Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syed Hussein Alatas
London: Frank Cass , 1977
919.479 1 ALA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iding Rosyidin
Abstrak :
Fokus penelitian ini adalah pembahasan tentang hubungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah pasca Orde Baru. Dan waktu penelitiannya dipusatkan pada masa dimulainya era reformasi atau pasca tumbangnya pemerintahan Orde Baru pada 21 Mei 1998. Namun demikian, sebagai bahan perbandingan, dibahas pula pola-pola hubungan yang diperlihatkan MUI dan pemerintah pada masa Orde Baru untuk mendukung penelitian ini. Sebab, pada periode ini hubungan MUI dan pemerintah mengalami beragam dinamika dari oposisional kritis pada masa Hamka sampai akomodatif pada masa KH Hasan Basri. Dinamika hubungan MUI dan pemerintah baik pada masa pra dan pasca Orde Baru tentu saja tidak lahir begitu saja, melainkan karena dipengaruhi perkembangan sosial-politik yang terjadi di Indonesia, terutama relasi antara negara dan masyarakat, dalam hal ini, Islam. Oleh karena itu, sangatlah relevan jika peneliti melihat latar belakang munculnya pola hubungan semacam itu atau faktor yang mempengaruhinya, terutama dalam konteks hubungan MUI dan pemerintah pasta Orde Baru yang menjadi fokus penelitian ini. Penelitian ini bersifat kualitatif Untuk pengumpulan data di lapangan digunakan tiga teknik: Document analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang telah ada yang , berupa wawasan dan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PD/PRT) MUI yang barn atau pernyataan-pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi MUI yang dikeluarkan selama masa pasca Orde Baru ini, jugs makalah, jurnal, buku-buku hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Depth Interview : wawancara dengan beberapa orang pengurus MUI pusat. Unstructured observation: dipergunakan untuk melakukan oberservasi secara langsung tetapi tidak terstruktur dengan mengamati perkembangan-perkembangan yang terjadi di MUI. Teori yang digunakan untuk menganalisis data-data tersebut adalah teori civil society yang berguna untuk melihat posisi MUI sebagai bagian dan civil society vis-a-vis pemerintah, dan teori analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dari model Teun A. van Dijk untuk menganalisis sejumlah pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi yang dikeluarkan MUI pasca Orde Baru. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa pola hubungan MUI dan pemerintah pasca Orde Baru yang kritis dengan sejumlah indikatomya tampaknya banyak dipengaruhi oleh perubahan sistem politik yang tengah berlangsung di Indonesia pasta tumbangnya pemerintah Orde Baru. Yaitu, munculnya enomena liberalisasi politik yang membuka pintu lebar-lebar bagi digunakannya hak-hak warga negara: hak berbicara, hak mengkritik, hak berserikat dan berkumpul dan seterusnya. Lahirnya partai-partai politik yang berjumlah lebih dari 150 buah merupakan pengejawantahan dari liberalisasi politik tersebut. Dan di antara partai-partai tersebut terdapat partai-partai politik Islam atau berkonstituen islam dalam jumlah yang cukup siginifikan. sehingga bagi sebagian kalangan, fenomena ini disebutnya sebagai kebangkitan kembali politik Islam. Dalam konteks sosial-politik inilah di mana sistem politik Indonesia pasca Orde Baru dentildan longgar dengan adanya liberalisasi itu-MUI menampilkan pola hubungaanya dengan pemerintah. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap performance MCA yang mulai menampakkan kebeianian dan kekritisan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sini MUI bahkan merumuskan "paradigma baru" guna merespons perkembangan situasi tersebut, seperti dengan melakukan perubahan-perubahan substantif atas hal-hal fundamental dalam Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PDIPRT)nya, semisal asas organisasi, kaitan struktural dengan pemerintah dan sebagainya Dan perubahan-pensbahan itu kemudian direfleksikan dalam berbagai pemyataan sikap MUI dan taushiyah alau rekomendasi yang sangat kritis. Namun begitu, kekritisan MUI itu tetap dalam kerangka menjalankan fungsi civil society yang tidak menegasikan pemerintah atau negara karena posisinya sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan rakyat, yang mengharuskannya tetap menjalin hubungan dengan pemerintah seraya memelihara kekritisan. Karenanya pola hubungan semacam ini lebih tepat untuk disebut resiprokal kritis. Memang muncul juga masalah, di tengah fenomena liberalisasi politik pasca Orde Baru yang acap tak terkendali, MCA juga tarapak terhanyut oleh eforia kebebasan, sehingga pada tingkatan tertentu, ia cenderung ke arah kanan atau membawa semangat aliran. Dalam hal ini, keberpihakannya kepada idelogi Islam sangat kuat, yang terkadang membuatnya tampil kurang bijak dalam melihat suatu persoalan atau malah menyederhanakan persoalan. MUI, misalnya, sering menggunakan istilah-istilah yang berkonotasi ideologic, semacam "kafir harbi, "jihad fi sabilillah" dan sebagainya dalam sejumlah pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi yadg dikeluarkannya selama masa pasca Orde Baru ini. Dengan demikian, sistem politik pasta Orde Baru yang sangat longgar itu telah membawa pengaruh yang signifikan pada pola hubungan MUI dan pemerintah pasca Orde Baru. Dt satu sisi, ia sudah mulai tampil berani dan kritis terhadap kebijakan pemerintah tetapi di sisi lain, terdapat pula kecenderungan bahwa ia agak teihanyut pada semangat aliran. Tentu saja tidak tertutup kemungkinan ada variable-variabel lain yang turut berperan dalam pola hubungan semacam itu sehingga memungkinkan untuk dijadikan penelitian lebih lanjut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainati Rahmaputeri
Abstrak :
Sekitar abad ke-14, ulama terkenal, Imam Badruddin rahimahullah, menulis teori tentang adab di antara penuntut ilmu. Hal ini berdampak kepada cara penuntut ilmu saat saling berinteraksi hingga saat ini. Interaksi antar penuntut ilmu secara konstan menciptakan hierarki spasial masjid yang unik saat masjid tersebut dipergunakan untuk kegiatan mengkaji ilmiah. Kegiatan mengkaji ilmiah ini biasa dikenal dengan sebutan majelis ilmu. Hierarki spasial memberikan pemahaman terhadap penuntut ilmu mengenai ruang sakral. Dalam skripsi ini, kita akan berdiskusi mengenai hierarki ruang sakral pada majelis ilmu di Jakarta, Indonesia. Studi kasus dalam skripsi ini adalah masjid yang secara rutin dipergunakan untuk kegiatan mengkaji ilmiah bersama Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah. Saya menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bentuk hierarki spasial di ruang yang dipergunakan oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah dan hal yang mempengaruhi pembentukan hierarki spasial tersebut. ......At around 14th century, famous ulama, Imam Badruddin rahimahullah, writes a theory about courtesy amongst the Islamic scholars. This affect the way of the scholars to interact with each others until recent day. The interaction between scholars constantly made a unique spatial hierarchy of the mosque when it used for Islamic scientific studies event. The Islamic scientific studies event is known as majlis. The spatial hierarchy define the scholar’s understanding of the sacred space. In this thesis, we discussed the hierarchy of sacred place in majlis in Jakarta, Indonesia. The case study of this thesis is mosque that routinely used for scientific studies event with Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah. I am using qualitative research methods with case study approach. The research result shows us the form of spatial hierarchy in the space wich used by Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah and things that influence the formation of the spatial hierarchy.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pyongyang: Ministry of Culture and Propaganda, D. P. R. K., 1955
951.9 KOR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmawan Saefullah
Abstrak :
Scholars of Indonesian politics and Islam use the phrase ‘conservative turn’ to explain the increasing religious influence in contemporary Indonesia’s social, political, and cultural life. Although their literature provides insightful explanations about this trend, scholars fail to include subcultural Muslim youths in their analyses. The term ‘subcultural youths’ in this context refers to a diffuse network of young people that share distinctive identities, ideas, and cultural practices associated with underground music subcultures (such as punk, hardcore, hip-hop, metal, and ska) as a way to deal with a sense of marginalisation and/or to oppose mainstream society. In Indonesia in the 1990s, these youths were mostly secular, pluralist, and politically progressive and leftist. Their community welcomed all people from any social background, and religion was considered a personal matter. The social, political, and economic conditions following the fall of the New Order regime (1966-1998) changed the nature of this community. Some of its participants shifted ideologically and organisationally to Islamic conservatism and right-wing Islamism, marked by their support of and involvement in various movements such as the Islamic underground movement and the hijrah movement. This paper attempts to fill a gap within the existing literature on the conservative turn of subcultural youths in Indonesia by introducing the most recent subcultural theory as an analytical framework that can be used to explain the ideological and organisational shift. Studying the conservative turn of subcultural Muslim youths from a perspective that emphasises critical political economy allows this paper to present new insights against conventional wisdom and purely culturalist readings of the conservative turn in Indonesia.
Jakarta: UIII Press, 2022
297 MUS 1:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaedi
Abstrak :
The present article describes thoughts of what recently called as “social fiqh”, which its substance is an attempt to change qawly paradigm (namely following the sayings of scholars) to manhajy paradigm (following the methodology of scholars). The rise of such idea much concerns with formalistic and legalistic trends of common classical fiqh. The formalistic and legalistic approach to fiqh has encouraged people to manipulate the fiqh and make it separated from ethics as its philosophical base. As the consequence, fiqh becomes rigid and looses its power to provide society with truly effective rules. An epistemological remedy is necessary to break down the rigidity of fiqh and make it powerful to solve social problem.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006
297 JAMI 44:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
Jombang: Pustaka Tebuireng , 2015
297.61 SUP u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
Jombang: Pustaka Tebuireng , 2015
297.61 SUP u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pada tanggal 14 Djanuari 1956, Comite Central partai Komunis Tiongkok telah mengadakan sidang khusus untuk mempersoalkan golongan tjendekiawan, dengan tudjuan memperkokoh pimpinan partai Komunis atas mereka dan memperluas pekerjaan ilmiah dan kebudayaan...
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1958
S12883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wu, Jingzi
Changsha: Hunan People Publishing House, 1999
SIN 895.13 WUJ s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>