Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imaduddin Hamzah
Abstrak :
Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika memperlihatkan peningkatan jumlah kasus baik peredaran dan penyalahgunaan yang memprihatinkan setiap tahunnya. Sebagian besar yang terlibat sebagai penyalahguna berusia remaja. Kaum agamawan memandang agama dapat menjadi kendali individu melakukan tindakan menyimpang. Penelitian ini hendak mengkaji apakah ada perbedaan komitmen beragama Islam antara remaja penyalahguna dan bukan pengguna narkotika dan psikotropika remaja muslim? Agama merupakan suatu sistem nilai dan norma yang ada di masyarakat. Komitmen beragama terbentuk melalui internalisasi dan sosialisasi masyarakat terhadap anggotanya. Agama dapat menjadi kendali bagi seseorang untuk tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari norma agama dan norma sosial. Agama juga dapat menjadi pengikat individu dengan kelompok keagamaannya. Dengan demikian komitmen Beragama Islam yang tinggi diperkirakan dapat menjadi kendali internal dan sosial bagi siswa untuk melakukan tindakan menyimpang dalam bentuk penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika. Penelitian ini menggunakan metoda kausal komparatif untuk menguji adanya hubungan sebab akibat dengan membandingkan dan menganalisa komitmen Beragama Islam penyalahguna dan bukan pengguna narkotika dan psikotropika pads populasi siswa SMU "X" Tangerang dengan jumlah responden sebanyak 90 siswa. Teknik Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling Variabel babas penelitian ini adalah Tingkat Komitmen Beragama Islam yang terdiri atas komponen Kesadaran Beragama Islam, partisipasi Beragama Islam, kendali keluarga dan keyakinan nilai agama. Variabel terikat adalah keterlibatan siswa dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Uji statistik dilakukan dengan uji koefisien kotingensi dalam taraf signifikansi 95% (0,05) dan dipero]eh 0 (phi) hitung 0,33 > 0 tabel 0,205, yang menunjukkan Ho ditolak, berarti dapat disimpulkan bahwa Tingkat komitmen Beragama Islam penyalahguna Narkotika dan Psikotropika lebih rendah daripada bukan pengguna pada siswa SMU "X" Tangerang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Hardianto
Abstrak :
Dampak dari krisis berkepanjangan di Indonesia adalah jumlah penduduk miskin diperkirakan meningkat 40% dari total jumlah penduduk. Jumlah penduduk penyandang masalah sosial cenderung makin bertambah jika pertumbuhan ekonomi masih sekitar 3-4% dan laju pertumbuhan penduduk 1,5 sampai dengan 2,5% setiap tahun. Pada tahun 2002 dilaporkan bahwa sekitar 37,4 juta keluarga di seluruh Indonesia tergolong miskin dan 12,4 juta diantaranya tergolong fakir miskin. Dalam situasi sekarang kemampuan negara untuk menanggulangi kemiskinan khususnya melalui APBN sangat terbatas. Pemerintah harus jeli melihat potensi dana-dana masyarakat yang belum tergarap dengan baik. Diantaranya adalah zakat. Zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk diberikan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, potensi dana zakat di Indonesia sudah dapat diperkirakan sangat besar. Potensi dana zakat secara nasional diperkirakan mencapai Rp 4 triliun setiap tahun. Namun dana zakat yang berhasil dihimpun oleh Lembaga Pengelola Zakat Milik Pemerintah seperti BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) yang terdapat di seluruh Indonesia dan tersebar di 27 Propinsi, 271 Kabupaten dan Kota, 3.550 Kecamatan, dan 48.101 Kelurahan dan Desa pada tahun 1997 hanya sebesar Rp 216,8 milyar. Menurut hasil penelitian di Jakarta pada tahun 2002 BAZIS DKI Jakarta baru menyerap 5 persen dari dana zakat yang terdapat di Jakarta. Jika berpatokan dari penerimaan zakat BAZIS DKI Jakarta sebesar Rp. 8.226.691.255,97 (sekitar 8,2 miliar rupiah), maka potensi zakat di Jakarta diperkirakan sedikitnya Rp. 164,53 miliar. Sedikitnya jumlah zakat yang disalurkan melalui BAZIS DKI Jakarta oleh masyarakat disebabkan masyarakat masih kurang percaya terhadap BAZIS DKI Jakarta. Karena itu BAZIS DKI Jakarta perlu mengembangkan strategi kebijakan yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat membayar zakat. Untuk itu diajukan empat pilihan strategi kebijakan yaitu: (1) Stretegi kebijakan meyakinkan muzakki (masyarakat wajib zakat) bahwa zakatnya sampai ke tangan mustahik (orang yang berhak menerima zakat); (2) Strategi kebijakan meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan yang dapat dipercaya; (3) Strategi kebijakan meyakinkan muzakki bahwa pengelolaan zakatnya diawasi dan dikerjakan oleh orang-orang yang kredibel; dan (4) Strategi kebijakan membuat program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik. Untuk mengatahui strategi kebijakan mana yang paling tepat maka dianalisis dengan menggunakan AHP. Dalam analisis AHP, BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan strategi kebijakan pembuatan program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik dengan nilai bobot (0,31). Untuk mengimplementasikan startegi kebijakan, BAZIS DKI Jakarta dihadapkan kepada empat kendala yaitu kendala SDM (Sumber Daya Manusia), sarana, anggaran dan peraturan. Untuk mengatahui kendala mana yang paling diprioitaskan untuk diatasi maka juga diggunakan AHP. Dalam analisis AHP BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan mengatasi kendala SDM dengan nilai bobot terbesar (0,51).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Priastana
Abstrak :
Tesis ini mengungkapkan tentang Teori Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas sebagai titik pijak dialog antar agama, dan bertujuan menyajikan kondisi, situasi dan prasyarat bagi dialog antar agama yang ideal. Pluralitas agama yang menjadi ciri bangsa Indonesia dan era globalisasi ini menjadikan berbagai penganut agama semakin intensif untuk bertemu, berkomunikasi dan berdialog. Kemajernukan agama merupakan potensi bagi terselengaarannya proses integrasi mengingat agama dalam ajarannya mewajibkan untuk menointai sesamanya dan hidup rukun. Tetapi, mengingat masing-masing agama juga memiliki klaim kebenaran terhadap agamanya sendiri, agama juga mengandung potensi untuk terjadinya konflik. Latar belakang budaya patriarkal, kesenjangan sosial ekonomi politis, maupun kwalitas penghayatan dan moralitas penganut agama juga turut mempengaruhi terjadinya konflik perbedaan agama. Penghindaran konflik atau kerukunan merupakan nilai yang terdapat dalam setiap agama maupun di dalam segenap perwujudan aktivitasnya. Kerukunan beragama yang dinamis tercermin dalam hidup beragama yang mantap, atentik, dan produktif dengan pribadi-pribadi Umat beragama yang matang, bersikap moral otonom, kritis, dan terbuka. Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama demikian itu adalah melalui dialog antar agama, atau dialog antar umat bergama dalam berbagai bentuknya. Dialog antar agama merupakan suatu kenisoayaan dari fakta pluralitas agama, sehingga tidak jarang dialog antar agama dewasa ini telah begitu menjadi agenda rutin dan jatuh dalam Formalisme jauh dari tujuan yang sebenarnya atau bahkan hanya menjadi sekedar instrumental-seremonial dan menghasilkan kerukunan yang semu, karena komunikasi mengalami distorsi dengan pelaku dialog secara tidak sadar menyembunyikan maksud-maksud sebenarnya. Masing-masing komunitas agama tetap tinggal pada prasangka dan klaim kebenarannya masing-masing. Teori Tindakan Komunikasi Habermas, dengan rasionalitas komunikatifnya yang ditawarkan dalam tesis ini sebagai titik pijak dialog antar agama diharapkan bisa mencairkan kebekuan yang terjadi dalam dialog antar agama yang demikian itu. Perbagai aspek dan gagasan yang terkandung dalam team tindakan komunikasi Habermas ini bisa menjadi kerangka atau titik pijak bagi terselenggaranya dialog antar umat beragama yang komunikatif, bebas dari dominasi, dan kritis terhadap maksud-maksud tersembunyi yang secara tidak sadar terdapat pada pelaku dialog. Dialog antar agama merupakan suatu praksis komunikasi dari masyarakat yang majemuk. Teori komunikasi Jurgen Habermas merupakan suatu pembaharuan dari teori kritis Sekolah Frankfurt yang telah jatuh menjadi ideologi. Habermas melihat dimensi komunikasi merupakan sebagai praksis manusia, dimana sebelumnya dalam lingkungan teori kritis yang berpatokan kepada Marxisme praksis direduksi sebagai kerja dan mensekunderkan hubungan sosial dibawah alat produksi. Habermas sebagai pembaharu teori kritis menimba pemikirannya dari warisan berbagai pemikiran filsuf sebelumnya sepanjang sejarah. Misalnya teorinya tentang rasionalitas komunikatif dan rasionalitas instrumental dapat ditelusuri kepada gagasan Arsitoteles tentang prudence dan techne, atau praksis dan poesis. Dalam mencita-citakan masyarakat yang komunikatif, Habermas merrgeritik rasionalitas instrumental seperti tarnpak dalam ilmu pengetahuan yang analitis-empiris, dan ideologis menyembunyikan maksud-maksud dan kepentingan, dan kemudian mendasarkan kepada rasionalitas komunikatif yang bersifat memahami, kritis dan emansipatoris. Gagasan tentang model-model tindakan komunikasi di dalam teori komunikasi Habermas, baik itu model teleologist normatif ,maupun dramaturgis yang berkaitan dengan klaim kebenaran, klaim kesesuaian dan klaim otentisitas sangat berguna dalam melihat perspektif komunikasi yang terjadi di dalam dialog antar agama. Dialog antar agama mengusahakan titik temu "kebenaran" dimana letak kebenaran masing-rasing agama tidak dikalahkan, perryataan dan pendapatnya tidak bertentangan (sesuai) dengan norma-norma agama yang diyakini bersifat universal, dan diungkapkan secara jujurr, otentik, dimana para peserta mendapat kesempatan yang sama mengekspresikan perasaan dan kebenarannya sehingga terjadi interaksi dan pemahaman secara timbal balik, atau tercapai konsensus yang bebas dari dominasi. Untuk mencapai pengertian timbal baiik dalam suatu dialog, Habermas juga menekankan kepada komuniti dari subyek moral. Habermas mencita-citakan suatu model diskursus etik dalam dialog ,melalui integritas kepribadian yang bisa membangun empati dan solidaritas. Untuk itu ia menengok teori perkembangan kognitif Piaget, dan teori pentahapan moral Kohlberg. Perkembangan kognitif dan moral mempengaruhi pencapaian kemarnnpuan pengertian seseorang tentang realitas yang jauh dari perspektif egosentris, dan mampu melihat segala sesuatu dari titikpandang orang lain. Hal ini tercapai pada tahap perkembangan kognitif maupun moral pasca-konvensional yaitu tahap yang membutuhkan perbenaran secara universalistik, dan moralitas otonom, mandiri yang berprinsip pada etika universal. Prasyarat subjrk moral untuk tercapainya pengertian titik balik bagi masyarakat komunikatif seperti dalam dialog antar agama adalah dimana para partisipan klarifikasi terbuka kepada prinsip etika universal, kemandirian dalam pengambilan keputusan secara sadar, terbuka, kritis, matang dan rasa hormat terhadap orang lain. Suatu dialog khususnya dibidang agama sangat memerlukan pribadi-pribadi yang mencapai tahap perkembangan moral seperti itu. Teori tindakan komunikasi Habermas sebagai kerangka atau titik pijak dialog antara agama merupakan suatu usaha menghubungkan antara keputusan moral (tahap-tahap perkembangan moral) dengan interaksi sosial, yakni upaya menyelidiki anggapan-anggapan normatif dari interaksi social (hubungan sosial) dengan menekankan dimensi komunikatif dalam dialog atau perbincangan yang rasional. Dalam konteks ini teori tindakan komunikatif Habermas merupakan upaya diskursus etika yang bersifat praktis, bukan sekedar anjuran etis yang bersifat imperatif-individual melainkan prosedur argumentasi moral melalui dialog atau perbincangan rasional untuk mencapai persetujuan timbal balik yang bersifat publik.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariansyah
Abstrak :
Penelitian ini berawal dari pemikiran mengenai begitu maraknya konflik keagamaan yang dihadapi muallaf Cina bersamaan dengan pilihan mereka berkonversi agama ke Islam. Konflik keagamaan ini lebih intens terjadi pada konflik yang bersifat interpersonal. Konflik ini tidak bisa dibiarkan melainkan harus dipecahkan. Melalui kajian tearitis tentang pembinaan muallaf berikut cam pemecahan konflik keagamaan, diperoleh variabel yang diperkirakan sangat berhubungan yaitu sangat bergantung pada proses dan konflik keagamaan yang dihadapi, pengetahuan agama dan religiusitas. Untuk itu diajukan enam hipotesis penelitian yang harus diuji kebenaxannya. Hipotesis tersebut adatah : 1. Ada hubungan yang signilikan dan positif antara proses konversi agama dengan cara muallaf Cina memecahkan konflik keagamaan pascakonversi agama. 2. Ada hubungan yang signifikan dan posilif antara konllik keagamaan pascakonversi agama dengan cara muallaf Cina memecahkan konflik keagamaan pascakonversi agama. 3. Ada hubungan yang signlfikan dan positif antara pengetahuan agama dengan cara muallaf Cina memecahkan konllik keagarnaan paocakonversi agama. 4. Ada hubungan yang signifikan dan positif antara religiusitas dengan cara muallaf Cina memecahkan konffik keagamaan pascakonversi agama. 5. Ada hubungan yang signifikan dan posilif antara proses konversi agama, mu:ru:ulnya konflik keagamaan, pengatahuan agama dan religiusitas dengan cara rnuallaf Cina memecahkan konflik keagamaan pascakonversi agama. 6. Terdapat sumbangan bersama-sama yang signifikan dan posilif antara proses konversi agama, konflik keagamaan, pengetahuan agama dan religiusitas dengan cara muallaf Cina memecahkan konflik keagamaan pascakonversi agama. Penelitian ini melibatkan para muallaf di Kota Pontianak. Sampel penelitian adalah mereka yang aktif mengikuti pembinaan keagamaan di PITI Pontianak. Jumlah sampel sebanyak 110 orang muallaf. Untuk mengukur proses konversi agama, konflik keagamaan pengetahuan agama religiusitas dan cara pemecahan konffi.k keagamaan digunakan instrumen yang disusun sendiri olah peneliti, yang sebelum dlgunakan telah terlebih dahulu dluji coba pada 45 orang muallaf. Dari hasil analisis dengan menggunakan Pearson Correlation Product Moment dan anal isis regresi gtmda Model Ordirtify Hierarrichal diperoleh infonnasi bahwa proses konversi agama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan cara muallaf memecahkan konllik (r ~ 0,350 dengan p < 0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa durasi (cepat/lamanya) proses tetjadinya konversi agarna akan menentukan bagaimana kesesuaian cara dalam konteks hubungannya dengan orang lain, yang akan dilakukan muallaf Cina dala:m memecahkan konllik keagamaan. Dengan demikian hipotesis pertama diterima. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konflik keagamaan berhubungan secara signifikan dan positif dengan cara muallaf memecahkan konllik keagamaan (r ~ 0,384 dengan p < 0.05). lni menunjukkan intensitas dan bentuk konllik yang muncul sangat inenentukan cara yang akan dilakukan muallaf untuk memecahkan konflik keagamaan. Dengan demikian hipotesis kedua diterima. Hasil penelitian mernbuktikan bahwa pengetahuan agama mempunyai hubungan yang positif dan signlfiken dengan cara muallaf memecahkan konflik (r = ,508 dengan p < 0.05). Hasil lni menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan muallaf sangat menentukan cara yang dipilih muallaf dalam memecahkan konflik keagamaan yang dialami. Dengan demikian hipotesis ketiga diterima. Selanjutnya basil penelitian juga menunjukkan bahwa religiusitas mempunyal hubungan yang signilikan dengan cara memecahkan konflik (r = . .,337 dengan p < 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa sikap religius memiliki andil yang cukup dalam memberikan pertimbangan putusan mengenai konflik yang sedang dihadapi mesldpun kurang begitu menentukan dibandlngken dengan pengetahuan agama. Hal ini dikarenakan religiusitas mualiaf masih baru berkembang. Dengan demikian, hlpotesis keempat diterima. Selanjutnya, hasil penelitian membuktikan bahwa proses konversi agama. konflik keagamaan paseakonversi pengetahuan agama dan religiusitas mempunyai hubungan yang signifikan dan positif dengan cara pemecahan konflik (R = ,387 dengan p < 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa proses konversi~ konflik keagamaan, pengetahuan agama dan religiusitas akan sangat menentukan cara pernecahan konllik keagamaan yang sedang dihadapi. Dengan deroikian bipotesis kelima diterima. Terakhir sumbangan variabel proses konversi, konflik keagamaan, pengetahuan keiigamaan dan religiusitas terhadap ca:ra pemecahan konfllk keagamaan sebesar 0,685. Dengan deroildan hipotesis keenarn diterima. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, kesimpulan dan diskusi dapat diajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Departemen Agama membentuk lembaga independen untuk mengurusi pembinaan dan pendidikan keagamaan secara khusus untuk muallaf. 2. Kantor Urusan Agama di level kecamatan agar menjalankan fungsi pembinaan agarna ketika proses memberikan pembinaan agama minimal memberikan nasehat perkawinan jika pasangan muallaf akan melangsungkan pernikahan. 3. Pengurus masjid dan majlis taklim dapat membuka perpustakaan masjid dan perpustakaan majlis taklim sehingga dapat diakses oleh para muallaf yang karena keterbatasannya hanya dapat mempelajarl agama melalui buku. 4. Kerja sama guru matapelajaran agarna dan umum agar nilai agama dapat dllntegrasikan dengan memasukkan materi pendidikan religiositas dalam kurikulum sekolah pada semua level pendidikan. Ditambah pula dengan kemampuan menyajikan dan mengintegrasikan materi agama ke dalam matape1ajaran PPKn, IPS, sosiologi. antropologi, psikologi lingkunngan dan komunikasi lintas agama dan budaya serta fenomenologi agama. 5. Umat Islam mengembangkan sikap al-lumifiyah al-samhah yang ditandai dengan keberanian menunjukkan sikap toleran atas dasar persamaan dalam keragaman. 6. Mendirikan lembaga konseling khusus bagi muallaf
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahma Bintari
Abstrak :
Kehidupan manusia tidak mungkin lepas dari konteks budaya dan norma yang ada dalam iingkungan kehidupannya sehari-hari. Kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan budayanya. Kepribadian itu dibentuk oleh pengalaman yang didapat individu dalam mengadakan hubungan dengan seterotipi-stcreotip kebudayaan Pengaruh budaya tidak hanya berlaku pada individu yang sehat, namun juga pada kepribadian yang terganggu. Salah satu nilai yang ada dalam kebudayaan adalah kepercayaan. Penggunaan agama sebagai cara untuk menyelesaikan masalah dapat berdampak baik maupun buruk pada individu. Namun disisi lain terlihat pula adanya gangguan kejiwaan yang memiliki tema keagamaan sebagai hasil dari penggunaan agama oleh individu dalam proses penyelesaian masalah. Salah satu fenomena yang nampak adalah adanya waham- wa ham yang berisi ajaran-ajaran agama pada penderita psikosis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui apa saja bentuk dan bagaimana waham keagamaan terjadi pada penderita psikosis di Rumah sakit Jiwa di Jakarta sehingga dapat disusun bentuk pertanyaan serta deteksi awal pada pola kehidupan yang menyebablcan gangguan kepribadian psikosis dengan waham keagamaan. Motode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan kategorisasi dari data hasil pemeriksaan psikologis terhadap penderita psikosis dengan waham keagamaan, yang ada di Bagian Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia sejak tahun 1998 hingga 2002. Fenomena waham keagarnaan dianalisa dengan menganalisa penyebab dan faktor keagamaan yang berpengaruh pada subyek. Hasil penelitian menunjukkan strulaur dan tipe waham yang dimilil-ti penderita psikosis dengan waham keagamaan: Kebanyakan subyek mcmiliki slruktur waham yang non sistematis. Ada 8 tipe waham keagamaan yang muncul dan 5 tipe waham lain. 8 tips waham keagamaan yang muncul yaitu waham kehebatan, waham kejaran, waham kemiskinan (poverty), waham berdosa (SIG), waham somatis, waham ketiadaan (nihilistic), waham dikontrol, dan waham referensi. Waham lain yang timbul adalah waham kejaran, waham kehebatan, waham referensi, waham somatis, dan waham ketiadaan. Pada Etiologi, 3 penyebab yang banyak dialami subyek adalah khilangan atau ancarnan kehilangan dari rasa aman dasar, suatu peningkatan dorongan erotis atau permusuhan, peningkatan yang tiba-tiba dalam rasa bersalah, karena reaksi superego atau karena sikap menyalahkan dari orang-orang lain. Pada falctor agama hal yang mempengaruhi kegagalan dalam penyelesaian masalah adalah kesalahan dalam tujuan, yaitu: kesatu-sisian dalam beragama, Pengkhianatan terhadap agama, dimana agama dijadikan penutup dari motivasi yang sebenamya serta kesalahan dalam cara, kesalahan dalam penjelasan agama, kesalahan dalam menyeimbangkan agama. Penyebab waham keagamaan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah kehilangan atau ancaman kehilangan dari rasa aman dasar, suatu peningkatan dorongan erotis atau perm usuhan, peningkatan yang tiba-tiba dalam rasa bersalah, karena reaksi superego atau karena sikap menyalahkan dari orang-orang lain yang cuba diatasi dengan cara beragama yang salah seperti kesatu-sisian dalam beragama, penggunaan agama sebagai penutup dari motivasi yang sebenarnya, kesalahan dalam penjelasan agama, serta kesalahan dalam menyeimbangkan agama; sehingga menyebabkan timbulnya waham keagamaan pada penderita psikosis.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Luqman Hakim
Abstrak :
Dilatarbelakangi maraknya radikalisme di dalam maupun di luar negeri, penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui ada tidaknya WNI di Qatar yang terpapar radikalisme, untuk mengetahui tingkat keterpaparan WNI di Qatar terhadap radikalisme, dan untuk mengetahui variabel apa saja yang memiliki hubungan dengan keterpaparan WNI di Qatar terhadap radikalisme. Metode penelitian ini kuantitatif. Populasi adalah WNI yang tinggal di negeri Qatar. Jumlah sampel 132 orang, dan teknik sampling adalah incidental sampling. Teknik pengumpulan data primerĀ  melalui survei dengan instrumen penelitian menggunakan alat ukur Religious Radicalism Scale (ReadS) yang diformulasikan oleh Sukabdi (2022) yang dihubungan dengan tujuh karakteristik demografi, yakni jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, lama tinggal di Qatar, organisasi yang diikuti, dan tingkat pendapatan. Teknik analisis menggunakan analisis frekuensi, analisis tabulasi silang (cross-tabulation), analisis jalur (path coefficient), analisis cross-loading, analisis independent sample t test, dan analisis korelasi Spearman (Rank-Spearman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden terbukti terpapar radikalisme agama; tingkat keterpaparan radikalisme bervariasi. Ketujuh variabel demografi memiliki hubungan dengan tingkat radikalisme. ......Against the backdrop of rampant radicalism at home and abroad, this study aims to determine whether there are Indonesian citizens in Qatar who are exposed to radicalism, to determine the level of exposure of Indonesian citizens in Qatar to radicalism, and to find out what variables are related to the exposure of Indonesian citizens in Qatar to radicalism. This research method is quantitative. The population is Indonesian citizens living in the country of Qatar. The number of samples is 132 people, and the sampling technique is incidental sampling. The primary data collection technique is through surveys with research instruments utilizing the Religious Radicalism Scale (ReadS) measuring instrument formulated by Sukabdi (2022), which is related to seven demographic characteristics, namely gender, age, religion, education, length of stay in Qatar, the organization joined, and level of income. The analysis technique uses frequency analysis, cross-tabulation analysis, path coefficient analysis, cross-loading analysis, independent sample t test analysis, and Spearman correlation (Rank-Spearman) analysis. The results showed that the majority of respondents were exposed to religious radicalism; levels of exposure to radicalism vary. The seven demographic variables have a relationship with the level of radicalism.
Depok: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Margaretha
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Malika
Abstrak :
Permasalahan remaja, baik yang berdampak buruk terhadap remaja itu sendiri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya, tenis mengalami peningkatan. Hal ini terkait dengan adanya kekhasan karakteristik perkembangan remaja yang menipakan masa transisi dalam rentang kehidupan manusia. Pada masa ini, seorang remaja diharapkan mampu memenuhi tugas perkembangan yang ada dan menyelesaikan konflik dalam beberapa aspek hidupnya agar mampu mencapai keseimbangan psikologis dan membentuk jati diri yang utuh. Salah satu aspek tersebut, yang sekaligus mampu membimbing aspek-aspek lain dalam perkembangan remaja adalah aspek ideologi yang diantaranya berupa agama. Penelitian ini bertujuan unuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan keberagamaan yang dialami remaja beserta faktor-faktor yang berperan di dalamnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga atau pihak-pihak yang telah dan akan melakukan bimbingan atau intervensi lainnya dalam rangka membantu perkembangan remaja, khususnya pada aspek agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan subyek sebanyak 4 orang siswa kelas 2 dan kelas 3 SMU, dalam rentang usia 16-17 tahun, yang beragama Islam. Alasan pemilihan tersebut adalah untuk memperkecil rentang usia dan mendapatkan kesamaan latar belakang agama antar subyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan keberagamaan yang dominan dialami subjek dalam penelitian ini (lebih dari dua orang) adalah religious awakening (peningkatan keberagamaan), religious douht (keraguan beragama) dan changes in religious beliefs (perubahan dalam keyakinan beragama). Sedangkan changes in religious observances (perubahan dalam ritual agama) terlihat secara jelas hanya pada 1 subjek dan increase in religious tolerance (peningkatan toleransi beragama) muncul pada 2 orang subjek. Adapun faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan keberagamaan, yang dominan dialami subjek dalam penelitian ini adalah faktor kognitif, keluarga (bagian dari faktor sosial), dan faktor personal. Sedangkan peer (teman sebaya), sekolah dan budaya sebagai bagian lain dari faktor sosial hanya berperan bagi 1 atau 2 subjek. Begitupun halnya dengan peran dari pengalaman maupun kebutuhan-kebutuhan yang tidak teipenuhi. Penelitian ini akan lebih baik dan lebih kaya hasilnya jika ruang lingkup penelitian diperluas, misalnya latar belakang agama yang lebih heterogen. Selain itu, rentang usia yang beragam yaitu remaja awal dan remaja akhir juga dapat dilakukan untuk mendapatkan perbandingan mengenai perkembangan keberagamaan yang dialami beserta faktor-faktor yang berperan dalam di dalamnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rahmah Dia
Abstrak :
Program Tausiyah On The Street merupakan tayangan religi, yang ditayangkan pada media televisi. Program ini menyajikan bentuk penyampaian dakwah yang lebih komunikatif yaitu mengunjungi bermacam komunitas, dan pemilihan tema dakwah yang mampu menjadi solusi permasalahan keseharian. Dengan menggunakan teori reception analysis dan paradigma konstruktivis, penelitian kualitatif ini bertujuan mengkaji pemaknaan individu terhadap isi dakwah pada program reality show religi Tausiyah On The Street. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan sisi pemaknaan pada ketiga informan penelitian dibentuk oleh latar belakang, pengetahuan, pengalaman, dan aspek budaya yang ada di lingkungannya serta mengaitkan isi media massa lain yang pernah mereka konsumsi sebelumnya. ......Tausiyah On The Street is a religious program, aired on television media. This program provides form of preaching with more communicative when meeting individuals in diverse communities, with various preaching themes that can be solution everyday life problems. By using the reception analysis theory and constructivist paradigm, this qualitative study aims to describe an overview of the individual meaning making process of preaching content on Tausiyah On The Street. From the analysis result, be concluded that the difference in the meaning making process of the informants were shaped by their background, knowledge, experience, and cultural aspects created by society, also associate other media content they ever consume before.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Victor E.
New York: Routledge, 2000
149.97 TAY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>