Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fibiandini Yustiana
"Latar Belakang: Pemeriksaan radiografis merupakan pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan informasi diagnostik dengan teknik radiografis yang mempunyai indikasi sesuai tujuan pemeriksaan. Dibutuhkan analisis kebutuhan pelayanan masyarakat berdasarkan distribusi penggunaan teknik radiografis gigi yang sering digunakan di RSKGM FKG UI (Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia). Belum ada penelitian mengenai gambaran jumlah radiografis yang digunakan sesuai data sosiodemografi di kota besar di Indonesia. Tujuan: Mengetahui jumlah distribusi sosiodemografi dan pemeriksaan radiografis pada surat konsul radiologi di RSKGM FKG UI bulan Januari 2016 - Desember 2017. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan cara melihat data kunjungan pasien yaitu data yang ada pada register screening dan radiologi setiap harinya selama satu bulan dalam dua tahun terakhir yaitu dari bulan Januari 2016 – Desember 2017 di klinik Radiologi RSKGM FKGUI. Data sosiodemografi yang dicatat adalah jenis kelamin dan usia pasien. Asal surat rujukan dan jenis teknik radiografis disertakan dalam analisis. Hasil: Frekuensi terbanyak klinik adalah klinik Integrasi dengan rata-rata kunjungan yaitu 31,6%, diikuti oleh klinik Diagnostik dengan rata-rata 27,25%, kemudian diikuti oleh Klinik Pedodonti dengan rata-rata 14,35% setiap tahunnya. Frekuensi tertinggi pengunjung adalah wanita dengan rata-rata frekuensi 60,4% dan frekuensi lakilaki dengan rata-rata 39,6% setiap tahunnya. Frekuensi tertinggi teknik yang digunakan yaitu fotografi Periapikal dengan rata-rata penggunaan 1.378 kali , diikuti oleh teknik fotografi Panoramik dengan rata-rata penggunaan 523 kali, kemudian diikuti oleh teknik fotografi Sefalometri Lateral dengan rata-rata penggunaan 73 kali per tahun. Frekuensi umur terbanyak adalah kelompok umur 17-25 tahun yaitu masa remaja akhir dengan rata-rata pengunjung yaitu 29,25%, diikuti oleh kelompok umur 26-35 tahun yaitu masa dewasa awal dengan rata-rata 22,85%, kemudian diikuti oleh kelompok umur 6-11 tahun yaitu masa kanakkanak dengan rata-rata 12% per tahun. Kesimpulan: Pengunjung tertinggi klinik Radiografi RSKGM FKG UI pada tahun 2016 sampai 2017 memiliki jenis kelamin wanita dengan kelompok umur 17-25 tahun. Klinik yang paling sering merujuk untuk pemeriksaan radiografi adalah klinik Integrasi.Teknik yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan radiografi adalah teknik radiografi Dental.

Background: Radiographic examination has many techniques that serves on different purposes and indication. An analysis of the community service needs is needed based on the distribution of radiographic techniques that is frequently used to give information about the amount and distribution of radiographic technique that is frequently used in RSKGM FKG UI. There has been no past studies conducted about radiographic technique usage and distributionn based on sociodemographic data in urban area in Indonesia. Objectives: To determine the frequency distribusi of sociodemographic and radiographic examination on refering letter in RSKGM FKG UI between January 2016 – December 2017. Methods: The study is conducted by observing the data of patients visiting the RSKGM FKG UI in Radiology clinic that has been noted by the register screening every day in the course of on month from January 2016 – December 2017. Results : The most frequent refering clinic are Integrated clinic with the average of 31,6%, followed by Diagnostic clinic with the average of 27,25%, and followed by Pedodontic department with the average of 14,35% every year. Frequency of patient doing the radiographic examination are women in the average of 60,4% and men in the average of 39,6% every year. The most frequently used radiographic techniques are Periapical radiograph in the average of 1.378 times, followed by Panoramic radiograph in the average of 523 times, and followed by Lateral Cephalometry in the average of 73 times per year. The most frequent patient age group that has been visiting are age group 17-25 years with the average of 29,25%, followed by age group 26-35 year with the average of 22,85%, and followed by age group 6-11 year with the average of 12% per year. Conclusion: The most frequent patient visiting Radograph clinic in RSKGM FKG UI in the year of 2016 to 2017 is female with age group 17-25%. The most frequent refering clinic is Integrated clinic. The most frequent radiograph technique is Dental radiograph."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Kevin Tadeus
"Latar Belakang Adverse childhood experience (ACE), termasuk kekerasan, pengabaian, dan disfungsi rumah tangga, secara signifikan memengaruhi hasil psikologis dan perilaku jangka panjang, seperti agresivitas. Mengidentifikasi agresi di dalam penjara, terutama di antara narapidana berisiko sedang, sangat penting untuk memastikan keselamatan, penempatan risiko, dan mencegah residivisme. Penelitian ini mengkaji korelasi antara ACE dan agresivitas pada populasi narapidana berisiko sedang. Metode Penelitian cross-sectional dilakukan menggunakan WHO ACE-IQ untuk mengukur variabel ACE dan Buss-Perry Aggression Questionnaire untuk mengukur variabel agresivitas pada 121 narapidana berisiko sedang di Nusa Kambangan, yang dianalisis menggunakan SPSS. Hasil Setidaknya satu ACE dilaporkan oleh 90,9% narapidana; 40,6% memiliki empat atau lebih ACE. Kekerasan kolektif (67,8%) adalah ACE yang paling umum. Rata-rata agresivitas pada narapidana adalah 76,31 (73,18 – 79,45). Setiap dimensi agresivitas pada narapidana tergolong tingkat sedang. Korelasi signifikan ditemukan antara skor total BPAQ dan jumlah ACE, kekerasan emosional, kekerasan fisik, kekerasan seksual dengan kontak, dan kekerasan kolektif. Lebih banyak ACE secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan agresi secara keseluruhan dan dimensinya: agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Kesimpulan ACE sangat prevalen ditemukan pada narapidana Nusa Kambangan. Di sisi lain, agresivitas yang dimiliki adalah dalam tingkat sedang. Adanya ACE dengan jumlah atau jenis tertentu secara signifikan berkorelasi dengan agresivitas total seorang narapidana. Skrining ACE dan agresivitas perlu dipertimbangkan pada narapidana.

Introduction
Adverse childhood experience (ACE), including abuse, neglect, and household dysfunction,
significantly influence long-term psychological and behavioral outcomes, for instance,
aggressiveness. Identifying aggression in prisons, particularly among medium-risk inmates, is
crucial to ensure safety, risk placement, and prevent recidivism. This study examines the
correlation between ACE and aggressiveness in a medium-risk prison population.
Method
A cross-sectional study was conducted using the WHO ACE-IQ to measure ACE and Buss-
Perry Aggression Questionnaire to measure aggression among 121 medium-risk inmates in
Nusakambangan, analyzed using SPSS.
Results
At least one ACE was reported by 90.9% of inmates; 40.6% had four or more ACEs.
Collective violence (67.8%) was the most prevalent ACE. The average aggressiveness among
inmates is 76.31 (73.18 – 79.45). Each dimension of aggressiveness among inmates is
categorized at a moderate level. Significant correlations were found between the total BPAQ
score and the number of ACEs, emotional abuse, physical abuse, contact sexual abuse, and
collective violence. More ACEs were significantly associated with increased overall
aggression and its dimensions: physical aggression, verbal aggression, anger, and hostility.
Conclusion
ACE is highly prevalent among prisoners at Nusa Kambangan. On the other hand, their level
of aggression is moderate. Possessing a specific amount or type of ACE is significantly
correlated with an inmate's overall aggression level. Screening for ACE and aggression
should be considered for inmates.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazria Ayuandina Arianingrum
"Latar Belakang: Diabetes melitus merupakan satu dari empat penyakit yang menjadi prioritas utama pemerintah saat ini karena tingginya morbiditas dan mortalitas. Selama tahun 2007 – 2018 prevalensi DM di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2018, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan prevalensi DM tertinggi. DM pada usia produktif akan memberikan beban ekonomi yang besar terhadap negara maupun individu, terlebih pada saat bonus demografi tahun 2030. Tujuan: Menganalisis faktor sosiodemografi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 di DKI Jakarta tahun 2020 berdasarkan data SIPTM Kemenkes RI. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Variabel independen terdiri dari faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan) dan faktor risiko PTM (riwayat DM keluarga, hipertensi, perilaku merokok, aktivitas fisik, obesitas sentral, konsumsi sayur dan buah, dan obesitas berdasarkan IMT) sedangkan diabetes melitus tipe 2 merupakan variabel dependen. Hasil: Semua variabel indepenen pada penelitian ini memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 (p-value= 0,000). Seseorang yang berusia 48 tahun keatas memiliki peluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,260; 95% CI: 2,156 – 2,369). Wanita memiliki peluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,226; 95% CI: 1,194 – 1,258). Seseorang yang berpendidikan rendah memiliki peluang lebih besar menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,063; 95% CI : 1,035 – 1,092; Seseorang yang tidak bekerja berpeluang lebih menderita DM (PORcrude = 1,208; 95% CI: 1,177 – 1,240). Seseorang yang bercerai memiliki peluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 3,644; 95%CI: 3,389 – 3,917). Seseorang dengan riwayat DM keluarga berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 6,016 (95% CI: 5,811 – 6,228). Seseorang dengan hipertensi memiliki peluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,409; 95%CI: 2,327 – 2,495). Perokok berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (1,167 (PORcrude = 95% CI: 1,125 – 1,210). Seseorang yang kurang aktivitas fisik berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,175 (95% CI: 2,118 – 2,234). Seseorang yang mengalami obesitas sentral berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,674; 95% CI: 1,631 – 1,719). Seseorang yang kurang konsumsi sayur dan buah berpeluang lebih besar untuk mengalami DM tipe 2 (PORcrude = 2,227; 95% CI: 2,167 – 2,288). Seseorang dengan kategori IMT obesitas berpeluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,710; 95% CI: 1,659 – 1,764). Kesimpulan: Faktor sosiodemografi dan faktor risiko PTM ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan DM tipe 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk pembuatan program pencegahan dan pengendalian faktor risiko DM sehingga dapat menurunkan prevalensi, morbiditas dan mortalitas DM tipe 2 pada usia produktif.

Background: Diabetes mellitus is one of the four diseases that are the top priority of the government at this time because of the high morbidity and mortality. During 2007 - 2018 the prevalence of DM in Indonesia continued to increase. In 2018, DKI Jakarta became the province with the highest prevalence of DM. DM at productive age will provide a large economic burden on the state and individuals, especially during the demographic bonus in 2030. Objective: To analyze the sociodemographic and risk factors associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus in DKI Jakarta in 2020 based on SIPTM data from the Indonesian Ministry of Health. Methods: This study is a quantitative study with a cross-sectional study design. The analysis used was univariate analysis and bivariate analysis using the chi-square test. The independent variables consist of sociodemographic factors (age, gender, education, occupation, marital status) and risk factors for PTM (family history of diabetes mellitus, hypertension, smoking behavior, physical activity, central obesity, consumption of vegetables and fruit, and obesity based on BMI). type 2 diabetes mellitus is the dependent variable. Results: All independent variables in this study had a significant relationship with the incidence of type 2 diabetes mellitus (p-value = 0.000). Someone aged 48 years and over has the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2,260; 95% CI: 2,156 - 2,369). Women have a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.226; 95% CI: 1.194 - 1.258). A person with low education has a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.063; 95% CI: 1.035 - 1.092; A person who does not work is more likely to suffer from diabetes (PORcrude = 1.208; 95% CI: 1.177 - 1.240). A person who is divorced has the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 3,644; 95% CI: 3,389 - 3,917). A person with a family history of DM is more likely to suffer from type 2 diabetes (PORcrude = 6,016 (95% CI: 5,811 - 6,228). A person with hypertension has a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2.409; 95% CI: 2.327 - 2.495). Smokers are more likely to suffer from type 2 diabetes (1.167 (PORcrude = 95% CI: 1.125 - 1.210). those who lack physical activity have a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2.175 (95% CI: 2.118 - 2.234). A person who is centrally obese is more likely to suffer from type 2 diabetes (PORcrude = 1.674; 95% CI: 1.631 - 1,719) A person who has less consumption Vegetables and fruits had a greater chance of experiencing type 2 diabetes (PORcrude = 2.227; 95% CI: 2.167 - 2.288). Someone with the obese BMI category had the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.710; 95% CI: 1.659 - 1.764). Conclusion: Sociodemographic factors and risk factors for PTM were found to have a significant relationship with type 2 diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vella Ovelia
"Kejadian HIV pada populasi menyuntik narkoba cukup tinggi yaitu lebih dari 40% dari kasus baru yang ada. Di Indonesia, kejadian HIV berkisar antara 50%-90% pada penasun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi dan perilaku menyuntik dengan status HIV pada Pengguna NAPZA suntik di 4 kota di Indoneisa (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data Survei Terpadu Biologis Perilaku 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun pria atau wanita berumur 15 tahun atau lebih yang tinggal di Kota lokasi survey dan menyuntik NAPZA selama satu bulan terakhir.
Hasil penelitian diperoleh penasun dengan status HIV (+) sebesar 61,35%. Adapun variabel yang bermakna secara statistik yaitu usia (PR: 0,662; 95%CI: 0,519?0,844), lama menggunakan NAPZA suntik (PR: 1,844; 95%CI: 1,485?2,289) hubungan seksual (PR: 1,882; 95%CI: 1,271?2,788), akses pelayanan kesehatan (PR: 1,285; 95%CI: 1,048?1,576) dan akses LASS (PR: 0,811; 95%CI: 0,674?0,977). Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan perilaku berisiko pada usia reproduktif dan memperluas akses pelayanan kesehatan dan layanan alat suntik steril.

HIV incidence in the population inject drugs is quite high at more than 40% of new cases are there. In Indonesia, HIV incidence ranges from 50% -90% in IDUs. The purpose of this study was to determine the relationship between the sociodemographic and behavioral factors injected with HIV status on injecting drug users in four cities in Indonesia (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar in 2013. The study design was cross sectional using data from Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013. Samples IDUs in this study were male or female aged 15 years or older who live in the city survey locations and injecting drugs during the last month.
The results obtained IDUs with HIV status (+) amounted to 61.35%. The variables are statistically significant age (PR: 0.662; 95% CI: 0.519 to 0.844), duration of injecting drug use (PR: 1.844; 95% CI: 1.485 to 2.289) sexual relations (PR: 1.882; 95% CI: 1.271 to 2.788), access to services health (PR: 1.285; 95% CI: 1.048 to 1.576) and access LASS (PR: 0.811; 95% CI: 0.674 to 0.977). Therefore, there should be the prevention of risk behavior of reproductive age and expand access to health care and services sterile syringe.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library