Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad I. Ilmiawan
Abstrak :
Latar belakang: Sinoviosarkoma adalah tumor agresif dan memiliki dua tipe histologi yang sering dijumpai yaitu bifasik dan monofasik. Tumor ini mengalami fusi gen SYT-SSX yang berefek menurunkan ekspresi supresor tumor p53. Prognosisnya berhubungan dengan mitosis dan diameter tumor. Penelitian ini bertujuan mempelajari bagaimana ekspresi p53 dan hubungannya dengan mitosis, diameter tumor, tipe histologi maupun faktor lainnya terkait prognosis sinoviosarkoma. Metode: Dua puluh kasus sinoviosarkoma yang terdiri 4 monofasik dan 16 bifasik di FKUI-RSCM tahun 2005-2011dianalisis kaitan ekspresi p53 dengan mitosis sebagai faktor prognostik. Sediaan hematoksilin-eosin digunakan untuk menghitung mitosis. Sediaan blok parafin digunakan untuk menganalisis ekspresi p53 melalui imunohistokimia dan untuk mengetahui translokasi gen SYT melalui FISH (Fluorescein in situ Hybridization). Hasil: Uji Fisher?s exact menunjukkan ekspresi positif p53 berhubungan dengan diameter tumor <5 cm meskipun tidak berhubungan dengan jumlah mitosis. Tipe histologi sinoviosarkoma tidak berhubungan dengan ekspresi p53 maupun mitosis. Melalui FISH diperoleh hanya 7/19 kasus mengalami translokasi gen SYT. Kesimpulan: Pada sinoviosarkoma ekspresi p53 berhubungan dengan ukuran tumor.
It has SYT-SSX gene fusion that decreases expression of p53 tumor suppressor. The prognosis is associated with mitosis and tumor diameter. Therefore this study conducted to know the pattern of p53 expresion and its association with mitosis, histological subtype, and other prognosis factors. Methods: Twenty synovial sarcoma cases consisted of 4 monophasic and 16 biphasic cases from Cipto Mangunkusumo Hospital ? Faculty of Medicine, Universitas Indonesia (CMHospital-FMUI) 2005-2011 were analyzed for association of p53 expression and mitosis as prognostic factor. Haematoxylin-eosin slides were used to count mitosis. Paraffin block materials were used to analyze p53 expression by immunohistochemistry and to detect SYT gene translocation by FISH (Fluorescein in situ Hybridization). Results: The Fisher?s exact test showed that positive p53 expression was associated with tumor diameter <5 cm although it was not associated with mitosis. The histological subtype has no association with p53 expression and mitosis. Unfortunately, only 7/19 cases were positive for FISH-SYT gene translocation. Conclusion: In synovial sarcoma, p53 expression is associated with tumor diameter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi Kamal
Abstrak :
Kami laporkan satu kasus sarcoma Ewing pada ibu jari kaki kiri dengan trans-artikular skip-lesion pada diafisis tulang tibia kiri. Dalam periode 1995-2004 di rumah Sakit Ciptomangunkusumo, telah didiagnosis 20 kasus sarcoma Ewing, namun hanya terdapat satu kasus dengan skip-lesion. Diagnosis transarikular skip lesion pada sarcoma Ewing dikonfirmasi dalam forum clinicopathological conferrence. Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan laboratorium darah serta foto ronsen toraks dan tulang yang terlibat disertakan dalam evaluasi rutin pasien dengan tumor tulang. Payaran tulang seluruh tubuh dengan menggunakan Tc 99 diperlukan untuk menentukan staging. Pada pasien ini, telah dilakukan amputasi ibu jari kaki kiri dan biopsy terbuka diafisis tibia untuk mengkonfirmasi diagnosis. Setelah itu, pasien menjalani kemoterapi induksi dan kemudian dilakukan amputasi diatas lutut. Pasien meninggal dunia 10 bulan setelah diagnosis ditegakkan akibat metastasis jauh.
We report the case of the patient who had Ewing Sarcoma in whom radiological and hystopathological appearances revealed a tumor mass in the left big toe along with trans-artikular skip lesion on the left diaphysis of tibia. In Cipto Mangunkusomo Hospital since 1995 until 2004 we have found 20 Ewing sarcoma cases, but only one skip lesion Ewing sarcoma was found. The diagnosis of transarticular skip lesion in association of Ewing sarcoma was confirmed in clinicopathological conferrence. The initial evaluation of all patients included the recording of the medical history, physical examination, and hematological studies. Radiographs of the chest and the site of the primary tumor were made routinely. Systemic staging was performed with use of total-body bone scan. Ray amputation of left big toe and open biopsy from mass of mid-shaft of tibia had been done to confirm the diagnosis. The patient underwent induction chemotherapy and above knee amputation. Ten months after diagnosis, he died because of advanced-distant metastasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Kezia Martina
Abstrak :
Latar belakang: Strategi terapi sarkoma jaringan lunak (SJL) ekstremitas cukup menantang. Hal ini karena diagnosis sering terlambat dan gambaran klinisnya yang tidak spesifik sehingga hampir 50% pasien yang baru didiagnosis mengalami kematian. Berbagai modalitas terapi digunakan untuk meningkatkan angka kesintasan pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas. Namun faktor klinikopatologis dapat memengaruhinya angka kesintasan sehingga memengaruhi efektivitas terapi. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka dan faktor-faktor yang memengaruh kesintasan hidup (overall survival) lima tahun pascaterapi pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas di RSCM tahun 2011-2015. Metode: Sebanyak 42 pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas ditegakkan dengan histopatologis dan menjalani terapi di RSCM tahun 2011-2015 menjadi subjek dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan metode Kapplan Meier, uji Cox Regression, dan Cox Regression with Time Dependent Variable Hasil penelitian: Median kesintasan hidup pascaterapi pasien sebesar 6 tahun ( 3 bulan - 8,25 tahun) dengan persentase kesintasan hidup lima tahun sebesar 52,4%. Faktor yang berpengaruh terhadap kesintasan hidup lima tahun pascaterapi pasien SJL adalah tindakan pembedahan berupa limb saving surgery (HR 0,852 IK95% 0,68 - 1,07, p =0,163). Kesimpulan: Kesintasan hidup lima tahun pada pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas adalah sebesar 52,4%, Kesintasan hidup dipengaruhi oleh derajat SJL tinggi, terapi tidak lengkap, dan stadium klinis metastasis. Kata kunci: kesintasan, sarkoma jaringan lunak ekstremitas. ......Background: The strategy for treating limb soft tissue sarcoma (SJL) is quite challenging. This is because the diagnosis is often delayed and the clinical picture is non-specific so that almost 50% of newly diagnosed patients die. Various therapeutic modalities are used to increase the survival rate of patients with extremity soft tissue sarcoma. However, clinicopathological factors can influence the survival rate and thus affect the effectiveness of therapy. This study aims to determine the numbers and factors that influence overall survival five years after therapy for patients with soft tissue sarcoma of the extremities at RSCM in 2011-2015. Methods: A total of 42 patients with soft tissue sarcoma of the extremities were histopathologically established and underwent therapy at the RSCM in 2011-2015 as subjects in this study. Data analysis was carried out using the Kapplan Meier method, Cox Regression test, and Cox Regression with Time Dependent Variable. Results: The median survival after therapy for patients was 6 years (3 months - 8.25 years) with a five-year survival percentage of 52.4%. Factors that affect five-year survival after SJL patients are surgical procedures in the form of limb saving surgery (HR 0.852 95% CI 0.68 - 1.07, p = 0.163). Conclusion: The five-year survival rate for patients with soft tissue sarcomas of the extremities was 52.4%. Overal survival is affected by higher sarcoma grade, incomplete therapy, and worse clinical stage. Keywords: survival, extremity soft tissue sarcoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Rahman
Abstrak :
Latar Belakang: Soft tissue sarcoma menjadi salah satu penyebab kematian karena angka kelangsungan hidup yang rendah. Tatalaksana utamanya merupakan pembedahan, dengan margin reseksi yang seringkali ditentukan sesuai opini atau pengalaman ahli bedah yang bersangkutan. Belum ada pedoman yang jelas dalam penggunaan surgical margin. Oleh karena itu, disusun telaah sistematis untuk menguraikan perbedaan luaran terhadap margin reseksi sehingga dapat diketahui manakah yang memberikan hasil terbaik untuk dijadikan pedoman tatalaksana di Indonesia. Metode: Penelitian merupakaan telaah sistematis yang menelaah studi tentang pengaruh dari surgical margin terhadap rekurensi lokal dan kesintasan pasien dengan soft tissue sarcoma. Hasil: Hasil yang didapatkan adalah pada analisis univariat, didapatkan pembedahan dengan margin reseksi R0 memberikan angka rekurensi lokal yang lebih rendah dan kesintasan yang lebih tinggi daripada R1 secara independen. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa kemungkinan kelompok pasien dengan margin reseksi R1 mengalami rekurensi lokal dan kematian lebih besar daripada R0. Kesimpulan: Margin reseksi R0 dari klasifikasi R+1 UICC memberikan luaran yang lebih baik dari R1. ......Background: Soft tissue sarcoma is one of the common causes of death due to the relatively low survival rate, especially among adults. Surgery is the main treatment, whereas the surgical margin is often decided based on the opinions or experience of the surgeons. Therefore, we reviewed studies to learn more about the outcome of surgical margin to know of which giving the best and can be adopted as the guideline for management in Indonesia. Methods: This is a systematic review which reviewed studies about the influence of surgical margin towards local reccurence and survival in STS patients. Results: Based on univariate analysis, surgical margin R0 shows lower local reccurence rate and higher survival rate rather than R1. Based on multivariate analysis, patients R1 group is more likely to experience local recurrence and death. Conclusion: Surgical margin R0 based on R+1 classification UICC shows better outcomes than R1
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ros Nirmawati
Abstrak :
Latar Belakang : Sarkoma sinovial adalah sarkoma jaringan lunak derajat tinggi. Modalitas terapi yang ada saat ini belum cukup memuaskan sehingga mendorong perlunya modalitas terapi baru, yaitu imunoterapi yang menargetkan NY-ESO-1 yang diekspresikan oleh sel tumor. Dalam penelitian, perbedaan ekspresi imunohistokimia NY-ESO-1 pada sarkoma sinovial dan diagnosis bandingnya yaitu malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) dan dermatofibrosarcoma protuberans (DFSP) akan diteliti. Bahan dan Cara Kerja : Penelitian analitik potong lintang dilakukan terhadap 28 kasus sarkoma sinovial, 10 kasus MPNST dan 17 kasus DFSP yang berasal dari Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM selama Januari 2013 sampai Juni 2019. Dilakukan pulasan NY-ESO-1 pada ketiga kelompok dan dikategorikan sebagai positif apabila terpulas pada lebih dari 50% sel tumor dengan intensitas positif sedang sampai kuat. Hasil : Ditemukan perbedaan bermakna ekspresi NY-ESO-1 pada kelompok sarkoma sinovial (18/28), MPNST (2/10) dan DFSP (1/17) (p<0,001). Pada analisis lebih lanjut sarkoma sinovial memiliki ekspresi NY-ESO-1 lebih tinggi secara signifikan terhadap MPNST (OR 7,2; p = 0,016; power  68,7%) dan terhadap DFSP (OR 28.8; p<0,001; power 98,9%). Kesimpulan : Sarkoma sinovial yang mengekspresikan NY-ESO-1 berpotensi untuk mendapat pemberian imunoterapi. Terdapat perbedaan ekspresi imunohistokimia NY-ESO-1 pada sarkoma sinovial terhadap MPNST dan DFSP.
Background : Synovial sarcoma is a rare high grade soft tissue sarcoma. Nowdays, the available therapeutic modalities has not given a satisfactory result yet. Currently, there is a promising therapeutic strategy through immunotherapy targeting NY-ESO-1 which is expressed on tumor. The aim of this study was comparing NY-ESO-1 immunoexpression between synovial sarcoma and its histologic mimics i.e. malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) and dermatofibrosarcoma protuberans (DFSP) Material and Methode : A cross sectional study was done in 28 cases of synovial sarcoma, 10 cases of MPNST and 17 cases of DFSP from archieval material in Department Anatomical Pathology, FMUI/RSCM from January 2013 to June 2019. Immunohistohemical stainning was performed using an antibody NY-ESO-1 and it was described positive if it was expressed in more than 50% of tumor with moderate to strong positive intensity. Results : There is a significant difference p<0,001) in NY-ESO-1 immunoexpression among synovial sarcoma (18/28), MPNST (2/10) and DFSP (1/17). Furthermore, synovial sarcoma showed a significantly higher immunoexpression compared to MPNST (OR 7,2; p = 0,016; power 68,7%) and DFSP (OR 28,8; p<0,001; power 98,9%). Conclusion : Synovial sarcoma showed a higher expression of NY-ESO-1 thus makes it as a good candidates for immunotherapy. There are differences in the expression of NY-ESO-1 in synovial sarcoma against MPNST and DFSP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library