Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Teks widi papincatan, berawal dengan uraian upacara Dewa Rena (penebusan hutang akibat kesalahan manusia terhadap para dewa) yang harus disertai dengan surat pegat; tata cara pembuatan lingga arca yang harus dikerjakan oleh golongan brahmana; tata cara bebantenan sekaligus tukang bantennya; banten panglukatan; dan pedagingan (sarana) yang dipakai dalam membangun padmasana dan sanggah kamulan yaitu paripih tembaga, emas, slaka, jarum, besi, mirah serta wangi-wangian. Dilanjutkan dengan uraian tentang ajaran widi sastra oleh Mpu Kuturan kepada para bujangga di Bali, serta larangan-larangan bagi catur wangsa baik terhadap sesamanya maupu kasta yang lebih tingggi. Berakhir dengan sebutan beberapa sesayut dengan segala sarananya dalam rangka pelaksanaan upacara piodalan betara di kahyangan (piodalan batra turun kabeh). Bandingkan naskah LOr 10.264 dan Kirtya 2348. Mulai lempir nomor 1-4 sebagian telah rusak dan lepas-lepas sehingga banyak hurufnya yang tak terbaca, dan uraian awal pun tampak terpotong-potong. Naskah ini tampaknya belum tamat karena ditemukan tulisan sasa (h.55b) yang menandakan teks belum selesai.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
AH.55-LT 170
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Lontar asal Bali ini diawali dengan uraian pertemuan Prabu Wirya Jenggala Amlapura dengan para bujanggawan, Tri Wangsa (Brahmana, Ksatria, Wesya), Sudra, serta rakyat bawahannya dalam usahanya untuk menciptakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketenangan dunia beserta isinomya (swastaning bhuwana). Diungkapkan juga tentang catur warna dengan segala aturan, tingkatan, kedudukan dan fungsinomya dalam masyarakat, hubungan sesamanya, serta tata kramanya masing-masing sehubungan dengan upacara Panca Yadnya terutama dalam upacara Pitra Yadnya. Teks dilanjutkan dengan kesepakatan, kemanunggalan, atau kesamaan jalan pikiran sang Prabu (Anak Agung) sebagai pengayom maskumambangyarakat dengan Brahmana Sulinggih (pendeta) sebagai penasehat atau penyebar ajaran Agama serta pengatur (purohita) segala jenis bentuk adat dan upacara keagamaan. Fungsi seorang Brahmana Sulinggih terhadap para golongan sudra dalam hal pemberian Tirta Suci (Tirta Pangentas) sangat penting terutama pada saat golongan sudra mengalami duka (kematian) atau dalam upacara Pitra Yadnya. Dalam naskah ini terdapat juga cerita tentang dipotongnya ibu jari sang Eka Lawya oleh Danghyang Drona sehingga tidak dapat menandingi kepandaian sang Arjuna dan terbunuhnya Detya anak sang Wipracinti oleh Dewa Wisnu yang berubah wujud seperti Dewa serta bersama-sama minum merta (air penghidupan). Naskah diakhiri dengan uraian Anak Agung dengan Brahmana Sulinggih, untuk menetapkan Surat Panglocita Pusaka yang telah dibentuk atau selesai pada Purnama Kasa (bulan pertama Bali) tahun 1808 Saka (h.7a). Surat Panglocita Pusaka ini semacam tulisan yang berbentuk piagam, berisi awig-awig atau aturan-aturan kemasyarakatan. Informasi penulisan teks tidak ditemukan secara jelas. Menurut data yang termuat pada h.7a, naskah disalin (atau diprakarsai ?) oleh Anak Agung (Prabhu) dan Brahmana Sulinggih (Pendeta) pada tahun 1808 Saka (1886) di Amlapura (Karangasem), Bali.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.94-LT 207
Naskah  Universitas Indonesia Library