Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atiqotul Fitriyah
Abstrak :
Burdah Keliling merupakan ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Madura dengan tujuan menolak wabah To’on yang terjadi pada awal abad 19 M. Burdah Keliling merupakan ritual yang dijalankan atas perintah Kiai. Kiai merupakan pioner utama dalam skala prioritas kepatuhan masyarakat Madura. Kepatuhan terebut membuat masyarakat melaksanakan ritual Burdah Keliling untuk mengusir wabah dan tolak bala. Namun, seiring berjalannya waktu, wabah mulai menghilang. Fasilitias kesehatan mulai tersebar merata paska kemerdekaan Republik Indonesia membuat masyarakat meninggalkan ritual Burdah Keliilng. Oleh karena itu, saat ini ritual Burdah Keliling hanya dilaksanakan di beberapa pesantren dengan latar belakang budaya Madura. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan dan fungsi ritual Burdah Keliling di pesantren Salafiyah Syafiiyah. Pesantren Salafiyah Syafiiyah merupakan pesantren dengan budaya Madura yang menjalankan ritual Burdah Keliling selama empat generasi. Penelitian ini mengkaji pengelolaan ritual Burdah Keliling dalam empat generasi yang berbeda. Perbedaan pengelolan berdampak terhadap pelaksanaan ritual Burdah Keliling yang telah berjalan selama satu abad. Hal tersebut juga mempengaruhi pemahaman mengenai fungsi ritual Burdah Keliling yang bergeser selama empat kepengasuhan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tradisi lisan. Data diperoleh melali wawancara, penyebaran angket secara langsung maupun melalui google form, serta penelusuran pustaka yang berkaitan dengan pengelolaan dan fungsi ritual Burdah Keliling. Pelaksanaan ritual Burdah Keliling yang telah berjalan selama 110 tahun menandakan bahwa ritual tersebut merupakan bagian penting dari kehidupan budaya pesantren Salafiyah Syafiiyah. ......Burdah Keliling is a ritual carried out by the Madurese people with the aim of rejecting the To'on plague in the early 19th century. Burdah Keliling was carried out on the orders of the Kiai. Kiai are the main pioneers in the Madurese community compliance priority scale. Based on the obedience of the community, they carry out the Burdah Keliling ritual to ward off the plague and reject reinforcements. However, as time went on, the plague began to disappear. Health facilities began to be built evenly after the independence of Republic of Indonesia made people leave Burdah Keliilng ritual. Therefore, Burdah Keliling ritual is currently carried out in a few pesantren with a Madurese cultural background. This research focuses on the management and function of the Burdah Keliling ritual in the pesantren Salafiyah Syafiiyah. Pesantren Salafiyah Syafiiyah is a Islamic boarding school with a Madurese culture that carries out the Burdah Keliling ritual for four generations. This research examines the management of the Burdah Keliling ritual in four different generations. The management differences has an impact on the implementation of Burdah Keliling ritual that has been running for a century. This also affects the understanding of the function of Burdah Keliling ritual which shifts during the four generation. This research were use qualitative methods with an oral tradition approach. Data were collected through interviews, direct distribution of questionnaires or via google form, and literature researches related to the management and function of Burdah Keliling ritual. The performance of Burdah Keliling ritual that has been running for 110 years indicates that this ritual is an important part of the cultural life of pesantren Salafiyah Syafiiyah. Keywords: Function, Management, Islamic Boarding School, Burdah Keliling Ritual, Plague
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Yvonne Triyoga Hoesodoningsih
Abstrak :
Fokus penelitian ini adalah untuk memahami kekuasaan yang implisit dalam politik ritual di Pondok Ranggon dikonstruksi oleh relasi dualitas pelaku seni pertunjukan dan pelaku ritual hajat bumi dengan struktur masyarakat Jakarta. Untuk dapat memahami kekuasaan itu bekerja, penelitian ini menggunakan metode etnografi yang dielaborasi dengan etnokoreologi Konstruksi kekuasaan pada penelitian ini bermuara pada transformasi dan komodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan transformasi pada seni pertunjukan Topeng Betawi, seni pertunjukan Wayang Golek, seni pertunjukan Tanjidor, seni pertunjukan Ondelondel serta terdapat transformasi pada proses ritual hajat bumi Pondok Ranggon meliputi ritual awal dan akhir dari Arak-arakan serta transformasi Baritan. Komodifikasi terjadi pada seni pertunjukan Topeng Betawi, seni pertunjukan Wayang Golek, seni pertunjukan Tanjidor, seni pertunjukan Ondel-ondel serta komodifikasi pada proses ritual hajat bumi Pondok Ranggon yang melingkupi Komodifikasi ruang sarana dan prasarana, Komodifikasi Panjat Pinang serta Komodifikasi Paradoks. Temuan penelitian ini memperkaya teori-teori strukturasi Anthony Giddens dengan memaparkan contoh kasus relasi dualitas pelaku dengan struktur, yaitu relasi dualitas pelaku seni pertunjukan serta pelaku ritual hajat bumi Pondok Ranggon dengan kondisi struktur masyarakat Jakarta yang mengkonstruksi kekuasaan. Temuan penelitian ini juga memperkaya pemahaman mengenai batas-batas dualitas, yaitu dengan menunjukkan bahwa relasi dualitas pelaku dengan struktur yang mengkonstruksi kekuasaan hadir dan sekaligus memproduksi transformasi dan komodifikasi.
This research focus to understand implicit power in ritual politic located in Pondok Ranggon constructed by duality relation between performing art actor and Hajat Bumi ritual actor with structure of Jakarta society. To conceive how such power works, this research utilizes ethnographic method elaborated with etnochoreology. Power construction in this research results transformation and commodification. Research results show transformation in Topeng Betawi performing art, Wayang Golek performing art, Tanjidor performing art, Ondelondel performing art and also occurred in the Hajat Bumi ritual process including initial and the end of Arak-arakan also Baritan transformation. Commodification can be found in Ondel-ondel performing art along with Hajat Bumi ritual process Pondok Ranggon consist of Facility Room Commmodification, Panjat Pinang Commodification, and also Paradox Commodification. Research product enrich Anthony Giddens? structure theories with explaining an example of duality relation between actor and structure, in this case relation between performing art actor and Hajat Bumi ritual actor with structure of Jakarta society, constructing power. Result of this research enlighten also duality boundaries, specifically showing that duality relation between actor and structure constructing power exist and simultaneously producing transformation and commodification.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2169
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library