Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Eka Pratiwi
Abstrak :
Skripsi ini membahas keterpaparan terhadap Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja PKPR Dan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cohort retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan dengan Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukan siswa yang perilaku seksual berisiko rendah sebanyak 99 70,7 dan perilaku seksual tinggi 41 29,3. Responden yang mempunyai perilaku seksual berisiko tinggi lebih banyak pada remaja pasien baru PKPR 29 41,4, keterpaparan program PKPR sebanyak 0 0 pada pasien baru, jenis kelamin laki-laki 48 34,3, usia remaja akhir 104 74,3, umur pubertas dini 25 17,9, pengetahuan kurang 63 45, sikap negatif 40 28,6, sikap orang tua yang negatif 66 47,1 dan sikap teman sebaya yang negatif 63 45, pernah/punya pacar 112 80, frekuensi pertemuan dengan pacar sering 62 44,3, Terdapat hubungan antara keterpaparan terhadap Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja PKPR Dan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo p=0,00.
This thesis discusses the exposure of the Program Adolescent Friendly Health Services AFHS and risky sexual behavior in adolescents at Puskesmas Pasar Rebo. This study is a quantitative study with cohort retrospective research design and sampling carried out by the Simple Random Sampling. The results showed that students 39 lowrisk sexual behavior 70,7 and sexual behavior is high 29,3 . Respondents who have high risk sexual behavior more on students who do not follow AFHS 37.1, male gender 34,3, age ge 17 years 74,3, early puberty age 17,9, lack of knowledge 45, negative attitude 28,6, and negative parents attitude 47,1 and negative peer group attitude 45, had have a girlfriend 80, the frequency of meetings with boyfriend often 44,3, There is a relationship between exposure to the Adolescent Friendly Health Services AFHS and risky sexual behavior in adolescents at Puskesmas Pasar Rebo p 0.00.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67508
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miron, Amy G., 1947-
Jakarta: Esensi Erlangga, 2006
649.125 MIR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miron, Amy G., 1947-
Jakarta: Erlangga, 2006
649.125 MIR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Mahmudah
Abstrak :
Salah satu tugas orang tua dalam mempersiapkan anak menghadapi masa pubertas adalah menjawab pertanyaan anak mengenai seks secara tepat (Ridha, 2006). Orang tua merupakan pendidik seksualitas terbaik bagi anaknya Oleh karena itu orang tua disebut sebagai pendidik primer dari anak-anaknya untuk terlibat dalam pendidikan seksualitas (Feldman & Rosenthal, 2002). Dalam hal pendidikan seksualitas, anak-anak lebih baik rnendapatkannya di rumah dan mereka pun memang menginginkan pendidikan seks dari keluarga (AC Nielsen, 2005). Pendidikan seksualitas adalah proses pengubahan sikap dan perilaku mengenai cara mengaktualisasikan diri dan berelasi dengan orang lain terkait dengan keberadaan individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan yang meliputi aspek perkembangan fisik, emosi, kognitif perilaku, moral dan etika, nilai keluarga, masyarakat dan agama. Berdasarkan tahapan perkembangan seksual Kriswanto (2006), anak usia 8-12 tahun berada pada tahap anak dan pra remaja, dimana pada tahap ini anak belajar bersosialisasi dan menyongsong masa puber. Menurut Koch & Freeman (1992), anak usia 8-10 tahun dibeli kesempatan untuk berbicara mengenai seks, mengkaitkan seks dengan nilai yang dianut, serta menghubungkan seks dengan pria dan wanita. Sementara pada usia 11-12 tahun, anak dijelaskan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi, perasaan normal atau menarik bagi orang lain, serta bagaimana membuat anak dapat bercerita kepada orang tuanya. Program pelatihan ini disusun berdasarkan analisa kebutuhan yang dilakukan penulis kepada 87 orang tua yang memiliki anak usia 8-12 tahun di DKI Jakarta. Data dikumpulkan melalui pembagian kuesioner yang terdiri dari tiga bagian. Pada bagian pertama, orang tua diminta untuk meranking 13 kebutuhan yang disajikan. Pada bagian kedua, orang tua menetapkan pendekatan yang dilakukan dalam pendidikan seksualitas, serta pada bagian ketiga orang tua diminta untuk menuliskan materi-materi yang dibutuhkan dalam pelatihan pendidikan seksualitas. setelah mendapatkan data hasil analisa kebutuhan, penulis mulai menyusun tujuan dan sasaran program serta isi modul setiap sesi pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan. Selain itu, selama penyusunan modul, penulis juga berkonsultasi dengan dosen Psikologi UI bagian pendidikan guna mendapatkan isi modul yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan orang tua saat ini. Kekurangan dari program ini adalah belum pernah diujicobakan pada orang tua yang memiliki anak usia 8-12 tahun di DKI Jakarta. Oleh karena itu jika program ini akan dilaksanakan, ada baiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana program yang telah dirancang ini efektif.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashri Nafilah
Abstrak :
Seiring pubertas, rasa ingin tahu remaja mengenai seksualitas meningkat. Remaja masa kini dapat dengan mudahnya mengakses segala informasi, terutama internet. Sementara itu, informasi yang terpapar bebas tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. BKKBN menyelenggarakan PIK Remaja di beberapa sekolah sebagai sumber informasi dan konsultasi remaja termasuk masalah seksualitas. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan remaja kelas XI SMA mengenai seksualitas. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Penelitian dilakukan di dua SMA Negeri, sekolah yang telah dan yang belum membina PIK Remaja dengan sampel 104 responden di tiap sekolah. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan baik di kedua sekolah. Penelitian yang hanya berfokus pada pengetahuan ini belum menggambarkan efektivitas program PIK Remaja disekolah. ...... Along with puberty, adolescent curiosity about sexuality increases. Adolescents nowadays can easily access all the information from various sources, especially from the internet. Meanwhile, the freely exposed information are unreliable. BKKBN organized PIK Remaja in several schools as the center of information source and consultation for adolescents, including about sexuality. The purpose of this study was to describe the level of knowledge of adolescents in second grade of highschool about sexuality. The design used in this study was a descriptive cross sectional. The study was conducted in two high schools in East Jakarta, school that has and has not implemented PIK Remaja with 104 respondents as samples each school. The results showed a good level of knowledge at both schools. This research that focuses on knowledge has not described the effectiveness of PIK Youth program in schools.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hestilia Nurul Marifah
Abstrak :
Remaja tunagrahita berhak mendapatkan informasi kesehatan termasuk pendidikan seksualitas. Sebagai orang yang dipercaya menyampaikan informasi, guru dapat dijadikan promotor pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang gambaran praktik pendidikan seksualitas yang telah dilakukan guru di SLB-C Dharma Asih Depok Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure RAP . Informan penelitian terdiri dari 8 guru SLB-C Dharma Asih. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan menyusun transkrip, membuat matriks, mengidentifikasi hubungan antar variabel dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pendidikan seksualitas di SLB-C Dharma Asih dilakukan secara klasikal dan insidental. Guru memiliki pengetahuan yang memadai tentang pendidikan seksualitas dan menganggap pendidikan seksualitas perlu diberikan kepada remaja tunagrahita sedini mungkin. Kendala yang dihadapi, guru belum memiliki modul terkait pendidikan seksualitas dan belum ada sarana edukasi yang menunjang pendidikan seksualitas di sekolah. Sekolah belum memiliki kebijakan khusus terkait pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita. Kerjasama antara guru, orang tua, puskesmas, dan dinas pendidikan belum optimal untuk mendorong pendidikan seksualitas. Disarankan hendaknya ada program atau kebijakan khusus terkait pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita dengan mendorong keterlibatan seluruh stakeholder.
Adolescents with intellectual disabilities have the right to receive health information including sexuality education. As a person who is trusted to convey information, teachers can be promoters of sexuality education for mental retarded adolescents. This study aims to obtain information about the description of sexuality education practices that had been done by teachers in SLB C Dharma Asih Depok 2018. The study used a qualitative approach with Rapid Assessment Procedure RAP design. The research informant consisted of 8 teachers of SLB C Dharma Asih. Data collection was done by in depth interview and observation. Data processing is done by arranging transcripts, creating matrices, identifying relationships between variables and drawing conclusions. The results showed that the practice of sexuality education in SLB C Dharma Asih done in a classical and incidental. Teachers have adequate knowledge of sexuality education and consider sexuality education to be given to adolescent tunagrahita as early as possible. Constraints faced, the teacher does not have a module related to sexuality education and there is no educational tools that support sexuality education in schools. Schools do not have specific policies related to sexuality education for adolescents tunagrahita. Cooperation between teachers, parents, primary health care, and education offices has not been optimal to encourage sexuality education. It is suggested that there should be special program or policy related to sexuality education for adolescents tunagrahita by encouraging the involvement of all stakeholders.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library