Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Sukarta
Abstrak :
Ibu perlu mengajarkan tentang seks kepada anak remajanya, karena remaja kurang memahami tentang seks secara baik dan benar. Ketidaktahuan remaja tentang seks berdampak pada bentuk penyimpangan perilaku seks seperti perkosaan, seks bebas, kehamilan yang tidak dikehendaki, PMS dan berbagai masalah lainnya. Idealnya orang tualah yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang seks kepada anak remajanya, ibu lebih dekat dan tahu kebutuhan anaknya dibanding ayah. Penelitian untuk mengetahui gambaran faktor - faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap pendidikan seks remaja di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi-Selatan tahun 2003. Metode penelitian crass sectional penelitian dilaksanakan pada 5 desa dari 12 desa yang diambil secara multi stage sampling. Subyek penelitian ini sebanyak 170 orang ibu - ibu yang memiliki anak remaja berusia 10 - 24 tahun. Tujuan penelitian adalah ingin mengetahui bagaimana gambaran faktor - faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap pendidikan seks remaja di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bane Propinsi Sulawesi - Selatan tahun 2003. Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu - ibu yang berpartisipasi berumur antara 27 - 60 tahun dengan umur rata-rata 37 tahun, tingkat pendidikan terbanyak SD, (55.9 %) pengetahuan tentang pendidikan seks remaja katagori baik (71.8 %). Responden yang bekerja (44.1 %), tingkat penghasilan tinggi (20.6%), yang taat ibadah (50 %). Jumlah remaja kecil (1 - 2 orang), (82.9 %) dan yang memperoleh informasi tentang seks (78.8 %), pendidikan suami responden terbanyak pendidikan rendah SLTP ke bawah (65.3 %) Ibu - ibu yang bersikap setuju terhadap pendidikan seks remaja 57.1 %. Faktor dominan berhubungan dengan sikap ibu tehadap pendidikan seks remaja adalah pengetahuan nilaEi p= 0.0001 dan OR 4.5207. Semua pihak yang menaruh perhatian terhadap masalah - masalah pendidikan seks remaja perlu berkolaborasi dalam pemberian pendidikan seks kepada remaja dengan melibatkan orang tua secara aktif. ......It is a common perception that mothers have to talk about sexuality matters to their adolescents, as adolescents are mostly lack of knowledge on that sensitive issue. The situation of the lack of knowledge and information on sexuality is sometimes leads to a deviation on sexual behavior, such as sexual abusing, raping, free-sex, unwanted pregnancy, contracted to STD, and other problems related to it In an ideal world, the parent is the most person who should provide sex education and other things related to sexuality matters to their teenagers, in this case, usually the mother is closer and more understand with their children's needs, than the father. The study wants to explore on factors related to mother's attitude on sexual education for adolescent, with a cross-sectional as the method. The study is carried out in 5 villages among 12 existing villages at Kecamatan Larnuru. The subject of the study is 170 mothers who have adolescent age 10 to 24 years old. The purpose of the study is to find out the factors related to ,mother's attitude on sexual education for adolescent in Kecamatan Lamuru Kabupafen Bone at South Sulawesi in year 2003. The result of the study described that mothers who involved with the study has an age range between 27 to 60 years old, with an average on 37 years old. Their level of education is mostly primary school (55.9%), and their level of knowledge on sexual education has category as a good knowledge on sexual education (71.8%). Respondents who are working mother is about 44d%, having have high. salary is around 20.6%, and considering to have high regards on religious is about 50%. They are mostly (82,9%) having only I to 2 adolescents; there are 78.8% of respondents - who exposed to information on sexuality. The most common on husband's education is junior high school and lower (65.3%). Respondents who agree on sex education for adolescent is about 57.1%. The most dominant factor related to mother's attitude on sexual education the mother's knowledge on sex education, with p-value is 0.0001 and the OR is 4.5207. Based en the findings, it is suggested that for all person or institution concerned to the problems related to sex education for adolescent, they have to be have collaboration with each other in order to construct the approach on giving the sex education for adolescent, and with an active involvement of the parents.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjarifah Salmah
Abstrak :
Bagi remaja kelompok usia 10 - 19 tahun, pendidikan kesehatan reproduksi merupakan pendekatan awal yang bersifat preventif. Pendekatan ini dilakukan dengan harapan agar remaja dapat menyayangi dan memelihara kesehatan reproduksinya, sehingga mereka terhindar dari hal-hal yang berhubungan dengan antara lain kehamilan pada usia muda dan akibat yang ditimbulkannya. Komsumsi gizi yang mencukupi, menjadikan remaja secara biologis lebih cepat tumbuh dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Pengaruh arus globalisasi dan rasa ingin tahu yang menonjol perlu mendapat jawaban yang benar, agar mereka tidak salah menghadapi tantangan kebutuhan biologis yang meronta dalam pertumbuhannya. Jenis penelitian ini adalah eksperimen lapangan dengan desain dasar "non equivalent control group" dan diubah menjadi "modified control group" agar sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis statistik dilakukan dengan uji univariat dan bivariat. Hasil penelitian : 1. Pengetahuan responden meningkat secara bermakna pada kedua metode. 2. Perubahan sikap hanya terjadi pada metode ceramah. 3. Metode ceramah lebih efektif meningkatkan pengetahuan responden. 4. Pendidikan dan pekerjaan ibu/bapak responden tidak tampak banyak berperan/berkontribusi dalam memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anak remajanya. Kesimpulan : Kedua metode dapat meningkatkan pengetahuan responden, namun metode ceramah lebih efektif meningkatkan pengetahuan dibandingkan metode simulasi; Kedua metode tidak berpengaruh kepada retensi memori responden. Saran : Agar remaja menyayangi dan memelihara kesehatan reproduksinya, maka pengetahuan tentang alat reproduksi pria dan wanita, hormon dan fungsinya, dan pola reproduksi sehat perlu diberikan pada siswa kelas II ke atas.;The effect of Game and Lecture Methods on the Reproduction Health EducationFor the teenagers of 10 - 19 years of age, reproduction health education is one of the preventive approaches to the sex related problems. ...... The objective of this approach is to make the teen-agers care and maintain their reproduction health, so that they will be prevented from facing certain problem such as young woman pregnancy and its related consequences. As the result of consuming nutritious food, the teen-agers can physically grow faster than those of the previous years. Their feeling of curiosity in sexual issues in addition to the influence of globalization upon them should be tackled in a correct manner so that they will be able to cope with their biological needs positively during the course of their growth. Statistical analysis is applied by using univariate and bivariate examinations. The results of the research : 1. The respondents improves significantly after the application of the two methods, 2. The lecture method is, however, more effective in improving the knowledge of the respondent, 3. The alteration of attitude exists in the lecture method, 4. There is no indication that the professions and educational background of the parents have influenced the improvement of the knowledge on the reproduction health of their children. Conclusion : The two methods can improve the knowledge of the respondent. The lecture method is however, more effective than the simulation method. The two method have no significant influence for the retention of the respondents' memories. Suggestion : In order that the teenagers can care and maintain their reproduction health, it is suggested that the knowledge on the male and female reproduction organs, hormones and their functions, as well as healthy reproduction patterns be taught to the students of the second or higher grades of the secondary high schools.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Viciawati Machdum
Abstrak :
Child sexual abuse sering diartikan sebagai perlakuan salah secara seksual terhadap anak, atau juga kekerasan seksual terhadap anak. Dalam tesis ini, ketiga kata tersebut seringkali dipergunakan secara bergantian. Terjadinya child sexual abuse disebabkan berbagai macam faktor yang kompleks, baik faktor lingkungan maupun faktor internal dalam anak. Beberapa faktor internal diri anak-anak yang membuat mereka rentan menjadi korban adalah selain anak-anak memiliki posisi tawar menawar yang lemah anak-anak tidak memiliki ketrampilan untuk melindungi diri mereka dan child sexual abuse. Oleh karena itu, panting bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan terhadap anaknya, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan seksualitas sejak dini. Dengan demikian, anak-¬anak pun dapat menghadapi berbagai perilaku yang tidak menyenangkan apabila mereka harus berhadapan dengan berbagai orang yang berniat untuk melakukan sexual abuse. Permasalahannya adalah seringkali orang tua tidak mengetahui urgensi pendidikan seksualitas kepada anaknya. Walaupun orang tua sudah mengetahui, mereka juga masih tetap merasa tidak dapat memberikan pendidikan seksualitas. Penelitian tindakan ini berupaya untuk memberikan pemecahan permasalahan dan memenuhi kebutuhan orang tua dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada anaknya sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse. Proses identifikasi permasalahan dan kebutuhan orang tua, interpretasi atas permasalahan dan kebutuhan tersebut, serta pelaksanaan dan evaluasi kegiatan dilakukan dalam siklus penelitian tindakan (look think dan aci) yang dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan. Adapun siklus penelitian tindakan yang dapat dilakukan adalah satu siklus. lnformasi mengenai permasalahan dan kebutuhan orang tua dalam melakukan pendidikan seksualitas sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse, digali dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Adapun metode kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhan orang tua tersebut adalah pemasaran sosial, yaitu dengan mempergunakan metode kelompok yang bersifat masal, berupa sebuah seminar. Berdasarkan proses identitikasi permasalahan dan kebutuhan kepada sepuluh orang kelompok sasaran seminar yang dilaksanakan adalah bertema "Berani untuk Berdiskusi Seksualitas Bersama Anak Sebagai salah Satu Upaya Pencegahan Child Sexual Abuse". Seminar tersebut mengikutsertakan tiga orang narasumber yang memiliki kompet nsi dalam penanganan child sexual abuse, pendidikan dan agama, serta psikologi. Berbagai permasalahan dan kebutuhan, serta interpretasi dari permasalahan dan kebutuhan orang tua yang diperoleh dari sepuluh orang kelompok sasaran disampaikan kepada masing-masing narasumber seminar. Dengan demikian, mereka dapat mempengaruhi orang tua untuk mengetahui bahwa pendidikan seksualitas tidak tepisahkan dengan pendidikan agama; mengetahui menyadari dan menyepakati urgensi pendidikan seksualitas sebagai salah satu upaya pencegahan child sexual abuse, mengetahui dan menyepakati bahwa orang tua adalah narasumber utama bagi anaknya yang memiliki rasa ingin tahu mengenai seksualitas. Hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemasaran sosial yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini mencapai derajat perubahan yang diinginkan. Pemasaran sosial dalam penelitian tindakan ini dapat melakukan perubahan sikap (aspek pengetahuan, aspek kognisi dan aspek konasi) yang dimiliki oleh salah seorang anggota kelompok sasaran yang sebelumnya benar¬benar menolak untuk melakukan pendidikan seksualitas sejak dini. Setelah mengikuti seminar, anggota kelompok sasaran tersebut mau merubah seluruh aspek sikap dirinya, yaitu aspek kognisi, afeksi maupun konasi. Namun ada pula salah seorang kelompok sasaran juga ada yang bersikap secara konsisten, is menolak semua gagasan yang ditawarkan dalam penelitian tindakan ini. Perbedaan sikap yang ditujukan oleh setiap kelompok sasaran bukan ditujukan untuk menilai bahwa kelompok sasaran yang satu lebih baik dari kelompok sasaran yang lainnya Melalui metode penelitian yang.dipergunakan, penelitian tindakan ini dapat menggali bahwa setiap kelompok sasaran memiliki permasalahan dan kebutuhan yang barbeda. Masukan berbagai permasalahan dan kebutuhan kelompok sasaran --baik yang bersepakat maupun tidak bersepakat, dapat dijadikan masukan untuk pengembangaan kegiatan pendidikan seksualitas untuk anak melalui pemasaran sosial sebagai salah satu upaya pencegahan perilaku salah secara seksual terhadap anak. Kemudian salah satu hal yang menarik untuk dikembangkan dari kegiatan seminar dalam penelitian tindakan ini adalah pemasaran sosial mengenai tujuan pemberian pendidikan seksualitas untuk anak. Sebenamya jika orang tua tahu tujuan pendidikan seksualitas, maka orang tua tidak perlu merasa tabu untuk memberikan pendidikan seksualitas kepada anak. Kemudian jika orang tua dapat melakukan pendidikan seksualitas dengan komunikasi dua arah, maka orang tua tahu apa yang perlu disampaikan kepada anak sesuai usia pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga efek negatif dari pendidikan seksualitas yang dipersepsikan oleh orang tua, dapat dihindari. Namun kepiawaian orang tua untuk berkomunikasi dengan anak tidak dapat didapatkan secara instan. Oleh karenan a, komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak perlu dilakukan sedini mungkin.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abidah Muflihati
Abstrak :
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pihak sekolah dan guru melaksanakan pendidikan KRR ini dengan memasukkan mated KRR ke dalam pelajaran Biolagi, Penjaskes, dan Agama, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan Depdiknas tentang strategi pendidikan KRR di sekolah. Di Yogyakarta, di antara sekolah yang menerapkan strategi tersebut dan cukup mendapat perhatian dart BKKBN adalah SMA Muhammadiyah 2 (MUHA) Yogyakarta. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi praises dan factor-faktor yang menjadi pendukung dan perrghambat dart pendidikan KRR tersebut di SMA MUHA. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang rnenjadi fokus penelitian, maka diambil SMA Muhammadtyah 2 (MUHA) sebagal kasusnya. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, observasi dan Faces Group Discussion (FGD) dart beberapa Informan yang diplih secara purposif, yaitu guru BK, guru Biologi, guru Penjaskes, guru Agama dan siswa. Data-data ini dianalisa secara induktif dengan menggunakan berbagai konsep yang menjadi kerangka pemikiran, yaitu konsep tentang remaja, konsep pendidikan kesehatan, dan pendidikan seksualilas/ kesehatan reproduksi remaja. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa proses pelaksanaan program pendidikan KRR mengisyaratkan adanya berbagai tahapan mulai dari program kerja sama dengan BKKBN sampai memasukkan program tersebut datam layanan BK di kelas, dan dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, serta Agama. Tahapan tersebut adalah tahap menerima informasi tentang masalah seksualitas remaja, tahap menemukan program bimbingan dan konseling adolescent reproductive health (BK-ARH) sebagai solusi, tahap mengambil/ mengadopsi program BK-ARH, tahap menyiapkan pelaksanaan kegiatan orientasi BK-ARH di sekolah, tahap petaksanaan kegiatan orientasi BK ARH, dan terakhir tahap pelembagaan program dengan memasukkan program BK-ARH ke dalam salah situ layanan BK. Dalam proses pengajaran, materi KRR disampaiIIn deb guru BK, Biologi, Penjaskes, dan Agama pada waktu dan kelas yang berbeda-beda. Guru BK menggunakan kelas terpisah pada saat menjelaskan tentang alat reproduksi, sedangkan tiga guru lainnya menggunakan kelas campur. Materi yang disampaikan para guru mecakup aspek pengetahuan fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial/nilai. Aspek nilai yang ditekankan adalah nilai keislaman dan konsekwensi hukumnya. Metode-metode yang digunakan para guru dapat membantu siswa melakukan klarifikasi nilai, rneningiatkan pengetahuan, dan empati dan kerja lama. Faktor yang rnenjadi hambatan adalah keterbatasan waktu dan beban kurikulum yang banyak, dan guru BK kelas X yang belum mendapat pelatihan KRR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan program pendidikan KRR di SMA MUHA, yang dimulai sejak adanya kerjasama antara BKKBN dan SMA MUHA daiam program BK-ARH pada tahun 1998, telah berdampak pada perubahan fingkungan sekolah. Program penyuluhan dan Konseling KRR yang dilakukan oleh guru BK bersama dengan guru Biologi, Penjaskes, dan Agama merupakan upaya pelembagaan program pendidikan KRR. Penyampaian materi KRR oleh keempat guru dalam pefajaran masing¬masing membuat siswa dapat menjaga periiaku seksualnya agar tidak melakukan seks pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu bagi para guru dalam menyampaikan materi KRR dan guru 8K kelas X yang belum mendapat pelatihan. Karenanya penelitian ini menyarankan agar lembaga-lembaga yang peduli pada KRR memberikan pelatihan KRR bagi guru yang akan mengajarkan materi KRR dan mendorong sekolah-sekolah lainnya untuk dapat melembagakan program KRR. Sedangkan bagi BK SMA MUHA agar dapat melibatkan klinik sekolah dafam proses edukasi sehingga siswa mendapat informasi yang alkup, serta melakukan koordinasi secara formal dengan guru Biologi, Penjaskes dan Agama daiam melaksanakan program pendidikan KRR.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isni Nur Aini
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Nurainu
Abstrak :
Dalam suatu proses pendidikan, guru merupakan faktor penting sebab guru adalah pelaksana kegiatan secara langsung di dalam kelas yang mengajarkan materi kepada siswa (Suharto, 2000). Guru antara lain berperan sebagai pemimpin, dimana guru memperlihatkan pentingnya suatu pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap yang positif dan antusiasme pada pelajaran yang diberikannya kepada siswa agar siswa dapat terpicu untuk memberikan sikap dan antusiasme yang sama seperti yang ditunjukkan oleh gurunya (Sergiovanni & Starrat, 1993). Dengan demikian sikap seorang guru mempengaruhi pembentukan sikap para siswanya sehlngga diharapkan guru memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan. Selain itu, guru juga berperan sebagai eksekutif, dimana guru bertugas membuat keputusan yang tepat dalam pengajaran dengan terlebih dalulu membuat suatu rencana eksekutif pengajaran yang mencakup pembuatan analisis materi pelajaran. Di sini guru bertugas menjabarkan kurikulum dengan menguraikan pokok bahasan untuk menentukan isi materi pelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Seorang guru juga harus memiliki kompetensi profeslonal yang telah ditetapkan oleh Depdikbud (1985), diantaranya adalah mengetahui pokok bahasan dan menguasai materi pelajaran, mampu mengelola program belajar dan mengelola kelas serta mengenai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (Suryosubroto, 1997). Highet (dalam Lenny, 1990) berpendapat bahwa penguasaan materi pelajaran dari seorang guru merupakan faktor utama dan paling dibutuhkan dalam menilai kualitas seorang guru, ia menambahkan bahwa seorang guru tidak hanya cukup mengetahui pokok bahasan/menguasai materi pelajaran yang diajarkannya, tetapi diharapkan juga menyukai atau menaruh minat terhadap pelajaran yang akan diberikan kepada siswanya agar merasa nyaman ketika membahas pelajaran. Salah satu pendidikan yang sedang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah pendidikan seks, yang rencananya akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional pada tahun 2003 mendatang dan akan diberikan mulai di jenjang pendidikan menengah, yaitu mulai sejak SLTP (Suharto, 2000). Dalam kurikulum nasional, istilah pendidikan seks telah diganti menjadi pendidikan reproduksi remaja (PRR) karena banyak pendidik dan para pembuat keputusan dalam bidang pendidikan dihantui efek negatif yang ditimbulkan oleh istilah pendidikan seks (Suharto, 2000). Karena tidak adanya guru khusus bidang studi PRR, maka tenaga pendidik PRR jni direncanakan melibatkan guru biologi, bimbingan konseling (BK), pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan agama. Secara umum PRR diartikan sebagai pendidikan yang membantu remaja untuk mempersiapkan diri menghadapi permasalahan kehidupan yang bersumber pada naluri seksual, yang terjadi dalam beberapa bentuk di dalam perkembangan pengalaman setiap manusia, dengan kehidupan yang normal (Kllander, 1971). Pokok bahasan PRR yang berkaitan dengan masalah seksuaiitas dan reproduksi tampak sangat sensitif dan kadangkala serlng diangggap tabu untuk kepentingan pendidikan sekalipun. Tidak semua orang dewasa, termasuk guru, dapat membicarakan masalah tersebut secara terbuka kepada remaja karena rasa malu dan khawatir yang berlebihan (Rice, 1996). Oleh karena Itu diduga terdapat perbcdaan sikap (dalam hal ini setuju atau tidak setuju) di antara para guru terhadap pendidikan seks yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional (Republika, 27 Agustus 2000). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenal sikap para guru SLIP (bidang studi biologi, BK, penjaskes dan agama) yang akan mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Penelitian ini melibatkan 74 subyek dari beberapa guru SLTP Negeri di Jakarta. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner berbentuk skala sikap yang diolah secara kuantitatif dengan menggunakan statistik desriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap guru SLTP (bidang studi agama, biologi, BK dan penjaskes) yang mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum nasional adalah positif. Penelitian Ini juga mengungkapkan sikap guru berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan serta pengalaman mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan seks/reproduksi. Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan sikap guru laki-laki dalam menjelaskan PRR kepada murid laki-laki dan murid perempuan. Selain itu juga ditemukan hubungan antara umur guru dengan sikap terhadap pokok bahasan PRR.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imanda Kartika Putri
Abstrak :
Di masyarakat terdapat banyak kasus perilaku seksual berisiko remaja, pelecehan seksual pada anak, dan akses informasi tak terbatas yang membuat anak-anak berisiko mendapatkan informasi yang salah mengenai seksualitas. Pendidikan seks untuk anak merupakan salah satu faktor yang penting untuk mencegah halhal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian pendidikan seks oleh orang tua siswa madrasah ibtidaiyah Depok tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2012 di wilayah Sawangan Utara, Depok. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional dengan populasi orang tua siswa kelas 4,5, dan 6 MI Hayatul Islamiyah Depok. Data didapat dalam bentuk data primer dari pengisian kuesioner responden. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara perilaku pemberian pendidikan seks untuk anak oleh orang tua dengan pengetahuan, sikap, dan keterpaparan sumber informasi, dan tidak ada hubungan yang signifkan antara ada hubungan signifikan antara perilaku pemberian pendidikan seks untuk anak oleh orang tua dengan tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan pengalaman pendidikan seks yang pernah diterima orang tua pada masa kanak-kanak. ......In Society, there are many cases about highly risk adolescents sexual behavior, sexual child abuse, and unlimited information accessibility for children with high risk of getting wrong information about sexuality. Sex education for children is one of important factors to prevent those things. The purpose of this study was to find out factors related to behavior of sex education by parents of Madrasah Ibtidaiyah Hayatul Islamiyah Depok students. This study took place in Depok from May until June 2012. The population of this cross sectional study was the parents of MI Hayatul Islamiyah Depok grade 4,5, and 6 with primer data by questionnaire. The result of this study is that there is a correlation between behavior of sex education for children by parents with parents knowledge, attitude, and information accessibility, and there is no correlation between behaviour of sex education for children by parents with parents education status, economy status, and their experience of getting sex education during childhood.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hestilia Nurul Marifah
Abstrak :
Remaja tunagrahita berhak mendapatkan informasi kesehatan termasuk pendidikan seksualitas. Sebagai orang yang dipercaya menyampaikan informasi, guru dapat dijadikan promotor pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang gambaran praktik pendidikan seksualitas yang telah dilakukan guru di SLB-C Dharma Asih Depok Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure RAP . Informan penelitian terdiri dari 8 guru SLB-C Dharma Asih. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan menyusun transkrip, membuat matriks, mengidentifikasi hubungan antar variabel dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pendidikan seksualitas di SLB-C Dharma Asih dilakukan secara klasikal dan insidental. Guru memiliki pengetahuan yang memadai tentang pendidikan seksualitas dan menganggap pendidikan seksualitas perlu diberikan kepada remaja tunagrahita sedini mungkin. Kendala yang dihadapi, guru belum memiliki modul terkait pendidikan seksualitas dan belum ada sarana edukasi yang menunjang pendidikan seksualitas di sekolah. Sekolah belum memiliki kebijakan khusus terkait pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita. Kerjasama antara guru, orang tua, puskesmas, dan dinas pendidikan belum optimal untuk mendorong pendidikan seksualitas. Disarankan hendaknya ada program atau kebijakan khusus terkait pendidikan seksualitas bagi remaja tunagrahita dengan mendorong keterlibatan seluruh stakeholder.
Adolescents with intellectual disabilities have the right to receive health information including sexuality education. As a person who is trusted to convey information, teachers can be promoters of sexuality education for mental retarded adolescents. This study aims to obtain information about the description of sexuality education practices that had been done by teachers in SLB C Dharma Asih Depok 2018. The study used a qualitative approach with Rapid Assessment Procedure RAP design. The research informant consisted of 8 teachers of SLB C Dharma Asih. Data collection was done by in depth interview and observation. Data processing is done by arranging transcripts, creating matrices, identifying relationships between variables and drawing conclusions. The results showed that the practice of sexuality education in SLB C Dharma Asih done in a classical and incidental. Teachers have adequate knowledge of sexuality education and consider sexuality education to be given to adolescent tunagrahita as early as possible. Constraints faced, the teacher does not have a module related to sexuality education and there is no educational tools that support sexuality education in schools. Schools do not have specific policies related to sexuality education for adolescents tunagrahita. Cooperation between teachers, parents, primary health care, and education offices has not been optimal to encourage sexuality education. It is suggested that there should be special program or policy related to sexuality education for adolescents tunagrahita by encouraging the involvement of all stakeholders.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Edi Sugiarto
Abstrak :
Akhir-akhir ini, perilaku seks bebas pada remaja sudah menghawatirkan, sehingga memerlukan penanggulangan yang serius. Banyak faktor yang diduga berkaitan dengan fenomena tersebut. Penelitian ini memfokuskan pengkajian pada pendidikan seks dalam keluarga, pertimbangan moral, dan sikap terhadap seks bebas siswa SMU Negeri 5 Bogor tahun 2002. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan disainnya adalah cross-sectional survey. Hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk tesis yang ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) ada hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja; (2) tingkat perkembangan moral memiliki hubungan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja, akan tetapi sikap terhadap seks bebas pada remaja tidak berhubungan dengan penalaran prinsip moral; (3) pendidikan seks dalam keluarga dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap terhadap seks bebas; (4) ada hubungan antara pemberian informasi tentang perbedaan serta fungsi organ seksual antara pria dengan wanita, pemberian informasi tentang berbagai risiko penyalahgunaan organ seksual, pemberian bekal keagamaan dan keterampilan berperilaku sebagai pedoman pergaulan antara pria dengan wanita, penjelasan tentang perubahan yang terjadi pada masa remaja dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- dengan sikap terhadap seks bebas. Merujuk kepada simpulan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: (1) pendidikan seks dalam keluarga yang yang selama ini dilakukan oleh para orang tua terhadap remaja di rumah, perlu dipelihara dan dikembangkan sehingga lebih relevan dengan kebutuhan nyata para remaja; (2) untuk meningkatkan kemampuan penalaran moral remaja, pihak sekolah dan orang tua dapat melatihnya melalui latihan diskusi pemecahan masalah-masalah sosial yang nyata; (3) agar remaja terhindar dari perilaku seks bebas, maka yang perlu dilakukan adalah membekali mereka dengan pengetahuan yang lengkap dan tuntas mengenai berbagai isu yang berkaitan dengan seks bebas; (4) untuk meningkatkan komitmen moral agar remaja tidak terjerumus ke dalam perilaku seks bebas, juga dapat dilakukan dengan pembinaan moral dan budi pekerti.
The Correlation between Sex Education in The Family and Moral Judgement with the Attitude toward Free Sex of SMUN 5 Bogor Students, Year 2002Recently, free sex behaviors in adolescence have been critical issue that should be resolved seriously. There were many factors related to these phenomena. This research focuses on the sex education in the family, moral judgment, and the attitude toward free sex of SMUN 5 Bogor students, year 2002. This research used descriptive method through cross sectional survey design. The research report presented in thesis form to complete graduate study in public health program. The research found that (1) there is significant correlation between sex education in family and free sex attitudes of adolescents; (2) level of moral development correlate with attitude toward the free sex of adolescents, but the free sex attitudes of adolescents has no significant correlation with the principal moral judgment; (3) sex education in the family and-the level of moral development correlate significantly with the attitudes toward free sex; (4) there is correlation between information about differences and function of sex organs between male and female, risks of sex organs abuse, religious norm as guide of social intercourse between male and female, changes of adolescents life, and moral judgment simultaneously with attitudes toward free sex. In reference to the conclusions, it can be stated the implication as follow: (1) parent?s sex education should be improved that relevant with real needs of adolescents; (2) to increase moral judgment ability of adolescents, teachers (schools) and parents need to collaborate each other to develop ability for real social problem solving; (3) to prevent adolescents from free sex, they should have comprehensive knowledge in dealing' with free sex issues; and (4) to prevent adolescents fall into free sex, reinforcing their moral and ethics also recommended.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhimatul Farokha
Abstrak :
[ABSTRAK
Tesis ini membahas persepsi orang tua dalam Pendidikan Seks dan Penanaman Nilai-nilai Islam kepada anak sesuai tinjauan Psikologi Perkembangan Islami serta peran mereka dalam menjalankannya. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa orang tua memiliki persepsi yang positif dalam melihat Pendidikan Seks dan Penanaman Nilai-nilai Islami sesuai tinjaun Psikologi Perkembangan Islami, dan orang tua sudah sangat berperan aktif dalam menjalankannya. Penelitian ini menyarankan agar bisa menjadi modul sosialisasi pendidikan bagi keluarga dan orang tua dalam upaya mencegah seks bebas pada anak sedari dini.
ABSTRACT
This thesis discusses the perceptions of parents in Instilling Sex Education and Islamic values to children according to a review of Islamic Development Psychology as well as their role in applying it. This is a qualitative research with descriptive design. This study shows that parents have a positive perception in viewing the Sex Education Introduction and Islamic values corresponding to the Overview in Islamic Developmental Psychology, and the parents have a very active role in implementing. This study suggests the possibility of the socialization of educational modules for families and parents in an effort to prevent promiscuity in children early on., This thesis discusses the perceptions of parents in Instilling Sex Education and Islamic values to children according to a review of Islamic Development Psychology as well as their role in applying it. This is a qualitative research with descriptive design. This study shows that parents have a positive perception in viewing the Sex Education Introduction and Islamic values corresponding to the Overview in Islamic Developmental Psychology, and the parents have a very active role in implementing. This study suggests the possibility of the socialization of educational modules for families and parents in an effort to prevent promiscuity in children early on.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>