Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 340 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Kurniati
Abstrak :
Particulate matter merupakan salah satu kontaminan udara yang dihasilkan oleh industri semen. Pajanan jangka panjang ataupun jangka pendek PM2,5 mengakibatkan efek kesehatan, salah satunya gangguan fungsi pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konsentrasi pajanan personal PM2,5 dan efek akut pernapasan subyektif pada pekerja patrol bagian produksi di industri semen PT X, tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif . Pengukuran konsentrasi PM2,5 menggunakan Leland Legacy Pump dan Sioutas Cascade Impactor selama 8 jam kerja pada patroler area reklamer, raw mill, firing, finish mill, dan packhouse. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi pajanan personal PM2,5 pada patroler industri semen PT X adalah 1495,651 µg/m3 dan konsentrasi pajanan PM2,5 tertinggi terdapat pada area packhouse. Seluruh patroler mengalami efek akut pernapasan subyektif, dengan keluhan tertinggi sakit tenggorokan dan bersin (64,7%).
Particulate matter is one of the air contaminant produced by cement industry. Health effect that caused by long term or short term of PM2,5 exposure lead to respiratory diseases. This study purposes to describe personal exposure concentrations of particulate matter (PM2,5) and percentage subjective acute respiratory effects on production patrol workers at PT X cement industry 2016. This research is a quantitative descriptive study by measuring the concentration of PM2,5 using personal sampling equipment such as Leland Legacy Pump and Sioutas Cascade Impactor during work hours on patrol reklamer, raw mill, firing, finish mill, and pack house work area. The result shown that the average personal exposure concentration of PM2,5 on patrol workers in PT X cement industry amounted to 1495,651 µg/m3 with the highest area of exposure in the pack house work area. All of patrol workers experienced the subjective acute respiratory effects with the highest effect are sore throat and sneezing (64,7%).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Menaldi Rasmin
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0235
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Husmiati
Abstrak :
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan global terutama di negara berkembang. Di Indonesia angka kesakitan ISPA menempati urutan pertama. Demikian pula pada jemaah haji Indonesia. selama menjalani ibadah haji di Arab Saudi. Berdasarkan hasil laporan pelayanan kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi, proporsi kunjungan kesakitan ISPA mencapai 51.18% (tahun 2000) dan 59.37 % (tahun 2001) yang, merupakan angka kunjungan kesakitan tertinggi dibandingkan penyakit lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh makanan tambahan ganggang biru hijau (Food Suplemen Spirulina) terhadap kejadian kesakitan ISPA pada jemaah haji kelompok terbang (kloter) 54 - JKG DKI Jakarta selama pelaksanaan haji di Arab Saudi tahun 2002. Desain penelitian adalah randomized controlled trial double blind dengan penentuan kelompok penelitian (perlakuan dan kontrol) dilakukan secara acak berstrata dari 250 responden terpilih. Jumlah sampel diperoleh dari 430 orang calon responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel yang dapat dianalisis sebanyak 189 responden (96.43% dari sampel minimal = 196) dengan rincian kelompok perlakuan 94 orang dan kelompok kontrol 95 orang, kekuatan (power) penelitian 86.8%. Hasil analisis randomisasi menunjukkan kelompok perlakuan sebanding (komparabilitas) dengan kelompok kontrol. Berdasarkan keseluruhan proses analisis, dari enam variabel yang diduga kemungkinan mempengaruhi tindakan perlakuan dan kejadian ISPA hanya variabel vitamin yang memberi efek terhadap Spirulina dengan hasil uji homogenitas diperoleh nilai p < 0.001. Dan berdasarkan hasil analisis akhir diperoleh bahwa apabila seorang jemaah haji kloter 54 - JKG DKI Jakarta tidak mengkonsumsi Spirulina dan vitamin selama melaksanakan ibadah haji mempunyai risiko untuk menderita ISPA sebesar dua kali dibandingkan mereka yang mengkonsumsi keduanya. Apabila jemaah haji mengkonsumsi vitamin saja, maka akan mempunyai risiko untuk menderita ISPA sebesar tiga perlima kali (RR F 0.61, 95% CI = 0.26 - 1.43) atau akan memperoleh perlindungan sebesar satu setengah kali dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi keduanya. Sedangkan apabila jemaah haji hanya mengkonsumsi Spirulina saja, maka akan mempunyai risiko menderita ISPA sebesar setengah kali (RR = 0.51, 95% CI = 0.35 - 0.75) atau akan memperoleh perlindungan sebesar dua kali untuk tidak menderita ISPA dibandingkan dengan mereka yang tidak mengkonsumsi Spiru/ina dan vitamin. Tetapi bila seorang jemaah haji kloter 54 - JKG DKI Jakarta mengkonsumsi Spirulina dan vitamin ternyata mempunyai risiko tiga perlima kali untuk menderita ISPA dibanding mereka yang tidak mengkonsumsi keduanya atau hampir tidak berbeda dengan apabila jemaah haji hanya mengkonsumsi vitamin saja, namun tidak berpengaruh bermakna karena nilai rentang RR dengan 95% confiden interval melampui nilai 0 (RR = 0.56, dengan 95% CI = 0.28 -1,12). Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara mengkonsumsi makanan tambahan ganggang biru hijau (food suplemen Spirulina) terhadap kejadian kesakitan 1SPA. Untuk menunjang program upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap haji Indonesia di tanah air dan di Arab Saudi, maka makanan tambahan Spirulina dapat diberikan kepada calon jemaah haji dengan karakteristik yang sama dengan kloter 54 - JKG DKI Jakarta atau jemaah haji Indonesia lainnya secara hati-hati. Spirulina yang diberikan kepada jemaah haji kloter 54 - JKG DKI Jakarta merupakan makanan tambahan yang tinggi protein dan mengandung komponen lain yang sesuai dengan kebutuhan gizi jemaah haji dalam mengimbangi kondisi lingkungan Arab Saudi yang tidak bersahabat dengan mobilitas dan aktifitas ibadah yang tinggi dalam waktu yang terbatas. Disamping itu, masih perlu dilakukan penelitian yang lebih representatif dan luas untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tunggal dan efek samping pemberian Spirulina tidak hanya pada jemaah haji, tetapi juga terhadap masyarakat luas.
The effect of Food Supplement Spirulina on the phenomenon of Acute Respiratory Infection to the Haj Pilgrimage of Flight Group 54 -JKG of Jakarta of the year 2002Acute Respiratory Tract Infection (ARI) has been a global health problem particularly in developing countries. In Indonesia ARI takes the first sequence of illness. So as for the Indonesian haj collective pilgrimage during their haj ritual performance in Saudi Arabia, the proportion of ARI illness visit reached rate, 51.18 % (in 2000) and .59.37 % (in 2001) which formed the highest illness visit compared to other illness. This research was done to find out the effect of Food Supplement Spirulina to the ARI illness of the haj pilgrimage of flight group 54 - JKG of Jakarta during the haj pilgrim operational in Saudi Arabia in the year 2002. Research group determination (treatment and control) were taken randomly level from 250 persons out of 430 persons of prospective respondent. The number of samples which could be analyzed were 189 respondents (96.43 % of the minimum sample = 196) as specified that the treated group were 94 persons and controlled group were 95 persons, the research power was 86.8 %. The result of randomized analysis indicated the treated group was comparable with controlled group. Based on the whole analysis process of the six variables that were suspected had the probable influenced the treatment and AR.1 event only the vitamin variable which caused effect to Spirulina with homogeneity test the value p < 0.001. And based on the final research analysis it was obtained that if a haj pilgrimage of flight group 54 - JKG of Jakarta has not consumed Spirulina and vitamin during his ha ritual performance would have the risk of suffering from ARI two times compared to those who have consumed both Spirulina and vitamin. If the haj pilgrimage consumed only vitamin, there was the probability of risk of suffering from ARI to the rate of three upon five (3I5) times (RR = 0.61, 95% CI = 0.26 - 1.43) or would gain one and half times protection compared to those who have not consumed both Spirulina and vitamin. Whereas if a haj pilgrimage has consumed only Spirulina, would have the probable risk of suffering from ARI a half time (RR = 0.51, 95% CI = 0.35 - 0.75) or would gain two times protection of not suffering from ARI compared to those who have not consumed Spirulina and vitamin. But if a haj pilgrimage of flight group 54 - JKG of half time (RR - 0.51, 95% CI = 0.35 - 0.75) or would gain two times protection of not suffering from ARI compared to those who have not consumed Spirulina and vitamin. But if a haj pilgrimage of flight group 54 - JIG of Jakarta has consumed Spirulina and vitamin apparently had the risk of three upon five (315) times of suffering from ARI compared to those who have not consumed both Spirulina and vitamin or almost not different from if the haj pilgrimage has consumed only vitamin, yet has not have senseful influence because of the stretching value RR with 95% confidence interval exceed the value 0 (RR = 0,56, by 95% CI = 0.28 - 1.12). Therefore based on the result of this research it could be concluded that there is a significant effect between consuming the food supplement Spirulina upon the ARI illness. In supporting the establishment program in the effort of improving the Indonesian haj health service in Indonesia and Saudi Arabia, the food supplement Spirulina is regarded to be reasonable to be carefully given to the prospective haj pilgrimage with the similar characteristic to the haj pilgrimage of flight group 54 - JKG of Jakarta or other Indonesian haj pilgrimage. Spirulina which was given to the haj pilgrimage flight group 54 - JKG of Jakarta is a food supplement with high protein and contains other components, which is suitable for the body nutrient in matching with the unpleasant environment condition of Saudi Arabia with mobility and heavy activities of ha ritual performance in the very limited time. Beside representative and extensive research is necessary to be operated to realize how great is the single influence and the side effect of supplying the Spirulina not only to the haj pilgrimage, but also to the public.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T2744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Martriandra
Abstrak :
Proses pelaksanaan supervisi program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau P2 ISPA yang dilaksanakan mempunyai arti sangat penting terutama dalam pelaksanaan pelayanan P2ISPA di Puskesmas. Dalam pelaksanaan kegiatan supervisi pelaksanaan program P2ISPA tingkat Puskesmas di Kabupaten Ogan Komering Ilir terlihat tren yang terus menurun dari tahun ketahun yang memberikan dampak menurunnya cakupan program P2ISPA. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan kualitatif untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan supervisi dan memperoleh informasi lebih jauh tentang hal-hal yang melatarbelakangi pelaksanaan supervisi program P2ISPA di puskesmas Kutaraya dan puskesmas Indralaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Penelitian ini diharapkan akan dapat memeberikan pemahaman yang lebih mendalam mengingat masih kurangnya data maupun informasi tentang penelitian proses pelaksanaan supervisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa. Secara umum proses pelaksanaan supervisi , (sejak mulai dari perencanaan ,jadwal supervisi,frekuensi kegiatan, maupun dalam pelaksanaannya berupa pengamatan, pembinaan maupun pembimbingan serta pemecahan masalah, sisi pencatatan dan pelaporan kegiatan ;reed back) kenyataannya belum memenuhi harapan. Kesimpulan dari penelitian ini dapat dikemukakan bahwa belum baiknya kegiatan proses pelaksanaan supervisi program P2 ISPA yang dilaksanakan di puskesmas Kutaraya dan puskesmas Indralaya, dilatarbelakangi oleh kemampuan manajemen.yang belum baik, upaya perbaikan yang berkesinambungan melalui pendekatan Qualitiy Improvement tidak dilembagakan serta pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang intensitasnya masih rendah dalam pelaksanaan program P2ISPA dilapangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan serta kesimpulan yang dapat diambil, dapat diberikan saran kepada atasan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk melakukan upaya pelatihan bagi pimpinan puskesmas dan petugas puskesmas dalam rangka penguatan kegiatan supervisi. Dengan memanfaatkan peluang otonomi daerah, hal lain yang teramat penting adalah pengadaan sarana maupun dana dalam pelaksanaan supervisi program P2ISPA melalui advocacy kepada Pemerintah Daerah Kabupaten maupun DPR sebagai upaya kesinambungan melalui pendekatan Quality Improvement. Bagi puskesmas sendiri, diperlukan inisiatif untuk memberdayakati seluruh petugasnya melalui pelatihan dan pembinaan tingkat puskesmas pada setiap kesempatan pertemuan puskesmas.
Process Analysis of Supervision on Eradication Acute Respiratory Tract Infection (ARI) Program at 2 Community Health Centers, Kutaraya and Indralaya Ogan Komering Regency 2001.Background: The aim of this study is to know and to get further information about the process of supervision. Supervision is very important to improve the performance of eradicataion Acute Respiratory tract Infection ( ARI ) program at the community Health Centers in Ogan Komering Ilir regency, South Sumatera. Eradication ARI program in this regency, still faces problems, i.e. low target/ coverage, and high underfive morbidity and mortality, and the ongoing evaluation tends to decline within the last three years. Methods: This study wa a qualitative using indepth interview and observation The location of this study was decided through 2 subdistrict Health Centers, at Kutarya and Indralaya. The subjects were health workers who conduct and responsible to the eradication of ARI Result : Results showed that the proces of planning, scheduling, guiding! problem solving, recording/reporting and feed back activity conducted by the health workers are still the main problem. There are lack of leadership, on the job training, and teamwork problem solving at those 2 Subdistrict Health Center. This study also indicates that supervision was one of the most effective effort to improve the perfonnance of eradication of ARI program at the community health centers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manondang
Abstrak :
Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Dampak langsung dari pencemaran udara, terutama yang berasal dari kualitas udara ambien akan menyebabkan penyakit gangguan saluran pernapasan. Contohmya kasus yang ada di kecamatan Muara Badak, kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap penyakit saluran pernapasan pada masyarakat usia dewasa di kecamatan Muara Badak. Dilakukan survey dengan pendekatan cross-sectional di sekitar ke 3 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien, dilakukan pula pengambilan sampel secara acak dan proporsional sebanyak 120 responder.

Hasil penelitian menunjukkan kadar partikulat di lokasi penelitian adalah antara 133 µg/m³--415 µg/m3. Sedangkan batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup adalah 260 µg/m³. Secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara kadar partikulat dan faktor lama tinggal dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Akan tetapi faktor-faktor jenis pekerjaan, masa kerja, merokok, dan kondisi lingkungan hunian (kepadatan hunian, ventilasi, dan bahan bakar masak) secara statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit saluran pernapasan.
The decreasing of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such as decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community.

The direct impact of air pollution, especially which is from dust particles in the ambient air quality will cause the incidence of respiratory diseases. The example was the case in Muara Badak districts, Kutai, East Kalimantan.

The objective of this research is to determine the factors that have contribution to incidence of respiratory diseases among the old people in Muara Badak.

By conducting surveys and using a cross sectional approach, from the three air sampling sites, 120 respondents were chooser randomly and proportionally.

The Result of this research showed the concentration of dust particles was 133 µg/m3 -- 415 µg/m³. The degree of the states Minister Of The Environment is 260 µg/m3. Statistically it is obtained a significant relationship between the concentration of dust particles and the period time of living with the incidence of respiaratory diseases.

Another result of this research showed statistically that there's no significant relationship between type of work, time of work, smoking habit, the condition of the houses (overcrowded homes, ventilation, and use of cooking fuel) with the incidence of respiratory diseases.
2000
T4561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Mutika
Abstrak :
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi dan balita. Di Indonesia proporsi kematian bayi dan balita oleh ISPA terutama pnemonia masih sangat besar yaitu 38,1% dan 38,8%, sekitar 150.000 balita meninggal oleh pnemonia pertahun. Upaya menurunkan kematian karena ISPA dilakukan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan kasus ISPA secara benar dan tepat waktu. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia diharapkan memiliki kemampuan manajemen yang baik, sehingga berbagai masalah kesehatan dalam wilayah kerjanya dapat diatasi secara paripuma mandiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi tentang sistem manajemen puskesmas yang berkaitan dengan cakupan Program P2 ISPA di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2000. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan unit analisis adalah puskesmas. Sampel adalah total populasi yaitu 40 puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin. Variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel independen yaitu input yang terdiri dari tenaga pelaksanan program, buku pedoman, Standard Operating Procedure (SOP), Sarana dan Prasarana serta dana dan process terdiri dari Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP), Mini Lokakarya, Supervisi dan Bimbingan teknik serta Pencatatan dan Pelaporan. Sedangkan variabel dependen adalah cakupan Program P2 ISPA. Dengan uji statistik Chi-Square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara variabel Buku Pedoman, SOP, Sarana dan Prasarana, PTP, MinIok, serta Supervisi dan Bimbingan Teknis dengan cakupan Program P2 ISPA. Secara keseluruhan input dan process mempunyai hubungan yang bermakna dengan cakupan Program P2 ISPA. Selanjumya uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang memberikan pengaruh yang paling besar terhadap cakupan Program P2 ISPA adalah SOP serta Supervisi dan Bimbingan Teknis. Disarankan agar Petugas pelaksana Program P2 ISPA di Puskesmas bekerja dengan menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin harus melaksanakan supervisi Program P2 1SPA secara terjadwal dan adekuat. ......In a number of developing countries, acute respiratory infection (ISPA) is still the first cause of death of infants and toddlers. In Indonesia the death proportion of infants and toddlers caused by ISPA and pneumonia in particular is large, about 38.1% and 38.8% or approximately 150,000 infants die annually due to pneumonia. Efforts to lower the death rate caused by ISPA have been taken by means of improving health treatment and the treatment of ISPA cases properly and in timely manner. Puskesmas (community health center) as spearhead of health service in Indonesia is expected to have good management so that it can solve and overcome various health issues within its work completely and area autonomously. This study was aimed at obtaining information on the management system of puskesmas relating to the scope of P2 ISPA program in Musi Banyasin district in 2000. This study employed a cross sectional research design with quantitative descriptive analysis. Puskesmas was the unit of analysis. The sample consisted of total population of 40 puskesmas in Musi Banyuasin district. The study variables were of two types. The first was independent variable consisting of program executor, guideline book, Standar Operating Procedure (SOP), facilities and infrastructure and processes (puskesmas-level planning, mini workshop, supervision, technical guidance and recording as well as reporting. While the dependent variable consisted of scope of P2 ISPA Program. By employing Chi-Square statistic test, it was revealed that there was a significant correlation between guideline book, Standar Operating Procedure (SOP), facilities, infrastructure, puskesmas-level planning, mini workshop, supervision and technical guidance and scope of P2 ISPA Program. Throughly the input and process have a significant correlation with scope of P2 ISPA Program .In addition the logistic regression test also indicated that the most affecting variables on the scope of P2 ISPA Program were SOP, supervision and technical guidance. A recommendation is made for program executor of P2 ISPA Program in puskesmas work by using Standar Operating Procedure (SOP) and Health Departement in Musi Banyuasin district have to implement the supervision and technical guidance scheduledly and adequatly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven L. Simaela
Abstrak :
Pesatnya pembangunan dibidang industri, selain memberikan peningkatan taraf hidup masyarakat akan tetapi disisi lain akan menimbulkan dampak yang tidak diharapkan sebagai akibat dari kegiatan industri itu sendiri. Hal ini terlihat pada industri penambangan batu, dimana debu yang dihasilkan akibat proses produksi dapat menggangu kesehatan terutama sistim pernapasan pekerja. Hasil penelitian (Castello,1980) pada 20 perusahan pemecah batu di Amerika menunjukkan 30% pekerja yang diteliti mengalami gangguan fungsi paru.

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional, dengan jumlah sampel sebesar 62 perkerja yang diambil dari bagian produksi perusahaan pemecah batu sesuai kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Dari hasil penelitian yang diketahui pekerja mengalami penurunan kapasitas maksimal paru 74,2% yang terdiri dari gangguan obstruksi adalah yang terbanyak yaitu 40%, gangguan retriksi 24,2% dan gangguan yang bersifat campuran (obstruksi dan retriksi) sebesar 9,7%. Umur pekerja rata-rata adalah 36,2 tahun dengan lama kerja rata-rata 8,7 tahun, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri yang baik( baru mencapai 51,6% sedangkan kebiasaan merokok pada pekerja mencapai angka yang cukup tinggi yaitu 79%. Pekerja yang terpajan debu melebihi nilai ambang Batas sebesar 66%, dan didapatkan pekerja yang pernah atau sedang inengalami gangguan penyakit pare obstrutif kronis sebesar 22,6%.

Dari hasil uji regresi logistik didapatkan nilai OR untuk umur pekerja adalah 0,0858, 95%CI (0,0089-0,8306), dan nilai p = 0,0340, kadar debu nilai OR = 0,2133, 95% CI (0,0452-1,0058) dengan nilai p = 0,0509 dan lama kerja nilai OR = 0,1512, 95% CI (0,0317-0,7724) dengan nilai p = 0,0179.

Kesimpulan yang didapat adalah faktor umur, kadar debu dan lama kerja mempunyai hubungan secara statistik maupun substantif dengan kapasitas maksimal paru pekerja perusahaan pemecah batu di daerah Bogor Jawa Barat.

Selanjutnya dapat disarankan upaya memberlakukan inutasi atau rotasi kerja pada pekerja, pemeriksaan berkala terutama fungsi paru serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan maupun peralatan perlindungan sesuai dengan kebutuhan pekerja.
Daftar bacaan : 35 (1962-1999)
Factors Associate with Maximum Capacity of Lung Among Stone Breaker Labors PT. P in Bogor Area, West Java in The Year 2000

The impacts of industrial development are increasing the community income and also unexpected impact such as dust pollution from stone mining industry that produce health disadvantages especially respiratory system among labors. 30 % labors got lungs problem at 20 stone breaker companies in USA. ( Castello, 1980).

This study used cross sectional design with 62 samples from producing department stone breaker company's labors. As a result, 74.2 % labor got decreasing in maximum capacity of lungs with 40 % obstruction, 24.2 % restriction and 9.7 % combination. Age average is 36.2 years old, average 8.7 years working experience, wearing self protector device properly is 51.6 %, smoking habit is 79 %. Dust contact above standard is 66 % and chronic obstructive among labors is 22.6 %.

With Iogistic regression, OR value for age of labors = 0.0858, 95% CI (0.0089 - 0.8306), and p value = 0.0340, respirable dust OR value = 0,2133, 95% CI (0,0452 - 1,0058) and p value = 0.0509, working experience OR value = 0.1512, 95% CI (0.0317 - 0.7224) and p value = 0.0179.

If can be concluded that age, working experience and dust value factor have associate with maximum capacity of lungs among labors in stone breaker company in Bogor area, west Java,

Working mutation and rotation among labor, periodically lung function examination, providing health care facility and self protection device are suggested.
References : 35 (1962-1999).
Universitas Indonesia, 2000
T7272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Pramono
Abstrak :
Buruknya udara Jakarta terutama karena transportasi, diikuti industri, pemukiman dan sampah. Adanya bahan pencemar yang selalu di buang ke udara akan mempengaruhi kualitas udara di DKI Jakarta dan unsur pengelolaan lingkungan, maka di butuhkan data secara terus menerus. Gambaran jumlah kasus penyakit di Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat pada tahun 2001 adalah 7.020 kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara kualitas udara ambien, faktor meteorologi dengan kejadian penyakit ISPA selama 9 bulan mulai bulan September 2001 sampai dengan bulan Mei 2002 di wilayah Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (Cross Sectional). Data kualitas udara ambien dan faktor meteorologi kejadian ISPA harian dikelompokkan dalam 5 harian, selama 9 bulan mulai bulan September 2001 sampai dengan bulan Mei 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata 27,63°C, kelembaban relatif rata-rata 81,9%, arah angin rata-rata 185,77°, kecepatan anginn rata-rata 1,35 mis, PMso rata-rata 71,52ug/m3, SO2 rata-rata 26,72 pgfm3 , CO rata-rata 1,62 ug/m3 , 03 rata-rata 41,74 ug/m3 , NO2 rata-rata 42,26 ug/m3 dan jumlah kasus ISPA rata-rata 180,34. Dan uji korelasi di ketahui adanya hubungan antara suhu udara dengan S02, 03 dan NO2, , kelembaban relatif dengan 03, kesehatan angin dengan PM 10 dan CO, arah angin dengan PM14, 502, CO, 03, dan NO2, SO2 dengan ISPA, dan 03 dengan ISPA. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa jumlah kasus ISPA tidak berhubungan dengan suhu udara dan kelembaban relatif, tetapi berhubungan dengan 502 dan 03. Di sarankan agar instansi-instansi yang terkait dengan program pengendalian pencemaran udara hendaknya mengadakan kerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk mengadakan lebih banyak penelitian tentang kualitas udara dan dampaknya terhadap kesehatan dengan memanfaatkan data kualitas udara atau data ISPA yang telah ada. ......Ambient Air Quality Analysis and Meteorological Factor on Infection Respiratory Acute Incidence at Kembangan Sub district Health Centre, West Jakarta, September 2001 - Mei 2002.The bad air quality in Jakarta is caused by transportation, industry, residential and garbage. Pollutant that is always throw away to the air will to influence air quality in Jakarta and environmental management, so we need a continuity data. As an illustration, the number of Infection Respiratory Acute case in Kembangan Sub Districts Health Centre, West Jakarta in 2001 are 7.020 case. The purpose of this study is to know the association between ambient air quality, meteorology factor with Infection Respiratory Acute incidence for 9 months, since September 2001 until May 2002 in Kembangan Sub district Health Centre, West Jakarta. The design of tens study is Cross Sectional. Ambient air quality data, meteorological factor and Infection Respiratory Acute incidence will be grouped in 5 days, for 9 months since September 2001 until May 2002. The result of the study shows that the mean temperature is 27,63 °C, relative humidity 81,97 %, wind direction 185,77°, a wind velocity 1,35 m/s, PM10 71,52 ug/m3, SO2 26,72 ug/m3, CO 1,62 mglm3, 03 41,74 µg/m', NO2 42,26 ug/m3 and infection Respiratory Acute case is 180,34. Correlation analysis shows a correlation between temperature and S02, 03 and NO2, relative humidity with 03, wind velocity with PKo and CO, wind direction with PMto, SO2, CO, 03 and NO2, SO2 with Infection Respiratory Infection, and 03 with Infection Respiratory Acute. The conclusion of this study is the number of Infection Respiratory Acute case is not associated to temperature and relative humidity, but is associated with SO2 and 03. Recommendation for the institutions that is related to air pollution control program is to work together with health service to do more research to air quality and the health impact by using air quality data on Infection Respiratory Acute data, that is already collected.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 5826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Ario Seno
Abstrak :
Partikel debu lingkungan kerja yang berukuran 0,1 - 10 p.m dapat membahayakan kesehatan, karena partikel ini di udara yang relatif lama dan akan terhirup oleh pekerja melalui saluran pernafasan, yang pada akhirnya akan menimbulkan penyakit saluran pernafasan. Adakah hubungan pajanan kadar debu inhalabel lingkungan kerja dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan, dan adakah hubungan antara variabel pengganggu dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan di bagian produksi Indarung V PT Semen Padang. Ruang Lingkup penelitian ini adalah pajanan debu inhalabel dan timbulnya gejala penyakit saluran pemafasan pekerja di bagian produksi Indarung V PT Semen Padang. Rancangan Penelitian ini adalah observasional dan dilaksanakan secara cross sectional dan bersifat kuantitatif Lokasi Penelitian di bagian Produksi Indarung V PT. Semen Padang. Kadar debu inhalabel lingkungan kerja yang diambil sebanyak 40 sampel, diukur dengan Personal Dust Sampler, sedangkan besarnya sampel tenaga kerja sebanyak 40 orang. Kadar debu inhalabel lingkungan kerja dalam rentang minimum 1,88 mg/m3, maximum 10,46 mg/m3, rata-rata 4,25 mg/m3, standar deviasi 2,65 mg/m3. Pekerja yang terpajan melebihi nilai ambang batas sebanyak 12.5 %. Timbulnya gejala penyakit saluran pemafasan 32,5 %. Pekerja dengan gejala penyakit saluran pernafasan sebagian besar adalah pada kelompok umur < 30 tahun, pendidikan tamat SD, IMT kurang, masa kerja 10-20 tahun, tidak ikut latihan K3, kebiasaan tidak memakai alat pelindung diri, kebiasaan merokok dengan jenis rokok campuran (kretek dan Putih). Hubungan kadar debu inhalabel menunjukkan ada hubungan dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan. Karakteristik yang berhubungan dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan adalah umur, pendidikan, IMT, masa kerja, pelatihan K3, pemakaian alat pelindung diri, dan yang tidak berhubungan tempat kerja dan kebiasaan merokok. Hasil uji multivariat dengan regresi logistik ditemukan bahwa variabel NAB, APD dan kebiasaan merokok yang berpeluang. untuk timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan. Sedangkan yang berikteraksi adalah variabel NAB dan penggunaan APD. Model Persamaan Regresi Logistik Logit p(x) = - 16.497 - 0.647 * Kelompok Umur - 2.423 * Pendidikan - 2.674 * Status Gizi + 3.261 * Masa Kerja - 1946 * Latihan K3 + 5.117 * Nilai Ambang Batas + 4.859 * Pemakaian APD + 6.755 * Kebiasaan Merokok + 3.462 * APD * NAB. Rekomendasi yang diusulkan pada rekruitment pekerja di bagian produksi minimal berpendidikan SLTA, melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala. Pengenalan lapangan melalui observasi lapangan, latihan-latihan, baik latihan K3 ataupun latihan proses produksi. Perlu ditingkatkan pemantauan, penegakan peraturaan dalam penggunaan APD seperti masker. Pemantauan, pengendalian dan pemeliharaan Electrostatic Precipitator dan Wet Scrubber secara teratur dan berkesinambungan. Sesuai dengan kebijakan direksi, maka perlu dilakukan koordinasi antara K2LH, Rumah Sakit dengan atasan pekerja langsung harus dijalin untuk pembinaan pekerja dalam penggunaan APD. ...... Dust Related Respiratory Symptoms of Workers Employed at PT. Semen Padang Cement suspended particuled dust with size of 0,1 to 10 µm will affects workers' exposed for health of, exposed for a long period of time, will develope respiratory tracts system. Scope of this research is to identify a relationship between workers exposed and symptoms of respiratory. Design of research was observasional and application of Cross sectional study and quantitative technical analysis. The location of this was in the production section of Indarung V PT. Semen Padang with sample size of 40 samples and using Personal Dust Sampler. The consentration of inhalabel dust was ranging from minimum 2,60 mg/m3, to a maximum of 10,46 mg/m3, mean was 5,44 mg/m3, standard deviation 2,24 mg/m3. Result of this research were 12,5 % of the sample exposed more has the threshold limit value. The symptom of respiratory tract were 32,5 % among worker employed of less than are 30 years, senior high school level, normal body mass index and 10-20 years length of services, smoking and not using personal protective equipment. The relationship between the concentration of inhalabel dust and the development of symptoms seems to be attributed by age, education, body mass index, length of services, occupational health and safety training, personal protective equipment, but there is no related with work place and smoking habits. The result of multivariat analysis with Logistic regression showed that three variables such as threshold limit value, personal protective equipment and smoking habits have the probability of induced respiratory tract symptom. Two variables threshold Iimit value and personal protective equipment was more interacts each other in related to the development respiratory tract symptom. Logistic regression model is Logit p(x) = - 16.497 - 0.647 * age group - 2.423 * education - 2.674 * Body Mass Index + 3.261 * length of services - 3.946 * training on safety and health + 5.117 * threshold limit value + 4.859 * using protective devices + 6.755 * smoking habits + 3.462 * threshold limit value * using protective devices. This research suggested that for new employees in the production section of PT Semen Padang should have minimum senior high school, preemployment and periodical medical examination, occupational health and safety training, production processes training, enforcement of personal protective equipment Control tecimologi by using Electrostatic Precipitator and Wet Scrubber to monitor dust emmission and maintenance of its. The clear management policies accountability related to the Occupational safety health and environment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Setiadi
Abstrak :
ISPA merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan yang dapat menyerang secara akut pada bayi dan balita, Profil Provinsi Jawa Barat 2000 ISPA merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (15.24%) pada Balita (23,27%). Di Kabupaten Tasikmalaya Insiden ISPA tahun 1997(31,94%), 1998 (59,65%) dan pada tahun 1999 ( 44,48%). Upaya penanggulangan ISPA salah satunya adalah penemuan dan penatalaksanaan penderita ISPA oleh petugas, dalam hal ini adalah bidan di desa, karena bidan di desa sudah terdistribusi sampai dengan tingkat desa. Di Kabupaten Tasikmalaya sampai dengan tahun 2000 (88%) desa sudah ditempati oleh tenaga bidan. Cakupan bidan dalam penemuan kasus ISPA pada tahun 1999 adalah 57,3%. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2000. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional dengan populasi seluruh bidan di desa Kabupaten Tasikmalaya, pengambilan sampel dengan teknik Proportional Stratifikasi random diambil sebanyak 75 orang. Analisis yang digunakan adalah analisis data univariat, Bivariat (Chi Square) multivariat (uji regresi logistik berganda), instrumen penelitian adalah pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 75 responden bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA mencapai target sebanyak 57.3%, sedangkan yang tidak mencapai target 42,7%. Hasil analisis data bivariat menunjukan bahwa faktor usia, lama kerja, pengetahuan, pelatihan, sarana (timer) dan jangkauan memiliki hubungan yang sangat bermakna secara statistik terhadap kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA (p < 0.05 ), selanjutnya hasil analisis multivariat diperoleh hasil bahwa faktor jangkauan merupakan faktor yang paling besar hubungannya dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA dengan OR sebesar 9,601. Dengan adanya penelitian ini maka perlu adanya upaya dari pihak puskesmas untuk selalu melakukan pembinaan serta meningkatkan sarana untuk kepentingan bidan, sedangkan untuk Dinas Kesehatan perlu adanya pemikiran untuk alat transportasi bagi bidan di desa sehingga dalam menjangkau kasus ISPA akan lebih cepat ditanggulangi.
Factors Related to Midwife Work Achievement at the Village in Finding ISPA Case at Regency of Tasikmalaya in 2000ISPA is one of respiratory tract diseases which can critically attack babies and children under five. At the profile of West Java province 2000, ISPA was number one causal factor on mortality of babies(15.24%) and children under five (23.27%). At Tasikmalaya the incident of ISPA in 1997 (31.94%) 1998 (59.65) and in 1999 (44.4%). One of effect in handling ISPA is invention and taking care of ISPA patients by official, in this case is midwife of village because the midwife of village had been distributed until village level. At regency of Tasikmalaya until 2000 about 88% the village in Tasikmalaya has been occupied by midwife officials. The midwife coverage in finding of ISPA case in 1999 was 57.3%. Therefore this research is aimed to get information about factors related to midwife work achievement at village in finding case of ISPA at regency of Tasikmalaya in 2000. The research design used was cross sectional, the populations were all midwife at Tasikmalaya, the sampling with proportional stratification random and the number of samples was 75 respondents. The analysis used was data analysis univariate (multiple logistic regression tests) and the research instrument was interview. The result of the research showed that from 75 respondents of midwife at the village in finding case of ISPA , who reached target were 57.3% while who did not reach target were 42.7%.The result of data analysis bivariate showed that factor of age, working duration, knowledge, training, facility and reach statistically gave significant correlation on work achievement of midwife at the village in finding ISPA case (p<0.05) and the result of multivariate analysis showed that reach factor was the biggest factor related to midwife work achievement at the village in finding care of ISPA by OR 9.601. From this research it needs to be done the effort of public health centre to build the midwife at village and increase the facility continuingly for midwife interests, while the health department needs to consider about transportation for midwife at village, so in handling case of ISPA can be reached faster.
2001
T8426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>