Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endro Gunawan
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perdagangan bebas kedelai (tarif nol persen) terhadap daya saing dan profitabilitas usaha tani kedelai di Propinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan periode 2002-2003. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan usaha tani kedelai di Propinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada tahun 2002 lebih besar dibanding laba usaha tani pada tahun 2003. Terjadi penurunan keuntungan usaha tani sebesar Rp. 201,5 ribu di Jatim dan Rp. 288,2 ribu di Sulsel pada perlode 2002-2003. Di Jawa Timur keuntungan usaha tani kedelai pada tahun 2002 sebesar Rp. 1.333.725 /ha dan pada tahun 2003 sebesar Rp. 1.132.200/ha, sedangkan di Sulawesi Selatan keuntungan usaha tani kedelai sebesar Rp. 1.380.700/ha pada tahun 2002 dan Rp. 1.092.500/ha pada tahun 2003. Usaha tani kedelai di Propinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan periode 2002-2003 masih memberikan keuntungan yang memadai. Hal ini tercermin dari nilai net transfer usaha tani kedelai di propinsi Jatim dan Sulsel yang nllainya lebih besar dari noi, yaitu sebesar Rp. 463.919 di Jatim dan Rp. 366.468 di Sulsel pada tahun 2003. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha tani kedelai masih menguntungkan di tingkat harga aktual (harga private) dibandingkan pada harga sosialnya. Hal ini disebabkan karena negara-negara produsen utama kedelai menerapkan harga dumping, sehingga harga kedelai pada harga sosial lebih murah dibandingkan harga kedelai pada harga private. Dibandingkan pada tahun 2002, nilai net transfer usaha tani kedelai di Jatim mengalami penurunan sebesar Rp.129.225/ha, sedangkan di Sulsel mengalami penurunan sebesar Rp.88.707/ha. Nilai PCR usaha tani kedelai di propinsi Jatim dan Sulsel nilainya lebih kecil dari satu, yaitu sebesar 0.59 pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa untuk menghasilkan satu unit nilai tambah pada harga private di Jatim dan Sulsel hanya memerlukan 0.59 unit faktor domestik. Menurut metode PAM, hasil ini mengindikasikan bahwa usaha tani kedelai dl kedua propinsi mempunyai keunggulan kompetitif dan secara private menguntungkan. Dibandingkan dengan tahun 2002, maka nilai PCR di Propinsi Jatim dan Sulsel pada tahun 2003 mengalami peningkatan. Nilai NPCO usaha tani kedelai dl Jatim dan Sulsel tahun 2003 nilainya lebih besar dari satu, yaitu 1.18 di Jatim dan 1.15 di Sulsel. Menurut metode PAM, ini berarti pemerintah memberikan proteksi pada output sehingga harga aktual kedelai lebih tinggi 18% di Jatim dan 15% di Sulsel dibandingkan dengan harga sosialnya. Rendahnya harga sosial tersebut diakibatkan karena perhitungan pada harga sosial menggunakan harga dumping, bukan harga sosial yang sebenarnya. Nilai NPCI di propinsi Jatim dan Sulsel pada periode 2002-2003 nilainya juga lebih besar dari satu, yaitu 1.06 di Jatim dan 1.03 di Sulsel pada tahun 2003. Hal ini berarti adanya pajak berupa tarif bea masuk pada input tradable (benih, pupuk, pestisida). Akibat adanya tarif bea masuk pada input tradable mengakibatlcan harga input tradable usaha tani kedelai pada harga aktual di Jatim lebih tinggi 6% dan dl Sulsel lebih tinggi 3% dibanding pada harga sosialnya pada tahun 2003. Kondisi ini mengindikasikan bahwa input tradable pada usaha tani kedelai tidak mendapat proteksi, tetapi dikenakan pajak berupa tarif bea masuk. Nilai EPC usaha tani kedelai di kedua propinsi lebih besar dari satu, yaitu 1.20 di Jatim dan 1.16 di Sulsel pada tahun 2003. Menurut metode PAM, hasil ini berarti pemefintah memberikan proteksi pada input-output secara simultan sehingga nilai tambah pada harga private di Jatim lebih besar 0.20% dan di Sulsel lebih besar 0.16% dibandingkan nilai tambah pada harga sosialnya. Nilai DRCR usaha tani kedelai di kedua propinsi pada periode 2002-2003 nilainya lebih kecil dari satu, yaitu sebesar 0.71 di Jatim dan 0.69 di Sulsel pada tahun 2003. Hal ini berarti untuk rnenghasilkan satu unit nilai tambah pada harga sosial, Jatim memerlukan 0.71 unit faktor domestik dan Sulsel memerlukan 0.69 faktor domestik. Menurut perhitungan dengan metode PAM, nilai DRCR yang lebih kecil dari satu ini disebabkan karena penerimaan pada harga sosial yang lebih besar dibandingkan biaya input tradable-nya akibat subsidi domestik di negara produsen kedelai. Nilai DRCR di Sulsel pada periode 2002-2003 lebih kecil dibandlngkan dengan Jatim, hal ini mengindikasikan bahwa usaha tani kedelai di Sulsel lebih mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan di Jatim. Terdapat perbedaan antara hasil analisis PAM dengan kondisi sebenarnya dari usaha tani kedelai di Indonesia. Perbedaan hasil perhitungan analisis PAM dengan kondisi di lapang ini diduga karena harga sosial yang digunakan dalam perhitungan PAM sudah terpengaruh oleh politik dumping, subsidi domestik dan subsidi ekspor yang dalam metode PAM pengaruh-pengaruh tersebut diabaikan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tirta Karma Sanjaya
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi permintaan impor kedelai Indonesia da1am jangk:a panjang dan jangka pendek. Melalui analisis perilaku variabel-variabel yang signifikan tersebut dapat diidentifikasi faktor-faktor apakah yang secara signifikan dan paling dominan mempengaruhi pennintaan impor kedelai Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek pada beberapa tahun terakhir ini. Anaiisis pada penelitian ini adahh menggunakan uji kointegrasi Johansen untuk melihat hubungan jangka panjang dan model koreksi kesalahan untuk melihat hubungan jangka pendeknya, dengan menggunakan data triwulanan periode 1990-2006. Dari basil uji kointegrasi dan model koreksi kesalahan dapat diketahui bahwa perrnintaan irnpor kedeiai Indonesia pada jangka panjang dipengaruhi oleh pendapatan rill perkapita, harga relatif, nilai tukar nominal dan kebijakan pengenaan tarif impor kedelai, dimana variabel pendapatan riil perkapita yang memberikan pengaruh yang paling besar dengan elastisitas pennintaan impor kedelai terhadap pendapatan riil perkapita sebesar I 2,9933. Sedangkan pennintaan impor kedelai pada jangka pendeknya dipengaruhi oleh
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T11530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Kusriastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untut mengetahui hubungan bagian kerja terhadap kejadian dermatitis kontak serta faktor~faktor yang mempengaruhinya. Sumber data untuk penelitian ini adalah data primer yang diambil dengan wawancara dan pemeriksaan fisik pada pekerja- pekerja industri tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara, tahun 1992. Setelah dilakukan pembersihan data didapat responden 152 orang. Dan sebanyak 32 orang bekerja di bagian penyaringan (21%). Dari hasil analisa data diperoleh bahwa pekerja di bagian penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena dermatitis kontak dibanding pekerja yang hekerja di bagian lainnya dengan tingkat signifikansi p= 0.000. Risiko tersebut meningkat 7 kali setelah di"adjust" oleh faktor jam kerja dan jenis kelamin. Terdapat juga perbedaan menurut umur, masa kerja, pindah bagian, pemakaian alat pelindung, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Dalam rangka upaya menurunkan risiko terjadinya dermatitis kontak pada pekerja di industri tahu maka dianjurkan untuk : - memakai alat pelindung yang baik dan berlr. - mekanisasi peralatan dengan teknologi tepat guna. - penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan kerja bagi para pekerja. - penataran bagi petugas kesehatan yang akan membina wilayah mengenai program kesehatan kerja.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Deco Praha
Abstrak :
Pada 2014, Presiden Jokowi menargetkan swasembada kedelai akan terjadi pada tahun2018 sebagai upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan kerentanan pada pasar kedelai. Melalui metode 2SLS dan ARIMA, studi ini ingin melihat pencapaian pemenuhan swasembada kedelai domestik pada 2018 beserta mengetahi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi keselai dalam negeri. Haasilnya menunjukkan bahwa juatru produksi kedelai di Indonesia cenderung menurun sebesar 9% pada 2017 dan 4% pada 2018. Dengan peramalan jumlah konsumsi yang stagnan, maka rasio swasembada menurun menjadi 30% saja pada tahun 2018. Oleh karena target swasembada yang diprediksi tidak akan tercapai, peneliti ini juga menyuguhkan alternatif kebijakan seperti peningkatan luas area panen, meningkatkan harga impor kedelai, dan peningkatan harga produksi kedelai. Alternatif ini menghasilkan nilai prediksi yang positif untuk dapat menggenjot peningkatan jumlah produksi secara signifikan. Penelitian ini juga bersaha untuk mengkaji lagi program swasembada yang sebenarnya sudah pernah dicanangkan oleh pemerintah sebelumnya dan tidak pernah tercapai. Apabila Indonesia masih memaksa untuk dapt mencapai swasembada kedelai pada 2018 maka luas panen ataupun produktivitas harus ditingkatkan hingga dua kali lipat.
This undergraduate thesis focuses on predict the achievement of soybean self sufficiency program in Indonesia at 2018. By the combined method, 2SLS and ARIMA, this study wants to look the achievement of the self sufficiency in Indonesia by counting the mass of domestic production and consumption. As the result shown, the mass of soybean domestic production decreased by 9 in 2017 and 4 in 2018 along with the decline in soybean price import. With the consumption result predictions that tends to shown stagnancy value, then the self sufficiency ratio decreases to only 0.3 in 2018. If Indonesia still wants to achieve this program, the writer suggest that the harvest area or the productivity should be doubled.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S69607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Soy bean industry and soy bean products in Indonesia.
Bogor: IPB Press , 1996
633 EKO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Putri Mayari
Abstrak :
Kartel dalam pengaturan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan sebagai salah satu kegiatan yang dilarang. Larangan tersebut berkaitan dengan penetapan harga melalui kartel yang dapat mengakibatkan kerugian kepada konsumen atau masyarakat. Terdapat empat (4) perusahaan importir yang Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah duga melakukan penetapan harga melalui kartel, mengganggu stabilitas persaingan usaha yang sehat, yakni PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng, dan Gunung Sewu. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif yang dilakukan secara deskriptif analitis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisis terhadap kasus. Hasil menunjukkan adanya kegiatan penetapan harga melalui kartel yang dilakukan oleh PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng dan Gunung Sewu, juga menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang pemerintah tetapkan justru mendistorsi pasar dan menjadi sarana persaingan usaha tidak sehat.
Cartels in the regulation of Law No. 5 of 1999 concerning The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition declared as one of the prohibited activities. Such prohibition regarding price fixing through cartels can result in losses to consumers or the public. There are four (4) importers that the Commission for the Supervision of Business Competition has been suspected price fixing through cartels, disrupt the stability of fair competition, namely PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng, and Mount Sewu. This research is normative juridical legal research which conducted by descriptive analysis through literature and an analysis of the case. Results indicate that there are price fixing through cartel activities conducted by PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng and Mount Sewu, also the result showed that the government policies actually could distort markets and set it into a tool of unfair competition.
2016
S62577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumar, Richa
Abstrak :
This book is an ethnographic study of the processes of agrarian change in the Malwa region of central India over the last forty years, beginning with the introduction of soyabean cultivation in the 1970s, known as the yellow revolution, and new information technology based markets in the 2000s, called the choupals. Examining the claims of prosperity and empowerment of farmers through the yellow revolution and the information revolution, this book challenges the notion that science and technology can bring unparalleled economic growth and prosperity to rural India. It argues that both techno-managerial ways of understanding and evaluating agriculture as well as those which emphasize the lenses of caste, class, and gender are inadequate in capturing the diverse processes at work in shaping the lives of rural people. Highlighting the role of the environment and technology, not in deterministic ways, but as non-human forces working upon and with human agents, it suggests that both the social and the technical must be considered together to understand the specific trajectories of agrarian change and the possibilities of rural transformation. Drawing upon science and technology studies (STS), together with critical scholarship on the political economy of development and agrarian change, this book shows how people and things have reconfigured each other in producing the world they live in, thus contributing towards new theoretical framings of agriculture and rural transformation.
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470407
eBooks  Universitas Indonesia Library