Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ifan Irfiandi
Abstrak :
Kabupaten Sidoarjo tersusun oleh batuan sedimen, klastik, epiklastik, piroklastik, dan aluvium. Alluvium adalah fitur geologis yang rentan terhadap efek gempa bumi. Untuk meminimalkan dampak bencana, desain bangunan harus sesuai dengan kondisi tanah yang dinamis dan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mempertimbangkan kecepatan gelombang geser rata-rata hingga kedalaman 30 m (Vs30) di Sidoarjo menggunakan inversi HVSR. Data Mikrotermor pada 40 titik dianalisis menggunakan metode HVSR. Hasil analisis HVSR kemudian dilakukan dengan inversi dengan prinsip pemodelan ke depan untuk mendapatkan Vs30 dari setiap titik pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan 100-480 m/s. Daerah dengan Vs30 lebih rendah dan tebal dominan berada di letusan porong Lumpur Sidoarjo (LUSI) dan di candi. Ketebalan lapisan dengan Vs30 rendah semakin menipis ke arah selatan dan barat daya.
Sidoarjo district is composed by sedimentary clastic, epiclastic, pyroclastic and alluvium rocks. Alluvium is a geological feature that is susceptible to earthquake effects. In order to minimize the disaster impact, design of the building should has to the dynamic and local soil condition. This study aimed to consider shear wave velocity at the average down to 30 m depth (Vs30) in Sidoarjo using HVSR inversion. Microtermor data at 40 points were analyzed using the HVSR method. The result of HVSR analysis is then carried out by inversion with the forward modeling principle to obtain Vs30 of each measurement point. The study results show 100-480 m/s. Areas with lower Vs30 and dominant thick were in the eruption of Lumpur Sidoarjos (LUSI) porong and in candi. The thickness of the layer with low Vs30 increasingly thinning towards the south and south west.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Lail Mukarom
Abstrak :

Cekungan Kutai merupakan cekungan terluas di Indonesia. Secara fisiografis, terdapat 3 zona berorientasi utara ke selatan yang membagi Cekungan Kutai pada bagian barat hingga timur. Penelitian biostratigrafi terhadap sedimen berumur tersier di cekungan Kutai penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan akurasi pembatasan umur relatif bagi masing-masing satuan batuan dan peristiwa-peristiwa penting seperti sejarah pembentukan cekungan Kutai. Penelitian terdahulu mengenai sedimen Tersier yang lebih tua daripada Miosen Tengah masih sangat sedikit, terutama penelitian mengenai stratigrafi khususnya biostratigrafi yang dinilai sangat penting. Maka dari itu penelitian ini akan membahas biostratigrafi cekungan Kutai yang berada di pulau Kalimantan bagian Timur dan berumur lebih tua daripada Miosen Tengah, tepatnya pada umur Eosen Akhir hingga Oligosen. Penelitian ini dilakukan berdasarkan kandungan fosil foraminifera yang terdapat pada perconto batuan sedimen dari sumur pengeboran ILM untuk mengetahui zonasi umur, persebaran fosil, dan lingkungan pengendapan batuan yang terdapat dalam sumur pengeboran tersebut. Analisis fosil foraminifera juga akan dilengkapi oleh data fosil nanoplankton sebagai data pelengkap yang dapat meningkatkan ketelitian dari studi biostratigrafi yang dilakukan.


Kutai Basin is the largest sedimentary basin in Indonesia. Physiographically, there are three zones with N-S orientation that divide Kutai Basin from the west side until the east side. Researches related to biostratigraphy of tertiary Kutai basin is important to do because it can enhance the accuracy of age determination within sediment layers and it can help reconstruct the history of Kutai Basin. Previous researches related to biostratigraphy in tertiary Kutai Basin which is older than Middle Miocene is very limited, so the goal of this research is to explain the biostratigraphy of Kutai Basin older than Middle Miocene, from Late Eocene to Oligocene to be exact. This research will be based on foramifera fossils contained in sedimentary rocks of ILM drilling well to explain age zonation, fossil distribution, and sediment depositional environment of the drilling well. Foraminifera fossil analysis will also be complemented with nannoplankton fossil as the secondary data to increase the accuracy of this biostratigraphy research.

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library