Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thobib Al-Asyhar
Abstrak :
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress, yaitu masa pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh. Bila aktivitas remaja tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja sering meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif (kenakalan remaja), seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan seks bebas, dan sebagainya. Data kasus kenakalan remaja yang tercatat di kepolisian dapat dijadikan bukti betapa ada masalah yang cukup serius terhadap efek dari rendahnya pengendalian emosionalitas dan lemahnya kontrol spiritualitas remaja. Meskipun berbagai upaya pengendalian kenakalan remaja dilakukan oleh berbagai pihak, namun trend kenakalan remaja juntru cenderung meningkat. Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) di lingkungan sekolah formal, khususnya Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) merupakan salah satu model pembinaan remaja di sekolah. Unit Kegiatan Rohis mengusung konsep pembinaan mental pesertanya dengan memberikan penanaman nilai keagamaan siswa melalui Mentoring Tarbiyah. Masalah tersebut menarik diteliti untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa. Untuk menfokuskan pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada masalah¬masalah yang terkait dengan pengaruh Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) siswa (peserta). Kerangka teori dalam penelitian ini adalah mengungkap pengaruh Mentoring Tarbiyah (X) yang memiliki enam indikator: tujuan (XI), murabbi (X2), mutarabbi (X3), materi (X4), manhaj (X5), dan lingkungan (X6) terhadap Kecerdasan Emosional (Yl) dan Kecerdasan Spiritual (Y2). Kerangka teori dan basil analisisnya memunculkan hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut: (1) Mentoring Tarbiyah memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat kecerdasan emosional siswa (mutarabbi), dan (2) Mentoring Tarbiyah memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat kecerdasan spiritual siswa (mutarabbi). Metode penelitian menggunakan metode eksplanatif, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan kausalitas atara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan menelusuri seberapa besar pengaruh Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional dan keceradasan spiritual siswa. Pola yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data. Berdasarkan penelitian di lapangan terhadap Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) SMAN di Jakarta, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Faktor Murabbi paling tinggi pengaruhnya terhadap tingkat Kecerdasan Emosional (EQ) siswa dibandingkan dengan faktor Manhaj, Tujuan Mentoring Tarbiyah, Mutarabbi dan Lingkungan. Sedangkan faktor Materi tidak berpangaruh secara positif terhadap Kecerdasan Emosional (EQ). 2. Faktor Mutarabbi paling tinggi pengaruhnya terhadap tingkat Kecerdasan Spiritual (SQ) siswa dibandingkan dengan faktor Tujuan Mentoring Tarbiyah. Sedangkan faktor Lingkungan, Manhaj, Materi dan Murabbi tidak berpangaruh secara positif terhadap Kecerdasan Spiritual (SQ). ......Adolescent period is also known as storm and stress period, is an emotional upheaval period which is followed by rapid physical growth and many kinds of psychic growth. The emotional upheaval that occurs to adolescent can't be released of any influences. If their activities can't help to fulfill their needs of fluctuation energy, they often overflow their energy tending to the negative ways, like engaging in a gang fight, drugs consuming, free sex, etc. Adolescent delinquency case data?s noted at the police department could be the evidence that there are some serious problems about the effect of low control of the adolescent emotional and also the low control of the adolescent spirituality. In spite of some people doing many efforts to control the adolescent delinquency, yet the adolescent delinquency trends tend to increase. Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) in formal school spheres, especially High School / Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) is one of the adolescent construction models at school. Rohis Activity Unit brings the concepts about constructing the member spirituality by giving spiritual value plantation with Mentoring Tarbiyah. It's so interesting to do some further research about how far will the effect of Mentoring Tarbiyah go to the students' emotional and spiritual Quotient level. Focusing the study of the research, the research is limited by the problems that interrelated by the effects of MT to the students' EQ and SQ. The theory framework of the research is revealing the effect of MT which has six indicators: aims (X1), murabbi (X2), mutarabbi (X3), materials (X4), way of life/manhaj (X5), and circles (X6) to Emotional Quotient (Y 1) and Spiritual Quotient (Y2).The theory framework and the analysis results show the hypothesis as follows: I. MT has any important contributions to the students/ mutarabbi Emotional Quotient level. 2. MT has any important contributions to the students/ mutarabbi Spiritual Quotient level. The research's methodology is using Explanative method; the goal of the research is headed for explaining the causality relations between two variables or more. It will research how far the effects of MT go to the students EQ and SQ level. The research uses the pattern of survey method, which is using questionnaire as a major instrument for gaining data's. According to the field research to Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) SMAN at Jakarta, there are some conclusions: a. Murabbi factor has most influence to the students' EQ level than manhaj, aims, mutarabbi and circles. But the materials factor hasn't influenced to the students' EQ level. b. Mutarabbi factor has most influence to the students SQ level than aims. But circles, manhaj, materials and murabbi factor hasn't influenced to the students' SQ level.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Endang Kusumawardhani
Abstrak :
Pengertian konsep siswa tentang belajar adalah pandangan siswa mengenai belajar. Apa yang dilakukan siswa dalam proses belajar dan bagaimana siswa mengatur kegiatan belajarnya dipengaruhi oleh konsep terhadap arti belajar itu bagi dirinya. Pengertian akselerasi secara singkat adalah percepatan. Sebagai Salah satu alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa berbakat, akselerasi perlu diikuti dengan eskalasi. Siswa program akselerasi, yang termasuk siswa berbakat akademik ini, diharapkan mamandang belajar sebagai kegiatan “pemahaman" dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses pembelajaran ke dalam kehidupan nyata, Lebih dari sekedar memandang belajar sebagai “tahu lebih banyak”. Program akselerasi di tingkat SMU di Indonesia mulai diselenggarakan pada tahun-1998 dengan mengacu pada Undang-Undang No.2-Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan dilaksanakan dengan mempercepat waktu belajar dan tiga tahun menjadi dua tahun. Pemadatan waktu belajar ini menyebabkan siswa cl dituntut untuk belajar mandiri. Belajar mandiri memerlukan suatu motivasi belajar yang timbul dari diri siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang melandasi siswa SMU program akselerasi dalam melakukan kegiatan belajarnya, kemudian dibandingkan dengan konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang dimiliki siswa SMU program reguler. SMU yang menyelenggarakan program akselerasi setelah menerima~SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai Penyelenggara Akselerasi Belajar adalah SMU Labschool Jakarta (1998), SMU AL Azhar Cikarang (1998), dan SMU Negeri 8 Jakarta (1999). Subjek penelitian ini berjumlah 70 yang terdiri dan siswa SMU Negeri 8 Jakarta (17 siswa program akselerasi dan 25 siswa program regular) dan SMU Labschool Jakarta (14 siswa program akselerasi dan 14 siswa program reguler) yang memiliki prestasi akademlk di atas rata-rata siswa-siswa lain di sekolahnya masing-masing. Dalam penelitian ini subyek memiliki renang nilai rata-rata rapor 7.23-8.62. Lima jenis konsep siswa tentang belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dipandang sebagai kegiatan “akumulasi atau menyerap pengetahuan, membentuk antar pengetahuan, menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru atau sekolah, dan bekerja sama dengan siswa lain". Jenis-jenis konsep tentang belajar tersebut mengacu pada hasil penelitian Marton, dkk. (1993), Purdie, dkk. (1996), dan Vemlunt dan Van Rijswijk (1996). Lima jenis motivasi belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dilandaskan pada dorongan untuk “memperoleh nilai atau kelulusan, melanjutkan pendidikan, menguji kemampuan din, memenuhi minat pribadi, dan belajar yang dilandasi keragu-raguan ambivaIen”. Alat ukur penelitian ini adalah skala “konsep siswa tentang belajar” yang terdiri dari lima jenis konsep dan skala “motivasi belajar siswa” yang terdiri dari lima jenis motivasi, dengan teknik uji coba terpakai. Dari skala “konsep siswa tentang belajar” diperoleh konsep secara umum (<»=.8278) dan skala masing-masing jenis konsep siswa bentang belajar (cr=.5798-.9178). Dari skala “motivasi belajar siswa" diperoleh motivasi secara umum (a=.8825) dan skala masing-masing jenis motivasi belajar siswa (a=.7433-.8227). Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah uji-t untuk /Independent- samples dan paired-samples. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai konsep tentang belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Konsep siswa tentang belajar yang mendominasi siswa program akselerasi dan siswa program reguler adalah belajar dipandang sebagai melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru/sekolah, belajar dipandang sebagai pembentuk kaitan antara pengetahuan, dan belajar dipandang sebagai kegiatan bekerja sama dengan siswa Iain. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai motivasi belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Dibandingkan dengan siswa program akselerasi, siswa program reguler lebih memiliki motivasi belajar untuk memperoleh nilai/kelulusan dan untuk melanjutkan pendidikan. Dibandingkan dengan siswa program reguler, siswa program akselerasi Iebih memiliki renovasi belajar untuk memenuhi minat pribadi. Motivasi belajar yang mendominasi siswa program akselerasi adalah orongan untuk memenuhi minat pribadi, menguji kemampuan diri, dan melanjutkan pendidikan. Belajar oleh siswa program reguler, dilandaskan pada dorongan untuk menguji kemampuan diri, melanjutkan pendidikan, memenuhi minat pribadi, dan memperoleh nilai/kelulusan. Sebagai hasil Tambahan diperoleh bahwa Siswa program akselerasi dan siswa program reguler, memiliki motivasi belajar internal yang lebih tinggi dan motivasi belajar eksternal. Motivasi belajar internal diperoleh dan jenis motivasi memenuhi minat pribadi dan menguji kemampuan diri, sedangkan motivasi belajar eksternal diperoleh dari jenis motivasi memperoleh nilai/kelulusan dan melanjutkan pendidikan. Untuk penelirian lebrh Ianjut, disarankan menggunakan desain peneliiian pretest-po tepatnya desain kompromi (compromise design), untuk memperoleh gambaran mengenai “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program akselerasi sebelum dan setelah memperoleh pembelajaran program akselerasi, kemudian dibandingkan dengan “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program reguler.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muna Namira
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hubungan antara dukungan sosial (orang tua, guru, teman sekelas dan teman dekat) dan keterlibatan siswa di sekolah. Pengukuran dukungan sosial dilakukan menggunakan alat ukur Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) (Malcki & Demaray, 2002) dan pengukuran variabel keterlibatan siswa di sekolah menggunakan Student Engagement in School (Lam, Wong, Shin, Negovan, Nelson, Liu, Duck dkk., 2014). Partisipan penelitian ini berjumlah 127 siswa SMA (66 siswa kelas X dan 61 siswa kelas XI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan ditemukan terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara dukungan sosial dengan keterllibatan siswa di sekolah (R = 0,564). Hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan keterlibatan siswa di sekolah, hanya ditemukan pada dukungan sosial orang tua (r = 0,263) dan guru (r = 0,359) dengan keterlibatan siswa di sekolah. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial orang tua dan guru yang diterima siswa, maka kecenderungan keterlibatan siswa di sekolah akan semakin meningkat. Untuk dukungan sosial teman kelas dan teman dekat, tidak ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlibatan siswa di sekolah. ......This study was conducted to find the correlation between social support (parents, teachers, classmates, and close friends) and student engagement. Social support was measured with Child and Adolesent Social Support Scale (CASSS) (Malecki & Demaray, 2002). Student Engagement is measured with Student Engagement in School instrument (Lam dkk., 2014). Total of 127 high school student was selected to participate in this study. The result of this study show that significant correlation with student engagement only found in parents social support ( r = 0,263) and teacher social support ( r = 0,369). Based on these result, it can be concluded that the more parents and teachers social support that perceived by student, the more engage they are. The correlation found highest in teachers social support, and followed by social support from parents. Furthermore, these study also found that there is no significant correlation between social support from classmates and close friend on student engagement.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
Abstrak :
Seiring dengan pesatnya pencapaian hasil pambangunan yang dilaksaaakan pmerintah terjadi pula perubahan kualitas manusia yang diperlukan untuk memenuhi fungsi kehidupan bersama. Apabila pada mulanya bidang-bidang pekerjaan tertentu bisa ditangani oleh personel yang kualifikasi pendidikannya relatif rendah, maka saat ini, karena dalam menjalankan pekerjaan cenderung diperlengkapi dengan teknologi canggih, persyaratan Pendidikan yang memadai menjadi sangat di tekankan .Begitu juga bagi yang memilih berkarir sebagai usahawan mandiri, memerlukan kecakapan praktis danteoritis tertentu yang hanya didapatkan melalui jalur pendidikan. Pendidikan nasional pada dasarnya memang berusaha mencetak manusia yang cerdas dan terampil, sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Untuk mencapai tujuan ini pemerintah telah menyiapkan sekolah menengah yang bersifat kejuruan seperti SMEA, STM dan sebagainya. Sekolah kejuruan ini dimaksudkan untuk menghasilkan manusia yang siap memasuki lapangan kerja, memenuhi kebutuhan pekerja operasional. Sedangkan sekolah menengah umum (SMA) sesungguhnya lebih mengarahkan para muridnya untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi pembedaan yang sedemikian ini, dalam prakteknya tidak bisa berjalan dengan ketat, dalam arti terdapat Kemungkinan bagi para lulusan sekolah kejuruan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, karena satu dan lain hal banyak para lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan formal, memasuki lapangan kerja, melanjutkan pendidikan non formal (kursus praktis) atau memilih mandiri mengelola suatu bidang usaha, dan sebagainya. Terlihat adanya berbagai alternatif yang dapat dipilih oleh para lulusan SMA, maka perlu diidentifikasi orieatasi mereka setelah menamatkan studinya, dan perlu diexplore (digali) faktor apa sajakah yang mempengaruhi orientasi mereka itu. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi penting bagi lembaga pendidikan, sehingga dapat dijadikan dasar bagi perencanaan dan pengambilan keputusan dalam membuat dan/atau mengembangkan kurikulum di tingkat sekolah lanjutan atas, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA). Di samping itu diharapkan hasil penelitian ini juga berguna bagi para guru yang menangani bimbingan dan penyuluhan murid, dalam memberikan arahan kepada murid.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Vocational and technical education is more perceived as fo students who are poor or come from low income family background and their choice for attending this school has been influenced by the parent...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Slamat Santoso Kurniawan
Abstrak :
Rendahnya pengetahuan, sikap, dan masih kurangnya dukungan keluarga, dukungan sekolah serta ditambah lagi permasalahan citra tubuh pada remaja siswi SMA, ini akan berkaitan dengan praktik hidup bersih dan sehat (PHBS) remaja siswi SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan PHBS remaja untuk mendapatkan tubuh indah pada siswi SMA di Jakarta Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2014, dengan desain penelitian cross sectional, sampel penelitian adalah 238 orang siswi kelas X dan kelas XI SMA Negeri 12 Jakarta Timur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa PHBS siswi SMA yang tergolong kurang cukup tinggi (39,5%), faktor internal yang berhubungan sisgnifikan dengan PHBS siswi SMA adalah sikap, sedangkan faktor eksternal yang berhubungan signifikan adalah dukungan keluarga. Hasil uji analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda didapatkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor dominan PHBS remaja pada siswi kelas X dan kelas XI SMA 12 Jakarta Timur Tahun 2014 setelah dikontrol oleh pendidikan ibu. Untuk mengurangi faktor risiko PHBS remaja pada siswi SMA perlu meningkatkan promosi kesehatan dan penyuluhan tentang PHBS di sekolah dan meningkatkan dukungan keluarga terutama orang tua dalam memotivasi, mengawasi dan memberikan perhatian kepada anaknya. ......Lack of knowledge, attitudes, family support, school support and coupled problems of body image in female high school students, this will be related to their clean and healthy living practices (PHBS). This study aims to determine the factors associated with teenagers clean and healthy living practices to gain beautiful body shape in Jakarta?s female students year of 2014. This research was conducted in April-May 2014, with a cross-sectional research design, the study sample was 238 female students of class X and class XI 12th East Jakarta State Senior High School. The study concluded that less PHBS in female high school student is still quite high (39.5%), internal factors that significantly related to the PHBS female high school student is attitude, while external factors are family support. The results of multivariate analysis with multiple logistic regression showed that family support is a dominant factor in PHBS female students of class X and class XI 12th East Jakarta State Senior High School in 2014 after being controlled by the mother's education. To reduce the risk factors in high school adolescent PHBS need to improve health promotion and education about PHBS in school and improve family support, especially parents in motivating, supervising and paying attention to their children.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Dwiyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Collaborative learning/CL sebagai suatu metode pengajaran alternatif, diyakini bisa membawa perubahan bagi falsafah pengajaran tradisional yang masih dianut di Indonesia saat ini. Ciri pengajaran tradisional yang bertumpu pada pusat otoritas guru dalam kelas, banyak mengakibatkan situasi berharga yang bisa dipetik siswa di kelas, menjadi begitu saja terlewatkan dan bahkan pada akhirnya hanya menjadikan siswa bersikap pasif pada proses pembelajaran dirinya sendiri (Harris & Graham, 1994; Hewitt & Scardamalia, 1995).

Metode CL dibangun melalui pendekatan belajar yang mendefinisikan belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan, penggunaan pengetahuan terdahulu dan selalu terkait dengan situasi (Resnick, 1989), sehingga implikasinya adalah harus ada kegiatan aktif dalam proses belajar. Dengan demikian dalam kelas CL guru diminta untuk berbagi otoritas dengan siswa, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan bersama menetapkan pilihan tugas dan menyelesaikannya secara bersama (Tinzmann, dkk., 1990)

Aktivitas kelas yang demikian, didominasi oleh keadaan saling berbagi, yang akan berimplikasi pada penggunaan alat dan kegiatan bersama. Kenyataan ini hanya bisa sampai pada tujuan yang ditetapkan hanya bila ada pemahaman bersama (shared understanding) mengenai tugas (Traum, 1996). Tercapainya pemahaman bersama dalam CL dapat terlihat dari mekanisme social grounding/ SG (Dillenbourg & Schneider, 1993). SG adalah proses dimana dua orang yang berdiskusi berusaha mengelaborasi keyakinan bersarna (mutual belief) bahwa salah satu rekan diskusinya telah memahami apa yang disampaikan pembicara SG terlihat dalam setiap unit percakapan dimana masing-masing pembicara secara terus menerus berkoordinasi untuk tetap ?terhubung? dengan ini pembicaraan, dengan cara menunjukkan bukti- bukti yang dapat memandu pembicara mengetahui bahwa lawan bicaranya telah memahami ucapannya.

 Dalam aktivitas CL, komunikasi yang terjadi adalah hasil aktivitas kolektif yang memerlukan tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu grounding menjadi penting artinya untuk melihat bahwa tiap anggota tetap berada di jalur yang sama. Selain itu, shared understanding ini adalah kondisi yang dibutuhkan agar aktivitas CL berjalan, karena kita tidak mungkin berasumsi bahwa kelompok rnemang berkolaborasi, bila setiap anggota tidak mengerti apa yang dikolaborasikan. Dari pemikiran ini, maka peneliti ingin memperoleh gambaran bagaimana social grounding yang terjadi pada sekelompok siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan collaborative learning.

Grounding dalam percakapan dapat dilihat melalui model kontribusi yang dikemukakan oleh Clark dan Schaefer (dalam Clark & Brennan, 1991). Dalam model ini, setiap kalirnat dianalisa dengan melihat bukti-bukti grounding, seperti relevant next turn, continued attention, gelengan kepala atau dari teknik yang digunakan, seperti menunjuk sesuatu, memberikan deskripsi alternatif dan sebagainya. Analisis yang dilakukan dari tiap kalimat yang ada, dikenal dengan analisis percakapan (conversation analysis) yang dikemukakan Schegloff (1991).

Untuk melihat gambaran social grounding, maka satu kelompok (terdiri dari 5 orang siswa) berdiskusi mengenai suatu tugas (materi AIDS), dan direkam secara audio- video selama kegiatan berlangsung. Penelitian yang dilakukan selama 8 kali sesi diskusi, menghasilkan 8 buah transkrip percakapan, dengan total kalimat/giliran bicara sebanyak 6452 buah. Selain itu penelitian ini menunjukkan juga bahwa dalam kelompok terjadi grounding dengan persentase yang cukup tinggi (88,8%). Hal ini dikuatkan dengan bukti-bukti positif bahwa siswa memiliki pemahaman dengan isi diskusi.

Beberapa saran bisa diberikan untuk penelitian ini, bila guru ingin menerapkan CL dalam kegiatan belajarnya, maka ia harus memainkan peran sebagai mediator yang terus memantau jalannya diskusi yang rnemastikan siswa tetap terkoordinasi. Saran lain yang dapat diberikan antara lain perumusan tujuan yang lebih jelas, pengaturan jadwal kegiatan yang lebih lama namun dalarn frekuensi 1 kali saja dalam seminggu. Selain itu, penulisan transkrip harus lebih mengikuti kaidah penulisan yang baku, dan perlu untuk menonton kembali rekaman video nntuk melihat kalimat-kalimat yang tidak bisa diidentifikasi dan sekaligus untuk mernperkaya observasi.
1998
S2756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Tiara
Abstrak :
Performa akademik siswa dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara jenis pemberian umpan balik sebagai faktor eksternal dan academic self-efficacy sebagai faktor internal terhadap performa akademik siswa. Penelitian eksperimen terhadap 101 siswa SMA kelas X dalam setting alamiah di kelas. Siswa diminta untuk mengerjakan soal ulangan harian pelajaran Kewarganegaraan. Selanjutnya, hasil ulangan harian akan dikoreksi dan diberikan umpan balik. Siswa dibagi menjadi dua kelompok secara acak yaitu sebagian mendapat umpan balik deskriptif berisi tentang informasi spesifik mengenai apa yang sudah benar dan kurang dari hasil ulangan harian yang dikerjakan dan siswa lainnya akan mendapat umpan balik evaluatif berisi tentang ringkasan mengenai seberapa baik siswa dalam mengerjakan ulangan, diberikan dalam bentuk poin nilai dan komentar singkat. Selanjutnya siswa diminta untuk merevisi hasil ulangan berdasarkan umpan balik yang diberikan. Setelah melakukan revisi, siswa diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur academic self-efficacy dari skala Academic Self-Efficacy Subscale from Self-Efficacy Questionnaire for Children (SEQ-C) dengan koefisien Cronbach?s Alpha sebesar α = 0.725. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis umpan balik signifikan mempengaruhi performa akademik siswa F (101)= 45.28, p < .05. Sedangkan, tidak ditemukan pengaruh yang signifikan dari academic self-efficacy terhadap performa akademik siswa F (101)= 0.01, p > .05, begitu juga interaksi antara jenis umpan balik dan academic self-efficacy terhadap performa akademik F (101)=0.146, p>.05. Hasil analisis tambahan menunjukkan jenis kelamin, durasi belajar, nilai UAS semester lalu, dan kesukaan terhadap pelajaran kewarganegaraan berkorelasi dengan performa akademik. ...... Student's academic performance is influenced by external and internal factors. Experimental research was conducted to determine whether there is influence between the type of feedback as external factors and academic self-efficacy as an internal factor of the student's academic performance. The participants of this experiment are 101 high school students of class X conducted in a natural setting. Students were asked to do an essay test of Citizenship lessons. Furthermore, the results of tests will be corrected and given feedback. Students were divided into two groups randomly, students who get descriptive feedback contains specific information about how to improve the answer and the others receive evaluative feedback contains a brief comment and point on each answers. Furthermore, students were asked to revise the test based on the feedback given. Once revised, students were asked to fill out questionnaires that measure academic self-efficacy on a scale of Academic Self-Efficacy subscale from Self-Efficacy Questionnaire for Children (SEQ-C) with Cronbach's Alpha coefficient of α = 0.725. The results showed that the type of feedback significantly effect a student's academic performance F (101) = 45.28, p <.05. Meanwhile, there was no significant effect on academic self-efficacy on student's academic performance F (101) = 0.01, p> .05. Also, there is no significant effect interaction between the type of feedback and academic self-efficacy on academic performance F (101) = 0146, p> .05. Results of additional analyzes indicate gender, duration of study, score final exam in last semester, and interest in Citizenship lessons correlated with academic performance.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Ika Novia
Abstrak :
ABSTRAK
Jenis umpan balik yang berbeda akan memberikan efek yang berbeda pula terhadap prestasi belajar siswa. Jenis umpan balik deskriptif lebih efektif digunakan untuk membantu siswa meningkatkan prestasi belajarnya (Tunstall & Gipps, 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan persepsi siswa terhadap manfaat umpan balik dalam hubungan antara jenis umpan balik terhadap prestasi belajar pada siswa SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Partisipan dalam penelitian ini adalah 101 siswa kelas X SMA 3 Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan cara pemberian ulangan harian pelajaran mata pelajaran Kewarganegaraan dan kuisioner single item mengenai persepsi manfaat umpan balik. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis pemberian umpan balik terhadap prestasi belajar siswa dengan t(101)=2,753, p<0,05. Selanjutnya terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi siswa atas manfaat umpan balik terhadap prestasi belajar siswa dengan t(101)=2,234, p<0,05. Selain itu tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara interaksi jenis umpan balik dan persepsi siswa atas manfaat dari umpan balik terhadap prestasi belajar siswa t(101)=-1,106, p>0,05. Selain itu dilakukan pula analisis tambahan yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, durasi belajar, nilai uas dan kesukaan terhadap pelajaran Kewarganegaraan dengan prestasi belajar siswa.
ABSTRACT
"Different types of feedback will give different effects on student achievement." "Descriptive feedback is more effective to use to help students improve their" "academic achievement (Tunstall & Gipps, 1996). This study aims to determine the role of students' perceptions of the benefits of feedback in the relationship between the type of feedback on the learning achievement of high school students. The method used is an experimental method. Participants in this study were 101 students of class X SMA 3 Jakarta. The research was done by giving daily test about Citizenship lessons and single item questionnaire about perception of the benefit of feedback. The analysis showed there is a significant difference between the type of giving feedback on student achievement with t (101) = 2.753, p <0.05. Furthermore, a significant difference between students' perceptions of the benefits of feedback on student achievement with t (101) =" "2.234, p <0.05. Moreover there is a significant difference between the type of feedback and interaction of students' perceptions on the benefits of feedback on student achievement t (101) = - 1.106, p> 0.05. Will be conducted additional analysis showing that there is a significant relationship between age, sex, duration of study, the value of final exam and liking for Citizenship lessons to student achievement."
2016
S63983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Jasmine
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap program Bimbingan Konseling (BK) Karir dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 3 di Jakarta. Pengukuran persepsi siswa terhadap BK Karir dikembangkan berdasarkan Tujuan BK Karir pada Permendikbud No. 111 Tahun 2014 dan terbagi ke dalam dua aspek yaitu kurikulum BK Karir dan Guru BK. Pengukuran adaptabilitas karir diukur menggunakan Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) yang disesuaikan untuk anak SMA. Partisipan berjumlah 272 siswa SMA yang berasal dari sekolah negeri dan swasta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa dengan adaptabilitas karir (r = 0,144; p = 0,009; signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya semakin tinggi peran BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa, maka semakin tinggi adaptabilitas karirnya. Selain itu, penelitian juga membuktikan bahwa kurikulum karir memiliki koefisien korelasi lebih besar daripada guru BK. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan program bimbingan konseling karir di sekolah mampu meningkatkan kualitas kurikulum BK Karir dan guru BK agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memutuskan karir selepas SMA. ...... This research was conducted to find the correlation between student perception toward Career Counseling program and career adaptability among 3rd grader students in Senior High School in Jakarta. Students? perception in Career Counseling was measured by adapting The Vision of School Counseling Program which stated in Permendikbud No. 111 Tahun 2014 and divided into two aspects which are career curriculum and teacher. Meanwhile career adaptability was measured by Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) which adjusted to high school students. Number of participants in this research was 272 students came from public and private senior high school in Jakarta. Result of this research shown that career counseling which is perceived positively by students has a correlation with career adaptability (r = 0,144; p = 0,009; significant at L.o.S 0,01). Which means, the higher amount of career counseling perceived positively, the higher career adaptability. Research also found that career curriculum has higher correlation coefficient than teacher. The research result could be used to improve the quality of curriculum and teacher to develop students? career adaptability.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>