendidikan yang bermutu. Kenyataan ini merupakan bukti pengakuan founding fathers akan pentingnya pendidikan. Kedua, presiden sukarno pernah mengatakan bahwa bangsa Indonesia sedang menghadapi revolusi dalam satu generasi : a summing up of many revolution ini one generation, termasuk perubahan radikal dari feodal ke demokrasi dan dari tradisional ke modern yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (sudijarto, 2003). Revolusi dan perubahan itu harus dimaknai sebagai bagian dari pembangunan peradaban negara bangsa dan karena itu diperlukan pendidikan modern, terutama dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. "
JHHP 4:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hevi Dwi Oktaviani
"ABSTRAK
Pasca disahkannya Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terjadi perluasan dalam pemaknaan Keputusan Tata Usaha Negara KTUN . Sehingga, perlu dipahami perbedaan definisi sebelum dan sesudah munculnya pasal tersebut. KTUN dimaknai secara sempit pada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Setelah itu, perluasan redefinisi KTUN berdampak pada wewenang PTUN karena KTUN merupakan objek sengketa di PTUN. Pembahasan terakhir akan mencoba mencari putusan-putusan PTUN yang sudah menerapkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dalam pertimbangan hukum hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya penambahan wewenang PTUN pasca munculnya Pasal 87 karena pada intinya wewenang PTUN tetap mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang disebabkan oleh terbitnya suatu KTUN. Tetapi, saat ini PTUN harus memaknai KTUN berdasarkan Pasal 87. Selanjutnya, terdapat putusan PTUN yang telah menerapkan Pasal 87 dalam pertimbangan hukumnya yaitu pada Putusan No.45/B/2016/PT.TUN.MKS yang khususnya menggunakan dalil unsur KTUN pada Pasal 87 huruf e ldquo;berpotensi menimbulkan akibat hukum rdquo;. Pasca disahkannya Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terjadi perluasan dalam pemaknaan Keputusan Tata Usaha Negara KTUN . Sehingga, perlu dipahami perbedaan definisi sebelum dan sesudah munculnya pasal tersebut. KTUN dimaknai secara sempit pada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Setelah itu, perluasan redefinisi KTUN berdampak pada wewenang PTUN karena KTUN merupakan objek sengketa di PTUN. Pembahasan terakhir akan mencoba mencari putusan-putusan PTUN yang sudah menerapkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dalam pertimbangan hukum hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya penambahan wewenang PTUN pasca munculnya Pasal 87 karena pada intinya wewenang PTUN tetap mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang disebabkan oleh terbitnya suatu KTUN. Tetapi, saat ini PTUN harus memaknai KTUN berdasarkan Pasal 87. Selanjutnya, terdapat putusan PTUN yang telah menerapkan Pasal 87 dalam pertimbangan hukumnya yaitu pada Putusan No.45/B/2016/PT.TUN.MKS yang khususnya menggunakan dalil unsur KTUN pada Pasal 87 huruf e ldquo;berpotensi menimbulkan akibat hukum rdquo;.

ABSTRACT
After the passing of Article 87 of Law Number 30 Year 2014 on Government Administration, there is an expansion in the meaning of the State Administrative Decision KTUN . Thus, it is necessary to understand the difference of definition before and after the emergence of the article. KTUN is interpreted narrowly in the Law on State Administrative Court. After that, the redefinition extension of KTUN affects the authority of the PTUN because KTUN is a dispute object in the PTUN. The last discussion will try to find the decision of the Administrative Court which has applied the provisions of Article 87 of Law Number 30 Year 2014 in the judge 39 s judicial consideration. The research method used is normative juridical, using secondary data and using primary, secondary and tertiary legal material obtained from literature study. The conclusion of this research is the absence of additional authority of PTUN after the emergence of Article 87 because in essence the authority of PTUN still adjudicates and decides the State Administration dispute caused by the issuance of a KTUN. However, the current State Administrative Court must interpret the KTUN under Article 87. Furthermore, there is a decision of the Administrative Court which has applied Article 87 in its legal considerations, namely Decision No.45 B 2016 PT.TUN.MKS which specifically uses the KTUN elementary argument in Article 87 letter e has the potential to cause legal consequences ."
2018
T49058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bencana alam gempa bumi tektonik dengan kekuatan 8,9 skala richter yang diikuti oleh gelombang tsunami yang menerjang sebaian besar wilayah pantai barat dan utara propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Sumatera Utara yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 telah mengakibatkan kehancuran fisik dan nonfisik yang sangat luar biasa."
JHHP 3:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>