Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nova Adrian
Abstrak :
Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui distribusi warna yang umum diperoleh pada pasien dengan menggunakan spektrofotometer berdasarkan faktor usia dan mengetahui apakah terdapat persamaan antara persepsi pasien dan operator. Latar Belakang : Perubahan warna (diskolorisasi) merupakan salah satu masalah dalam estetika pada perawatan prostodontik. Faktor yang menghambat adalah tidak adanya warna gigi tersebut pada shade guide. Ketidaksempurnaan shade guide menyebabkan tidak konsistennya pemilihan warna dan adanya perbedaan persepsi antara operator dan pasien. Pemilihan warna dengan cara digital dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dapat membantu mengatasi masalah. Faktor usia menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan warna gigi. Metode : Observasi dilakukan pada 140 subyek yang terdiri dari kelompok usia berbeda untuk melihat distribusi warna gigi dengan menggunakan spektrofotometer dan shade guide. Operator dan pasien melakukan penentuan warna gigi untuk mengetahui adanya persamaan persepsi diantara keduanya dengan menggunakan shade guide. Hasil : Hasil uji bivariat korelasi lambda adalah p > 0,05 sehingga menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dan penentuan warna gigi dengan menggunakan spektofotometer namun terdapat kecenderungan makin tua usia seseorang maka warna gigi cenderung gelap. Hasil uji bivariat korelasi lambda pada persepsi pasien dan operator adalah p > 0,05 sehingga menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara persepsi pasien dan operator. Kesimpulan : Adanya distribusi penentuan warna yang berbeda antara spektrofotometer dan shade guide. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dan penentuan warna gigi dengan menggunakan spektofotometer namun terdapat kecenderungan makin tua usia seseorang maka warna gigi cenderung gelap. Terdapat perbedaan persepsi antara pasien dan operator dalam penentuan warna. ...... Purpose : The purpose of this study was to identify the most frequent patient?s colour of teeth by make use of spectrophotometer in base of age and identify differences in perception of operator and patient. Background : Discolorisation was an esthetic problems in prosthodontics treatment. The incompleted shade guide range in colour be capable inaccuracy of taking place by selection colour of teeth. Selection the colour of teeth digitaly defend utilize by spectrophotometer. Age preserve consideration within shade determination. Method : Identify 140 subject with dissimilar age range to recognize distribution the colour of teeth. Operator and patient select the shade of teeth to recognize dissimilar perception between operator and patient. Result : The result of bivariat lambda correlation test was p > 0,05 consequently age and color determination used the spektofotometer had no a correlation however there was inclined to increasingly age has more dark shade. The result of bivariat lambda correlation test was p > 0,05 as a result color determination perception between patient and operator had no a correlation. Conclution : Difference distribution color determination was shown between spektofotometer and shade guide. Age and color determination used the spektofotometer had no a correlation however there was inclined to increasingly age has more dark shade. Patient and operator had different perception of color determination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T40821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Fariska Savira
Abstrak :
Latar belakang: Ribonucleic acid RNA adalah molekul yang tidak stabil secara termodinamik. Cara penyimpanan RNA sangat kritis untuk menjaga kuantitas dan kualitasnya agar dapat digunakan untuk analisis molekuler seperti real time-PCR. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui suhu ideal penyimpanan RNA di antara -80°C, -20°C dan 4°C dengan melihat perubahan pada konsentrasi RNA selama dua minggu masa penyimpanan. Metode: Delapan hati tikus dibagi menjadi 3 untuk setiap grup dengan berat masing-masing sampel 25-26 ug. Sampel hati dihomogenisasi dan diisolasi untuk mendapatkan RNA murni, lalu disimpan pada tiga suhu berbeda yakni -80°C, -20°C and 4°C. Absorbasi diukur dengan alat Varioskan Flash pada gelombang cahaya 260 dan 280 nm untuk mendapatkan konsentrasi dan kemurnian sampel. Hasil: Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara konsentrasi RNA dengan suhu penyimpanaan selama dua minggu, baik secara eksperimental dan secara statistik Kruskal-Wallis, -80°C p = 0.949; -20°C p = 0.885; 4°C p = 0.935 . Dapat disimpulkan bahwa suhu ideal untuk penyimpanan RNA tidak dapat ditetapkan. RNA dengan konsentrasi yang tinggi memiliki kemurnian yang tinggi juga. Kesimpulan: RNA dapat disimpan di suhu -80°C, -20°C dan 4°C selama dua minggu tanpa perubahan kuantitas. Tetapi, durasi studi sebaiknya diperpanjang paling tidak selama satu bulan untuk melihat penurunan pada konsentrasi RNA di suhu penyimpanan yang terkait. Walaupun konsentrasi pada sampel tidak berubah signifikan, kualitas pita RNA tidak dapat dievaluasi untuk analisis molekuler. Analisis kualitas RNA dapat dilakukan untuk melihat terjadinya degradasi.
Background Ribonucleic acid RNA is a thermodynamically unstable molecule. The way RNA samples are preserved is critical to maintain maximum yield and quality therefore it is useful for molecular analysis such as real time PCR. There are many contradictions and variations regarding the ideal temperature for RNA storage. The aim of this study was to find the ideal temperature for RNA storage among 80°C, 20°C and 4°C by observing for alteration in concentration over two weeks of storage time. Methods Eight mouse liver were each divided into 3 groups, weighed to 25 26 ug. Samples were homogenized and isolated for pure RNA, and were subsequently stored in temperatures of 80o C, 20°C and 4°C. Absorbance was measured with Varioskan Flash photometric tool, at wavelength of 260 and 280 nm. Concentration and purity of RNA samples were then calculated. Results There was no significant difference between concentrations of RNA samples stored in all temperatures across the duration of two weeks storage time, both experimentally and statistically Kruskal Wallis, 80o C p 0.949 20o C p 0.885 4o C p 0.935 . We conclude that the ideal temperature for RNA storage cannot be defined. Higher concentration of RNA coincides with higher RNA purity. Conclusion RNA can be stored in 80o C, 20o C and 4o C for two weeks without quantity reduction. However, longer duration of study, at least one month, is needed to observe whether RNA concentration will be reduced overtime in any of temperatures of storage. Despite the concentration that stayed constant over the duration of storage two weeks , we are unable to determine whether the quality is appropriate for use in molecular assays. Further RNA quality analysis is recommended to check for degradation.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Suprihatin
Abstrak :
Usaha untuk membuat alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia dalam pengawasan, penelitian, dan perkembangan laboratorium analisa merupakan kecenderungan pada akhir abad 20 Otomatisasi instrumentasi di laboratorium menghasilkan banyak kemajuan dalam analisis kimia seperti sensitivitass, elektivitas. Presisi, kecepatan, biaya, dan jangkauan aplikasi yang luas. Salah satu contoh otomatisasi dalam analisis kimia adalah flow lryectiott Analysis atau FIA. FIA adalah metode analisis berdasarkan injeksi cairan sampel ke dalam aliran kontinyu tidak beruas dari suatu cairan yang sesuai. Injeksi sampel membentuk zona hasil reaksi kimia. Zona ini ditransportasikan menuju detector dan langsung diukur absorbansi, potensial elektroda atau parameter fisika lainnya. Modifikasi yang bisa dilakukan dalam FIA membuat metoda ini dapat menjadi metoda Analisis alternatif dan mempunyai jangkauan luas dalam komunitas analisis kimia. Pada penelitian yang dilakukan, dipelajari metoda penentuan klorida dengan teknik FIA. Prinsip penentuannya adalah pengukuran. besarnya absorbansi senyawa kompleks {Fe(SCN)}2. yang dihasilkan dari reaksi antara Fe3* dengan scN-. Ion SCN- ini dihasilkan dari reaksi antara ion cl- dengan Hg(SCN)2. Kelayakan teknik FIA ditentukan dengan parameter operasional FIA yaitu dispersi. Dispersi adalah perbandingan absorbansi yang tidak terdispersi dengan absorbansi FIA. Dispersi dipengaruhi volume injeksi sampel kecepatan alir pereaksi dan panjangk olom. Hargad ispersid ari percobaana dalah2 -6, hargai ni beradad alam range dipsersi untuk pengukuran Spektrofotomteri yaitu disperse sedang ( 3-10). Hasil percobaan membuktikan bahwa kenaikan volume injeksi sampel dan kecepatan alir pereaksj umumnya menyebabkan dispersi menurun. Sedangkan kenaikan panjang kolom menyebabkan dispersi meningkat. Dengan menggunakan kondisi optimum, dilakukan percobaan untuk Mengetahui pengaruhi on pengganggu terhadap hasil pengukuran. Ion pengganggu yang digunakan adalah sulfat dan karbonat pada konsentrasi sepersepuluh, setengah, satu' l0' dan 50 kali konsentrasi klorida. Sampai konsentrasi ion sulfat dan karbonat 50 kali konsentrasi klorida ternyata tidak memberikan perbedaan berarti dibandingkan dengan tanpa ion pengganggu tersebut. Batas deteksi pengukuran dengan F IA adalah 6'13 ppm sedangkan dengan konduktometri 3l 29 ppm.P erbandingan dengan titrasi Konduktometri tdak.memberikan perbedaan hasil yang berarti.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem perkemihan merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh. Salah satunya yaitu kreatinin dalam urin, namun seringkali urin datang ke laboratorium sudah tidak segar lagi dan telah dikeluarkan beberapa jam sebelumnya tanpa bahan pengawet. Penyimpanan sampel ini penting untuk diperhatikan, Salah satu cara yang saat ini dipergunakan untuk penyimpanan sampel urin yaitu dengan cara penyimpanan sampel urin didalam suhu rendah dan penambahan pengawet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dan kondisi penyimpanan urin terhadap kestabilan kreatinin. Pendeteksian kreatinin didasarkan pada reaksi Jaffe yang terjadi antara kreatinin dan asam pikrat dalam medium basa untuk membentuk senyawa berwarna orange dan diukur dengan menggunakan spetrofotometer UV-Visibel. Absorbansi dari senyawa yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 483 nm. Metode yang digunakan memenuhi beberapa kriteria validasi yaitu, linieritas, presisi, batas deteksi, batas kuantifikasi, serta perolehan kembali. Diperoleh nilai R2 ≥ 0.998 dengan rentang 200- 1000 ppm. Nilai presisi yang dinyatakan dengan %RSD berada pada 2.42% - 6.39%. Batas deteksi yang diperoleh yaitu 0.96 ppm dan batas kuantifikasi 3.20 ppm. Persen perolehan kembali didapat 107%. Kemudian metode ini digunakan dalam menganalisa kadar senyawa kreatinin. Didapat kondisi penyimpanan yang paling baik adalah dengan penambahan pengawet dan disimpan pada suhu 8oC.
ABSTRACT
Urinal System is a system that is essential to remove the remain of the food produced by the metabolism of the body. One of them is of creatinine, but the urine is often no longer fresh when it comes to the laboratory and has been saved for several hours without preservatives. Sample storage is important thing to be concerned. One of the sample storage which is currently used for urine samples is saving the samples in the low temperature and the addition of preservatives. This study aims to determine the effect of time and storage conditions on the stability of creatinine. Creatinine detection based on the Jaffe reaction which occurs between creatinine and picric acid in alkaline medium to form a orange colored compound. Absorbance of the compound formed was measured by spectrophotometer UV-Visible at a wavelength of 483 nm. The method used had met several criteria in terms of validation of linearity, precision, limit of detection, limit of quantification, and recovery. Obtained R2 value ≥ 0.998 with a range of 200-1000 ppm. Precision values are expressed as % RSD is at 2.42% - 6.39%. The detection limit is 0.96 ppm obtained and quantification limits of 3.20 ppm. Percent recoveries obtained 107%. Then the method is used to analyze the levels of creatinine compounds. Obtained the best storage conditions is the addition of preservatives and stored at 8oC.
Universitas Indonesia, 2014
S53998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkina Pascawati
Abstrak :
Pertumbuhan polimerisasi anilin dipelajari secara langsung melalui pengukuran dengan metode CLM yang dihubungkan dengan spektrofotometer UV-Visible. Polimer konduktif polianilin merupakan salah satu jenis material fungsional karena sifatnya yang menarik. Metode CLM yang telah dikembangkan selama ini digunakan untuk mengamati fenomena antarmuka pada pembentukan kompleks pada proses ekstraksi. Pada penelitian ini dicoba untuk memanfaatkan metode CLM yang menggunakan reagen dalam jumlah sedikit untuk mengamati pertumbuhan proses polimerisasi anilin secara langsung dan mempelajari mekanisme proses polimerisasi yang diamati pada interval waktu yang singkat. Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari pengaruh kecepatan rotasi, volume, konsentrasi reaktan, rasio APS/AK dan penambahan asam dan basa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan kecepatan rotasi mempengaruhi kecepatan pembentukan membran pada sel gelas. Volume mempengaruhi ketebalan lapisan membran yang terbentuk. Volume ideal adalah 0,2 mL dengan ketebalan membran adalah 0,3243 mm. Konsentrasi reaktan tidak mempengaruhi spesi-spesi yang terbentuk pada polimerisasi. Pembentukan PANI ES (Emeraldine Salt) mulai dapat diamati pada konsentrasi 0,02 M dan polimerisasi semakin cepat seiring meningkatnya konsentrasi reaktan. Rasio APS/AK yang ideal dalam polimerisasi adalah sebesar 1,25. Polimerisasi anilin dalam suasana asam dapat mempercepat terjadinya perubahan spesi pada tahap polimerisasi. Sedangkan penambahan basa dapat menghambat proses polimerisasi. Metode CLM telah berhasil diaplikasikan untuk polimerisasi anilin dan diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi dalam perkembangan sains dan teknologi. ...... Growth polymerization of aniline is studied directly by using CLM method associated with UV-Visible spectrophotometer. Conductive polymer polyaniline is one kind of functional material because of its interesting properties. CLM method that which has been developed for all this time is used to observe interfacial phenomena in complex formation in the extraction process. This research is attempted to utilize the CLM method that uses small amounts of reagents for the polymerization of aniline to observe the growth process directly and to learn about the mechanism of the polymerization process observed at short time intervals. This research is conducted by studying the effect of rotational speed, volume, concentration of reactants, the ratio of APS/AK and the addition of acids and bases. From the results of the research, it can be concluded that rotational speed influences the speed of the cell membrane formation on the glass cell. Volume affects the thickness of the formed membrane. Ideal volume is 0,2 mL with membrane thickness is 0,3243 mm. The concentration of reactants does not affect the species formed in the polymerization. The formation of PANI ES (Emeraldine Salt) can be set to be observed at concentrations of 0,02 M and the polymerization becomes faster with the increasing concentrations of the reactants. The ideal ratio of APS/AK in the polymerization is 1,25. Polymerization of aniline in acidic conditions can accelerate the change of species in the polymerization stage whereas the addition of base can inhibit polymerization process. This CLM method has been succesfully applied to the polymerization of aniline and expectedly this research can be such a contribution to the development of science and technology as well.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Shaumi Hermawan
Abstrak :
Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker paling umum yang terjadi pada wanita dan urutan kedua paling umum terjadi secara umum (2.089.000 kasus per tahun 2018), dengan salah satu mortalitas tertinggi (627.000 kematian per tahun 2018). Namun begitu, metode diagnosis histopatologi, standar baku emas penemuan kanker payudara, masih bersifat subjektif terhadap operator peneliti yang mengakibatkan rawannya terjadi diagnosis negatif palsu dan positif palsu. Beberapa studi kemudian meneliti aplikasi dari metode spektrofotometri autofluoresensi sebagai alat diagnosis tambahan dari beragam kanker dengan hasil yang memiliki sensitivitas tinggi dan periode akuisisi data yang singkat. Terlepas hasilnya yang menjanjikan, hingga saat ini belum ada studi aplikasi spektrofotometri autofluoresensi dalam klasifikasi derajat lesi kanker payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi spektrofotometer autofluoresensi sebagai metode klasifikasi jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker dalam sediaan blok parafin. Metode: Dalam penelitian ini diukur 640 panjang gelombang mulai dari 420.2–762.9nm terhadap 30 total sampel blok parafin jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker. Data autofluoresensi kemudian dianalisis melalui perangkat lunak SPSS untuk uji komparatif dan Orange Data Mining untuk analisis machine learning. Hasil: Terdapat 583 dari 640 panjang gelombang yang dapat menunjukan perbedaan intensitas cahaya antar derajat lesi, dengan 3 di antaranya dapat menunjukkan perbedaan yang bermakna. Logistic Regression merupakan machine learning dengan performa terbaik untuk mengklasifikasi derajat lesi jaringan kanker payudara berdasarkan skor AUC (91,2%), akurasi (83,3%), presisi (83,3%), recall (83,3%), F1 (82.9%), spesifisitas (77,8-100%), dan sensitivitas (87,5%-100%). Kesimpulan: Spektrofotometri autofluoresensi menunjukan performa yang cukup baik dalam aplikasinya mengklasifikasi jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker. ......Introduction: Being the most common cancer in women and the second most common in general (2,089,000 cases on 2018), Breast cancer also has one of the highest mortality rate (627,000 deaths on 2018). However, despite the histopathological diagnosis method being the gold standard for breast cancer detection, it is still very subjective to the operator, making it prone to false negative and false positive diagnoses. Several studies investigating the application of the autofluorescence spectrophotometric method as an additional diagnostic tool for various cancers shows high sensitivity results with short data acquisition period. Despite the promising results, until today, there has not been a study of the application of autofluorescence spectrophotometry in the classification of the breast cancer lesions. This study was conducted to determine the potential of the autofluorescence spectrophotometer as a method of classifying normal, precancerous, and cancerous mice breast tissue in paraffin block samples. Method: In this study, 640 wavelengths ranging from 420.2–762.9nm were measured against a total of 30 paraffin block samples of normal, precancerous, and cancer mice breast tissue. The autofluorescence data was then analyzed using SPSS software for comparative testing and Orange Data Mining for machine learning analysis. Result: There are 583 of 640 wavelengths that able to show differences in light intensity between the degrees of lesions, with 3 of them showing significant differences. Logistic Regression is a machine learning with the best performance to classify the degree of breast cancer tissue lesions based on the AUC score (91.2%), accuracy (83.3%), precision (83.3%), recall (83.3%), F1 (82.9%), specificity (77.8-100%), and sensitivity (87.5%- 100%). Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry shows a fairly good performance in its application to classify normal, precancerous, and cancerous mice breast tissue.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The aim of this study was to evaluate the influence of different backgrounds on spectrophotometric colour values of natural teeth. Twenty volunteers (10 males and 10 females) with a mean age of 25 years old and 9 months (±3 years and 2 months) were each subjected to 4 spectrophotometric measurements of their upper right central incisor. Each sample was measured with alternatively black, 50 % grey, white or no background (positive control). ΔE medians ranged from 0.9 to 5.9. All artificial backgrounds presented significant differences (p < 0.05) when compared to values obtained without any background. No significant differences were observed between black and 50 % grey background (p < 0.05). If an artificial background needs to be used, as for example when performing in vitro studies, preference should be given to a black background as it approaches best the clinical situation (i.e. no background). Even if no statistically significant differences were found when compared with the grey background, the black background should be preferred due to its lower ΔE medians, standard deviation as well as lower minimum and maximum values.
ODO 102:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aaron Datui
Abstrak :
Latar belakang: Kanker kolorektal menduduki peringkat tiga sebagai kanker terbanyak di dunia, dan peringkat kedua sebagai kanker dengan angka mortalitas tertinggi, yaitu 862,000 kematian pada tahun 2018. Dalam alur penatalaksanaan kanker kolorektal, pemeriksaan histopatologi memiliki peranan penting dalam menentukan progresivitas kanker yang secara tidak langsung menentukan jenis terapi pada pasien. Subjektivitas dalam pemeriksaan patologi berpotensi untuk menjadi suatu masalah karena dapat menyebabkan diagnosis yang tidak tepat. Hal ini diakibatkan sifat pemeriksaan patologis yang operator dependent yang perlu diminimalkan agar pemeriksaan lebih objektif. Spektroskopi telah digunakan sebagai metode untuk membantu mengkuantifikasikan diagnosis kanker mulai dari quantitative mass sepctrometry, atau quantitative spectroscopic imaging. Namun penggunaan spektroskopi berbasis cahaya tampak belum banyak ditemukan. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui intensitas cahaya reflektansi dari spektrofotometer reflektans sederhana untuk membedakan jaringan kolon normal, prekanker, dan kanker, serta akurasinya dalam membedakan jaringan. Metode: Studi ini mengukur reflektansi pada jaringan kanker kolon dari mencit (Mus musculus) pada 126 panjang gelombang mulai dari 435-712.6 nm. Data reflektansi dianalisis menggunakan Uji Saphiro Wilk, Uji Kruskal Wallis, dan Uji One Way ANOVA. Kemudian Principle Component Analysis (PCA) dilakukan pada data, lalu dilanjutkan dengan 5-fold cross validation menggunakan algoritma machine learning. Pengukuran parameter akurasi kemudian dilakukan pada model yang dibuat menggunakan machine learning yang mencakup CA (Classification Accuracy), precision, recall, sensitivitas, dan spesifisitas. Hasil: Dalam membedakan 3 kelompok jaringan (normal, prekanker, dan kanker), ditemukan 41 panjang gelombang dengan setidaknya 2 kelompok berbeda bermakna, dan spektrofotometer memiliki akurasi yang rendah (CA 0.429-0.464, precision 0.446-0.481, recall 0.429-0.464). Untuk membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal (prekanker dan kanker), ditemukan 57 panjang gelombang dengan perbedaan bermakna, dan spektrofotometer memiliki akurasi dengan skor CA 0.821-0.857, precision 0.819-0.60, recall 0.821-0.857, sensitivitas 88.8-100%, dan spesifisitas 50-70%. Simpulan: Studi ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan reflektansi antara 3 kelompok jaringan. Spektrofotometer reflektans sederhana dapat membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal (prekanker dan kanker) dengan cukup baik, namun tidak dapat untuk membedakan 3 kelompok jaringan.
Bakcground: Colorectal cancer is the third most prevalent cancer worldwide and is the second place for cancers with the highest mortality (862,000 deaths in 2018. In the guidelines for colorectal cancer therapy, histopathological evaluations plays a major role in determining the progression of the cancer thus indirectly determining the therapy for each patient. Subjectivity in pathological evaluation might lead to problems which would resulted in misdiagnosis. This is due to the operator-dependent characteristic of pathological evalutaion that should be minimalized to increase its objectivity. Spectroscopy have been researched and used as a method to help to quantify cancer diagnosis such as quantitative mass spectroscopy and quantitative spectroscopic imaging. The usage of visible light spectroscopy is limited for now. Objectives: This study aims to evaluate the reflectance measured using simple reflectance spectrophotomoeter in order to differentiate normal colon, precancer lesion, and colon cancer tissue, and its accuracy in differentiating tissues. Methods: This study measures the reflectance of the Mus musculus rodents' colon tissue in 127 wavelength from 435-712.6 nm. The reflectance then analyzed using Saphiro Wilk test, One Way ANOVA, and Kruskal Wallis. PCA is conducted, then a 5-fold cross validation is done using machine learning algorithms. A accuracy testing including CA (Classification Accuracy), precision, recall, sensitivity, and specificity is done to the models made by machine learning algorithm. Results: In differentiating 3 tissue category (normal, precancer, and cancer) 41 wavelengths are identified with a p-value of <0.05. To differentiate 3 tissue category, simple spectrophotometer have low accuracy (CA 0.429-0.464, precision 0.446-0.481, recall 0.429-0.464. In differentiating abnormal tissue (precancer and cancer) from normal tissue, 57 wavelengths are identified with a p-value of <0.05. To differentiate these 2 categories, simple reflectance spectrophotometer have an accuracy with CA score equals 0.821-0.857, precision equals 0.819-0.60, recall equals 0.821-0.857, sensitivity equals 88.8-100%, and spesificity equals 50-70%. Conclusion: This study concludes that there is a significant difference in reflectance from 3 tissue samples. Simple reflectance spectrophotometer could differentiate normal and abnormal (precancer and cancer) tissue well but it is unable to differentiate normal, precancer, and cancer tissue to 3 different categories.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library