Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliya Az Zahra Nurjaman
Abstrak :
Asetosal sebagai obat antiplatelet mudah terhidrolisis menjadi asam salisilat setelah pemberian oral. Pemantauan asam salisilat sebagai metabolit utama dalam plasma bersama asetosal sebagai senyawa induk dapat dilakukan melalui studi farmakokinetika. Sebelum melakukan studi farmakokinetika, metode bioanalisis harus tervalidasi. Salah satu parameter validasi metode bioanalisis adalah uji stabilitas jangka panjang secara in vitro di dalam plasma. Akan tetapi, uji tersebut tidak menggambarkan kondisi stabilitas in vivo karena adanya proses metabolisme obat di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas in vivo incurred sample stability asetosal dan asam salisilat dalam plasma 6 subjek sehat pada hari ke-7, 14 dan 25 pada fase Cmax dan fase eliminasi. Analisis asetosal dan asam salisilat dilakukan terhadap 6 subjek sehat yang mengkonsumsi tablet asetosal 80 mg. Pengambilan darah subjek dilakukan sebanyak 12 titik pada beberapa interval waktu hingga jam ke-24. Kondisi kromatografi optimum yang digunakan adalah kolom C18 Waters, Reliant ? 5 m, 250 mm x 4,6 mm ; suhu kolom 35oC; fase gerak asetonitril ?? dapar fosfat pH 2,5 35 : 65 v/v ; laju alir 1,0 mL/menit; detektor UV-Vis; panjang gelombang 230 nm; dan furosemid sebagai baku dalam. Hasil incurred sample stability untuk asetosal dan asam salisilat sampai hari ke-25 pada 6 subjek menunjukkan stabilitas yang memenuhi persyaratan EMEA bioanalytical guideline tahun 2011 yaitu nilai diff tidak lebih dari 20. ......Acetosal as an antiplatelet drugs is rapidly hydrolyzed to salicylic acid after oral administration. Monitoring salicylic acid as the main metabolite in plasma together with acetosal as a parent compound can be performed through pharmacokinetics studies. Before pharmacokinetics studies, the method of bioanalysis should be validated. One of the validation parameters of the bioanalytical methods is long term stability test of in vitro in plasma. However, the analysis can t describe in vivo stability condition due to the metabolism of drugs in the body. This study aims to analyze the in vivo stability incurred sample stability of acetosal and salicylic acid in plasma on days 7, 14 and 25 in the Cmax phase and elimination phase. Acetosal and salicylic acid analysis were performed on 6 healthy subjects who consumed 80 mg acetosal tablets. Blood sampling on the subjects will be taken in 12 points at several times for to 24 hours. The optimum chromatographic conditions that used were C18 columns Waters, Reliant 5 m, 250 mm x 4.6 mm column temperature 35oC mobile phase was acetonitrile phosphate buffer pH 2.5 35 65 v v flow rate was 1.0 mL min UV Vis detector at wavelength of 230 nm and furosemide as internal standard. The diff values of acetosal and salicylic acid incurred sample stability until day 25 on 6 subjects not more than 20 , which fulfilled the acceptance criteria of validation method based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Ambarwati
Abstrak :
Cekaman genangan merupakan kondisi pori-pori tanah terisi oleh air sehingga menurunkan pasokan oksigen. Penurunan pasokan oksigen menghambat pertumbuhan akar sehingga menurunkan serapan unsur hara. Hasilnya, daun klorosis dan gugur serta pertambahan tinggi tanaman terhambat. Cekaman genangan juga menyebabkan akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga terjadi cekaman oksidatif pada tanaman. Asam salisilat secara eksogen merupakan solusi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada cekaman genangan melalui peningkatan aktivitas antioksidan. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian asam salisilat dengan konsentrasi 0,1 mM, 0,5 mM, dan 1 mM terhadap pertumbuhan dan aktivitas antioksidan selada (Lactuca sativa L.) yang mengalami cekaman genangan setinggi dua cm di atas permukaan media tanam selama tiga hari. Perlakuan asam salisilat diberikan dua hari sebelum cekaman genangan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas lima perlakuan dan lima ulangan. Pertumbuhan tanaman yang diukur antara lain tinggi tanaman dan jumlah daun. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan asam salisilat 0,1 mM, 0,5 mM dan 1 mM belum memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan aktivitas antioksidan selada pada cekaman genangan. ......Waterlogging stress is a condition in which the soil pores are filled with water, thereby reducing the supply of oxygen. Decreased oxygen supply inhibits root growth thereby reducing nutrient uptake. As a result, chlorosis and fall leaves and stunted plant height increase. Waterlogging stress also causes the accumulation of Reactive Oxygen Species (ROS) resulting in oxidative stress in plants. Salicylic acid exogenously is a solution to increase plant growth in waterlogging stress by increasing antioxidant activity. The aim of the study was to determine the effect of salicylic acid application at concentrations of 0.1 mM, 0.5 mM, and 1 mM on the growth and antioxidant activity of lettuce (Lactuca sativa L.) which was subjected to waterlogging stress as high as two cm above the surface of the planting medium for three days. Salicylic acid treatment was given two days before waterlogging stress in a randomized block design consisting of five treatments and five replications. Plant growth measured includes plant height and number of leaves. Antioxidant activity was tested using the 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) method. The results showed that the administration of 0.1 mM, 0.5 mM and 1 mM salicylic acid solution had no effect on plant height, number of leaves and antioxidant activity of lettuce under waterlogging stress.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhani Ilmi Amanah
Abstrak :
Tanaman sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman yang rentan terhadap cekaman genangan sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan toleransinya. Pemberian asam salisilat secara eksogen dengan tepat dianggap mampu untuk meningkatkan toleransi tanaman pada cekaman genangan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh waktu pemberian asam salisilat terhadap pertumbuhan dan aktivitas antioksidan tanaman sawi pada cekaman genangan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan yaitu kontrol, genangan, genangan + asam salisilat 0,5 mM (dua hari sebelum perlakuan genangan), dan genangan + asam salisilat 0,5 mM (bersamaan dengan perlakuan genangan). Perlakuan genangan diberikan pada 45 HST selama tiga hari kemudian dilakukan pemulihan selama tujuh hari. Parameter yang diukur yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan aktivitas antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asam salisilat dua hari sebelum genangan (43 HST) dapat meningkatkan perubahan tinggi tanaman dan jumlah daun, serta aktivitas antioksidan, sedangkan pemberian asam salisilat bersamaan dengan genangan hanya dapat meningkatkan perubahan jumlah daun dan aktivitas antioksidan pasca genangan. Namun, peningkatan tersebut tidak berbeda nyata secara statistik dengan perlakuan genangan tanpa pemberian asam salisilat. Pada fase pemulihan, pemberian asam salisilat baik dua hari sebelum maupun bersamaan dengan genangan belum menunjukkan dampak yang positif terhadap perubahan tinggi tanaman dan jumlah daun, serta aktivitas antioksidan. ......Mustard (Brassica juncea) is susceptible to waterlogging stress, special method is needed to increase their tolerance. Proper application of exogenous salicylic acid can increase plant tolerance to waterlogging stress. The purpose of this study is to determine the effect of application timing of salicylic acid on growth and antioxidant activity of mustard on waterlogging stress. The experimental design used was a randomized block design with four treatments; control, waterlogging, waterlogging + salicylic acid 0,5 mM (two days before waterlogging), and waterlogging + salicylic acid 0,5 mM (simultaneously with waterlogging). Waterlogging treatment was given in 45 DAP for three days then recovery was carried out for seven days. Parameters measured were plant height, number of leaves, and antioxidant activity. The results showed that application of salicylic acid two days before waterlogging (43 DAP) increased changes in plant height and number of leaves, and antioxidant activity, while application of salicylic acid simultaneously with waterlogging only increased changes in leaf number and antioxidant activity after waterlogging. However, this increase was not statistically significantly different from the waterlogging treatment without application of salicylic acid. In the recovery phase, application of salicylic acid didn’t show a positive effect on changes in plant height and number of leaves, and antioxidant activity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharfina Ghaisani Imana
Abstrak :
Evaluasi pengaruh antikoagulan penting untuk dilakukan karena pemilihan antikoagulan telah terbukti mempengaruhi pengukuran molekul kecil, profil metabolisme, dan parameter klinik dalam analisis suatu obat. Analisis asetosal dan asam salisilat penting untuk dilakukan terkait sifat asetosal yang mudah terhidrolisis menjadi asam salisilat. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan validasi penuh metode in vitro menggunakan antikoagulan sitrat dalam bentuk CPD-A Citrate Phosphate Dextrose Adenine . Namun pada pelaksanaan studi in vivo, antikoagulan yang digunakan adalah EDTA dan heparin. Berdasarkan European Medicines Agency EMEA 2011, jika ada perubahan antikoagulan yang digunakan pada metode analisis yang sudah divalidasi maka dilakukan validasi parsial. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan jenis antikoagulan pada analisis asetosal dan asam salisilat dalam plasma setelah didahului oleh validasi parsial. Analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C18 Waters, ReliantTM 5 m; 250 x 4,6 mm ; fase gerak asetonitril-dapar fosfat 20 mM 35:65 dengan pH 2,5; laju alir 1,0 mL/menit; suhu kolom 35 ?C; waktu analisis 14 menit dengan furosemid sebagai baku dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi dan presisi pada analisis plasma sitrat, heparin, dan EDTA memenuhi persyaratan dan kurva kalibrasi linier pada rentang konsentrasi 0,05-1,50 g/mL untuk asetosal dan 0,20-5,00 g/mL untuk asam salisilat. Data stabilitas dan perolehan kembali asetosal dan asam salisilat dalam plasma dengan antikoagulan berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan p > 0,05; ANOVA, namun untuk rasio respon luas puncak menunjukkan perbedaan yang signifikan p < 0,05 untuk ketiga jenis antikoagulan. Secara keseluruhan, metode analisis yang diperoleh memenuhi syarat validasi baik untuk penggunaan antikoagulan sitrat, heparin, maupun EDTA berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. ......Evaluation of the anticoagulant effect is important to do because the selection of anticoagulants has been shown to influence the measurement of small molecules, metabolic profiles, and clinical parameters in the analysis of a drug. Analysis of acetosal and salicylic acid is important related to acetosal that is easily hydrolyzed to salicylic acid. In previous research has been done full validation of in vitro methods using citrate anticoagulant in the form of CPD A Citrate Phosphate Dextrose Adenine. Whereas in the implementation of in vivo studies, anticoagulants used were EDTA and heparin. Based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011, if any anticoagulant changes are used in validated analysis methods then partial validation is performed. This study aims to evaluate the effect of different types of anticoagulants on the analysis of acetosal and salicylic acid in plasma after being preceded by partial validation. Analysis using high pressure liquid chromatography column C18 Waters, ReliantTM 5 m 250 x 4.6 mm analysis conditions using mobile phase acetonitrile phosphate buffer 20 mM 35 65 with pH 2.5 1.0 mL min flow rate column temperature 35 C 14 minutes of time analysis with furosemide as internal standard. The results showed that accuracy and precision in plasma citrate, heparin, and EDTA analyzes fulfilled linear calibration requirements and curves in the 0.05 1.50 g mL concentration range for acetosal and 0.20 5.00 g mL for salicylic acid. Data on the stability and recovery of acetosal and salicylic acid in plasma with different anticoagulants showed no significant difference p 0.05 ANOVA, but for the peak area response ratio showed significant differences p 0.05 for the three types of anticoagulants. Overall, the analytical methods obtained eligible validation for use of citrate, heparin, or EDTA anticoagulants based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazila Anjani
Abstrak :
Asetosal ASA merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam terapi antiplatelet. Asetosal cepat terhidrolisis menjadi asam salisilat AS dan mempunyai kadar yang sangat rendah di dalam plasma sehingga perlu dikembangkan metode analisis yang sensitif dan selektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis ASA dan AS dalam sampel plasma, mulai dari kondisi kromatografi optimum, metode preparasi sampel optimum, dan validasi metode bioanalisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan detektor UV-Vis menggunakan kolom C18 Waters, Reliant trade; 5 m; 250 x 4,6 mm. Kondisi kromatografi optimum yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan menggunakan fase gerak asetonitril ndash; dapar fosfat 20 mM pH 2,5 35 : 65 ; laju alir 1,0 mL/menit; suhu kolom 35 C; deteksi pada panjang gelombang 230 nm; waktu analisis selama 14 menit; dan furosemid sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode pengendapan protein menggunakan asam perklorat 15 dengan kombinasi ekstraksi cair-cair menggunakan etil asetat. Hasil validasi terhadap metode analisis ASA dan AS yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA pada tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 0,05 ndash; 1,5 g/mL dengan nilai r = 0,9980 untuk asetosal dan rentang konsentrasi 0,2-5,0 g/mL dengan nilai r = 0,9997 untuk asam salisilat. ...... Acetosal ASA is one of the drugs used in antiplatelet therapy. Acetosal is rapidly hydrolyzed to salicylic acid SA and has very low levels in plasma that a sensitive and selective analysis method needs to be developed. This study aims to develop an analytical method of ASA and SA in plasma starting from optimum chromatography condition, optimum sample preparation method, and bioanalytical method validation. The method used in this study is Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography with UV Vis detector using C18 column Waters, Reliant trade 5 m 250 x 4.6 mm. The optimum chromatographic conditions in this study were obtained using acetonitril ndash phosphate buffer 20 mM pH 2.5 35 65 as mobile phase flow rate was 1.0 mL min column temperature was 35 C which was detected at wavelength of 230 nm time of analysis was 14 minutes and furosemide as internal standard. The optimum preparation method was done by protein precipitaion method using 15 percloric acid in combination with liquid liquid extraction method using ethyl acetate. The validation result of ASA and SA analytical method fulfilled the validation requirement of EMEA Bioanalytical Guideline in the year 2011. The method obtained linear at concentration range of 0.05-1.5 g mL with r 0.9980 for acetosal and concentration range of 0.2-5.0 g mL with r 0.9997 for salicylic acid.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Laurence
Abstrak :
Fenomena penyakit gugur daun Pestalotiopsis (PGDP) pada perkebunan karet yang disebabkan oleh Pestalotiopsis sp. menyebabkan penurunan area tutupan kanopi sebesar 75—90% diikuti penurunan produksi lateks hingga 45%. Patogen tersebut telah menginfeksi 383.000 ha perkebunan karet di Indonesia dan berdasarkan hasil lapangan, tidak teramati klon yang resistan terhadap PGDP. Pengendalian PGDP dengan fungisida memerlukan biaya yang besar sehingga diusulkan perakitan klon resistan untuk mengurangi dampak patogen terhadap produktivitas perkebunan karet. Oleh karena itu, diperlukan studi mengenai gen ketahanan pada tanaman karet. Gen HbPAL (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) diyakini dapat menjadi kandidat gen yang potensial sebagai kriteria seleksi terhadap ketahanan penyakit. Enzim PAL merupakan prekursor dalam sintesis asam salisilat yang berperan dalam aktivasi systemic acquired resistance (SAR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi gen HbPAL yang diduga merupakan salah satu gen ketahanan yang berperan dalam respons tanaman terhadap PGDP. Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat ekspresi gen HbPAL pada klon moderat (IRR 112) dan rentan (GT 1) dengan terlebih dahulu mempreparasi sampel daun sehat, perlukaan, dan perlukaan + infeksi. Sampel daun yang sudah dipreparasi diekstraksi RNAnya kemudian disintesis menjadi cDNA untuk selanjutnya dianalisis menggunakan real-time polymerase chain reaction (qPCR). Penelitian ini mengindikasikan adanya perbedaan ekspresi gen HbPAL antara daun sehat, perlukaan dan perlukaan + infeksi Pestalotiopsis sp. Hasil penelitian sesuai dengan hasil pengamatan lapangan yang menunjukkan keunggulan klon moderat IRR112 dibandingkan klon rentan GT 1. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi validitas hasil penelitian, hal ini diakibatkan oleh adanya kelemahan dalam proses penelitian sehingga belum dapat disimpulkan adanya korelasi antara infeksi Pestalotiopsis sp. terhadap peningkatan ekspresi gen ketahanan HbPAL. ......The phenomenon of Pestalotiopsis Leaf Fall Disease (PLFD) in rubber plantations caused by Pestalotiopsis sp. results in a reduction of the canopy coverage by 75—90%, followed by a decline in latex production of up to 45%. This pathogen has infected 383,000 hectares of rubber plantations in Indonesia, and field observations have not identified any clones resistant to PLFD. Controlling PLFD with fungicides involves a large cost, hence the proposal for the assembly of resistant clones to reduce the pathogen's impact on the productivity of rubber plantations. Therefore, studies on resistance genes in rubber plants are needed. The HbPAL gene (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) is believed to be a potential candidate gene as a selection criterion for disease resistance. The PAL enzyme is a precursor in the synthesis of salicylic acid, which plays a role in the activation of systemic acquired resistance (SAR). This research aims to determine the level of HbPAL gene expression, suspected to be one of the resistance genes that play a role in the plant's response to PLFD. The research was conducted by measuring the level of HbPAL gene expression in moderate (IRR 112) and susceptible (GT 1) clones by first preparing samples of healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves. The prepared leaf samples were extracted for their RNA, then synthesized into cDNA, and subsequently analyzed using real-time polymerase chain reaction (qPCR). This study indicates a difference in the expression of the HbPAL gene between healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves with Pestalotiopsis sp. The results are consistent with field observations indicating the superiority of the moderate clone IRR112 over the susceptible clone GT 1. However, further research is needed to validate the findings of this research due to gaps in the research method thus it is not possible to determine the correlation between Pestalotiopsis sp. infection and the increase in the expression of the HbPAL resistance gene.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Divina
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sitotoksisitas alkil asam salisilat terhadap sel kanker T47D. Senyawa yang diuji adalah metil salisilat, etil salisilat, butil salisilat, isoamil salisilat, dan oktil salisilat. Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap senyawa uji dan uji MTT terhadap sel kanker T47D dilakukan untuk mengetahui laju inhibisi sel kanker dan nilai IC50. Berdasarkan uji MTT, terlihat bahwa efek sitotoksisitas meningkat seiring penambahan konsentrasi. Nilai IC50 turunan asam salisilat menunjukkan efek sitotoksisitas yang signifikan (p<0,05) bila dibandingkan dengan IC50 asam salisilat kecuali oktil salisilat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan gugus alkil memberikan efek sitotoksisitas yang lebih signifikan karena adanya peningkatan afinitas. Hasil ini didapatkan dari nilai IC50 turunan asam salisilat yang lebih rendah dibandingkan asam salisilat. Efek sitotoksisitas ini dikarenakan inhibisi COX-2 yang ditemukan meningkat pada kanker payudara. ......This research aim is to analyse the cytotoxicity effect of alkylated salicylic acid towards breast cancer cells T47D. Samples used are methyl salicylate, ethyl salicylate, butyl salicylate, isoamyl salicylate, and octyl salicylate. Thin layer chromatography was done to samples and MTT test was done against T47D cancer cells to obtain cancer cell growth and IC50 value. Based on MTT result, there was shown an increase of cytotoxicity effect with higher concentration. IC50 value of alkylated salicylic acid showed more significant cytotoxicity effect (p<0,05) when compared to IC50 value of salicylic acid, except octyl salicylate. This shows that addition of alkyl group enhances cytotoxicity effect of salicylic acid due to increase of affinity. The IC50 value of alkylated salicylic acid showed lower results compared to salicylic acid. This cytotoxicity effect is due to inhibition of COX-2 which has been shown to increase in breast cancers.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Septiyani
Abstrak :
Keterbatasan lahan dan kualitas panen menjadi masalah yang dihadapi oleh pembudidaya selada merah (Lactuca sativa var. crispa L.). Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan sistem hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) dan penggunaan elisitor berupa asam salisilat. Asam salisilat berpotensi digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas dari tanaman selada merah yang ditumbuhkan pada sistem hidroponik NFT. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian asam salisilat terhadap pertumbuhan dan organoleptik selada merah. Perlakuan asam salisilat (0, 50 dan 100 ppm) diberikan dengan cara disemprotkan pada tiga plot tanaman dengan sembilan ulangan. Penyemprotan dilakukan selama tiga periode (31, 32 dan 37 Hari Setelah Tanam). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah daun, kandungan klorofil relatif, berat segar dan berat kering dari selada merah. Akan tetapi, terdapat perbedaan signifikan pada perlakuan asam salisilat 100 ppm terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan uji organoleptik, selada merah yang diberi perlakuan elisitor asam salisilat 100 ppm memiliki skor penampilan, rasa dan tekstur yang lebih baik. Terdapat indikasi pemberian asam salisilat kurang optimal terhadap pertumbuhan selada merah karena nilai kelembapan udara saat penelitian lebih rendah dibandingkan dengan nilai POD (Point of Deliquescence) dari asam salisilat yang dilarutkan. Selain itu, diduga asam salisilat tidak optimal diserap oleh daun karena berkaitan dengan umur fisiologis daun. ......Land limitation and harvest quality are problems faced by red lettuce (Lactuca sativa var. crispa L.) farmers. Nutrient Film Technique (NFT) hydroponic system and the use of salicylic acid as an elicitor are alternatives to solve the problems. The use of salicylic acid has the potential to increase the quantity and quality of red lettuce. This study aimed to examine the effect of salicylic acid on the growth and organoleptic of red lettuce. Three concentrations (0, 50, and 100 ppm) of salicylic acid were applied to three plots of plants with nine replications. Salicylic acid spraying was carried out at three time periods (31, 32, and 37 Days After Planting). The results showed that there was no significant difference in the number of leaves, total chlorophyll content, fresh and dry weight of red lettuce. However, there was a significant difference in plant’s height after foliar application with 100 ppm of salicylic acid. Organoleptic test showed the application of 100 ppm salicylic acid elicitor gave a higher score for the appearance, taste, and texture. There were indications that the effects of foliar application of salicylic acid was less than optimal for the growth of red lettuce because the humidity value was lower compared to the POD (Point of Deliquescence) value of the salicylic acid. In addition, there is a possibility that salicylic acid is not optimally absorbed by the leaves because it is related to the physiological age of the leaves.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library