Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vania Irawan
Abstrak :
Pertunjukan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang sudah dikenal secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya dan telah ada sejak ± 1500 SM. Pertunjukan wayang juga menjadi salah satu mata pencaharian bagi sebagian orang terutama dalang. Namun semenjak terjadi pandemi Covid-19 pada tahun 2020 dan berlakunya ketentuan mengenai PSBB, segala pertunjukan langsung beralih menjadi pertunjukan secara virtual dan salah satunya melalui Youtube. Hal tersebut berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertunjukan wayang itu sendiri dan kepada para seniman pertunjukan wayang terutama dalang. Salah satu dampaknya adalah mengenai kejelasan kedudukan pertunjukan wayang dan kedudukan dalang dalam pertunjukan wayang yang dilakukan secara virtual melalui Youtube berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat tiga rumusan masalah antara lain (1) apakah pertunjukan wayang yang dilindungi dalam UUHC termasuk ke dalam ekspresi budaya tradisional atau ciptaan?; (2) bagaimana kedudukan dalang dalam UUHC?; dan (3) apa saja tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang jika terjadi pelanggaran hak cipta atas video pertunjukan wayang kulit miliknya didasarkan pada ketentuan Youtube dan dibandingkan dengan UUHC? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan. Pertunjukan wayang dalam UUHC termasuk ke dalam EBT maupun ciptaan. Pertunjukan wayang sebagai salah satu EBT dirumuskan dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) huruf d, dan sebagai ciptaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (1) huruf e. Kemudian mengenai kedudukan dalang dalam UUHC, tergantung kepada kedudukan pertunjukan wayang itu sendiri. Apabila pertunjukan wayang termasuk EBT maka dalang berkedudukan sebagai pelaku pertunjukan. Namun apabila pertunjukan wayang termasuk ciptaan maka dalang berkedudukan sebagai pencipta, pemegang hak cipta, maupun pelaku pertunjukan. Terakhir, mengenai tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang apabila terjadi pelanggaran hak cipta atas video pertunjukan wayang kulit yang didasarkan pada ketentuan Youtube yang dibandingkan dengan UUHC. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang adalah mendapatkan content ID, melakukan monetisasi, mengisi formulir web untuk penghapusan karena pelanggaran hak cipta ......The leather shadow puppet show has been known for generations and has existed since ± 1500 BC. Puppet shows are also a source of livelihood for some people, especially the master puppeteer or known as dalang. However, since the Covid-19 pandemic in 2020 and the enactment of the provisions regarding PSBB, all live performances turned into virtual shows via Youtube. That brings impacts both directly and indirectly on the shadow puppet show itself and the artists, especially the puppeteers. One of the impacts is about the puppet show’s standing and puppeteer’s standing in the virtual puppet show via Youtube based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Based on this explanation, there are three matters such as, (1) are the shadow puppet shows defined as traditional cultural expressions or works under Copyright Law?; (2) how is the puppeteer’s standing based on Copyright Law?; and (3) what kind of actions can be taken by the puppeteer if there is a copyright infringement on his leather shadow puppet performance video based on the provisions of Youtube and compared to Copyright Law? This research uses normative legal methods, uses primary and secondary legal materials, and data collection in this study is using library research. In Copyright Law, shadow puppet shows are defined as TCE and also as works. Puppet show as one of the TCE is defined in the Explanation of Article 38 paragraph (1) letter d, and as works in Article 40 paragraph (1) letter e. Then regarding the puppeteer’s standing in Copyright Law, it depends on the position of the shadow puppet show itself. If the shadow puppet show is part of TCE then the puppeteer is the performer of the show. However, if the puppet show is defined as work then the puppeteer is the creator, the copyright holder, and the performer. Finally, regarding the actions that can be taken by the puppeteer in case, there is any copyright infringement on the video of their performance based on the provisions of Youtube compared to Copyright Law. The actions that can be taken by the puppeteer are getting a content ID, monetizing, and filling out web forms for removal due to copyright infringement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanti W. Walujo
Surabaya: Faculty of Communication. University of Dr. Soetomo Surabaya, 1995
791.53 KAN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Ayu P.T.H.
Abstrak :
Artikel ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan sistem, jenis, dan fungsi dari sistem sapaan dalam wayang kulit jawa. Subjek yang diteliti adalah rekaman pertunjukan wayang kulit yang berjudul cantrik durna dilakukan oleh timbul hadiprayita sebagai dalang. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif. Data penelitian diperoleh dengan teknik menyimak dan menuliskan serta dianalisis dengan menggunakan interretasi kontekstual. Jasil penelitian ini adalah sebagai berikut: sistem sapaan dalam wayang kulit terdiri dari aspek (1) Hubungan antara penyapa dan tersapa, (2) jenis kelamin, (3) latar (tempat, waktu, dan suasana), (4) penghormatan, dan (5) pelaku/pekerjaan.
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
400 JIKKT 5:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cohen, Matthew Isaac
Abstrak :
Penulis secara spesifik mengantarkan kita pada pemaparan tentang keberadaan wayang kulit. Penulisan bertolak dari dua sudut pandang, yakni tradisional dan pasca tradisional. Wayang tradisional berangkat dari konsensus kedua generasi di dalam keberadaan wayang, sedangkan wayang pasca-tradisional menumbangkan bentuk dan tradisi Jawa. Artikel ini memberikan kesadaran atas keberadaan wayang dalam pelbagai perkembangan
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
700 JKSUGM 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Prabawa Hadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sunarto
Semarang: Dahara Prize, 1997
791.53 SUN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Melina Febrianti
Abstrak :
Penelitian ini membahas visualisasi tokoh Purasara, Rara Amis, dan Semar dalam cerita dan pertunjukan wayang. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana hubungan cerita dan visual Purasara dalam naskah Melayu klasik, wayang kulit Jawa, dan wayang kulit Betawi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kaitan antara Hikayat Purasara di Betawi dengan pertunjukan wayang di Jawa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka untuk penelusuran sumber dan penelitian lapangan untuk observasi dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan sastra bandingan untuk mengkaji keterkaitan antara cerita dan visual Purasara dari tiga korpus, yaitu Hikayat Purasara, lakon “Purasara” gaya Yogyakarta, dan koleksi wayang kulit Betawi milik sanggar Marga Juwita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerita dan ilustrasi tokoh wayang baik dalam Hikayat Purasara maupun wayang kulit Betawi dipengaruhi oleh wayang kulit Jawa. Selain itu, melalui visual yang terdapat dalam tiga korpus tersebut ditemukan adanya pola bentuk penggambaran anatomi yang serupa di antara tokoh-tokoh tersebut. Akan tetapi, terdapat kekhasan pada visual tokoh wayang Betawi yang terlihat pada segi pewarnaan yang lebih terang, penggambaran atau tatahan dengan garis lebih tegas dan tebal, dan penyesuaian dengan prinsip agama masyarakat Betawi. ......This study discusses the visualization of the characters Purasara, Rara Amis, and Semar in wayang stories and performances. It raises the question of how the story and visuals of Purasara are related in classical Malay scripts, Javanese wayang, and Betawi wayang. In this regard, this study aims to describe the relationship between Hikayat Purasara in Betawi culture and Javanese wayang performances. This study was conducted using qualitative methods with literature study for source tracing, while field research was used in the form of observations and interviews. The data obtained was analyzed by comparing literature in order to examine the relationship between the story and visualization of Purasara from three corpuses, namely Hikayat Purasara, the “Purasara” play performed in the Yogyakarta style, and a collection of Betawi shadow puppets belonging to the studio Marga Juwita. The results showed that the stories and illustrations of wayang characters in both the Hikayat Purasara and in Betawi shadow puppets were influenced by Javanese wayang. Furthermore, through the visuals contained in the three corpuses, it was found that there were similar patterns of anatomical depiction among the characters. However, there is a peculiarity in Betawi wayang visuals, which can be seen in terms of its lighter coloring, the firmer and thicker lines used in depictions or inlays, and adjustments made to adhere to the religious principles of the Betawi people.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
Abstrak :
ABSTRAK
Pada 21 Januari 1995 Soeharto mewacanakan konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; sebagai sarana internalisasi Pancasila melalui wayang kulit purwa. Persatuan Pedalangan Indonesia menafsirkan konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto dengan menggubah lakon ldquo;Semar Mbabar Jatidiri rdquo;. Produksi naskah pakem pedalangan dan pergelaran wayang kulit purwa lakon Semar Mbabar Jatidiri berkaitan dengan wacana kekuasaan Soeharto. Sanggit dipergunakan dalang untuk menanggapi wacana kekuasaan Soeharto. Penelitian ini mengkaji konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto yang beroperasi dan berkelindan dalam lakon Semar Mbabar Jatidiri, sanggit dalang untuk menghadapi wacana kekuasaan Soeharto, dan alih wahana pergelaran lakon Semar Mbabar Jatidiri. Untuk membahas permasalahan dipergunakan metode kualitatif dan kerangka konseptual teoritis tentang sanggit, strategi naratif, alih wahana, wacana kekuasaan-pengetahuan, dan konsep kekuasaan dalam kebudayaan Jawa. Temuan pada penelitian adalah: Wacana kekuasaan Soeharto melalui produksi konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; telah menggerakkan dalang PEPADI untuk mengikuti kehendaknya melakukan tindakan menggubah lakon Semar Mbabar Jatidiri. Sanggit dalang memosisikan Soeharto sebagai manusia paripurna peran sosial politiknya menjadi manusia biasa pada akhir zaman purwa sebagai gambaran akhir masa Orde Baru. Sanggit dalang mampu bernegosiasi dan mengadakan lsquo;posisi tawar rsquo; terhadap wacana kekuasaan Soeharto. Transformasi teks konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto ke naskah lakon dan pergelaran mengalami perubahan tokoh-penokohan, pengadegan, latar, ekspresi ginem, janturan; pocapan, gendhing, sulukan, dan sabet.
ABSTRACT
On January 21, 1995 Soeharto discouraged the concept of 39 self control 39 as a means of internalizing Pancasila through wayang kulit purwa. The Indonesian Pedalangan Union interpreted Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 by composing the play Semar Mbabar Jatidiri . The production of manuscripts of pedalangan and performances of wayang kulit purwa plays Semar Mbabar Jatidiri related to the discourse of Soeharto 39 s power. Sanggit used dalang to respond to the discourse of Soeharto 39 s power. This study examines Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 which operates and connects in Semar Mbabar Jatidiri, a dalang2mastermind to face the discourse of Soeharto 39 s power, and over the play of Semar Mbabar Jatidiri. To discuss the problems used the qualitative method and theoretical conceptual framework of sanggit, narrative strategy, intertextuality, power knowledge discourse, and power concept in Javanese culture. The findings of the research are The discourse of Soeharto 39 s power through the production of the concept of 39 self control 39 has driven the puppeteer The Indonesian Pedalangan Union to follow his will to do the composing act of Semar Mbabar Jatidiri. Sanggit dalang positioned Soeharto as a plenary man of his social political role to become an ordinary human at the end of the purwa era as a picture of the end of the New Order period. Sanggit dalang able to negotiate and hold 39 bargaining position 39 to the discourse of Soeharto 39 s power. The transformation of Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 into play script and performances undergoes character change, characterization, series of events on the scene, setting, ginem expression, janturan pocapan, gendhing, sulukan, and sabet.
2017
D2350
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Woro Retno Mastuti
Yogyakarta: Museum Sonobudoyo, 2015
708.1 DWI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>