Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Tritunggariani
Abstrak :
Ketidaksesuaian penggunaan obat merupakan masalah yang sering dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer (Puskesmas). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita ISPA bukan pneumonia mendapatkan antibiotika yang seharusnya tidak perlu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai penggunaan obat pada pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan di Kota Bekasi tahun 2001 dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidaksesuaian pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan Kota Bekasi tahun 2001 dengan buku pedoman pengobatan. Penelitian ini dikerjakan dengan cara potong lintang di lima puskesmas perawatan, yaitu Puskesmas Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, dan Bantar Gebang I. Variabel independen terbagi menjadi tiga kelompok faktor yaitu predisposing (pendidikan, pelatihan, pengetahuan, sikap, lamanya melaksanakan tugas), enabling (ketersediaan obat dan ketersediaan serta pemanfaatan buku pedoman), reinforcing (supervisi dan monitoring). Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA bukan Pneumonia dengan buku pedoman pengobatan adalah 70 % dan terdapat 25 jenis obat yang diantaranya merupakan obat "brand name". Hasil analisis bivariat menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara faktor predisposing (pengetahuan dengan p = 0,000 dan sikap dengan p = 0,000), reinforcing (supervise dengan p = 0,001 dan monitoring dengan p = 0,005). Dengan melihat tingginya proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat dan banyaknya jenis obat.yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan tersebur merupakan masalah yang harus ditangani secara proporsional. Untuk itu disarankan kepada pejabat berwenang di Dinas Kesehatan Kota agar melakukan pengaturan kembali terhadap obat-obat yang digunakan di puskesmas dan meningkatkan kesesuaian penggunaan obat dengan buku pedoman pengobatan. khususnya pada ISM bukan pneumonia. Disamping itu untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah subyek yang dileliti. Daftar bacaan: 22 (1982 - 2000)
Inappropriate use of drug is the problem often meets in primary health center (Puskesmas). Some research showed that most of all patients with ARI non-pneumonia receive unnecessary drug such as antibiotic. The aim of this research was to know profile about use of drugs of treatment ARI non-pneumonia in primary health center plus of Bekasi in 2001. Beside that the purpose of research is to know the factors related to inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline in primary health center plus of Bekasi in 2001. The method of this research is cross sectional in five primary health center plus. It is Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, and Bantar Gebang I. Independent variables were divided into three categories. It is predisposing factors (education, training, knowledge, attitude, and working time), enabling (stock of drugs and use of treatment guideline), and reinforcing (supervision and monitoring). Dependent variable was the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline. The result of this research showed that inappropriate use of drugs of treatment ART non-pneumonia with treatment guideline proportion is 70 % and several of drug is 25 items, it is any drugs with brand name. Among independent variables tested, only 4 variables have significant relationship to the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline. Those variables were predisposing factors (knowledge with p = 0,000; attitude with p = 0,000) and reinforcing factors (supervision with p = 0,001 and monitoring with p = 0,005). Based on the result of this research such as the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline and various drug item, we can conclusion that it condition is a problem must do with proportional. It was suggested that the district official government to regulate use of drug in primary health center facilities (Puskesmas) and provide appropriate use of drugs with treatment guideline especially treatment ARI non-pneumonia. It was also recommended to the next researcher to add independent variables. References: 22 (1982-2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit yang sering diderita oleh anak berusia dibawah 5 tahun. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan OMA. Baik OMA maupun ISPA merupakan penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, namun hingga saat ini masih sedikit data yang tersedia untuk kedua penyakit ini, terutama OMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan ISPA dan faktor sosioekonomi di Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional. Data berasal dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik 125 balita dari kelurahan Cawang dan Cipinang-Melayu Jakarta Timur yang diambil pada Mei 2012 dan dianalisis menggunakan uji chi square. Prevalensi OMA lebih tinggi pada anak yang berjenis kelamin laki-laki, memiliki ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan keluarga yang lebih rendah, dan tinggal di kawasan pemukiman padat. Uji chi-square menunjukkan ada hubungan bermakna antara ISPA dengan OMA (p<0.05). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian lain yang dilakukan di negara lain dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga berguna untuk mengetahui gambaran OMA pada masyarakat dengan faktor sosioekonomi yang berbeda., Acute otitis media (AOM) is a common disease for infant under the age of five. Upper respiratory tract infection (URTI) is one of the most common risk factor which known to cause AOM. Both AOM and URTI have high prevalence in Indonesia, yet the data available for these disease is minimal. This study was aimed to assess the prevalence of AOM and its associaton with URTI and other socioeconomic factor in East Jakarta. This study used cross-sectional design. Data was obtained from anamnesis and physical examination done to 125 infant from kelurahan Cawang and Cipinang-Melayu East Jakarta which was obtained on May 2012 and analyzed using chi-square test. AOM has higher prevalence in male infant, infant with mother who has lower education level, lower income family, and live in densely populated neighborhood. Chi-square test shows significant association between URTI and AOM (p<0.05). These results is consistent with other studies done in other countries and may be used as reference for future research. These results also useful for knowing the general picture of AOM in general population with variable socioeconomic factors.]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Markus
Abstrak :
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan menjadi penyakit dengan pengidap terbesar kedua di Indonesia. Infeksi bakteri TB diawali dengan infeksi jaringan paru-paru akibat kemampuan bakteri yang dapat menyebar melalui udara. Bakteri TB dapat menginfeksi jaringan lain seperti pada tulang belakang. Penangangan penyakit TB saat ini dilakukan dengan mengonsuksi obat anti tuberculosis (OAT), yang terdiri dari Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hidroklorida (ETH), dan Pirazinamid (PZA), yang setidaknya dilakukan selama 4-6 bulan untuk TB Paru-paru dan 9-18 bulan untuk TB Tulang belakang. Pengobatan metode tradisional dengan oral dan operasi ini memiliki tantangan dengan waktu shelf life OAT yang rendah dan juga kepatuhan pasien TB untuk proses pengobatan. Pada penelitian ini bertujuan untuk menguji profil rilis obat dalam matriks berbahan dasar polimer Polivinil Alkohol (PVA), Pektin, Kitosan dan Asam Polilaktik-Glikolik untuk mengenkapsulasi OAT. Profil rilis dari matriks tanpa pelapisan PLGA dan dengan pelapisan dip coating PLGA dibandingkan untuk dilihat profil rilis OAT yang optimal. Pengujian matriks yang dilakukan adalah uji pelepasan secara in vitro, uji SEM dan uji FTIR, dan uji swelling ratio. Hasil morfologi SEM menunjukkan pengaruh konsentrasi polimer yang semakin tinggi akan menghasilkan pori-pori yang lebih kecil, namun pelapisan dengan PLGA menghasilkan pori-pori yang lebih besar diakibatkan dari karakteristik yang kurang baik dari PLGA 5050. Spektra FTIR menunjukkan adanya interaksi antara gugus-gugus PLGA dengan matriks, yang menunjukkan adanya kehadiran coating pada sampel yang diujikan. Profil pelepasan OAT menunjukkan adanya pengurangan jumlah OAT yang dilepaskan matriks dengan penambahan konsentrasi Pektin dan Kitosan, dengan obat Rifampicin tidak mengalami burst release dibandingkan ketiga obat lainnya. Didukung dari hasil uji FTIR, pelapisan matriks dengan PLGA menunjukkan perlambatan pelepasan OAT yang lebih signifikan dibandingkan dengan penambahan konsentrasi polimer, mencapai nilai rata-rata penurunan 34% pada 16 sampel.
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis bacteria and become second most threatening disease in Indonesia. Infection first began with lung being infected because the bacteria can spread through air. The bacteria can infect other tissues such as spinal bones. Traditional treatment of this disease is done with consuming anti tubercular drugs (ATD) including Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hydrochloride (ETH) and Pirazinamide (PZA), that took at least 4-6 months for lung tuberculosis and 9-18 months for spinal tuberculosis. Oral drugs treatments are faced with challenges such as short shelf life of ATD and low compliance of the patients to follow all treatments. This research aims to test the release profile of ATD in matrices based on biopolymer such as Polyvinyl Alcohol (PVA), Pectin, Chitosan, and Polylactic-glycolic Acid (PLGA) to encapsulate ATD. The release profile of matrix without PLGA coating and matrix with PLGA coating through dip coating method are compared to evaluate which one is more optimal. Matrices is tested using in vitro release, SEM and FTIR, and swelling ratio test. Morphology results from SEM shown the effects of higher polymer concentration resulting smaller pores in matrices but, by adding PLGA coating, the pores are bigger caused by the poor characteristics of PLGA 5050. FTIR spectra results shown interaction between chemical groups in PLGA and matrices, indicating for the presence of PLGA coating in the samples. In vitro release test shown a decrease of ATD release from matrices with increasing Chitosan and Pectin concentration, with only Rifampicin does not undergo burst release compare to other drugs. From FTIR results, coating matrices with PLGA indicating more significant retardation of drug release than higher polymer concentration, reaching average slower rate by 34% in sixteen samples.
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library