Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hannibal
"Untuk terciptanya pembinaan di Lapas khususnya pembinaan kepribadian sebagai pembinaan tahap awal, diperlukan sikap penerimaan diri narapidana dalam menerima kenyataan peristiwa hukum yang dialaminya. Dengan penerimaan diri tersebut diharapkan sikap mereka menjadi ikhlas dan mau berperan aktif dalam pembinaan di Lapas. Program dzikir yang ditawarkan adalah dzikir dengan metode Tareqat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN). Kegiatan dzikir ini menjadi stimulus berupa informasi baru dalam bentuk keyakinan atas nilai-nilai kebesaran Allah SWT yang harus ditaati dan dipatuhi sebagai penentu atas segala masalah yang terjadi agar tercipta keseimbangan pada elemen kognisi narapidana sehingga merubah sikap menarik diri menjadi menerima masalahnya dengan ikhlas dan mau mentaati dan mematuhi segala apa yang menjadi kewajibannya, termasuk berperan aktif dalam pembinaan di Lapas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jeremy Ardiansyah
"Di Indonesia, prevalensi penyakit kronis terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit kronis dapat menimbulkan dampak negatif baik fisik, psikologis, maupun sosial. Persepsi dukungan sosial dapat membantu penyembuhan individu dengan penyakit kronis. Salah satu faktor yg dapat mempengaruhi persepsi dukungan sosial adalah penerimaan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penerimaan diri dengan dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional pada 115 mahasiswa status aktif program studi Sarjana Universitas Indonesia yang memiliki penyakit kronis. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) sebagai alat ukur penerimaan diri dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) untuk mengukur persepsi dukungan sosial. Temuan pada penelitian ini menggambarkan 73,9% mahasiswa memiliki tingkat penerimaan diri pada kategori sedang dan 69,6% mahasiswa memiliki tingkat persepsi dukungan sosial dengan kategori sedang. Hasil analisis membuktikan adanya hubungan yang positif antara penerimaan diri dengan persepsi dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis.

In Indonesia, the prevalence of chronic diseases continues to increase from year to year. Chronic disease can have a negative impact on physically, psychologically, and socially. Perceived social support can help heal individuals with chronic diseases. One of the factors that can affect perceived social support is self-acceptance. This study aims to determine the correlation between self-acceptance and social support in college students who have chronic illnesses. The research method used was quantitative research with a cross-sectional study on 115 undergraduate students at the University of Indonesia who had chronic diseases. The instruments of this research that were used in this study is the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) as an instrument of self-acceptance and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) as an instrument of perceived social support. The findings in this study illustrate that 73.9% of students have a moderate level of self-acceptance and 69.6% of students have a moderate level of perceived social support. The results of the analysis prove that there is a correlation positively between self-acceptance and perceived social support in college students who have chronic illnesses."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Al Ilmi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Utomo
"Media memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk gambaran masyarakat tentang kecantikan. Hal ini dikarenakan media memiliki tujuan untuk memanipulasi pasar sehingga tercipta pasar baru bagi para produsen produk-produk kecantikan. Dengan demikian para perempuan yang menontonnya akan memiliki kebutuhan untuk bisa memenuhi standar kecantikan yang dibuat oleh media melalui penggunaan produk-produk yang diiklankan. Tulisan ini membahas tentang hiperrealitas yang terbentuk melalui iklan televisi, yaitu iklan Pond’s W Kasus Iklan Pond’s White Beauty Spotless White Cream versi Bukan Cinta Biasa. Dalam iklan ini ditemukan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit putih, mulus, tanpa noda hitam di wajah. Selain itu, dalam iklan ini juga digambarkan bahwa perempuan dengan kriteria cantik di atas akan mudah menarik perhatian pria idamannya. Hal ini sesuai dengan konsep hiperrealitas, yakni kriteria perempuan cantik dimanipulasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kegunaan produk yang dipasarkan dalam iklan tersebut.

Media has big roles in shaping how people see about the concept of beauty. It is because media has a goal to manipulate its market to create a new market for the beauty industries. Thus the women who saw it would have some new needs, regarding their desire to become pretty and start to consume the products that is advertised in those media. This paper is studying about hiperreality that is formed by those media, in this case by advertisement of Pond’s White Beauty Spotless White Cream, Bukan Cinta Biasa Version. In this advertisement, a beautiful women is described by having a white, flawless skin, without black spots in her face. Moreover, this advertisement also describes that those kind of woman can get attention from her crush easily. Those descriptions are showing that there is hiperreality in the advertisement. It means that there are manipulations in the advertisement, and it is done according to the benefit of the product in the advertisement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahma Murbowo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi self-compassion terhadap subjective well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi subjective well-being adalah tercapainya tujuan atau goal dan harapan Diener Scollon, 2003. Permasalahan di kehidupan panti asuhan menunjukkan kemungkinan tidak tercapainya tujuan dan harapan remaja saat mereka masuk ke panti asuhan. Saat tujuan dan harapan tersebut tidak tercapai, maka akan muncul emosi negatif yang dapat menurunkan subjective well-being Zessin, Dickhauser, Garbade, 2015. Self-compassion dapat mengurangi pengaruh emosi negatif yang ditimbulkan oleh kegagalan tersebut sehingga tingkat subjective well-being tetap baik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan jumlah partisipan 100 orang 51 perempuan berusia 14-18 tahun yang tinggal di panti asuhan di Jakarta. Alat ukur yang digunakan yaitu Self-Compassion Scale Neff, 2003 untuk mengukur self-compassion, The Satisfaction with Life Scale Diener, Emmons, Larsen, Griffin, 1985, dan Positive and Negative Affect Schedule Watson, Clark, Tellegan, 1988 untuk mengukur subjective well-being. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-compassion tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kepuasan hidup R2 = 0.006, p =0.445, berkontribusi secara signifikan terhadap afek positif R2= 0.091, p = 0.002 dan afek negatif R2= 0.155, p = 0.000 pada remaja panti asuhan di Jakarta.

This research was conducted to investigate the self compassions contribution to subjective well being among orphanage adolescents at Jakarta. The factor that could influence subjective well being are goals and expectations Diener Scollon, 2003 . The troubles that occur in daily life of orphanages show the possibility of goals and expectations which do not achieved. When one experienced failure on goal achievement, negative emotion would appear and lowered the subjective well being Zessin, Dickhauser Garbade, 2015. Self compassion could alleviate the negative emotional influence of failure, so the subjective well being stayed positive. There were 100 participants 51 female from orphanages at Jakarta aged 14 to 18 for this study. The data were collected using Self Compassion Scale Neff, 2003 to measure self compassion, The Satisfaction With Life Scale Diener, Emmons, Larsen, Griffin, 1985 and Positive Negative Affect Schedule Watson, Clark, Tellegan, 1988 to measure subjective well being. Result from this study indicated that self compassion does not significantly contribute to life satisfaction R2 0.006, p 0.445, significantly contributes to positive affect R2 0.091, p 0.002 and also to negative affect R2 0.155, p 0.000 of subjective well being among orphanage adolescents in Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomy Rachman Hanif
"Prestasi akademis merupakan salah satu komponen dari kesuksesan mahasiswa di perguruan tinggi. Penelitian ini melihat hubungan antara unconditional self-acceptance dan prestasi akademis yang dimediator oleh grit berdasarkan teori dari self-regulation. Salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan fungsi mahasiswa untuk mencapai prestasi akademis adalah unconditional self-acceptance. Mahasiswa yang memiliki unconditional self-acceptance yang tinggi akan berkontribusi terhadap perkembangan grit yang dimilikinya sehingga ia dapat gigih dan tetap semangat ketika ia berhadapan dengan tantangan dan kegagalan yang mungkin terjadi dalam mencapai tujuan mendapatkan prestasi akademis yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan pada 306 mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan minimal semester 7 yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan hasil bahwa grit memediasi secara penuh (fully mediated) pengaruh unconditional self-acceptance terhadap prestasi akademis (Indirect Effect = 0,0304, BootSE = 0,0151, 95% CI [0,0024 – 0,0615]).

Academic achievement is one of many component of the students success in college institutions. One of the factors that play a role in improving the function of students to achieve the academic achievement is unconditional self-acceptance. Students which have high unconditional acceptance will increase their grit so they can be persevere and keep their passion up when they face challenges and failures that may occur in achieving the goals of high academic achievement. This study looks at the relationship between unconditional self-acceptance and academic achievement that mediated by grit based on the theory of self-regulation. The results of this study that conducted from 306 students who were taking course at least semester 7 scattered throughout Indonesia showed the results that grit fully mediated the effect of unconditional self-acceptance on academic achievement. (Indirect Effect = 0.0726, BootSE = 0,0304, BootSE = 0,0151, 95% CI [0,0024 – 0,0615])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifah Oktaviyanti
"Asma merupakan salah satu penyakit kronis, dimana penderita hanya bisa melakukan perawatan dan mengurangi gejala tanpa benar-benar menyembuhkan penyakitnya. Kehadiran penyakit ini juga disertai dengan berbagai masalah, seperti fisik, psikologis, sosial, hingga finansial. Permasalahan tersebut dapat berkurang berkat adanya penerimaan diri akan penyakit yang dideritanya dan dukungan sosial dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri dan persepsi dukungan sosial pada dewasa muda dengan asma. Partisipan penelitian adalah dewasa muda usia 18-25 tahun dengan asma yang berjumlah 52 orang (M = 21,69, SD = 1,639). Persepsi dukungan sosial diukur dengan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), sedangkan penerimaan diri diukur dengan Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dan persepsi dukungan sosial pada dewasa muda dengan asma (r = 0.379, p < 0.05).

Asthma is a chronic disease where sufferers can only do treatment and reduce symptoms without actually curing the disease. The presence of this disease is accompanied by various problems, such as physical, psychological, social, and financial. These problems are presumably reduced due to patient self-acceptance and social support from the environment. This study aims to determine the correlation between self-acceptance and perceived social support in emerging adults with asthma. The study was conducted on 52 participants aged 18-25 years living with asthma (M = 21.69, SD = 1.639). Perceived social support was measured by the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), while self-acceptance was measured by the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). The results showed a significant correlation between self-acceptance and perceived social support in emerging adults with asthma (r = 0.379, p < 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neniek Kurnianingsih
"Kepatuhan minum obat disertai keadekuatan penerimaan diri status HIV menjadi tantangan pasien TB HIV. Kepatuhan minum obat memiliki hubungan positif dengan tingkat penerimaan diri (self-acceptance)Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan intervensi non farmakologis sebagai salah satu terapi komplementer berpotensi meningkatkan kepatuhan minum obat dan self-acceptance HIV. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh terapi SEFT terhadap kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV. Desain penelitian quasi eksperiment, metode pre test-post test dengan purposive sampling sebesar 34 responden, dibagi 2 kelompok, tiap kelompok berjumlah 17. Kelompok 1 mendapatkan terapi SEFT, dan kelompok 2 perawatan standar edukasi.  Hasil uji paired t test, terdapat peningkatan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 1 (p value=0,0001). Pada uji independent t test terdapat peningkatan signifikan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 1 dibandingkan kelompok 2 (p value=0,0001). Variabel confounding paling berpengaruh adalah pendapatan. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan seluruh variabel confounding, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan efek samping menjelaskan self acceptance HIV setelah terapi SEFT sebesar 54%, kepatuhan minum obat sebesar 50,5%. Terapi SEFT berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV, dapat direkomendasikan sebagai salah satu tata laksana TB HIV.

Medication adherence along with self-acceptance of HIV status is a challenge for HIV TB patients. Adherence to taking medication has a positive relationship with the level of self-acceptance. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) therapy is a non-pharmacological intervention as one of the complementary therapies that has the potential to improve adherence to taking medication and HIV self-acceptance. The purpose of the study was to identify the effect of SEFT therapy on medication adherence and HIV self-acceptance. Quasi-experiment research design, pre-test-post test method with purposive sampling of 34 respondents, divided into 2 groups, each group numbered 17. Group 1 received SEFT therapy, and group 2 standard educational treatment.  The results of the paired t test, there was an increase in drug compliance and HIV self-acceptance after being given SEFT therapy in group 1 (p value = 0.0001). In the independent t test, there was a significant increase in medication adherence and HIV self-acceptance after SEFT therapy in group 1 compared to group 2 (p value=0.0001). The most influential confounding variable was income. The results of multiple linear regression analysis showed that all confounding variables, namely education, occupation, income and side effects explained HIV self acceptance after SEFT therapy by 54%, drug compliance by 50.5%. SEFT therapy has an effect on increasing adherence to taking medication and HIV self acceptance, can be recommended as one of the management of HIV TB."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Tirta Luzanil
"Penggunaan kata ganti orang yang berbeda dalam self-talk dapat memberikan tingkat self-compassion yang berbeda. Penelitian ini ingin mengetahui apakah penggunaan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Di Indonesia, kata ganti orang pertama tunggal terdiri dari saya dan aku, sementara nama diri bukan merupakan kata ganti orang. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 74 orang. Partisipan diminta menulis pengalaman yang selalu membuat khawatir dan berusaha memahami mengapa bisa merasa seperti itu. Kemudian partisipan diminta untuk menulis surat kepada dirinya sendiri. Sebelum mulai mengerjakan, partisipan kelompok pertama diminta untuk menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan kelompok dua menggunakan nama diri untuk merujuk kepada diri sendiri. Pengukuran dilakukan oleh tim penilai melalui surat yang telah ditulis oleh partisipan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa partisipan yang menggunakan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Hasil ini memberikan alternatif yang dapat dilakukan ketika menghadapi situasi sulit.

The use of different personal pronouns in self-talk can provide different level of self-compassion. This study investigated whether the use of proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use the first-person singular pronoun when doing self-talk. In Indonesia, the firstperson singular pronoun consists of saya and aku, while proper name is not personal pronoun. Participants in this study amounted to 74 persons. Participants were asked to write their experience which always make them worried and trying to understand why it can feel like it. Then participants were asked to write a letter to themselves. Before they begin, the first group of participants were asked to use the first-person singular pronoun and the second groups using the proper name to refer to themselves. Measurements were made by raters through a letter written by the participants. The results supported the hypothesis that participants who use proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use first-person singular pronoun when doing self-talk. These result provides an alternative to do when faced with difficult situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Razin Kanz
"Data perceraian orang tua nampaknya mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Penelitian terdahulu telah menemukan bagaimana perceraian orang tua dapat memberikan berbagai dampak negatif pada emerging adults. Penelitian ini menyoroti peran self-acceptance terhadap tingkat flourishing pada emerging adults yang orang tuanya bercerai serta bagaimana self-acceptance berhubungan dengan setiap dimensi dari flourishing. Penelitian ini menduga self-acceptance pada emerging adults yang orang tuanya bercerai dapat membantu untuk berperan sebagai faktor protektif yang mempromosikan pemaknaan positif terhadap peristiwa perceraian orang tua mereka, yang pada akhirnya membantu tingkat flourishing mereka untuk berkembang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi bahasa Indonesia Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) dan adaptasi bahasa Indonesia The PERMA-Profiler. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi dan analisis regresi linear dua variabel. Penelitian ini melibatkan 323 partisipan emerging adults dengan rentang usia 18 – 25 tahun (M = 21.1, SD = 2.24). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat self-acceptance mampu memprediksi tingkat flourishing pada emerging adults yang orang tuanya bercerai sebesar 23% (R² = 0.232, F(1, 321) = 96.9, p < .001, b = .936). Penelitian ini juga menemukan bahwa self-acceptance memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan setiap dimensi dari flourishing.

Parental divorce rates appear to be increasing year by year. Previous research has found that parental divorce can have various negative impacts on emerging adults. This study highlights the role of self-acceptance on flourishing among emerging adults with divorced parents and examines the relationship between self-acceptance and each dimension of flourishing. The study hypothesizes that self-acceptance in young adults can help to serve as a protective factor, promoting positive meaning making regarding their parents' divorce, thereby contribute to enhancing their flourishing. The instruments used in this study include the Indonesian adaptation of the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) and the Indonesian adaptation of The PERMA-Profiler. Analysis is done using correlation analysis and linear regression of two variables. This study involved 323 emerging adults participants aged 18 – 25 years (M = 21.1, SD = 2.24). The results show that self-acceptance accounts for 23% (R² = 0.232, F(1, 321) = 96.9, p < .001, b = .936) of the variance in flourishing among emerging adults whose parents have divorced. The study also found that self-acceptance has a positive and significant relationship with each dimension of flourishing."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>