Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifqi Ramadhana
Abstrak :
Preservasi sperma ikan mata merah (Systomus orphoides Valenciennes, 1842) perlu dilakukan untuk mengurangi keterbatasan stock yang diakibakan waktu pemijahan yang berbeda antara induk jantan dan betina. Keberhasilan preservasi sperma sangat ditentukan oleh penggunaan krioprotektan yang tepat. Penelitian ini menggunakan krioprotektan intra dan ekstraseluler untuk melindungi sel sperma dari dalam maupun dari luar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi metanol 10% dengan berbagai konsentrasi susu skim sebagai krioprotektan alami terhadap motilitas, viabilitas, dan abnormalitas sperma ikan mata merah 48 jam pascapreservasi. Konsentrasi larutan susu skim yang digunakan yaitu 5%; 10%; 15%; dan 20%. Sperma disimpan dalam kulkas pada suhu 4℃ selama 48 jam. Sperma segar dievaluasi secara makroskopik (warna, volume sperma, dan pH), dan secara mikroskopik (motilitas, viabilitas, dan abnormalitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metanol 10% dan berbagai konsentrasi susu skim berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap motiitas, viabilitas, dan abnormalitas sperma ikan mata merah 48 jam pascapreservasi. Penggabungan metanol 10% dan susu skim 10% memiliki pengaruh paling optimum yaitu motilitas 97,62 ± 1,09%, viabilitas 85,80 ± 1,92%, dan abnormalitas 10,00 ± 1,14%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu potensi susu skim terbaik untuk preservasi sperma ikan mata merah pada konsentrasi 10%. ......Sperm preservation of javaean barb fish (Systomus orphoides Valenciennes, 1842) needs to be done to reduce stock limitiations caused by different spawning times between male and female broodstock. The success of sperm preservation is also supported, one of which is the use of cryoprotectants. This study uses extracellular cryoprotectants to protect sperm cells from inside and outside. The purpose of this study was to evaluate the effect of 10% methanol with various concentrations of skim milk as a natural cryoprotectant on motility, viability, and sperm abnormalities of javaean barb fish 48 hours after preservation. The concentration of skim milk solution used was 5%; 10%; 15%; and 20%. Sperm were store in the refrigator at 4℃ for 48 hours. Fresh sperm were evaluated macroscopically (color, sperm volume, and pH) and microscopically (motility, viability, and abnormalities). The results showed that the uses of 10% methanol and various concentraions of skim milk had a significant effect (P<0,05) on motility, viability, and sperm abnormalities of javaean barb fish 48 hours after preservation. The combination of 10% methanol and 10% skim milk had the most optimum effect, the value of motility is 97.62 ± 1,09%, viability 85.80 ± 1.92%, and abnormality 10.00 ± 1.14%. The conclusion of this study is that the best potential of skim milk for sperm preservation of javaean barb fish at a concentration of 10%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Olivia Febrianti Jasirwan
Abstrak :
Pengantar: Zigot tiga pronukleus (3PN) merupakan salah satu hasil dari fertilisasi abnormal yang sering yang diamati dalam teknologi fertilisasi in vitro, dan biasanya tidak dikultur dan ditransfer atas pertimbangan risiko kelainan kromosom. Namun, informasi mengenai perkembangan dan komposisi genetik embrio 3PN tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah embrio tersebut dapat ditransfer atau tidak apabila tidak didapatkan embrio 2PN ataupun embrio yang dihasilkan sangat sedikit.. Tujuan: Untuk mengetahui status kromosom embrio 3PN dan menganalisis hubungan antara morfologi embrio 3PN dan status kromosomnya. Hasil: Tiga puluh zigot 3PN dari 16 pasangan/siklus intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperoleh selama periode 6 bulan. Biopsi dilakukan pada embrio 3PN hari ke-5/6 dan selanjutnya dilakukan skrining genetik menggunakan metode Next Generation Sequencing (NGS). Dari 30 embrio 3PN tersebut, 66,7% memiliki kromosom yang abnormal. Pada tahap pembelahan, tidak didapatkan hubungan antara semua parameter morfologi embrio 3PN dengan status kromosomnya. Sebaliknya, pada tahap blastokista, derajat ekspansi blastokista <3 memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara bermakna daripada derajat ekspansi lainnya (90%, P = 0,05). Begitu pula dengan derajat intracellular mass (ICM) dan trofektoderm (TE), embrio dengan derajat ICM bukan A dan TE bukan A memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara signifikan (masing-masing 100,0%, P = 0,001 dan 93,3%, P = 0,001). Kesimpulan: status kromosom embrio 3PN berhubungan secara bermakna dengan parameter morfologinya pada tahap blastokista, sehingga penilaian morfologi embrio 3PN pada tahap blastokista dapat digunakan bersama-sama dengan preimplantation genetic screening (PGS) dalam menyeleksi embrio yang euploid supaya dapat ditransfer apabila tidak didapatkan embrio 2PN lainnya ......Introduction: Three pronuclear (3PN) zygote is one of the most frequently abnormal fertilization observed in IVF/ICSI technology, which are usually discarded as there are concerns about their abnormal chromosomal constitution. However, because in certain cases there are no other embryos available, new information would be valuable to consider transferring or discarding them. Aim: To analyze the chromosomal constitution 3PN embryos and to investigate the relationship between its morphology and the chromosomal status. Results: Thirty 3PN zygotes from 18 cycles were reviewed during a 6-month period. Biopsy was performed on day 5/6 which were subsequently screened for chromosomal status by Next Generation Sequencing (NGS) method. Of the 30 3PN embryos, 66.7 % were chromosomally abnormal. At the cleavage stage, there were no association between all morphological features and chromosomal status. In contrast, at blastocyst stage, a grade <3 blastocyst expansion had significantly higher chromosomal abnormality than the other grade of expansions (90%, P=0.05). As regards to intercellular mass (ICM) and trophectoderm (TE), embryos with grade non-A ICM and TE had a significantly higher chromosomal abnormality (100.0%, P=0.001 and 93.3%, P=0.001 respectively). Conclusion: chromosomal status and 3PN embryo morphology are linked at the blastocyst stage, and thus morphology asessment of 3PN blastocysts can be used in conjunction with PGS to select which embryo should be transferred when no other embryos from 2PN ICSI zygotes are available.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library