Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Lusi Anggari
Abstrak :
Perubahan dan paradox sudah menjadi ciri khas bangsa Amerika. Hal ini terjadi di berbagai aspek kehidupan baik dalam level individu, masyarakat, maupun pemerintah. Ketiganya merupakan sebuah kesatuan sistem yang saling terkait, sehingga perubahan di dalam salah satu variabel sistem tersebut akan merembet pada variabel lainnya. Peran dan identitas laki-laki merupakan satu titik dalam aspek sosial kebudayaan Amerika yang masuk dalam arus perubahan tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh penting pada masyarakat karena keluarga merupakan lembaga yang berisikan nilai dan norma budaya yang membentuk nilai dan norma budaya kelompok ataupun lapisan sosial masyarakat tertentu secara keseluruhan. Selama ini berbagai bahasan tentang jender lebih banyak fokus pada perempuan dan umumnya dari perspektif perempuan Dan sungguh merupakan sesuatu yang menarik ketika Mrs. Doubt Fire dan Junior menampilkan hal yang berbeda yakni permasalahan laki-laki dan dari sudut pandang laki-laki. Tesis ini menunjukkan bahwa di era 1990an terjadi perubahan peran laki-laki dalam keluarga dari breadwinner menjadi caregiver. Perubahan peran ini disokong oleh perubahan identitasnya sebagai sensitive men dan involved father atau sebutan lain yang senada yang pada dasarnya mengangkat dan menekankan pada aspek kepekaan emosi sebagai karakter yang ideal di masa itu menggantikan aspek materiil. Faktor ekonomi dan liberasi perempuan ternyata menjadi penyebab dan pendorong perubahan peran laki-laki ini. Media massa, dalam hal ini film menampilkan stereotip laki-laki baru ini sebagai figur ideal era 1990an, namun perubahan ini terhambat oleh ambivalensi perempuan dan pemerintah yang bisa dilihat sebagai sebuah paradoks demokrasi Amerika. Rangkaian dari perubahan ini adalah redefinisi "motherhood" yang menekankan pada aspek financial support, dan keluarga yang lebih fokus pada fungsi daripada bentuk. ......Changes and paradox always go hand in hand. They are present in all three levels in society i.e. individual, community, and state. The relation of those three aspects then marks the American core values. Changes themselves do not stand-alone and are believed to generate further changes in related areas. The prevalent phenomenon in the life of the American white, middle class men in 1990s was the degrading trend of the breadwinning role due to both economic as well as social factors. As a result, fathers entering the private sphere increase from time to time. Men's new role in domestic area is well supported by their newly defined identity as new men, sensitive men, involved father and the lie which put a greater emphasis on emotional rather than material aspect as the determining factor of happiness and success in life. Media, especially films, play the role as the "major socializing influence" which is also the case with Mrs. Doubt fire and Junior. Despite the fact that more and more men have trudge into the domestic area, the problems remain. Ambivalence in the part of women and institution are the major cause. The push and pull over women's striving for equality and preserving their "motherhood" on one side, and the shift in the ruling power from conservatives to liberal represented by the Democratic party on the other one impede men's equality with women in the private sphere. Then, it can be said that ambivalence is a paradox to. Finally, men's changing role requires a change in women's in the form of redefined motherhood. This time, women's new role will consider putting emphasis on financial support for the dependants. As for family, focus will be directed towards function than forms.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Sri Sugiri
Abstrak :
Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.

Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.

Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
Abstrak :
Kebijakan Kembali ke Nagari di Sumatera Barat merupakan respon lokal terhadap reformasi di Indonesia setelah rezim otoritarian Soeharto (1966-1998). Kebijakan Kembali ke Nagari ini dalam aspek tertentu dapat dipandang sebagai legitimasi dan strukturisasi peran perempuan Minangkabau di ranah publik, terlepas dari dominannya laki-laki sepanjang proses perumusan kebijakan, dan penguatan adat yang membebani perempuan. Legitimasi ini secara struktural telah memperluas wilayah peran perempuan Minangkabau yang dahulunya hanya di wilayah domestik (kaum) menjadi wilayah publik (Nagari). Adat Minangkabau menetapkan bahwa perempuan mempunyai peran sentral di dalam kaumnya dengan kedudukan sebagai Bundo Kanduang. Peran sentral perempuan Minangkabau di dalam kaum tersebut dengan kembali ke nagari secara implicit juga mendapatkan penguatan kembali. Posisi penting Bundo Kanduang dalam struktur masyarakat minangkabau ini idealnya dapat menjadi modal dasar bagi perempuan Minang untuk masuk ke ranah publik. Sehubungan dengan itu Kembali ke Nagari dapat diartikan sebagai terbukanya ruang baru bagi peran dan partisipasi perempuan Minangkabau di Nagari terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, di samping bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya. Terbukanya ruang sosial baru bagi partisipasi dan reposisi perempuan di ranah nagari (publik) dalam realitasnya tidaklah mudah untuk diisi dan dimanfaatkan oleh perempuan Nagari. Selain karena faktor-faktor internal seperti: kapasitas perempuan, tokoh-tokoh perempuan, kesadaran perempuan. organisasi perempuan, keberhasilan perempuan dalam mengakses posisi-posisi strategis di nagari juga sangat tergantung kepada kultur dan keterbukaan elit laki-laki di nagari baik niniak mamak, alim ulama maupun cadiak pandai (elit adat, elit agama, cendikiawan) yang dalam cukup banyak kasus masih bias gender. ...... The policy of returning to Nagari (Kembali ke Nagari) in West Sumatera is a responsive local policy to reform in Indonesia in post-Soeharto`s authoritarian regime (1966-1998). This policy of Kembali ke Nagari in a certain aspect can be viewed to justify and to re-structure the role of Minangkabau women in public domain vis-à-vis the dominant roles of Minangkabau men in making decisions/policies and in reinforcing cultural values to village communities. The policy of Kembali ke Nagari has extended the roles of Minangkabau women as Bundo Kanduang (the clan`s chief), to Nagari leader (Wali Nagar/ sub-district leader) and other public roles. In other words, the policy of Kembali ke Nagari is a new opportunity to Minangkabau women to participate in politics, government and economy in the local level. But it is not easy for woman to participate and reposition in public area so that the openness of structure has not been utilized by Nagari organization and success of woman in assessing the strategic position in Nagari, is also depends on the culture and openness of elite man in Nagari such as the leader of tribe, the man of religion and experts who have the gender bias perspectiveness.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Widiyati
Abstrak :
Sejak Orde Baru pemerintah Indonesia telah menaruh perhatian yang besar terhadap pembangunan prasarana. Sementara issue sumber daya manusia (SDM) mulai berkembang pada akhir Peta V dan awal Pelita VI. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa Investasi fisik maupun Investasi mutu modal manusia sangat dibutuhkan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Hai tersebut yang melatarbelakangi penelitian dengan Judul: Trade-off antara investasi fisik dan Investasi mutu modal manusla sebagai penentu pertumbuhan ekonomi.

Adapun model yang digunakan adalah model Yuji dan lee yang diformulasikan sebagal : g = βo + β1 sk + β2 sh + β3 n + β4 Y (0) + e dimana g adalah pertumbuhan ekonomi yang didekati dengan tingkat pertumbuhan pendapatan per penduduk usia kerja, sk adalah investasi fisik yang didekati dengan ratio PMTDB dengan PDRB, sh adalah investasi mutu modal manusia yang didekati dengan tingkat partisipasi sekolah, n adalah tingkat pertumbuhan populasi yang didekati dengan tingkat pertumbuhan penduduk usia kerja dan Y (0) adalah endowment awal yang didekati dengan PDRB per penduduk usia kerja pada tahun awal penelitian. Hipotesa yang diajukan bahwa sk, sh berarah positip sementara n dan Y(O) berarah negatip. Arah negatip Y (0) untuk melihat apakah terjadi kecenderungan konvergensi pada daerah penelitian.

Data yang dipakai berasal dari 27 propinsi di Indonesia selama tahun 1987-1994. Untuk melihat keadaan nasional dipakai data cross section tahun 1994 sedang keadaan regional dipakai gabungan data time series dan data cross section. Dalam data panel dilakukan pemilahan sampel menjadi tiga kategori:pertama pemilahan atas dasar regional yaitu meliputi KBI dan KTI, kedua pemilahan atas dasar tingkat pendapatan meliputi daerah dengan tingkat pendapatan tinggi dan daerah dengan tingkat pendapatan rendah dan ketiga pemilahan atas dasar kesamaan struktur ekonomi.

Estimasi dilakukan dengan metode statistik dan ekonometrik. Estimasi data cross section menggunakan OLS sedangkan estimasi data panel memakai SUR. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa secara nasional kecenderungan konvergensi tidak terbukti. Kecenderungan konvergensi tampak pada KBI maupun kelompok D2 yang anggotanya sebagian besar berada di pulau Jawa. Sementara efek trade-off secara nasional adalah positip pada saat investasi mutu modal manusia didekati dengan tingkat partisipasi sekolah dasar dan menjadi negatip pada saat Investasi mutu modal manusia didekati dengan tingkat pendidikan menengah. Dengan demikian Investasi fisik lebih berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pada tingkat regional efek trade-off bervariasi. Pada KTI efek trade-off adalah negatip yang memperlihatkan bahwa Investasi fisik lebih dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, sementara pada KBI Investasi mutu modal manusia sangat berperan terhadap pertumbuhan pada saat tingkat partisipasi sekolah dasar dijadikan proksi terhadap Investasi mutu modal manusia. Pada daerah yang memiliki tingkat pendapatan tinggi dan rendah, efek trade-off adalah positip pada saat investasi mutu modal manusia didekati dengan tingkat partisipasi sekolah dasar dan menjadi negatip pada saat didekati dengan tingkat partisipasi sekolah menengah. Hasil estimasi data panel yang ketiga, pada saat Investasi mutu modal manusia didekati dengan tingkat partisipasi sekolah dasar efek trade-off pada semua kelompok adalah posiilp kecuali kelompok D4. Pada saat Investasi mutu modal manusia didekati dengan tingkat partisipasi sekolah menengah efek trade-off pada semua kelompok negatip kecuali kelompok Di. Hal ini herarti pada daerah Industri, Investasi mutu modal manusia memiliki peran lebih dalam pertumbuhan ekonomi sedangkan pada daerah pertanian Investasi fisik lebih dibutuhkan.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Puspita Sari
Abstrak :
Sejak tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan usaha memberdayakan masyarakat melalui bantuan langsung masyarakat (BLM) yang dinamakan program pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK). PPMK dilaksanakan dengan pendekatan tribina yaitu bina ekonomi, sosial dan fisik Iingkungan. Bina ekonomi adalah pinjaman dana bergulir untuk masyarakat yang telah memiliki usaha dan harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. PPMK memiliki desain perencanaan dengan asas keadilan, kejujuran, kemitraan, kesederhanaan dan kesetaraan gender. Kesetaraan gender dijelaskan sebagai semua laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki kesejahteraan mereka. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan antara pelaksanaan bina ekonomi (tata cara penyaluran dana pinjaman bergulir dan personil pelaksana), keluarga dan Iingkungan pemanfaat dengan proses pemberdayaan masyarakat kelurahan yang tertuang dalam PPMK dari perspektif gender. Tujuan penelitian secara terapan untuk memberikan rekomendasi perencanaan bina ekonomi dari perspektif gender bagi instansi Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM). Teori yang dipergunakan mengacu pada teori pemberdayaan masyarakat, teori gender dan teori interaksionisme simbolik. Penelitian deskriptif dengan metode analisis kuantitatif ini mempergunakan korelasi Spearman dan uji beda Mann-Whitney dibantu SPSS versi 11.5. Unit analisa adalah individu pemanfaat pinjaman dana bergulir. Sumber data mempergunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari kuesioner dan wawancara, data sekunder didapatkan dari analisa dokumen. Teknik pengambilan sampel mempergunakan convenience sampling dengan responden berjumlah 86 orang dan informan berjum lah enam orang. Untuk mendapatkan alat ukur yang reliable dan valid maka dilakukan uji coba kuesioner pertama yang dilaksanakan di Kelurahan Pondok Labu menghasilkan perubahan strategi penggunaan skala Likert menjadi skala Gutman. Pengujian reliabilitas pada kuesioner kedua mempergunakan konsistensi internal dengan teknik perhitungan mempergunakan koefisien reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20) sedangkan validitas menggunakan korelasi Point-Biserial yang menunjukkan alat ukur sudah reliable dan valid. Analisa data kuantitatif menunjukkan bahwa pelaksanaan bina ekonomi antara pemanfaat laki-laki dan perempuan adalah tidak sama. Hasil analisa dilanjutkan dengan wawancara mendalam. Temuan lapangan yang menonjol berkaitan dengan perbedaan tersebut adalah preferensi pengelola bina ekonomi, yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki, temyata memberikan pengaruh yang cendrung merugikan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan basil penelitian, ada beberapa rekomendasi yang penulis ajukan untuk memperbaiki pelaksanaan bina ekonomi yaitu pentingnya intervensi kebijakan untuk memperbaiki perbedaan pelaksanaan bina ekonomi antara pemanfaat laki-laki dan perempuan dalam bentuk paling dasar yaitu perubahan paradigma yang mengutamakan akuntabilitas dan sensitivitas gender sehingga mampu menjiwai setiap tahapan proses pemberdayaan. Pinjaman dana bergulir ini harus dilanjutkan namun perlu dilakukan perbaikan menyangkut prosedurltata cara penyaluran dana bergulir dengan memperhatikan akses, kontrol dan partisipasi antara laki-laki dan perempuan agar dana dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dalam rangka mempercepat kesejahteraan masyarakat kelurahan baik laki-laki dan perempuan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Natalia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan Gender Diversity pada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris dan Komisaris Independen dengan pengungkapan informasi. Adanya keragaman gender (gender diversity) dalam Dewan Direksi dan Dewan Komisaris diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengungkapan informasi kepada masyarakat melalui pengawasan yang lebih baik. Untuk menguji hubungan tersebut digunakan metode regresi linier berganda dengan menggunakan sampel sebanyak 53 perusahaan manufaktur tahun 2008, 2009 dan 2010. Penelitian menyimpulkan bahwa jumlah Dewan Direksi, ukuran perusahaan yang diukur dengan total aset, dan struktur modal yang diukur dengan rasio leverage secara bersama-sama mempengaruhi pengungkapan informasi secara keseluruhan. Persentase jumlah wanita pada dewan direksi dan dewan komisaris ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. ......This study aims to examine the relationship Gender Diversity on the Board of Directors and Board of Commissioners. The existence of gender diversity in Board of Directors and Board of Commissioners is expected to improve the quality of disclosure through a better supervision. To examine the relationship, this study uses multiple linear regression method using 53 samples manufacturing companies in 2008, 2009, dan 2010. This research concludes that size of BOD, company size measured by total aset and capital structure influence the overall disclosure. Percentage number of women on Board of Directors and Board of Commissioners not significantly has influence on disclosure of information.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T34662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junius Mitchell Stephen
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bermula dari keprihatinan penulis terhadap representasi kaum minoritas (LGBT) di dalam media massa. Kelompok minor ini sering direpresentasikan dengan menyimpang dan menyudutkan. Namun, perkembangan media massa memunculkan kemungkinan baru untuk melakukan suara perlawanan, yakni dengan film pinggiran. Penelitian ini berfokus untuk melihat bagaimana film pinggiran dipergunakan untuk mejadi media alternatif untuk menjadi wadah suara resistensi masyarakat, baik oleh kaum gay maupun heteroseksual. Penulis akan melihat permasalahn ini dengan menggunakan perspektif dari Michel Foucault tentang praktik kuasa serta identitas gender dari Judith Butler. Dengan menggunakan metode Semiotika Film dari Christian Metz dalam model analisis semiotika dari Barthes, penulis menarik kesimpulan bahwa film pinggiran dengan segala karakteristiknya dapat menjadi media resistensi dari kaum gay untuk menyuarakan representasi yang lebih baik dan menyuarakan kebenaran yang mereka yakini. Kaum gay didapati lebih eksploratif dan mampu menggambarkan banyak hal, sedangkan kaum hetero merepresentasikan gay lebih secara hitam putih dan menyampaikan pemikirannya dalam dialog yang bersifat lebih kaku, kurang eksploratif.
ABSTRAK
This research begins with the writer’s concern about minority (LGBT) representation in the mass media. This minor group often represented falsely and tend to be cornering. On other hand, the mass media provide new medium to express the resisting voice from the minor by using the independent film. This research id focusing to identify the usage of the independent film to be an alternative to express the resisting voice, both from gay or heterosexual film maker. By using Foucault’s view on power practice and the gender identity by Judith Butler, I hope I could draw a conclusion on gender trouble and power practice in the related film. The semiotics of film by Christian Metz will be combined by Roland Barthes’ model of semiotics. I conclude that independent film is a great medium to express a resisting utterance to established normativity. In my conclusion, I am finding that the gay film maker is having more audacity to explore a gay character, both from their life story and the way of thinking. On other hand, the heterosexual represent their gay character in way more rigid way, black and white and more likely using the plain dialogue, not really explorative.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prabowo Bayu Waskito
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1986
S2112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>