Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amsyarnedi Asnawi
Abstrak :
Berbagai upaya pemberdayaan terhadap masyarakat terasing telah dilakukan, namun hingga saat ini masih ada warga masyarakat terasing yang belum mendapatkan pelayanan, diperkirakan berjumlah 227.377 kk yang tersebar di 18 Propinsi. Sedangkan yang telah dibina melalui Program SPS sejak awal Pelita Pertama hingga akhir Pelita Keenam sejumlah 78.371 kk (310.505 jiwa) yaitu baru 37,80 % dari jumlah populasi. Tidak terkecuali keberadaan masyarakat terasing yang terdapat di Propinsi Jambi, dimana menurut data dari Kanwil Depsos pada tahun 1998 masih berjumlah 2.656 kk (12.326 jiwa). Seiring dengan 5K Menten Sosial RI No. 60 Tahun 1998 : Pemberdayaan masyarakat terasing merupakan suatu proses dimana diberikan dan dihargainya inisiatif dan kreasi masyarakat terasing terhadap persoalan yang dihadapi. Untuk itu pemberdayaan masyarakat terasing diupayakan pada pengembangan kemandirian melalui Sistem Pemukiman Sosial, yang terdiri dan lima tipe yaitu : Tipe Pemukiman di tempat Asal (TPA), Tipe Pemukiman di Tempat baru (TPB), Tipe Stimulus Pengembangan Masyarakat (TSPM), Tipe Kesepakatan dan Rujukan (TKR) dan Tipe Peran Serta Masyarakat (TPM). yang sesuai dengan keinginan mereka. Untuk Lokasi Pangkalan Ranjau Desa Tanjung Lebar, pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat terasing Suku Anak Dalam yaitu melalui Sistem Pemukiman Sosial Tipe Pemukiman di Tempat Baru (SPS-TPB). Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan pokok penelitian yaitu bagaimana proses pelaksanaan kebijakan serta strategi yang dilakukan olehpetugas lapangan daiam memberikan pelayanan dan pemberdayaan Suku Anak Dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bagaimana kebijakan dan pelaksanaan proses pemberdayaan serta strategi yang dilakukan oleh pelaksana program (pekerja sosial) hambatan yang dihadapi dalam proses tersebut dan usaha untuk mengatasinya. Secara praktis penelitian ini untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Program SPS dan secara akademis, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperiuas wacana sekaiigus pengembangan pemikiran tentang pemberdayaan Suku Anak Dalam. Penelitian ini bersifat diskriftif analitis melalui pendekatan kualitatif, sasaran penelitan adalah masyarakat terasing suku anak dalam yang terdapat di Pangkalan Ranjau Desa Tanjung Lebar. Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan, wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan Suku Anak Dalam melalui SPS belum sepenuhnya mengacu pada aspirasi masyarakat sasaran dan belum menyentuh apa yang sebenamya diinginkan oleh masyarakat sasaran, dalam hal ini Suku Anak Dalam. Meskipun kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah bersifat.partisipatif atau bottom up namun dalam implementasinya masih bersifat Top Down. Strategi yang dilakukan oleh petugas lapangan daiam pemasaran sosial berdasarkan ketentuan yang berpedoman pada Juklak dan Juknis semata-mata, tanpa usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga aspirasi masyarakat sasaran belum diakses secara penuh oleh petugas lapangan. Paradigma pembangunan kesejahteraan sosial yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, temyata masih sebatas wacana dan belum dapat diimplementasikan oleh petugas Iapangan. Disisi lain, kurang berhasilnya pola pemberdayaan program SPS pada Suku Anak Dalam (SAD) tidak terlepas Pula dari kondisi geografis dan tofografis yang sulit dijangkau serta kualitas sumber daya manusialpelaksana program dilapangan, sementara untuk membina .kelompok sasaran yaftu Suku Anak Dalam (SAD) membeukan pemahaman tentang kebijakan dan penguasaan keterampilan dalam melakukan pembinaan dan pemberdayaan. Seiring dengan hal tersebut disarankan kepada supervisor agar selalu mengadakan sepervisi ke lokasi pemukiman SAD begitipun dengan pekerja sosial yang ditempatkan di lokasi sudah memahami tugas yang harus dilakukan, juga perusahaan yang terdapat disekitar pemukiman lebih peduli dan tanggap dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi kelompok sasaran (SAD).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan nagari dalam memberdayakan masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap upaya pemberdayakan tersebut. Penelitian ini dipandang panting mengingat transisi dari desa ke nagari merupakan suatu bentuk perubahan sosial di masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut sangat dibutuhkan peran agen perubah (dalam hal ini nagari), karena pada dasamya masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam mengikuti perubahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan di lapangan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup wali nagarilaparat nagari, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten. Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa di lokasi penelitian Situjuah Batua, organisasi nagari telah berkembang balk dan berjalan cukup efektif. Peluang yang ada dengan diberikannya otonomi yang cukup luas kepada nagari dalam mengurus masyarakatnya dapat dimanfaatkan ke dalam tindakan nyata terutama dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran sebagai pemberdaya telah terlihat sejak awal proses Kembali ke Nagari, proses pembangunan di nagari, proses pembuatan produk hukum nagari dan dalam mewujudkan berbagai program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang kalau disimpulkan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut tercakup dalam tiga bidang yaitu pemberdayaan di bidang politik, hukum dan ekonomi sebagaimana batasan permasalahan penelitian ini. Kondisi ini bisa tercipta karena ditunjang oleh kapasitas dan karakter kemmimpinan yang dimiliki oleh wall nagari sehingga mampu menjalankan peran sebagai salah seorang agen perubah. Disamping itu kondisi sosial budaya masyarakat yang masih homogen dimana ikatan dan nilai-nilai social seperti kebersamaan, gotong royong dan lain sebagainya, masih me[ekat kuat di masyarakatnya temyata bisa dimanfaatkan menjadi suatu potensi sosial (social capital), sehingga ikut mendorong beijalannya proses pemberdayaan masyarakat nagari tersebut secara bertahap. Akan tetapi sebaliknya, temyata organisasi Nagari Sarilamak belum berkembang secara baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum efektifnya peran yang dijalankan nagari dalam memberdayakan masyarakat, temyata hanya ditemui di beberapa item kegiatan saja. Memang dalam tahap awal pada proses Kembali ke Nagari, peran sebagai pemberdaya sempat mengemuka. Akan tetapi da[am penyelenggaraan berbagai kegiatan nagari seianjutnya, peran pemberdaya tersebut justru cenderung hilang. Dengan kata lain peruhahan yang terjadi di sarilamak baru sekedar berganti istilah dari desa ke nagari. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak mampunya wali nagari bertindak sebagai agen perubah karena tidak ditunjang oleh kapasitas dan kemampuan serta kualitas kepemimpinan yang memadai. Masalah ini kian dipersulit dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen. Heterogenitas masyarakat Sarilamak ternyata memberi kesulitan tersendiri karena masih kuatnya beriaku nilai-nilai tradisional dalam kehidupan masyarakat, sehingga kaum pendatang hams mau menerima internalisasi nilai budaya lokal yang belum tentu sesuai dengan budaya asli mereka seperti yang terjadi di Jorong Purwajaya yang dihuni mayoritas suku Jawa. Akibat adanya heterogenitas ini masyarakat ternyata cenderung apatis dengan berbagai program kegiatan yang ada di nagari. Persoalan kian bertambah bila dikaitkan dengan perangkat regulasi pemerintah kabupaten yang temyata tidak menciptakan suasana yang kondusif dan malah disadari atau tidak, menimbulkan suatu pola ketergantungan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemberian subsidi kepada nagari, reposisi dan pergesaran fungsi camat maupun upaya pembinaan yang harusnya dijalankan belum dilakukan secara optimal. Terlepas dari semua itu, upaya pemberdayaan tetap hams dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (ongoing process). Karena untuk menciptakan suatu masyarakat yang berdaya tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu sekejap, akan tetapi tetap harus ada langkah-langkah nyata untuk mewujudkannnya. Untuk menyikapi kandisi dan permasalahan yang terjadi menyangkut peranan yang idealnya dilaksanakan oleh nagari maka diperlukan berbagai pembenahan. Pembenahan hams dilakukan terhadap kondisi internal nagari terutama peningkatan kapasitas dan kemampuan wali nagarilaparat nagari agar mampu menjalan peran mendasar sebagai agen perubah. Kemudian perbaikan juga ditujukan kepada masyarakat agar mampu mengerti dan menyadari tentang apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan mereka serta potensi yang dimiliki. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang lebih atas (terutama pemerintah kabupaten) yang mendukung terwujudnya pemberdayaan bagi masyarakat nagari.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyin Arifianto
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Proyek Belitang Buay Madang oleh Yayasan Budi Asih di Desa Pandan Sari Kecamatan Madang Suku I Kabupaten Ogan Komering Ulu, sebagai upaya yayasan tersebut ikut menunjang program pemerintah daiam bidang Usaha Kesejahteraan Sosiai (UKS). Penelitian ini penting mengingat terpuruknya perekonomian bangsa ini sejak pertengahan tahun 1997 yang dampaknya berkepanjangan hingga saat ini, semakin memperparah kondisi kemiskinan yang memang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan bukanlah hanya togas pemerintah semata, namun juga harus melibatkan semua pihak baik itu swasta maupun lembaga lembaga swadaya masyarakat, karena memang pemerintah memiliki keterbatasan. Untuk itu maka pemerintah khususnya Pemerintah Daerah sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah saat ini, harus memberikan ruang yang cukup bagi sektor lain untuk membantu masyarakat keluar dad kondisi kemiskinannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoieh meiaiui wawarlcara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperiukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan Proyek Belitang Buay Madang Yayasan Budi Asih menerapkan dua strategi pendekatan. Dimulai pada pendekatan sosio-karitatif dengan program yang sifatnya bantuan semata (charity) ke arah pendekatan sosio-ekonomis dengan program yang bersifat pengembangan. Pelaksanaan kedua pendekatan ini dilakukan dengan cara bertahap. Pada pendekatan yang sifatnya bantuan semakin tahun semakin dikurangi, dan sebaliknya pada pendekatan pengembangan kegiatannya semakin beragam. Dilaksanakannya pendekatan sosio-ekonomis (pengembangan) ini sebagai upayaYayasan Budi Asih memandirikan masyarakat, agar apa yang telah mereka bantu dapat tetap dipertahankan jika proyek telah berakhir. Keterlibatan yang penuh dan masyarakat pada pelaksanaan proyek ini memberi pecan kepada masyarakat bukan hanya sebagai subyek dalam pembangunan, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber days, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya sebagai mana yang ingin dituju pada paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Meski pelaksanaan proyek ini mampu berjalan dengan baik, ada beberapa catatan kiranya dapat dijadikan pemikiran untuk memperoleh hash yang lebih balk iagi. Sehingga pendekatan pengembangan yang dilaksanakan akan menjadi pendekatan yang strategis. Dengan pendekatan yang strategis masyarakat memiliki kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hakhak individu, kelompok dan masyarakat dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Penambahan wawasan dan pengetahuan masyarakat desa, merupakan sesuatu yang panting agar apa yang mereka usahakan dapat memperoleh hash yang maksimal. Demikian juga menyiapkan petugas Yayasan Budi Asih sendiri, agar lebih beragam budaya yang mereka miliki. Serta yang juga panting adalah bagaimana memanfaatkan potensi laical yang ada di Desa Pandan Sari. Tentunya potensi iokal ini adalah potensi yang memang bisa dikembangkan. Sangat disayangkan adalah kurangnya keterlibatan dan dukungan Pemeritah Daerah terhadap pelaksanaan proyek ini. Padahal apa yang telah dikerjakan oieh yayasan Budi Asih nyata sebagai upaya untuk membantu mengurangi tanggungan pemerintah dalam memerangi kemiskinan yang memang merupakan tanggung jawabnya. Bahkan sebenamya Pemerintah Daerah dapat belajar bagaimana pendekatan dan strategi yang digunakan Yayasan Budi Asih dalam melaksanakan proyek ini, untuk dapat dicontoh dan ditularkan pada proyek serupa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pada desa-desa lain.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharis
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu di Propinsi Bengkulu. Program PDM-DKE ini muncul seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Program ini berlaku di seluruh wilayah RI termasuk juga desa Pagar Dewa dan desa Sukarami. Akibat dari krisis ekonomi ini masyarakat di kedua desa tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang sangat berat yaitu: Pertama, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat disebabkan usaha produktif yang mereka kelola kurang mendatangkan hasil yang memadai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk mengembangkan usaha produktifnya mereka membutuhkan modal dari pihak lain. Kedua, terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama masyarakat, masyarakat saling curiga mencurigai satu dengan yang lainnya oleh karena itu masyarakat selalu tertutup dalam hal menerima gagasan maupun kehadiran orang lain. Ketiga, tidak ada lembaga yang dapat menyatukan pandangan, gerak dan Iangkah mereka secara bersama-sama untuk keluar dari kemelut kemiskinan yang dialami oleh mereka. Keempat, masyarakat belum menyadari rnasalah dan potensi, serta belum mampu memilih alternatif dan merencanakan usaha apa yang harus mereka kembangkan di desanya. Masyarakat dikedua desa ini menjadi tidak berdaya nnenghadapi situasi yang demikian, oleh karena itu pemerintah menggulirkan program PDM-DKE. Program PDM-DKE merupakan program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mereka marnpu mengatasi permasalahan hidupnya sehari-hari dan tidak terjebak dalam kemiskinan. Proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilaksanakan melalui empat tahap yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat, kedua mengetahui hasil yang dicapai, dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di kedua desa tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa: studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan program PDM-DKE di desa Pagar Dewa maupun di desa Sukarami. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa proses pelaksanaan program PDM-DKE di kedua desa tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan program, dilaksanakan secara transparan di ketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka dengan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelestarian. Setiap pengambilan keputusan didasarkan atas hasil kesepakatan bersama melalui rapat musyawarah desa. Hasil yang telah dicapai dari proses pemberdayaan ini cukup baik. Baik ditinjau dari faktor peningkatan pendapatan, keterbukaan, musyawarah desa, maupun kemandirian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan ini adalah kondisi masyarakat dikedua desa tersebut dan kebijakan program itu sendiri. Secara keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami dapat dikatakan cukup berhasil. Namun, dalam prakteknya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang dihadapi baik oleh pengurus sebagai pendamping, maupun masyarakat sebagai anggota pokmas penerima manfaat. Saran yang disampaikan, dalam memberdayakan masyarakat miskin selain dengan memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha produktif, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan yang memadai agar usaha yang akan dikelola tidak bersifat spekulatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal perlu lebih ditanamkan kesadaran dan motivasi yang kuat mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelestarian program. Sedangkan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan program dapat diadakan pendekatan secara individual atau pendekatan kelompok.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Aulia
Abstrak :
Kecamatan Tapaktuan yang juga merupakan ibukota Kabupaten Aceh Selatan, ternyata tidak menunjukkan perkembangan sebagaimana layaknya sebuah ibukota kabupaten dalam 20 tahun terakhir ini. Terdapat beberapa hal yang diduga/diasumsikan sebagai penghambat pengembangan kota Tapaktuan, yaitu : Keadaan geografis Tapaktuan yang merupakan pegunungan terjal dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia; Tidak berfungsinya Tapaktuan sebagai pusat pertumbuhan dan akumulasi perekonomian; Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota; Perbedaan visi dan misi dari masing-masing periode kepemimpinan kepala daerah; dan Pelaksanaan RUTRK yang tidak sesuai dengan dokumen RUTRK yang telah ditetapkan. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi dilakukan kajian terhadap berbagai konsep dan teori yang relevan dengan masalah pengembangan kota. Dimana konsep dan teori tersebut lebih berorientasi pada aspek sosial tentang Kota dan Perkotaan (Budiardjo, Kartasasmita, Rodinelli); Sosial Budaya Dalam Perkotaan (Suryasumantri); Aspek-Aspek Dalam Perkembangan Kota (Branch, Northam, ChristalIer, Rapoport); dan Kriteria untuk sebuah ibukota kabupaten (UN dan Dep. PU). Sehingga dari berbagai konsep dan teori tersebut, diperoleh kerangka pemikiran studi/penelitian untuk mengkaji faktor-faktor penyebab tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan, yang mencakup aspek geografi, ekonomi, demografi, birokrasi dan RUTRK. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup unsur pemerintahan/4 (empat) orang dan unsur masyarakat yang merupakan tokoh masyarakat dan tokoh adat yang sangat berpengaruh dan dihormati oleh masyarakat kecamatan Tapaktuan/4 (empat) orang. Dengan demikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya kota Tapaktuan sebagai suatu ibukota kabupaten adalah : 1. Kondisi geografis kota Tapaktuan yang terdiri dari pegunungan yang curam dan terjal (kemiringan 400). Serta berbatasan langsung lautan Samudera Hindia, temyata mengakibatkan ketersediaan lahan untuk membangun menjadi terbatas. Sehingga konsentrasi kegiatan penduduk lebih terkonsentrasi pada BWK A dan B. Walaupun pada dasamya, BWK C dan D lebih memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas untuk penyediaan berbagai sarana dan prasarana. Namun BWK A dan B merupakan wilayah yang paling potensial untuk dikembangkan karena letaknya yang berada di pusat perkotaan dibandingkan dengan BWK C dan D yang letaknya jauh dare pusat kota. 2. Permasalahan dibidang ekonomi, muncul akibat dari jalur perdagangan yang menyebabkan Tapaktuan tidak dapat menjadi pusat akumulasi perdagangan dan jasa. Sehingga Tapaktuan bukan merupakan pusat ekonomi regional. 3. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang juga dipengaruhi oleh pendapatan perkapita masyarakat Tapaktuan yang masih sangat rendah. 4. Pergantian kepemimpinan daerah mengakibatkan kebijakan pengembangan kota menjadi sesuatu yang unsustainable. Sebab masing-masing kepada daerah memiliki visi yang berbeda-beda. Kerjasama lintas instansi yang kurang terkoordinasi dengan baik, menyebabkan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan menjadi tumpang tindih antar instansi. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan dalam penempatan dan mutasi pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang kurang mengacu pada profesionalisme bidang kerja masing-masing. Sehingga akhimya mengakibatkan suatu pekerjaan menjadi tidak terlaksana dengan baik. 5. RUTRK Tapaktuan yang pelaksanaannya telah bergeser dan tidak berpedoman pada RUTRK yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan (1989/1999). Dalam usaha untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, maka ditempuh usaha-usaha sebagai berikut : 1. Pengembangan ekonomi daerah; Membuka beberapa daerah yang dijadikan pusat-pusat perdagangan/pertokoan sehingga dapat lebih menggairahkan perdagangan regional di Tapaktuan. 2. Peningkatan fungsi transportasi pelabuhan laut Tapaktuan yang dapat menjangkau daerah Sibolga, Padang dan Aceh Barat. 3. Mendatangkan investor luar daerah yang akan membangun pasar dan pertokoan, sehingga akan meningkatkan kompetisi dalam penyediaan barang-barang kebutuhan masyarakat. 4. Rencana reklamasi pantai sebelah timur; sepanjang 2 Km yang akan diperuntukkan bagi pengembangan kawasan perdagangan. 5. Pendekatan kepada masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sehingga sosialisasi program pengembangan kota Tapaktuan didukung oleh partisipasi masyarakat 6. Revisi ulang RUTRK 198911999; Dalam RUTRK yang barer ini nantinya pengembangan wilayah kota Tapaktuan akan lebih berpusat di kota Tapaktuan itu sendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panpan Achmad Fadjri
Abstrak :
Titik fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi ekonomi dan kualitas sumber daya manusia di Propinsi Jawa Barat dalam mempersiapkan dan menentukan skala prioritas pembangunan otonomi daerah.. Secara spesifik diuraikan karakteristik geografis, ranking dan indeks ekonomi dan kualitas sumber daya manusia menurut Kodya/Kabupaten, mengetahui dan memilih lima daerah yang mempunyai ranking dan indeks terendah, mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia dan ekonomi terhadap kondisi sektor pembangunan dan memberikan alternatif kebijakan. Penelitian ini didasarkan pada dua literatur utama yaitu Teori Faktor Analisis dan Analisis Multivariate Linier Regression. Teori Analisis Faktor ini mampu memunculkan perbedaan relatif antar wilayah dengan memperhatikan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi. Untuk memperkuat analisis maka dipergunakan Analisis Multivariate Linier Regression yang mampu menunjukkan pengaruh variabel bebas terhadap sembilan variabel terikat secara bersama-sama. Sehingga pada penentuan skala prioritas selain diketahui daerah dan sektor mana yang perlu diprioritaskan juga dapat diketahui variabel mana yang berpengaruh terhadap sektor pembangunan secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan data Susenas 1999, Podes 1999, PDRB 1999 dan Potensi Wilayah. Dari data Susenas diambil data-data yang berkaitan dengan karakteristik rumah tangga seperti Pendidikan, Kesehatan, dan Aktivitas Ekonomi. Dari data Podes diambil data-data yang berkaitan dengan sarana kantor pos, listrik, bank dan pasar. Dan data PDRB diambil data mengenai besarnya sumbangan sektor pembangunan terhadap PDRB. Sedangkan data potensi wilayah yang diambil dari pemerintah setempat berkaitan dengan potensi alam dan produk unggulan yang ada di daerah yang bersangkutan. Penelitian ini berhasil menguraikan perbedaan relatif antar wilayah. Secara keseluruhan daerah yang mempunyai ranking tertinggi adalah Kotamadya Bekasi dilihat dari kualitas sumber daya manusia dan ekonominya, sedangkan pada tingkat kabupaten yang mempunyai ranking tertinggi adalah kabupaten Bogor. Sedangkan untuk skala prioritas otonomi daerah diperoleh lima daerah yang mempunyai ranking terendah yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Cianjur, Sukabumi dan Garut. Bila diperhatikan berdasarkan sektor maka untuk pendidikan, Kabupaten Lebak mempunyai ranking terendah. Pada sektor kesehatan diperoleh daerah yang mempunyai ranking terendah adalah Kabupaten Garut. Pada sektor aktivitas ekonomi dan sarana perekonomian daerah yang mempunyai ranking terendah adalah Kabupaten Pandeglang. Sedangkan pada sektor pembangunan diperoleh Kabupaten Lebak yang mempunyai ranking terendah. Adanya Pengaruh dari kondisi kualitas pendidikan, kesehatan dan aktivitas ekonomi terhadap perkembangan sektor pembangunan telah terbukti dari hasil analisis yang telah dilakukan. Namun, pengaruh dan kondisi kualitas pendidikan, kesehatan dan aktivitas ekonomi tidak terjadi secara individual artinya pengaruh yang terjadi karena adanya keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian, untuk meningkatkan sektor penyumbang PDRB harus memperhatikan kualitas sumber daya manusia dan kualitas ekonomi secara bersama-sama dengan lebih menekankan pada peningkatan variabel aktivitas ekonomi yang mempunyai pengaruh secara langsung.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
Abstrak :
Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya. Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997. Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997. Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah. Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01). Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan. Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat). Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah. Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi. Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant). Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah. Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan. Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mukti
Abstrak :
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Pembangunan tidak hanya dilakukan pada kota-kota besar saja,melainkan juga mencakup pembangunan desa yang jumlahnya banyak tersebar di seluruh Indonesia, terlebih lagi bagi desa yang berada di luar Pulau Jawa yang relatif miskin termasuk Desa Pelangko Kecamatan Kelayang Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Pembangunan desa akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat yang aktif dari seluruh lapisan, tetapi pada kenyataannya sistem perencanaan pembangunan desa selalu bertumpu pada sistem top down dengan mengabaikan bottom up. Atas dasar itulah PPK dirancang untuk lebih mengedepankan peran masyarakat desa dan pemerintahan yang paling rendah agar mampu membuat keputusan bagi pembangunan di desanya dengan tujuan utama adalah peningkatan partisipasi masyarakat demi menangguiangi masalah kemiskinan. Ada dua tujuan dari penelitian ini, yaitu bagaimana partisipasi masyarakat desa dalam program pengembangan kecamatan baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengembangan kecamatan baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Desa Pelangko dengan 15 orang informan, menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi literatur. Setelah dilakukan penelitian, ternyata dari hasil wawancara dengan informan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Pelangko terhadap Program Pengembangan Kecamatan tersebut cukup baik. Perhatian masyarakat terhadap PPK yang dilaksanakan cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktifitas yang dilakukan masyarakat dalam program tersebut, baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program. Ada empat kegiatan yang dapat diukur sebagai partisipasi masyarakat dalam perencanaan PPK, yaitu pemilihan fasilitator desa, penggalian gagasan, musbangdes III dan penentuan usulan desa, TTD dan wakil desa. Seluruh proses pada perencanaan program langsung dilaksanakan oleh masyarakat, mereka mempunyai hak suara yang sama dalam memilih, dipilih maupun dalam hal pengajuan usulan kegiatan desa. Serta tiga kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan PPK, yaitu pencairan dana, usulan ekonomi produktif dan kegiatan sarana/prasarana. Adapun proses pada pelaksanaan kegiatan ini, dilakukan sesuai dengan porsi masing-masing baik oleh masyarakat maupun fasilitator dan penegakkan berbagai aturan yang ada dalam PPK itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan partisipasi masyarakat cukup baik dalam PPK adalah karena adanya tokoh-tokoh informal desa, kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Bems
Abstrak :
Masalah dalam penelitian ini adalah efektivitas LKMK di Kelurahan Duren Sawit, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan ; mengapa LKMK Kelurahan Duren Sawit tidak berfungsi efektif ?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : untuk mengungkapkan dan mengetahui latar belakang LKMK di Kelurahan Duren Sawit serta fungsinya sebagai lembaga yang dapat menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat kurang efektif. Tujuan lainnya adalah untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit saat ini sehingga dapat diketahui korelasinya dan bagaimana bentuk kelembagaan LKMK dan struktur organisasinya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di Kelurahan Duren Sawit. Untuk menganalisa data yang sudah terkumpul melalui observasi, interview, studi kepustakaan , informan digunakan dengan teknik deskriptif analitis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak efektifnya LKMK di Kelurahan Duren Sawit ada beberapa hambatan yang ditemui antara lain : Kurangnya komunikasi dengan masyarakat, kekurangan dana, lemahnya sumber daya manusia, kerabat dekat, kuatnya kontrol pemerintah, kurang melibatkan RT/RW, kelembagaan masa lalu, tempat kerja di LKMK sambilan, dan yang terakhir adanya Dewan Kelurahan. Untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit melalui lembaga LKMK, selain memperhatikan hambatan tersebut diatas, juga ada dua hal yang perlu diperbaharui (reaktualisasi) yaitu ; reaktualisasi peran LKMK dan reaktualisasi kedudukan LKMK. Ditinjau dari perspektif ketahanan wilayah maka ketangguhan dan keuletan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang tercermin dalam LKMK Kelurahan Duren Sawit kurang berperan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lasito
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang keterlibatan lembaga-lembaga desa dalam kegiatan pemhangunan dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat. Pemerintah desa beserta unsur-unsurnya dan lembaga kemasyarakatan seperti (LKMI) dan lembaga adat dipandang memiliki peran tersendiri dalam pemhangunan desa. Perlunya lembaga-lemhaga desa itu terkait erat dengan mekanisme yang dijalankan pemerintah dalam menyampaikan program pembangunan kepada masyarakat dengan memanfaatkan kelembagaan yang ada. Pada sisi yang lain lembaga-lembaga itu sudah dikenal oleh masyarakat sehingga akan menjamin partisipasi aktif masyarakat. Ditinjau dari segi pemberdayaan, lembaga-lembaga itu merupakan bentuk representasi masyarakat. Relevan dengan itu, penelitian ini akan mengkaji heherapa program dan kegiatan pembangunan, baik yang bersumher dari pemerintah maupun swadaya masyarakat di Desa Sami, Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya untuk mendeskripsikan karakteristik dari pelaksanaan pembangunan desa dalam kerangka upaya pembeerdayaan masyarakat dan mcngetahui kondisi dari lembaga-lembaga desa yang ada. Data diperoleh dengan wawancara kepada sepuluh informan penting di lokasi penelitian ditambah dengan studi data sekunder dan observasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>