Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Kodariah
Abstrak :
Dewasa ini diduga faktor pria berperanan besar dalam keberhasilan fertilisasi, bahkan dilaporkan 40%-60% penyebab infertilitas terdapat pada suami, karena itu kesuburan pria penting untuk diperhatikan. Dalam hubungan ini yang perlu dipelajari antara lain yang menyangkut spermatozoa. Fungsi spermatozoa merupakan salah satu faktor penentu bagi fertilitas pria. Salah satu kemampuan fungsional spermatozoa yang penting adalah motilitas terutama yang berupa kecepatan gerak lurus ke depan. Terjadinya penurunan fertilitas berkorelasi kuat dengan penurunan motilitas. Sebaliknya jika motilitas baik, maka kemungkinan fertilitas juga tinggi. Penurunan motilitas yang terjadi dapat berupa penurunan persen motilitas atau penurunan kecepatan gerak spermatozoa. Karena itu diagnosis yang tepat pada kasus-kasus infertilitas pria sangat tergantung pada ketepatan penelaahan motilitas spermatozoa. Penilaian motilitas pada umumnya digunakan di laboratorium secara rutin untuk mengevaluasi kualitas spermatozoa. Penilaian tersebut merupakan faktor penting di dalam mendiagnosis infertilitas pria. Fusi antara ovum dan spermatozoa hanya memerlukan satu spermatozoa yaitu spermatozoa yang lebih dahulu mencapai ovum. Spermatozoa yang berhasil mencapai ovum ini merupakan spermatozoa yang mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, antara spermatozoa yang terlalu cepat (hiperkinetik) akan memerlukan energi yang lebih banyak. Energi yang tersedia dalam plasma semen terbatas, sehingga besar kemungkinan spermatozoa hiperkinetik tadi gagal menembus rintangan pada traktus reproduksi wanita. Hal yang sama juga akan dialami oleh spermatozoa yang gerakannya sangat lambat (hipokinetik). Jumlah persentase motilitas yang tinggi belum menjamin spermatozoa mempunyai kecepatan gerak yang baik. Hal ini diperlihatkan oleh Makler dkk. tahun 1979. Mereka mendapatkan korelasi sebesar R=0,46 antara persentase motilitas dengan kecepatan gerak spermatozoa dari 100 sampel semen normal yang dianalisis dengan "Multiple Exposure Photograph". Mengingat hal tersebut dan karena hanya satu spermatozoa yang diperlukan untuk terjadinya fertilisasi, maka tampaknya kecepatan gerak spermatozoa merupakan faktor yang sangat penting dalam parameter fertilitas, di samping parameter fertilitas lainnya seperti densitas spermatozoa, morfologi, bahkan persentase motilitas. Atas dasaritu, untuk meningkatkan fertilitas, perlu diusahakan peningkatan kecepatan gerak spermatozoa, terutama bagi pasangan infertil yang penyebabnya diduga berasosiasi dengan menurunnya motilitas spermatozoa.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
T3445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Indrawati Sukmadji
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia). Motilitas yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara Iain adanya gangguan pada fungsi mitokondria. Porin atau voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion dengan berat molekul 30-35 kDa yang terdapat di membran luar mitokondria sel eukariota. Sampai saat ini telah berhasil diidentifikasi 3 tipe porin dengan tingkat homologi yang tinggi. Sebagai kanal ion, porin bertanggung jawab atas keluar masuknya metabolit di dalam sel, termasuk ATP. Porin tidak hanya memperantarai transport ATP dari dalam mitokondria bahkan juga mengatur proses keluarnya ATP. Hasil penelitian Sampson et al. (2001) dengan teknik knock-out mouse yang mendelesikan 4 exon terakhir gen VDAC3 mencit menyebabkan mencit jantan mutan sehat tapi infertil asthenozoospermia (jumlah sperma normal tapi motilitas menurun). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 6 gen VDAC3 manusia pada sperma motilitas rendah dari pasien infertilitas asthenozoospermia dibandingkan dengan sperma motilitas lurus dan cepat (normal). Sperma pasien asthenozoospermia diswim-up dan diambil sperma yang gerakannya lemah. Sedangkan sperma yang normal diswim-up dan diambil sperma yang berenang ke atas (gerakannya baik). Setelah itu dilakukan isolasi DNA dari sperma yang didapat. Jumlah sampel sperma asthenozoosperrnia adalah 30 sampel, sedangkan sperma normal sebanyak 20 sampel. DNA genom yang sudah didapatkan kemudian di amplifikasi dengan primer yang spesifik untuk exon 6 gen VDAC3. Hasil PCR dielektroforesis dengan gel agarose 2%. Setelah dilakukan sekuensing terhadap produk PCR dari sampel yang ada dengan menggunakan Big Dye Terminator Mix menggunakan mesin sekuensing the ABI 377A. Hasil dan Kesimpulan: Dan 30 sampel sperma pasien asthenozoospermia, 28 sampel menunjukkan adanya hasil amplifikasi fragmen exon 6 gen hVDAC3 berukuran + 225 pb dan dan hasil sekuensing ditemukan adanya 4 mutasi substitusi nukleotida yang menyebabkan perubahan asam amino penyusun exon 6 gen hVDAC3 pada 9 sampel, yaitu perubahan asam amino posisi 131 dan isoleusin menjadi leusin sebanyak 8 sampel (26,67%), posisi 174 dari lisin menjadi asam glutamat sebanyak 1 sampel (3,33%), posisi 143 dari valin menjadi glisin sebanyak 1 sampel (3,33%), dan posisi 164 dan leusin menjadi triptofan sebanyak 1 sampel (3,33%). Mutasi ini mungkin dapat menyebabkan gangguan fungsi mitokondria sperma dalam mengeluarkan ATP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Fauziah
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Perkembangan di bidang biologi molekuler mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua yang paling sering terjadi pada pria infertil. Region azoospermic Factor (AZF) dengan 3 subregion (AZFa,AZFb,AZFc) pada Ygll diduga berpengaruh terhadap gangguan spermatogenesis. Kandidat potensial AZF adalah RBMYI dan DAZ yang memiliki implikasi pada metabolisme testis-specifk RNA. Pada tahun 1998 Vogt dkk mendeteksi adanya protein DAZ pada spermatid dan ekor spermatozoa, dan dengan menggunakan teknik pewarnaan imunologi, Habermann dkk. memperlihatkan bahwa protein DAZ terutama terdapat pada spermatid dan ekor spermatozoa. Mereka juga menduga bahwa delesi gen DAZ tampaknya tidak mengganggu pematangan spenna tetapi menyebabkan penurunan bertingkat spenna matang. Pada spermatozoa yang belum matang, memiliki kemampuan menghasilkan energi yang Iebih sedikit sehingga menyebabkan motilitas yang kurang baik. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah pada pria astenozoospermia terdapat delesi pada gen DAZ?. Frekuensi delesi pada lengan panjang kromosom Y (Yq) pada pasien pria infertil bervariasi antara 1-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Di Indonesia, frekwensi mikrodelesi kromosom Y yang ditemukan dart 35 pria azoospermia adalah 5,7%, dari 50 pria oligozoospermia adalah 2% dan dari 50 pria OAT adalah 2%. Delesi ditemukan pada ketiga subregion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi mikrodelesi kromosom Y pada pria astenozoospermia dan untuk mengetahui pola delesi yang mungkin timbul pada 3 subregion tersebut. Penelitian ini menggunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence-tagged sites) pada 50 pria astenozoospermia, 10 pria norrnozoospermia (kontrol positif), dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarose 2% untuk melihat ada tidaknya delesi yang ditunjukkan dengan ada tidaknya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa basil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diamplifikasi. Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya mikrodelesi kromosom Y pada 50 pria astenozoospermia di Indonesia.
Scope and methods of study : The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletions of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility. The AZF region has 3 non overlapping subregion AZFa,AZFb, and AZFc which are required for normal spermatogenesis. Two potential AZF candidates, RBMY1 and DAZ have been implicated in testis specific RNA metabolism. In I998 Vogt et al detection of DAZ proteins in late spermatids and sperma tails. Haberrnann et al used immunology staining technic detection DAZ genes encode proteins located in human late spermatids and in sperm tails. DAZ gene deletion cause decrease the sperm mature, and impairs motility by reducing the production or transfer of respiratory energy. It make the question what deletion in the DAZ gene can we found in astenozoospermic men ?. The incidence of Y microdeletions has varied widely ; from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patients. In Indonesian incidence of Y microdeletion is 5,7% from 35 azoospermic men, 2% from 50 oligozoospermic men and 2% from OAT men. Location of deletion was in the AZFa, AZFb and AZFc. The aim of this study is to determine the frequency and the three loci of Y chromosome microdeletions in astenozoospermic men. The study include DNA isolation from peripheral blood of 50 astenozoospermic men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletions, and then continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci. Result and conclusion : This study not found men containing Y microdeletion from 50 Indonesian astenozoospermic men.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T55744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Citrawati
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Kasus infertilitas dijumpai pada l0%-15% pasangan suami istri dan 50% kasus disebabkan oleh faktor pria. Salah satu penyebab infertilitas pria adalah faktor genetis yang menimbulkan gangguan kualitatif maupun kuantitatif produksi sperms. Kemajuan biologi molek-uler mengungkap adanya gen Azoospermic Factor (AZF) pada lengan panjang kromosom Y dengan tiga subregio yaitu AZFa, AZFb, dan AZFc yang diduga berperan pada proses spermatogenesis. Masingmasing subregio memiliki gen kandidat diantaranya adalah RBMY I dan DAZ. Frekuensi mikrodelesi lengan panjang kromosom Y berkisar l%-55%, paling sering ditemukan pada pria azoospermia. Penelitian mengenai mikrodelesi kromosom Y ini semakin pesat bersamaan dengan kemajuan teknologi reproduksi berbantuan yang memungkinkan beberapa pria infertil memiliki keturunan dengan metode Intrarytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Teknik ICSI memungkinkan adanya transmisi kelainan genetis pada keturunan laki-laki. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan mikrodelesi kromosom Y untuk menghindarkan terjadinya transmisi tersebut. Pemeriksaan mikrodelesi kromosom Y dilakukan dengan metode PCR menggunakan enam Sequence Tagged Sites (STS) pada 35 pria azoospermia, dan kelompok kontrol yang terdiri dan 10 pria normozoospermia sebagai kontrol positif, dan delapan wanita fertil sebagai kontrol negatif. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% untuk melihat ada tidaknya pita spesifik untuk mendeteksi mikrodelesi pada sekuen tertentu. Hasil dan Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan dua dari 35 pria azoosperrnia yang mengalami mikrodelesi pada kromosom Y. Hasil pengujian dengan menggunakan enam STS menunjukkan delesi pada STS sY84 (subregio AZFa), RBMYI (subregio AZFb), dan sY254 serta sY255 (subregio AZFc). Frekuensi delesi pada penelitian ini adalah 5,7% dan masih dalam kisaran 1%-55% dengan lokasi delesi pada 3 subregio (2,8% pads AZFa+AZFb, dan 2,8% pada AZFc).
Background : Infertility affects l0% - 15% couples attempting pregnancy and 50% of these cases are caused by male factor, Male infertility factors involve qualitative and quantitative defect of sperm production, which some of them can be ascribed a genetic aetiology. Recent molecular biology studies found Azoospermic Factor (AZF) genes on long arm of Y chromosome which divided into three subregions : AZFa, AZFb, and AZFc which seem required for physiologic spermatogenesis. Each subregion has candidate genes, among them are: RBMY1 and DAZ. Incidence of Y chromosome microdeletion varies from I% to 55% and most of them related to azoospermia. Studies of Y chromosome microdeletion develop as the assisted reproduction technology does, which possible several infertile male to have offsprings by Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) method. This technique could transmit the genetic defect to male offsprings. Screening for Y chromosome microdeletion is important to avoid this kind of transmission. The study uses PCR method with six Sequence Tagged Sites (STS) on DNA of 35 azoospermic men, and as control groups: l0 normozoosperrnic men, and eight fertile women and then continue by 2% agarose electrophoresis to find out the presence of microdeletion at certain sequence. Results and conclusions : This study found two of 35 azoospermic men with Y chromosome microdeletion. By using six STS, deletions were found in STS sY84 (AZFa subregion), RBMY1 (AZFb subregion), and sY254-sY255 (AZFc subregion). Microdeletion incidence (5,7%) is still in average range of I%55% and located in three different subregions (2,8% in AZFa+AZFb subregions, and 2,8% in AZFc subregion).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Tersiani Kamil
Abstrak :
Objective: To examine the direct effect of type 5 phosphodiesterase inhibitor (sildenafil), nitric oxide-donor (sodium nitroprusside) and their combination on human spermatozoa in vitro. Method: Semen samples were collected by masturbation after 3 days of abstinence from donors presenting for infertility evaluation at Imunoendocrinology Labolatory. Samples were divided into normospermia and asthenospermia. Each group were washed on discontinuous density gradient (Percoll 45% and 90%) at 300g for 20 minutes, then resuspended in capacitation media containing Ham's F10. Aliquots of 10x106 spermatozoa were reacted with PDE5 inhibitor, NO-donor, their combination, and also Pentoxyphylline (non-selective PDE) in different doses (0.1,1 and 10 umol). Minimally 6 samples were test for each dose. After 1 hour incubation at 37°C, 5% CO2 in air, microscopic analyses were performed to count motility. Analysis of Variance (ANOVA) was used to test difference among the means. Result: There were 27 normospemia samples and 24 asthenospermia samples. In normopsermia group, Sildenafil, NO-donor and their combination increase spermatozoa motility significantly if compare to their blank (p 0.023,0.015,0.006). Sildenafil caused dose-dependent increase in spermatozoa motility. Low dose NO-donor increase motility. Combination of Sildenafil and NO-donor could not increase motility better than Sildenafil or NO-donor alone. Sildenafil or NO-donor increase motility higher than Pentoxyphylline. In asthenospermia group, Sildenafil, NO-donor, Sildenafil+NO-donor, and Pentoxyphylline increase motility compare to their blank, but there were no significant difference. Conclusion: Sildenafil, NO-donor and their combination increase spermatozoa motility significantly if compare to their blank. NO-donor could not enhance the effect of Sildenafil to increase motility.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dumilah Ayuningtyas
Abstrak :
ABSTRAK


Dalam menghadapi Permasalahan infertilitas faktor pria memegang peran yang lebih penting dari wanita. Berbagai penelitian telah menbuktikan bahwa dalam kasus kasus infertilitas andil pria sebagai faktor penyebab kemandulan adalah sekitar 40-60%.

Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh infeksi nikoplasma Pada infertilitas pria. DaIam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap motilitas spermatozoa secara kuantitatif dan kualitatif dan mengkorelasikan dengan pertumbuhan hasiI biakan Ureaplasma urealyticum pada 30 sampel semen pria pasangan ingin anak. Analisis motilitas spermatozoa dilakukan mengikuti peraturan standar yang dikeluarkan WH0 (1980). Kolonisasi U. urealyticum pada semen ditandai oleh berubahnya warna indikator fenol merah Pada media pembiak Mycoscreen (DBV product).

HasiI pengujian statistik x2 nenuniukkan bahwa pada α 0,05 tidak terdapat Perbedaan bernakna antara rata-rata jumlah spermatozoa motil pada pria yang semennya terinfeksi Ureaplasma urealyticum dengan yang bebas infeksi. Penganatan motilitas spermatozoa secara kualitatif tentang jenis pergerakan juga memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna antara pria yang positif dan negatif ditumbuhi Ureaplasma urealyticum. Dengan demikian maka pada penelitian ini tidak terbukti bahwa kolonisasi mikroplasma pada semen akan mempengaruhi parameter semen.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Ulfie Damayanti
Abstrak :
Spermisida merupakan salah satu kontrasepsi non-hormonal yang bahan aktif utamanya adalah Nonoxynol-9 (N-9). Bahan aktif tersebut diketahui mampu merusak membran spermatozoa untuk mencegah kehamilan. Spermisida memiliki efektivitas yang rendah, sehingga perlu digunakan bersama kontrasepsi lain. Penggunaan berulang N-9 dapat menyebabkan iritasi pada organ reproduksi. Bahan biologis diharapkan menjadi bahan spermisida yang lebih aman dan efektif. VDAC3 merupakan protein yang dapat ditemukan pada spermatozoa dan berperan mengatur motilitas spermatozoa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membentuk gel kontrasepsi yang mengandung antiserum VDAC3 yang mampu menghambat motilitas, viabilitas, dan integritas membran spermatozoa. Subjek penelitian adalah 25 semen laki-laki usia 25-40 tahun yang sudah memiliki anak dan normozoosperma. Terbagi menjadi empat kelompok yaitu sperm only, gel only, pre-imun serum, dan antiserum VDAC3. Uji karakteristik gel terdiri dari uji daya sebar, uji pH, dan pengamatan perubahan warna. Uji efektivitas yang meliputi motilitas menggunakan Computer Assisted Sperm Analysis (CASA), viabilitas menggunakan eosin Y, dan integritas membran menggunakan uji Hypoosmotic Swelling (HOS). Hasil menunjukkan daya sebar, pH, dan warna yang stabil selama satu bulan. Hasil efektivitas menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara motilitas total pre-imun dan antiserum VDAC3, namun viabilitas dan integritas membran memberikan hasil yang berbeda bermakna. Gel dengan kandungan antiserum VDAC3 berpotensi sebagai spermisida. ......Spermicide is non-hormonal contraceptive that contains Nonoxynol-9. Nonoxynol-9 can decrease spermatozoa motility and viability. However, it should be used with other contraception because the effectiveness is low and can irritate genitalia organs. Biological materials are expected to be safer and effective. VDAC3 is a protein channel that can be found in spermatozoa and have the function of sperm motility. Therefore, this research aim is to produce a contraceptive gel containing antiserum VDAC3 and determine its effectiveness on sperm motility, viability, and membrane integrity. We use 25 samples of semen from males aged 25-40, who have a child, and normozoospermic—divided into four groups sperm only, gel only, pre-immune serum, and antiserum VDAC3. The characteristics evaluation involves pH measurement, spreadability, and gel color change. The effectiveness experiment involves sperm motility observation using Computer Assisted Sperm Analysis (CASA), viability examination with eosin Y, and membrane integrity examination using the Hypoosmotic swelling test (HOS). This study's results show that the gel has stable characteristics based on pH, spreadability, and color after one month. There is no significant difference between pre-immune serum and antiserum VDAC3 total motility, but have significant differences in sperm viability and membrane integrity. The gel contains antiserum VDAC and has the potential to be a spermicide.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Wulandari
Abstrak :
Spermatozoa merupakan sel inaktif dalam proses transkripsi dan translasi, sehingga pematangan spermatozoa dan kapasitasi dipengaruhi oleh perubahan atau modifikasi protein yang sudah ada sebelumnya. Studi proteomik menemukan reseptor prolaktin pada permukaan spermatozoa. Seminal plasma merupakan sumber protein yang cukup kaya, salah satunya Prolactin Inducible Protein (PIP). PIP diekspresikan secara berbeda dalam spermatozoa atau seminal plasma pada laki-laki infertil dan fertil. Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisa efek penambahan pemberian prolaktin pada normozoospermia untuk melihat apakah prolaktin berpengaruh terhadap aktivasi PIP, di daerah mana PIP terkespresi dengan menggunakan imunositokimia, peningkatan fosforilasi tirosin dengan menguji parameter kualitas spermatozoa berupa kinetik menggunakan CASA, dan kapasitasi melalui western blot. Hasil penelitian menunjukkan PIP pada kelompok normozoospermia diekspresikan pada permukaan nuclear membran, mid piece, dan tail spermatozoa. Penambahan prolaktin pada kultur spermatozoa kelompok normozospermia tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam mengaktivasi PIP. Penambahan prolaktin pada kelompok normozoospermia tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam meningkatkan kinetik spermatozoa. Penambahan prolaktin kelompok normozoospermia tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam meningkatkan fosforilasi tirosin. ......Spermatozoa are inactive cells in the processes of transcription and translation, so spermatozoa maturation and capacitation are influenced by changes or modifications of pre-existing proteins. A proteomic study found prolactin receptors on the surface of spermatozoa. Seminal plasma is a rich source of proteins, one of which is prolactin-inducible protein (PIP). PIP is expressed differently in spermatozoa or seminal plasma in infertile and fertile men. In this study, the researchers wanted to analyze the effect of adding prolactin to normozoospermia to see whether prolactin influenced PIP activation, in which areas PIP was expressed using immunocytochemistry, increased tyrosine phosphorylation by testing spermatozoa quality parameters in the form of kinetics using CASA, and capacitation via western blot. The results showed that PIP in the normozoospermia group was expressed on the surface of the nuclear membrane, midpiece, and tail spermatozoa. The addition of prolactin to the spermatozoa culture of the normozoospermia group did not show a significant difference in activating PIP. The addition of prolactin in the normozoospermia group did not show a significant difference in increasing the kinetics of spermatozoa. The addition of prolactin in the normozoospermia group did not show a significant difference in increasing tyrosine phosphorylation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiqa Hilda Ismara
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit dibagi kedalam 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB (KP1, KP2, dan KP3). Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan analisis kuantitas dan kualitas spermatozoa. Data rerata jumlah spermatozoa per militer (x106) pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturutturut ialah (42,92± 3,28), (39,57± 2,08), (36,49± 2,73), dan (33,37± 1,26) spermatozoa per mililiter. Data rerata persentase motilitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (82,92 % ± 1,74) , (68,54 % ± 6,32), (61,23 % ± 7,13), dan (46,12 % ± 3,90). Data rerata persentase abnormalitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (37,63% ± 1,32), (52,24 % ± 0,95), (61,93 % ± 1,26), dan (68,83% ± 0,66). Hasil uji LSD (P < 0,05) menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol KK. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB. ......The present study was done to determine the effect of Kluwih’s leaf’s infusion on the quantity and quality of spermatozoa of male mice DDY strain. 24 male mice have divided into 4 experimental group; control group and treament group which were given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Mean of sperm total per militer: KK (42,92± 3,28), KP1 (39,57± 2,08), KP2 (36,49± 2,73), and KP3 (33,37± 1,26) sperm/ml. Mean of percentage of sperm motility: KK (82,92 % ± 1,74) , KP1(68,54 % ± 6,32), KP2(61,23 % ± 7,13), and KP3(46,12 % ± 3,90). Mean of percentage of sperm abnormality: KK (37,63% ± 1,32), KP1(52,24 % ± 0,95), KP2(61,93 % ± 1,26), and KP3 (68,83% ± 0,66). Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on quantity and quality of spermatozoa of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>