Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 242 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudwitiawati
"Uji fungsi CBCT perlu dilakukan untuk memastikan performa terbaik pada CBCT. Uji fungsi yang dilakukan pada penelitian in adalah akurasi isocenter,kualitas citra 3D dan 2D dengan menggunakan fantom Ball bearing, Catphan, dan LEEDS. Uji fungsi dilakukan dengan 2 mode yang berbeda yaitu mode service dan clinical yang memiliki resolusi 540 x 540 dan 270 x 270. Pengukuran dengan menggunakan ball bearing dapat melihat pergeseran isocenter pada sumbu x, y, z. Pergeseran terbesar terjadi pada rotasi 0º sebesar 0.23 cm sumbu x 0.02 cm sumbu z. Hasil perbandingan evaluasi citra 3D pada mode service dan clinical menunjukan bahwa CT number keduanya tidak terlalu banyak perbedaan. Resolusi tinggi pada mode service mencapai 8lp/cm sedangkan pada mode clinical resolusi tidak mampu membedakan sama sekali. Uji citra 2D menggunakan tiga jenis fantom LEEDS. Kontras rendah dapat dilihat dan dievaluasi pada LEEDS TOR 18 FG,TOR CDR,dan TO10. Kontras tinggi hanya dapat dilihat pada LEEDS TOR 18 FG dan TOR CDR. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil evaluasi kontras rendah dan perbedaan signifikan terjadi pada kontras tinggi.dan uji resolusi antara kedua mode. Fantom NORMI 4 juga digunakan pada penelitian ini, dan tidak ada perbedaan hasil dari uji kontras tinggi dan kontras rendah antara NORMI 4 dan LEEDS. Hasil kontras tinggi dari fantom NORMI 4 adalah 4 lp/mm. Oleh karena itu fantom NORMI 4 dapat dijadikan alternatif lain untuk menilai resolusi dan kontras pada citra 2D. Perhitungan CBDIw dengan fantom CTDI berdiameter 16 cm adalah 8.3 mGy. Uji fungsi sebaiknya menggunakan resolusi tertinggi.

Performence test of Cone Beam Computed Tomography (CBCT) must be done to ensure CBCT is on its best performance. The performance test done in this study are isocenter accuracy, 3D and 2D image quality using ball bearing phantom, CATPHAN, LEEDS test object, and Normi. The test was done using 2 different mode wich are service and clinical mode that has resolution of resolution 540 x 540 and 270 x 270. Ball bearing measurements showed that this technique can detect isocenter shift on the axis of x, y, and z. The largest isocenter displcement occurred at 0 º rotation at 0.23 cm x-axis 0.02 cm z-axis. 3D image comparison using service and clinical mode, show that CT Number value are not much different. High contras resolution at service mode is 8 lp/cm but on clinical mode is not able to distinguish at all. 2D image comparison were done using three types LEEDS test object, low contrast can be observed and evaluated on LEEDS TOR 18 FG, TOR CDR, and TO10, high contrast can be bserved on LEEDS 18 FG and TOR CDR. From LEEDS test object there were no significant difference were shown on low contrast comparison and significant difference were shown on high contrast and resolution test. Normi 4 phantom also used on this study, and there were no difference in trend result on high and low contrast between NORMI 4 phantom and LEEDS test object. Result of NORMI 4 measurement high contrast resolution is 4 lp/mm. Therefore Normi 4 can be used as an alternative to asses the image resolution and contrast in 2D images on CBCT. CBDIw calculations with 16 cm diameter CTDI phantom was 8.3 mGy. Performance tests should use the highest resolution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Although fully by additional law,but decentralization policy of autonomic area always contains problems.Including matter of policy implementing process which partly yields in asset conflict between many regency and decentralization regency
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pickering, Peg
Jakarta: Erlangga, 2001
303.69 Pic h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Naufal Da`i
"Skripsi ini bertujuan menganalisa penyebab kegagalan implementasi perjanjian gencatan senjata Lusaka (LCA) di Republik Demokrasi Kongo yang disetujui pada 10 Juli 1999. LCA disepakati untuk mengakhiri Perang Kongo II yang merupakan konflik terbesar di Afrika, melibatkan sembilan negara Afrika pada puncaknya, dan memiliki skala konflikdan korban jiwa terbesar sejak perang dunia kedua. LCA awalnya diharapkan mampu meredakan Perang Kongo II, yang memiliki karakter Perang sipil namun mengalami internasionalisasi dikarenakan berbagai kepentingan negara tetangga. Namun LCA terus dikritik karena kontribusinya yang minimal terhadap upaya resolusi konflik Kongo II sebelum akhirnya digantikan persetujuan-persetujuan lain yang lahir dari proses negosiasi paska LCA. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif eksplanatif yang menggunakan studi dokumentasi dan literatur.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perjanjian gencatan senjata Lusaka dibuat dalam situasi konflik yang belum matang dimana potensi tinggi terhadap eskalasi konflik paska penandatanganan, membuat perjanjian ini sulit diimplementasikan dan menjadi tidak lagi relevan bagi berbagai pihak yang bertikai serta bagi proses resolusi konflik di Republik Demokrasi Kongo.

This undergraduate thesis seeks to analyze the cause of failure in implementation of Lusaka Ceasefire Agreement (LCA) in the Democratic Republic of Congo which was agreed in July 1999 to end the second Congo conflict, the largest conflict in Africa involving nine countries in its apex with the worst record of violence and casualties which is only surpassed by the second world war. LCA is intended to resolve the second Congo war which has the character of a local conflict being internationalized due to myriads of interest from its neighboring countries. However is often criticized for its lack of contribution due to its slow and almost non-existent implementation efforts done by both the belligerent parties and the international society. This research is done in a quantitative method using literature and document examinations.
The result of this research shows that when the Lusaka Ceasefire Agreement was made, conflict in Congo had not reached its ripe moment. Therefore, rendering the implementation of the treaties, making it especially hard to be implemented and thus becoming more and more irrelevant for the disputed parties and for conflict resolution process in the Democratic Republic of Congo.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Atiq Mukarromah
"Pemberlakuan UU. 16/2001 tentang yayasan dimanfaatkan oleh oknum badan pendiri dan yayasan X untuk membuat akte baru terkait dengan perubahan struktur organisasi. Tetapi hal ini dilakukan tanpa melalui rapat pleno badan pendiri. Perubahan yang tidak transparan ini
menimbulkan penolakan terutama anggota badan pendiri yang tidak tahu akan perubahan akte yayasan dan konilik di level manajemen atas. Sehingga perlu dirumuskan bagaimana langkah-langkah selanjutnya agar konflik dapat terselesaikan dan perubahan dapat dilakukan.
Solusi yang ditawarkan ada tiga yaitu (a). musyawarah bersama antar kedua belah pihak, (b). Meggunakan bantuan pihak III, (c). Menempuh jalur hukum. Solusi yang direkomendasikan adalah menggunakan bantuan pihak III.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah menyelesaikan konflik dan merencanakan perubahan yang transparan sehingga dapat diterima semua pihak Untuk itu diperlukan pihak III untuk menjembataninya. Adapun tahap-tahapannya adalah: (a).Mencari pihak III,(b). Kemudian pihak ketiga melakukan pertemuan dengan masing-masing pihak. Hasil pertemuan tersebut dianalisis pihak III untuk dicari titik yang dapat mempertemukan mereka. (c). Hal ini kemudian dikomunikasikan pihak III kepada kedua belah pihak. (d) Setelah masing-masing pihak dapat memahami keinginan dan maksud pihak yang lain, baru kedua belah pihak bertemu. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan kesepakatan dan merumuskan langkah bersama, (e). Melakukan proses perubahan berencana, (f). Hasil perubahan di dokumentasikan dalam sebuah buku untuk disosiaiisasikan pada pengurus dan karyawan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukirman Rahim
"Saat ini sedang terjadi konflik perebutan sumberdaya di kawasan hutan Kabupaten Bone Bolango. Konflik berawal dari kebijakan pemerintah pusat mengeluarkan alokasi pemanfaatan sumberdaya mineral berupa Kontrak Karya (KK) Generasi II tahun 1971 kepada PT. Tropic Endeavour Indonesia (TEI). Kemudian di perbaharui Kontrak Karya Generasi VII tahun 1998 kepada PT Gorontalo Mineral. Pada saat itu kawasan hutan masih berstatus Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Mengingat fungsi hutan Taman Nasional adalah kawasan yang menjadi penyangga ekosistem hutan seperti flora dan fauna yang endemik serta sebagai penyerap karbon. Seharusnya KK atau ijin eksplorasi tidak dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh konflik terhadap kondisi bio-fisik lingkungan, kehidupan sosial, dan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar, peran oknum atau lembaga yang berperan dalam konflik tersebut, rumusan penyelesaian konflik antara masyarakat lokal dengan PT. Gorontalo Mineral pada kasus pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi terbatas, resolusi yang baik sehingga dapat diterima oleh pemerintah, masyarakat dan perusahaan, pemanfaatan ruang dan strategi pemberdayaan masyarakat lokal yang sebaiknya dilakukan di kawasan hutan produksi terbatas untuk mengurangi atau meredam konflik.
Metode penelitian adalah deskriptif-kualitatif pendekatan studi kasus melalui pengamatan lapangan, penelaahan dokumen, wawancara, dan diskusi kelompok. Analisis sesuai tujuan untuk memahami sikap, prilaku, pandangan masyarakat secara perorangan maupun kelompok terhadap kondisi lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan sejarah masuknya perusahaan tambang pada tahun 1971, lubang hasil eksplorasi digunakan masyarakat sebagai tambang liar sehingga menyebabkan konflik perebutan kawasan aktivitas sosial meningkat, tingkat kebutuhan ekonomi masyarakat meningkat, kondisi biofisik hutan produksi terbatas terjadi kerusakan walaupun belum berpengaruh signifikan terhadap lingkungan sekitar.terbukti dengan tingginya laju erosi dan sedimentasi, pencemaran air di badan sungai. Untuk meminimalisir konflik ditawarkan beberapa solusi untuk mengakomodir semua kepentingan, dengan merubah kawasan hutan dan tampa merubah status kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat menggunakan model dari L. Sukardi tetapi belum memberikan hasil terhadap pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan sebab masyarakat masih lebih mengedepankan pendapatan ekonomi dibandingkan rehabilitasi kerusakan lingkungan.

To date, there has been a conflict in the forest resources of Bone Bolango. Conflict begins with central government issuing policies about the allocation of utilization of mineral resources in the form of Contract of Work (CoW) Generation II Year 1971 towards PT. Tropic Endeavour Indonesia (TEI). An updated Generation VII Contract of Work Year 1998 was subsequently issued for PT. Gorontalo Minerals. At the time, the forest was still considered as conservation area, also known as Taman NasionalBoganiNaniWartabone (TNBNW). Given the function of the National Park forest is a buffer area of forest ecosystems, such as the endemic flora and fauna as well as a carbon sink, KK or exploration permits should not be issued by the central government. The existing conflict continued until 2010, causing changes in some parts of the TNBNW.
The problem studied in this research aims to explain the history of the entry of the company, the causes and consequences of conflict between the locals with PT. Gorontalo Minerals in case of utilization of limited production forest area, the effect of conflict on the condition of the bio-physical environment, social, and economic needs of the local communities, the role of individual or institution in the conflict, the formulation of conflict resolution between the local communities with PT. Gorontalo Minerals in the case of utilizing the limited production forest area, a good resolution that is acceptable to the government, the community and the company, space utilization and local community empowerment strategies that should be done in a limited production forest areas to reduce or mitigate conflicts.
The method employed in this study is descriptive qualitative through case study approach, which includes field observations, document analysis, interviews, and group discussions. Analysis of the purpose to understand the attitudes, behavior, public opinion (individually or in groups) on environmental conditions is also carried out.
The findings of this study reveal that the history of the entry of mining companies in 1971 hastriggered a number of issues. These are the escalation of conflict in the social activity areas,the increasing level of economic necessity of the locals, and the destruction of the biophysical condition of the forest (though the impact on the surroundings is still insignificant) as evidenced by the high rate of erosion and sedimentation, water pollution in the river banks. To minimize the conflict,thereare some solutions which can accommodate all interests, by changing the forest area without necessarily changing its status. Community empowerment is motivated by model of L. Sukardi, but it has not provided significant impact to the sustainable forest management because the locals still tends to emphasize economic returns compared to rehabilitation of environmental damage."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1407
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Andriyana Dwi Astuti
"Tesis ini membahas konflik antar serikat pekerja SPSI dan FSPMI yang berada di PT. Bakrie Tosanjaya dan PT. Bakrie Pipe Industries dalam konflik industri. Pendekatan yang dilakukan menggunakan kualitatif dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada konflik tersebut terjadi dominasi oleh satu serikat pekerja kepada serikat pekerja lainnya. Dahrendorf menyatakan proses perpecahan serikat pekerja dikarenakan adanya kondisi teknis organisasi, kondisi politis organisasi, dan kondisi sosial organisasi. Berdasarkan kondisi tersebut muncul konflik industri yang sering terjadi di BT dan BPI yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tetap dan Insentif atau upah. Sedangkan konflik yang terjadi antara SP di masing-masing perusahaan lebih sering dengan perebutan anggota, akan tetapi tindakan union busting juga ditemui dengan adanya status anggota yang ganda pada dua SP. Perbandingan antara SP yang bearada di perusahaan menunjukkan bahwa SPSI cenderung lambat karena mengutamakan musyawarah, sedangkan FSPMI lebih militan meskipun aspirasi buruh dapat diperjuangkan dengan menimbulkan korban. Resolusi yang dilakukan selama ini hanya mengikuti berdasarkan undang-undang, dan belum ada model yang tepat apabila terjadi konflik antar SP didalam satu perusahaan. Maka perlu adanya model yang baru secara intern agar konflik yang terjadi baik konflik antar SP dan konflik industri dapat diselesaikan dengan bipartit.

This thesis discusses the conflict between trade unions and FSPMI SPSI residing in PT. Bakrie Tosanjaya and PT. Bakrie Pipe Industries in industrial conflict. Conducted using a qualitative approach with case studies. The results showed that the conflict occurred domination by one union to the other unions. Dahrendorf states split the union because of the technical condition of the organization, organizational political conditions, and social conditions of the organization. Under these conditions arise industrial conflict that often occurs in BT and BPI namely Employment Agreement Fixed Time and Incentives or wages. While the conflict between the SP in each company more often with the seizure of members, but the act of union busting also met with members of the dual status of the two unions. Comparison between SP bearada in the company indicate that the SPSI tend to be slow due to prioritize the deliberations, while the more militant FSPMI despite the aspirations of workers can be fought with casualties. The resolution is only performed during follow by law, and there is no exact model in case of conflicts between unions within one company. Hence the need for a new model internally so that conflicts both conflicts between unions and industrial conflict can be resolved with a bipartite.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T43220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wang, Faye Fangfei
New York: informa law from Routledge, 2018
347.090 285 WAN o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>