Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marius Gumono
"ABSTRAK
To give Indonesian debtors and foreign creditors a way out of the crisis, in early July
1998 government launched INDRA (Indonesian Debt Restructuring Agency). This scheme is
not quite success as Ficorca, the similar Mexican scheme. INDRA is a contract that allows
Indonesian debtors to enter into a foreign-exchange rate insurance scheme with the government
Dollar-denominated rescheduled debts are paid by the government after a grace period, while
Indonesian debtors service their debts to INDRA, in domestic cuirency at an agreed-upon
exchange rate at the time of the contract.
If the real exchange rate appreciates during the period of servicing of the foreign debts,
these firms bave the option to leave INDRA and purchase dollars at more agreeable market rate.
Thus, firms are insured against losses due to rupiah depreciation, while they have an opportunity
or option to take advantage of &vorable developments.
In short, INDRA performs a service to Indonesia debtor firms, in the form of offering a
foreign exchange ?insurance scheme? with the option to leave that normally is not offered in
financial markets for such time horizons. Unlike such market-priced option packages, the
INDRA pm gram does not require the dollar up-front payment. Instead, 1NDRA participants pay
up-fmnt monthly rupiah installments on both interest and principle.
Survey reveals, Indonesia debtors don?t pay much attention to this alternative solution of
foreign debt The reasons are the scheme of INDRA doesn?t match company?s cash flow, fòreign
creditors don?t agree to such a long period of installment, it needs socialization, tack of
commitment from the company?s owner, INDRA?s exchange rate stilt high and finally
difficulties to enforce the right of ofl?hore creditor make debtors more reluctant to æstnjcture the
debt.
Lower INDRA?s exchange rate than market exchange rate, is obviously a veiled subsidy
by government but it ¡s not enough to attract indebted Indonesian companies. We could not
blame on economic crisis on and on. The bottom line of INDRA is about the government
establishing credibility. On the other hand, INDRA is about expectations. JNDRA is about giving
assurance to Indonesian debtors which are protected from any instability of foreign exchange
rate volatility.
Many said, even mpiäh-doijar exchange rate back to normal rate, still difficult to repay
the loan as being scheduled. Thus, the problem is not on the bad or good INDRA scheme but on
the company?s fùndamentai activitites. Instability os exchange rate means a back fire to the
government as more exchange rate subsidy to be performed in INDRA mechanism.
"
2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferinton
"Kondisi ekonomi dan moneter yang memburuk melanda negara-negara regional Asia Pasifik sejak awal tahun 1997, pada pertengahan bulan Juli 1997 melanda Indonesia. Dampak krisis yang berkelanjutan ini sangat besar terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Kecenderungan kenaikan biaya pendanaan yang tinggi secara umum sangat mempengaruhi kegiatan operasional dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban. Rupiah yang melemah sebagai akibat exchange rate yang sangat fluktuatif dan tinglat inflasi yang sangat tinggi menurunkan kapasitas permodalan perusahaan sehingga memerlukan strategi untuk terapi keuangan dengan melakukan restrukturisasi keuangan.
Dampak krisis yang berkelanjutan ini sangat besar terhadap kelangsungan hidup perusahaan, sehingga PT. X sangat perlu untuk mengambil langkah restrukturisasi kredit dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Agar kegiatan operasional dan pemenuhan kewajiban perusahaan tetap berkesinambungan
2. Prospek perusahaan masih cukup baik dengan pendapatan valas dan penjualan ekspor dapat dipergunakan langsung membayai kewajiban kredit dan kredit lain dalam valas.
3. Laporan keuangan perusahaan kurang mencerminkan keadaan perusahaan secara ril karena dibuat dengan menggunakan peraturan Pemyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang terlalu kaku.
Langkah-langkah sistematis proses restrukturisasi untuk menghadapi dainpak negatip dan krisis perekonomian dan moneter sebagai benikut:
1. Faktor intern dan ekstem dianalisa menggukan TOWS, keunggulan kompetitip dan opportunity yang ada dimanfaatkan serta memperkecil weakness dan threat.
2. Past Performance keuangan dianalisa sebagai dasar untuk menentukan asumsi-asumsi yang dipergunakan untuk proyeksi keuangan dan ratio-ratio proyeksi keuangan sebagai pedoman kemarnpuan keuangan perusahaan membayar seluruh kewajiban dimasa yang akan datang.
3. Dana yang seharusnya untuk membayar pokok kewajiban, setelah dilakukan restrukturisasi (rescheduling dan reconditioning) dapat dipergunakan untuk modal kerja operasional perusahaan.
Restrukturìsasi kredit akan sangat menguntungkan pihak perusahaan sebagai debitur maupun bank sebagai kreditur. Keuntungan restrukturisasi kredit terhadap perusahaan sebagai berikut:
1. Kewajiban perusahaan untuk membayar pokok kredit yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat dapat diundur dengan direschedule kembali.
2. Kewajiban perusahaan hanya membayar bunga yang timbul pada setiap akhir bulan.
3. Dana yang seharusnya untuk membayar kewajiban pokok kredit dapat dipergunakan terlebih dahulu untuk keperluan yang mendesak dalam perusahaan terutama untuk keperluan yang produktip seperti modal kerja perusahaan.
4. Cash flow perusahaan dapat menjadi lebih baik.
Keuntungan restrukturisasi kredit terhadap bank sebagal berikut:
1. Pembayaran bunga menjadi lebih lancar.
2. Kolektibilitas Perusahaan yang menjadi debitur tetap lancar.
3. Penyediaan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) menjadi lebih kecil yang berpengaruh terhadap ATMR yang merupakan komponen menghitung CAR."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T1893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Latania Barona
"Diawali oleh krisis nilai tukar yaang terjadi sejak semester II tahun 1997, kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Krisìs tersebut kemudian berkembang semakin parah karena terdapatnya berbagai kelemahan mendasar di dalam perekonomian nasional, terutama di tingkat mikro. Bersamaan dengan itu, pengelolaan perekonomian dan sektor usaha (corporate governance) yang kurang efisien serta sistim perbankan yang rapuh menyebabkan gejolak nilai tukar berubah menjadi krisis utang swasta dan krisis perbankan. PT Bakrie Building Industries. adalah salah satu dan anak perusahaan publik swasta nasional terbesar di Indonesia (holding company) yaitu PT Baknie & Brothers Thk. yang terkena dampak krisis tersebut.
Ada dua hal yang mendorong Perusahaan masuk ke dalam perangkap krisis tersebut. Pertama, dinamisme perekonomian Indonesia yang semakin meningkat telah menimbulkan keyakinan yang berlebihan (over confidence) pada diri investor asing sehingga mengurangi kehati-hatian mereka dalam memberikan pinjaman kepada dunia usaha di Indonesia. Kedua, Perusahaan memanfaatkan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri untuk meningkatkan pinjaman dari luar negeri, terutama dalam bentuk pinjaman swasta jangka pendek. Pada saat yang bersamaan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sejak beberapa tahun terakhir, teiah menimbulkan adanya kepastian terhadap perkembangan kurs (implicit guarantee) sehingga meningkatkan keyakinan Perusahaan akan kemantapan perkembangan ekonomi. Ketersediaan pembiayaan yang relatif mudah diperoleh menyebabkan Perusahaan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha sebaga mana tercermin pada tingginya pangsa utang luar negen berjangka pendek yang digunakan untuk pcmbiayaan investasi berjangka panjang (maturity gap).
Perkembangan ini dengan sendinnya menimbulkan kerentanan perusahaan terhadap gejolak nilai tukar dan telah mendorong Perusahaan menuju kekepailitan. Saat ini Perusahaan merencanakan melaksnakan pembayaran kewajiban melalui Peranjian Perdamaian Pengaturan Kembali Utang untuk membebaskan perusahaan dan semua kewajiban berkenaan dengan utang yang alcan direstrukturisasi dan untuk memaksimalkan nilai yang harus dikembalikan kepada para Kreditur Peserta. Sebagai pertimbangan atas dibebaskannya dari kewajiban tersebut, Perusahaan akan melunasi hutangnya dengan cara:
  1. melunasi sesuai jadwal jatuh tempo
  2. menjadwalkannya kembali
  3. mengkonversi hutang menjadi modal
  4. penertiban Obligasi Konversi (Convertible Bonds)
Diharapkan setelah proses restrukturisasi yang menyeluruh selesai, Perusahaan dan Anak Perusahaan akan memiliki tingkat hutang yang dapat ditanggung dan akan berada dalam posisi yang tepat untuk meningkatkan nilai perusahaan di masa mendatang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiana Nugraha
"ABSTRAK
Kondisi ekonomi dan moneter yang memburuk melanda negara-negara regional Asia
Pasifik sejak awal tahun 1997 dan pada bulan Juli 1997 baru melanda Indonesia ini
sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Kecenderungan
kenaikan biaya operasional perusahaan secara umum sangat mempengauhi kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban. Melemahnya mata uang Rupiah dan tingkat
suku bunga kredit yang tinggi serta inflasi yang sangat tinggi menurunkan permodalan
perusahaan dan sekaligus mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan likuiditas.
Dampak krisis ini mengakibatkan PT A mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank dan ada kecenderungan kebun menjadi terbengkalai akibat kekurangan dana
pemeliharaan. Sehingga sangat diperlukan langkah-langkah penyelamatan baik terhadap
kredit maupun kebunnya mengingat kondisi kebun perusahaan masih tergolong Kebun
Kelas A dan masih memiliki prospek yang baik.
Restrukturisasi keuangan perusahaan akan sangat menguntungkan kedua belah pihak baik
bank maupun perusahaan. Adapun keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah
perusahaan dapat bergerak kembali untuk melakukan kegiatan usahanya dan sekaligus
dapat memenuhi kewajiban pengembalian pokok kredit yang dananya berasal dari
kegiatan usaha perusahaan bukan dari pihak ketiga.
Adapun dampak positif yang akan diterirna pihak bank, yaitu bank menerima
pembayaran untuk bunga berjalan dan dengan meningkatnya kolektibilitas perusahaan
dan Macet menjadi kolektibilitas yang lebih baik akan membuat bank menyediakan
PPAP yang lebih kecil dan sekaligus membuat pembukuan bank menjadi lebih baik
apalagi pada saat ini Bank Mandiri sedang dalam proses IPO.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T5209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Johana Indrianti
"Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia semenjak tahun 1997 berdampak langsung kepada kinerja industri semen. Turunnya nilai kurs rupiah dan melemahnya permintaan semen domestik memberi dampak negatif pada kondisi finansial PT X. Hingga pada akhir tahun 2000, komposisi hutang perusahaan dalam denominasi dollar Amerika sebesar 97,7% dari total hutang perusahaan. Hal ini membebani keuangan perusahaan mengingat sebagian besar pendapatan bisnis semennya berasal dari pasar domestik.
Semenjak tahun 1997 hingga 1999 volume penjualan perusahaan cenderung mengalami penurunan dan kapasitas terpasang melebihi volume produksinya. Kondisi ini menyebabkan terganggunya kelancaran arus kas guna pembayaran kewajiban ? kewajiban yang sudah jatuh tempo.
Terhitung sejak Bulan Agustus 1998, perusahaan mengajukan permohonan penundaan pembayaran pokok dan bunga pinjaman kepada seluruh kreditur. Pada akhir tahun 2000 disepakati restrukturisasi hutang perusahaan dengan perpanjangan jangka waktu pinjaman menjadi 8 tahun mulai Bulan April 2001. Selain itu terdapat investor asing yang bersedia mengambil alih sebagian hutang PT X dan menukarkannya dengan saham perusahaan.
Berdasarkan hasil proyeksi laporan keuangan diperoleh kondisi keuangan yang membaik ditandai dengan mulai terpenuhinya beberapa persyaratan rasio keuangan dan menurunnya level indebtedness perusahaan. Current ratio (CR) pada tahun 2000 naik dari 0,23 di tahun sebelumnya menjadi 3,25. Net working capital ( NWC ) pada tahun-tahun tersebut mengalami negatif yang dìsebabkan tingginya beban cicilan hutang. Walaupun CR sempat diproyeksikan menurun dari 1,82 pada 2001 hingga menjadi 0,97 di 2007, pada 2008 diperkirakan meningkat menjadi 1,56. Kondisi CR dan NWC yang diproyeksikan tersebut pertu dicermati perusahaan agar Iebih memperhatikan manajemen likuiditasnya. Persyaratan rasio lain yang terpenuhi adalah total debt to equity ratio yang diproyeksikan menurun dari 9,41 pada tahun 2000 menjadi 0,56 di akhir periode proyeksi dan time interest earned yang diperkirakan meningkat dari -0,97 tahun 2000 menjadi 40,46 di tahun 2008
Adapun hasil dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan sebesar 5% pada asumsi harga dan volume penjualan tidak mempengarubi kemampuan perusahaan dalam pemenuhan kewajibannya. Penurunan volume penjualan dan harga jual diproyeksikan menurunkan kas pada tahun 2004 hingga 2007. Namun defisit tersebut masih dapat tertutupi oleh saldo kas akhir tahun lalu.
Guna mencapai keberhasilan pelaksanaan restrukturisasi hutang., perusahaan disarankan untuk menjaga kelancaran arus kas masuknya dengan meningkatkan ekspornya. Walaupun dari hasil proyeksi menunjukkan adanya peningkatan volume penjualan domestik, perusahaan hendaknya tetap fokus untuk memperkuat penetrasi pasar ke negara-negara tujuan ekspornya selama ini yang meliputi kawasan Asia Tenggara, Asia Tengah dan Afrika. Masuknya investor asing yang memiliki pengalaman di bidang yang sama dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki teknologi informasi perusahaan bagi koordinasi jaringan operasionalnya sehingga mampu meningkatkan efisiensi.
Bagi para kreditur, diharapkan hasil dan analisis ini dapat dipergunakan sebagai informasi tambahan yang bermanfaat dalam penentuan negative covenant perusahaan dan sebagal bahan masukan dalarn Penyusunan business plan PT X."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Rudi
"ABSTRAK
Krisis moneter yang melanda Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1997
antara lain disebabkan lemahnya fundamental mikro ekonomi yang tercermin pada
kerapuhan (fragility) yang terdapat dalam sektor keuangan, khususnya pada sektor
perbankan. Sebagian dari kerapuhan tersebut terkait dengan kondisi makro ekonomi yang
kurang stabil terutama berupa gejolak nilai tukar rupiah dan tingginya suku bunga.
Ketidakstabilan makro ekonomi dan respons kebijakan yang diambil pemerintah
menyebabkan bank sangat sulit untuk menilai secara akurat resiko kredit dan resiko
pasar. Sebagian besar lainnya terkait dengan kondisi perbankan nasional yang memiliki
kelemahan dan rentan terhadap gejolak ekonomi.
Krisis moneter yang menyebabkan menurunnya kapasitas usaha dan finansial para
debitur bank, sehingga para debitur tersebut tidak sanggup membayar kewajibannya. Hal
tersebut semakin memperbesar potensi timbulnya kredit bermasalah (Non Performing
Loan) dan menurunnya pendapatan bunga yang akan diterima oleh bank yang akhirnya
akan bermuara pada menurunnya kualitas aktiva produktif(kredit)
Guna meningkatkan kualitas kredit serta dalam rangka mempertahankan pangsa pasar
kredit terutama debitur yang masih mempunyai prospek usaha yang baik maka bank -
bank melakukan restrukturisasi terhadap Non Performing Loan (NPL).
Secara umum NPL diartikan sebagai suatu kredit dimana sistem pembayaran yang
dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan
sampai dengan kredit yang sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat
ditagih. Apabila dikaitkan dengan kollektibiliti kredit, maka NPL adalah kredit dengan
kualitas kurang Iancar, diragukan dan macet.
Upaya penyelamatan NPL dilakukan bilamana bank melihat ada kemungkinan untuk
memperbaiki kondisi usaha dan keuangan debitur. Upaya penyelamatan tersebut
ditetapkan dalam suatu rencana dan strategi terpadu yang pelaksanaannya dilakukan oleh
suati organisasi khusus yang terpisah dengan organisasi yang memberikan kredit.
Dalam. upaya penyelamatan kredit ada beberapa alternatif yang lazim dipraktikkan di
Iingkungan perbankan yaitu melalui pendekatan 3R (Rescheduiing Reconditioning dan
Restructuring). Di tengah krisis perbankan pada saat ini, bank melakukan restrukturisasi
kredit untuk debitur yang memiliki prospek usaha tetapi diperkirakan akan mengalami
kesulitan dalarn pembayaran pokok dan bunga kredit. Usaha restrukturisasi kredit
tersebut merupakan kombinasi 3R ditambah dengan fasilitas pengurangan tunggakan
pokok dan tunggakan bunga kredit.
Pada umumnya bank akan melakukan hapus buku terhadap NPL apabila jumlah NPL
yang dimiliki sudah sangat besar dan mengganggu kelangsungan usahanya. Salah satu
pertimbangan untuk melakukan hapus buku terhadap NPL adalah karena kredit tersebut
sudah dinyatakan macet dan tidak ada harapan lagi untuk menagihnya secara normal.
Berdasarkan diagnosis penyebab NPL di Bank X, terdapat 3 (tiga) faktor penyebabnya,
yaitu dari luar pihak bank dan debitur; dan pihak debitur dan dari pihak bank. Faktor dari
luar pihak bank dan debitur adalah faktor-faktor di luar kendali bank dan debitur antara
lain situasi perekonomian dan politik negara. Faktor dan debitur antara lain adanya
debitur yang mempunyai itikad tidak baik, debitur yang nakal dan kekurang pahaman
debitur dalam menjalankan usaha dan rnenggunakan fasilitas kreditnya. Faktor dari intern
bank antara lain adanya petugas bank yang mempunyai itikad kurang baik,
kekurangpahaman petugas bank dalam menganalisa kredit debitur dan administrasi serta
sistem informasi kredit yang lemah.
Untuk dapat mengelola NPL secara efektif diperlukan dukungan sistem kiasifikasi NPL
berdasafkan inti permasalahannya secara konsisten, konsekuen dan transparan sehingga
dapat menunjang penyusunan action plan yang tepat dan akurat secara kasus per kasus
untuk setiap debitur NPL.
Dalam rangka meningkatkan fungsi pengelolaan NPL dan menunjang program
pengelolaan kredit serta untuk memenuhi ketentuan BI mengenai pelaksanaan
restrukturisasi kredit, maka Bank X membentuk satuan kerja khusus yang dalam
penulisan ini disebut Tim Khusus NPL (TKN).
Tolak ukur untuk melihat keberhasilan program restrukturisasi NPL Bank X adalah
berdasarkan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasì. Berdasarkan laporan
kollektibiliti kredit Bank X diketahui bahwa penurunan NPL mayoritas disebabkan
adanya hapus buku kredìt macet yang dilaksanakan pada bulan Juni 1999, yaitu pada
awal pelaksanaan program restrukturisasi NPL. Penurunan NPL sebagai hasil kinerja
program restrukturisasi baru terjadi pada bulan Mei 2000. Bank tidak dapat melakukan
hapus buku terhadap keseiuruhan kredit macet yang dimiliki karena ada beberapa
kendala antara lain keterbatasan jumLah PPAP dan kesulitan menghapusbukukan kredit
macet debitur terkait karena bernuansa politis. Walaupun telah dilakukan hapus buku,
namun hapus buku tersebut masih meningggalkan sisa pekerjaan yang cukup berat bagi
Perusahaan karena jumlah NPL yang tersisa masih cukup besar."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandou, Timothy Andrew
"PT. Barata Indonesia (PT.BI) adalah perusahaan BUMN yang bergerak dibidang industri alat-alat berat dan perawatan serta pengecoran. Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di Industri Strategis maka kepemilikan saham PT.BI sepenuhnya berada pada PT. BPIS (Bahana Pakarya Industri Strategis d/h Badan Pengembangan Industri Strategis).
Kerugian yang terjadi bertahun-tahun pada PT.BI, mendorong PT.BI untuk melakukan restrukturisasi usahanya. Oleh sebab ttu pada tahun 1997 PT.BI menyusun langkah Iangkah restrukturisasi dan telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham untuk diimplementasikan. Namun mengingat saat itu terjadi krisis ekonomi maka pelaksanaan atas rencana restrukturisasi tersebut baru terlaksana pada tahun 1999.
Implementasi restrukturisasi tersebut hanya berdampak kepada hasil usaha yang positif pada Iaporan keuangan periode 1999 sedangkan laporan keuangan tahun 2000 mengalami kerugian yang sangat material hingga mencapai lebih kurang Rp. 35 milyar. Beberapa upaya-upaya untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melakukan penyesuaian penyesuaian strategi restrukturisasi telah dilakukan oleh PT.BI, namun upaya-upaya tersebut hanya berdampak sedikit sekali terhadap perubahan perusahaan. Kendala kendala yang dihadapi perusahaan tidak dapat diselesaikan oleh PT.BI, sehingga boleh dikatakan perusahaan mengalami kegagalan dalam mengimplementasi restrukturisasi di tahun 1999-2000.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis mencoba untuk memberikan masukan-masukan terhadap Iangkah dan strategi yang seharusnya dilakukan oleh PT.BI dengan terlebih dahulu melakukan analisa yang menggunakan pendekatan Analisa Lingkungan Bisnis, analisa pasar dan analisa proses rantai nilai (Value Chain Process) serta analisa atas portfolio unit-unit bisnis yang dimilikinya. Sedangkan dalam memformulasikan strategi dan langkah kerja PT.BI, penulis menjabarkannya melalui semua tingkatan manajemen dimana pada tingkat manajemen bisnis penulis menggunakan konsep Strategi Generik sedangkan pada tingkat fungsional penulis menjabarkannya dengan menekankan kepada kualitas, efisiensi dan delivery."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nazir
"Krisis perbankan di Indonesia masih belum pulih walaupun pemerintah telah melaksanakan rekapitalisasi perbankan flaSlOflal dengan memindahkan kredit-kredit macet perbnkan baik kredìt korporasi maupun kredit usaha kecil dan menengah dengan pagu di atas Rp. 5 milyar ke hadan khusus yang dibentuk yaitu Badan Penyehatan perbankan Nasional (BPPN).
Namun cara ini ternyata belum mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi salah satunya karena masih banyaknya kredit bermasalah yang ada di perbankan terutama berasal dari sektor usaha kecil dan menengah dengan jumlah debitur yang banyak dan dengan beraneka ragam permasalahan yang berbeda-beda, untuk merestrukturisasi kredit kredit tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.
Penulis tertarik untuk mendalami salah satu jenis usaha yang jumlah debiturnya cukup banyak dan memiliki kharakteristik yang sama yaitu usaha stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) dalam hal ini adalah PT. XYZ. Pembahasan berbagai skenario pola restrukturisasi akan dievaluasi pada perusahaan ini. Dari perusahaan ini akan didentifikasi penyebab terjadìnya tunggakan dan penyelesaiannya, untuk menghindari terulangnya kejadian serupa. Selain itu dicari pola restrukturisasi yang sesuai dan membandingkannya dengan kebiasaan di bank M.
Sebagian besar pola restruktunisasi yang dilakukan untuk debitur usaha kecil dan menengah adalah dengan memperpaniang jangka waktu kredit. menurunkan tingkat suku bunga dan menjadwal tuggakan bunga yang telah terjadi sesuai kemampuan cash flow debitur. Namun seringkali pelaksanaannya tidak berjalan, sehingga program restrukturisasinya perlu ditinjau ulang bahkan sampai berkali-kali. Hal inilah yang menyita tenaga dan waktu petugas bank. Selain itu pola restrukturisasi ini tidak mengutamakan pengembalian pokok kredit, sehingga penyelesaian permasalahan tidak tuntas. Apabila restrukturisasj gagal ditengah jalan, maka bank akan terbebani lagi dengan biaya PPAP sebesar pokok kredit semula (karena tidak ada cicilan).
Dengan dasar tersebut penulis tertarik untuk mencuri suatu pola umum restrukturisasi yang lebih baik. Pola restrukturisasi alternatif yang akan penulis bahas melakukan pendekatan berdasarkan kemampuan cash flow debitur, dan dana yang tersedia tersebut digunakan untuk mengurangi pokok kredit terlebih dahulu, kemudian sisa dana tersebut untuk membayar bunga kredit baik seluruhnya maupun sebagian.
Dengan pola ini permasalahan debitur dapat tuntas tertangani, minimal mengurangi beban bunga debitur. Apabila restrukturisasi gagal ditengah jalan, maka bank akan terbebani dengan biaya PPAP yang lebih kecil karena pokok kredit telah berkurang dengan adanya cicilan.
Sebagai pengontrol kebijakan restruktunisasi yang diberikan, dilakukan dengan cara menean present value dan total penenimaan pokok dan bunga dikurangkan dengan jumlah pokok dan tunggakan bunga saat restrukturisasi dilakukan, kemudian ditambahkan dengan release PPAP yang terjadi sebagai akibat peningkatan kolektibilitas debitur, sehingga diketahui apakah restrukturisasi tersebut rugi atau menguntungkan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Mahmud
"PT. Pupuk Iskandar Muda (PT. PIM) sebagai salah satu BUMN yang menghasilkan pupuk urea dan berlokasi di Lhokseurnawe-Aceh, diinstruksikan agar direstrukturisasi pada tabun 2000. Pada saat ini PT. PIM telah selesai menyusun rumusan strategi restrukturisasi dan diharapkan strategi dimaksud dapat diimplementasikan pada akhir tahun 2000.
Namun demikian, implementasi atau proses menerjemahkan rumusan strategi restrukturisasi ke dalam tindakan yang nyata adalah salah satu komponen yang paling kritis dalam manajemen strategis. Banyak kekuatan yang membuat suatu organisasi resisten terhadap perubahan dan banyak pula kekuatan yang mendorong organisasi untuk berubah. Untuk dapat berubah, pihak manajemen PT. PIM perlu merumuskan strategi yang dapat meningkatkan kekuatan berubah, mengurangi resistensi, atau melakukan keduanya sekaligus.
Studi karya akhir ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang dihadapi oleh manajemen PT. PIM dalam mengimplementasikan program restrukturisasi; merumuskan strategi implementasi yang sebaiknya dipilih; dan memberikan masukan tentang langkah langkah yang sebaiknya ditempuh agar strategi implementasi program restrukturisasi dapat direalisasi secara efektif dan efisien. Metode yang digunakan dalam studi karya akhir ini adalah melakukan studi literatur tentang proses implementasi program restrukturisasi, menganalisa potensi dan strategi yang diterapkan oleh PT. PIM, dan merumuskan strategi implementasi serta memberikan berbagai alternatif langkah strategis yang perlu dilakukan oleh manajemen PT. PIM agar program restrukturisasi dapat diimplementasikan dengan berhasil.
Dari hasil studi yang dilakukan dapat diidentifikasi bahwa ada dua kekuatan yang mendorong proses restrukturisasi PT. PIM. Pertama, kekuatan eksternal yaitu harga urea dunia yang cenderung makin menurun dan instruksi Meneg. P-BUMN bahwa PT. PIM harus direstrukturisasi pada tahun 2000. Kedua, kekuatan internal yaitu adanya gap kinerja PT. PIM dibandingkan dengan kinerja perusahaan sejenis. Disamping itu, PT. PIM juga menghadapi berbagai kekuatan yang menghambat perubahan, antara lain : para Direksi PT. PIM menghadapi berbagai masalah yang mengganggu konsentrasi (pembangunan Proyek PIM-2, kondisi Iingkungan eksternal yang tidak kondusif, dan perombakan susunan kabinet), budaya perusahaan yang cenderung resisten terhadap perubahan, struktur organisasi dan sistem reward yang masih perlu disempurnakan.
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, maka studi ini mengusulkan suatu alternatif rumusan strategi implementasi program restrukturisasi PT. PIM yang terdiri dari dua aspek. Pertama, aspek elemen dasar implementasi yang terdiri dan kepemimpinan, struktur, budaya, dan sistem. Kedua, aspek tahapan dalam implementasi yang terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) Pernyataan visi dan strategi; (2) Pembentukan Tim Pengarah; (3) Komunikasi dan pemberdayaan; (4) Implementasi dalam skala pilot proyek; (5) Konsolidasi program dan implementasi secara menyeluruh; dan (6) Monitoring serta melembagakan pendekatan baru ke dalam budaya perusahaan.
Untuk dapat merealisasikan strategi implementasi program restrukturisasi tersebut, maka studi ini mengusulkan agar PT. PIM sebaiknya memilih alternatif pendekatan pemaksaan yang dikombínasikan dengan pendekatan komunikasi dan penyediaan fasilitas dalam upaya mengurangi resistensi, menetapkan visi restrukturisasi, dan membentuk Tim Pengarah yang bertanggung jawab dalam penyusunan rencana dan tolok ukur keberhasilan, koordinasi dan integrasi program restrukturisasi secara menyelurnh, dan memberikan masukan kepada Direksi PT. PIM tentang berbagai aspek implementasi program restrukturisasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T4726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wibowo Mukti
"ABSTRAK
Kondisi makro ekonomi yang buruk sebagal akibat dari depresiasi mata uang rupiah
yang dimulai pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan krisis ekonomi dan krisis politik
di Indonesia. Situasi ini tidak menguntungkan bagi dunia usaha dalam menjalankan usahanya
dan mempengaruhi pula kemampuan perusahaan-perusahaan yang memiliki hutang dalam
mata uang asing untuk melunasi pinjaman yang telah jatuh tempo.
Demikian banyak perusahaan yang tidak mampu melanjutkan usahanya, walaupun
memiliki manajemen yang baik, karena besarnya jumlah hutang yang dimiliki oleh sebagian
besar pelaku usaba di Indonesia. Kalau dilihat secara umum timbulnya masalah ini merupakan
kesalahan masa lalu dari berbagai pihak yaitu pengusaha sebagai debitur, kreditur terutama
kreditur dan luar negeri, dan pemerintah.
Sebagian besar pengusaha dalam mengembangkan usahanya mengandalkan dari
pinjaman luar negeri yang tidak disertai prinsip kehati-hatian yaitu membiayai usaha jangka
panjang dengan pinjaman jangka pendek (mismatch), tidak melindungi kewajiban d.alam mata
uang asing dad resiko fluktuasi nilai tukar (hedging), dan terlalu percaya pada stabilitas nilai
tukar yang dipertahankan pemerintah.
Demikian puta kreditur luar negeri pada masa lalu terlalu bernafsu menanamkan
modalnya di Indonesia secara langsung kepada para pengusaha, tanpa disertai penelaahan
yang dalam atas struktur keuangan, operasional usaha, aspek pemasaran, dan faktor lain yang
biasanya perlu dilakukan dalam pemberian kredit.
Di lain pihak pemerintah sebagai penentu kebijakan dan pelaku utama pembangunan
di masa lalu juga memiliki andil dalam timbulnya krisis ini karena terus memperbesar jumlah
pinjaman luar negeri walaupun dengan syarat-syarat yang lunak dan masalah lain yang kurang
mendukung pengembangan usaha nasional yang sehat.
Untuk segera menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah pemecahan yaitu
penyelesaian hutang yang menguntungkan semua pihak yang terkait. Mengingat pentingnya
masalah penyelesaian hutang ini sebagai salah satu faktor utama bagi bangsa Indonesia untuk
dapat keluar dari krisis, maka penulis melakukan analisis berbagal alternatif penyelesaian
hutang yang tersedia di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah membandingkan
berbagai faktor utama yang terdapat di masing-masing alternatif tersebut dengan karakteristik
dan kebutuhan perusahaan sebagai debitur dan diharapkan akan menghasilkan solusi yang
paling menguntungkan berbagai pihak yang terkait.
Pemilihan PT. Astra Tntemational Tbk sebagai perusahaan yang ditelaah didasarkan
pada beberapa alasan yaitu perusahaan dikenal memiliki reputasi yang balk, memiliki hutang
dalam mata uang asing, perusahaun sudah masuk bursa, telab melaicukan restrukturisasi
liutang, dan faktor lain seperti ketersediaan data bagi penulisan karya akhir ini. Kendala yang
dijumpai dalam penulisan karya akhir ini adalah masalah restrukturisasi hutang, baik di dunia
maupun di Indonesia, merupakan topik yang baru dan jarang terjadi sehingga text-book,
artikel, dokumen, data pembanding, dan contoh perusahaan yang telah sukses melakukan
restrukturisasi hutang sangat langka.
Tersedia berbagai alternatif penyelesaian baik penyelesaian di dalam pengadilan
maupun di luar pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dengan UU Kepailitan sedapat
mungkin dihindari karena berbagai hal yang kurang menguntungkan terutama bagi debitur
dan kreditur. Berbagai pihak baik debitur, kreditur, dan pemerintah juga lebih memilih
penyelesaian di luar pengadilan. Karena bagi debitur terdapat beberapa faktor yang merugikan
jika proses penyelesaian di dalam pengadilan seperti kendali penyelesaian restrukturisasi
dipegang oleb pengadilan dan kreditur; hak pemegang saham beralih; pengajuan permohonan
kepailitan akan merusak reputasi, usaba, dan prospek di masa depan; ketidakpastian waktu
penyelesaian; dan kemungkinan likuidasi.
Pihak kreditur juga lebih menyukai penyelesaian di luar pengadilan karena jika pihak
debitur diberi keleluasan untuk memperbaiki aspek operasional dan keuangannya maka
kreditur sendiri yang pada akhirnya alcan mendapatkan keuntungan atau manfaat
dibandingkan alternatif penyelesaìan di dalam pengadilan. Kemudian pemerintah walaupun
menyediakan sarana hukum berupa UU Kepailitan, selalu berupaya menyediakan alternatif
lain berupa penyelesaian masalah hutang-piutang ini di luar pengadilan dengan membentuk
beberapa institusi yaitu INDRA, Prakarsa Jakarta, BPPN, dan membuat ketentuan baru yang
mendukung baik perubahan maupun penyempurnaan peraturan yang ada.
Berdasarkan hasil analisis karya akhir ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa
perusahaan sebaiknya menyelesaikan proses restrukturisasi hutang di luar pengadilan dan
melakukan sendiri proses restrukturisasi hutang tersebut dengan dibantu lembaga konsultan
yang telah berpengalaman dalarn melaksanakan proses tersebut. Metode restrukturisasi
hutang yang paling mungkin untuk dilaksanakan dan paling menguntungkan berbagai pihak
dalam penyelesaian masalah hutangnya adalah memilih metode yang mengkombìnasikan
alternatif dalam kelompok Composition (creditors agree to take less) yang mengurangi jumlah
kewajiban baik bunga rnaupun pokok pinjaman dan digabung atau dikombinasikan dengan
pilihan alternatif dalam kelompok Extension (pay later) yang akan memperpanjang jangka
waktu pengembalian hutang.
Hasil analisis tersebut di atas berdasarkan karakteristik, kondisi internal, dan kondisi
ektemal perusahaan dimana faktor-faktor itu menjadi faktor penentu dan proses pengambilan
keputusan pemilihan alternatif restrukturisasi hutang tersebut. Setelah melakukan evaluasi
proses restrukturisasi hutang yang telah dilakukan oleh PT. Astra International Tbk dan
membandingkan proses tersebut dengan berbagai alternatif yang ada disertai prinsip, langkah,
dan tahapan yang perlu dilalui maka dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan masalah
hutangnya perusahaan telah menganut langkah-langkah yang telah berlaku umum dan teruji di
tingkat internasional dalam proses restrukturisasi hutang.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T4731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>