Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
JIPP 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
SDANE 2006/2007/2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Basroni
Abstrak :
Sejak Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini kita telah menggunakan tiga buah Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku itu meliputi UUD 1945, UUD RIS 1949, UUDS 1950. UUD 1945 yang berlaku pada awalnya merupakan hasil konstruksi dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) Indonesia dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Undang-Undang Dasar 1945 diberlakukan kembali hingga saat ini. Pemberlakuan kembali UUD 1945 setelah gagalnya lembaga kontituante hasil Pemilihan Umum 1955 yang dibentuk dan ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar yang baru. Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) di dalam praktek ketatanegaraan pada pelaksanaannya ternyata sangat menguntungkan Presiden sebagai lembaga eksekutif yang merupakan pihak penyelenggara pemerintahan. Hal tersebut dapat dilihat dimana pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur kewenangan Presiden selaku Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan terlalu besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Kondisi seperti ini menyebabkan Check and Balances itu tidak berjalan secara baik. Oleh karena hal yang demikian, maka pengaturan terhadap peran dan fungsi lembaga lembaga negara yang ada pada UUD 1945 sudah saatnya untuk ditinjau kembali. Peninjauan kembali tugas dan fungsi tersebut dengan melakukan amendemen atau revisi terhadap UUD 1945. Amendemen terhadap UUD 1945 sebelurnnya pada masa lalu merupakan sesuatu yang sakral dan tidak dapat disentuh atau merupakan suatu hal yang tabu. Penapsiran yang keliru tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek politis, tanpa memahami makna historis dibuatnya konstitusi. Ketentuan perubahan terhadap UUD 1945 di atur pada pasal 37 UUD 1945. Munculnya pasal tersebut merupakan suatu konsekuensi atau jawaban dari perumusan UUD 1945 yang terasa tergesa-gesa dalam waktu yang begitu singkat. Disamping itu proses pembuatan Undang-Undang Dasar 1945 dirancang oleh mereka yang bukan ahli dibidang ketatanegaraan. Soekarno sebagai Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 mengutarakan : "Bahwa UUD 1945 yang dibuat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar Sementara, kalau boleh saya memakai perkataan lain adalah Undang-Undang Dasar Kilat. Soekarno lebih lanjut kemudian mengatakan bahwa dalam suasana yang damai dan tenteram nanti akan dikumpulkan kembali anggota MPR untuk membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap". Perkembangan kondisi ketatanegaraan yang begitu cepat saat ini ternyata tidak mampu diakomodir oleh UUD 1945. Untuk itu perubahan atau amendemen terhadap UUD 1945 merupakan suatu hal yang logis dan keharusan dalam upaya menanggulangi perkembangan kondisi ketatanegaraan yang begitu pesat. Pencantuman pasal 37 UUD 1945 meng-isyaratkan kepada kita bahwa UUD 1945 dapat diamendemen atau dirubah. Dalam melakukan amendemen atau perubahan dapat ditempuh dengan cara formal amendemen yang tertera di pasal 37 UUD 1945. Perubahan atau amendemen terhadap UUD 1945 dapat meniru cara amendemen yang dilakukan oleh Amerika Serikat dimana AS mengunakan konstitusi yang lama dan diperbaharui sehingga menjadi satu kesatuan. Perubahan konstiutusi di beberapa negara dapat ditempuh dengan melakukan perubahan secara keseluruhan terhadap pasal-pasal yang ada sehingga konstitusi yang digunakan adalah konstitusi yang baru sama sekali. Cara berikutnya adalah dengan melakukan perubahan pada beberapa pasal saja, sehingga konstitusi yang digunakan bukanlah konstitusi yang baru. Pasal-pasal yang diubah dijadikan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan. Dalam melakukan perubahan terhadap suatu konstitusi di beberapa negara juga ada batasan-batasan yang dijadikan pegangan. Di Indonesia perubahan atau amendemen dilakukan tidak untuk menghasilkan Undang-Undang Dasar yang baru. Amendemen terhadap UUD 1945 dilakukan dengan cara melakukan perubahan terhadap beberapa pasal yang ada di Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. Disamping itu dalam melakukan perubahan juga di berikan batasan-batasan yang dijadikan sebagai acuan. Batasan yang dijadikan acuan dalam melakukan amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengacu pada pengalaman di beberapa negara dalam melakukan perubahan atau amendemen terhadap konstitusi. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sesuatu kondisi yang tidak perlu untuk disentuh serta beberapa pasal lainnya seperti bentuk negara dll. Dalam melakukan amendemen menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu untuk diamendemen yakni meliputi hal-hal sbb : pengaturan mengenai Hak Asasi manusia, Kedudukan, tugas dan wewenang MPR, kedudukan dan pertanggungjawaban Presiden, kedudukan tugas dan wewenang DPR, hal-hal lain. Dengan adanya amendemen diharapkan Check and Balances dapat berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia, 2000
T980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Budiman N.P.D.
Abstrak :
Salah satu pemikiran yang berkembang di masyarakat sejak reformasi bergulir adalah melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Pemikiran tentang perubahan ini begitu kuat sehingga ada yang berpendapat tidak mungkin reformasi tanpa mengubah UUD 1945. Saat itu pandangan masyarakat terhadap UUD 1945 secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, kelompok yang berpendapat UUD 1945 belum pernah diubah. Kedua, kelompok yang berpendapat UUD 1945 sudah pernah diubah, bahkan beberapa kali. Kelompok yang berpendapat UUD 1945 telah mengalami perubahan menemukan berbagai kekurangan atau bahkan kesalahan dalam melakukan perubahan itu, antara lain mengenai materi muatan dan bentuk peraturan perundang-undangan perubahan. Selama sejarah ketatanegaraan Indonesia ditemukan berbagai bentuk peraturan perundang-undangan perubahan Undang-Undang Dasar, seperti Maklumat, Keputusan Presiden, Undang-Undang, Ketetapan MPR, Perubahan serta perubahan dengan hukum tidak tertulis seperti konvensi. Perubahan UUD 1945 dengan memakai berbagai bentuk peraturan perundang-undangan mengundang perdebatan di berbagai kalangan, termasuk di antara pakar Hukum Tata Negara. Permasalahan yang menjadi perdebatan terutama mengenai bentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk mengubah UUD 1945. Dalam UUD 1945 tidak ditentukan bentuk peraturan perundang-undangan yang harus digunakan kalau diadakan perubahan. Akan tetapi, perubahan itu tentu tidak boleh dilakukan dengan bebas sama sekali tanpa batas apapun sebab setiap perubahan peraturan perundang-undangan secara umum harus memenuhi berbagai persyaratan. Mengenai perubahan peraturan perundang-undangan dalam ilmu hukum dikenal berbagai asas, seperti asas perubahan harus dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi. Sementara itu, dalam Hukum Tata Negara Indonesia tidak ada peraturan perundang-undangan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada UUD 1945. Jika UUD 1945 akan diubah, ketentuan yang pertama kali harus diubah sebenarnya adalah ketentuan tentang perubahan itu sendiri. Adapun perubahan yang perlu dilakukan terutama adalah menentukan bentuk peraturan perundang-undangan perubahan UUD 1945.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T 981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sholeh
Abstrak :
ABSTRAK
Secara umum fungsi penafsiran hakim mempunyai makna yang sempit dan luas. Ini bergantung pada sistem hukum yang dianut oleh suatu negara. Dalam Civil Law System –dengan kodifikasinya-- penafsiran dimaknai secara sempit. Hakim sedapat mungkin menerapkan peraturan yang ada dan hanya menguraikan makna operatifnya terhadap suatu kasus. Hanya dalam hal tertentu, aturan tidak jelas atau tidak ada, baru dapat melakukan penemuan hukum dari diluar UU. Di sini hakim sebagai mitra junior dari legislatif. Sedangkan dalam Common Law System --dengan judge made law principle-- penafsiran dimaknai secara luas. Hakim bebas membentuk hukum selain UU, asalkan tidak bertentangan dengan Konstitusi. Bahkan ia dapat menafsirkan norma dari konstitusi. Peraturan baru menjadi hukum setelah diterapkan dalam putusan pengadilan. Di sini hakim sebagai mitra senior dari legislatif. Indonesia termasuk dalam kategori negara Civil Law, meskipun dengan beberapa pengecualian. Hakim terikat pada kodifikasi UU. Namun dalam hal UU tidak jelas mengatur, hakim wajib menggali nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan mempelajari metode penafsiran purposif dari Aharon Barak, hakim sedikit leluasa untuk mewujudkan keadilan hukum bagi masyarakat. Oleh karena, fungsi hakim adalah menjadi jembatan antara hukum dan masyarakat.
ABSTRACT
In general, functions of judge’s interpretation have narrow and broad meaning. This depends on the legal system adopted by a country. In Civil Law System --with its codifications-- the interpretation used in a narrow meaning. Judge wherever possible to apply existing regulations and only decompose the operatives meaning of cases. Just in certain cases, the rules are not clear or does not exist, a new law allowed to do discovery of the source of the law as well as legislation. Here the judge as a junior partner of legislatiure. Otherwise, in Common Law System --with judge made law principle-- the interpretation used in a broad meaning. The judges make up the law independently from legal sources outside of legislation, as long as not contrary to the Constitution. In fact, it can interpret the norms in the constitution. The new rule became law when applied in decision-injunction. Here the judge as a senior partner of the legislature. Indonesia is generally included in the category of Civil Law, although with some exceptions. Judge thus bound codification of legislation. But in the case of regulations do not clearly set, the judge must dig justice values ​​that live in the community. By learning the purposive interpretation of law of Aharon Barak, the judges can do more boardly to give the justice of law to the socety. Because, the judge’s function is to bridge the gap between law and society.
Universitas Indonesia, 2013
T32973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidhya Prasajati Jatu Handayani
Abstrak :
Kota Tangerang Selatan merupakan kota termuda yang tergabung dengan wilayah Jabodetabek yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang strategi percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi terutama dalam bidang pelayanan perijinan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat penelitian dilakukan. Disimpulkan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi belum dilaksanakan secara formal, karena dokumen roadmap reformasi birokrasi belum disahkan oleh Walikota Tangerang Selatan. Namun strategi percepatan reformasi birokrasi sudah dilakukan melalui inovasi pelayanan perijinan pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Tangerang Selatan. ...... South Tangerang is the youngest city incorporated into Jabodetabek area which is the expansion of the Tangerang Regency. This study aims to find out about accelerated strategies of bureaucratic reform, especially in the field of licensing service in the Integrated Licensing Service Agency (BP2T) of South Tangerang City. The method used in this study is a descriptive analysis, which collects information about the status of existing symptoms, i.e. bureacratic reform which is the symptom whenthe study was conducted. The study found that the implementation of the reform of the bureaucracy has not been formally implemented, due to the bureaucratic reform roadmap document that has not been approved by the Mayor of South Tangerang. But the acceleration strategies of bureaucratic reform has been carried out through the innovation licensing service on the Integrated Licensing Service Agency (BP2T) of The South Tangerang City.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Irianto
Abstrak :
Penerapan reformasi administrasi merupakan sesuatu yang sangat penting dilaksanakan.Untuk mengetahui hasil penerapan reformasi administrasi perlu dilakukan analisis.Sebagai tempat penelitian dipilih Sekretariat Jenderal DPR RI yang baru saja menerapkan reformasi administrasi di lingkungannya. Permasalahan yang terjadi sebelum proses reformasi birokrasi adalah belum adanya budaya kerja di lingkungan Setjen DPR RI, serta kesiapan dari para karyawan dalam penerapan Reformasi Administrasi.

Secara umum tujuan reformasi administrasi adalah mewujudkan kepemerintahan yang baik, didukung oleh penyelenggaraan negara yang professional, bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima. Guna mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan reformasi administrasi dalam hal penataan budaya kerja, penataan Undang-Undang (UU), kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM, Pengawasan, akuntabilitas kinerja, dan pelayanan publik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara secara mendalam terhadap narasumber internal dan eksternal, seperti Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti, Kepala Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Drs. Setyanta Nugraha MM, Kepala Biro Hukum dan Panlak UU Rudi Rochmansyah SH, M.H ,Kepala Biro Humas dan Pemberitaan Drs.Djaka Dwi Winarko,M.Si. Sementara dari narasumber eksternal yaitu Koordinator FITRA Ucok Sky Khadafi, dan Ketua BURT DPR RI Roemkono. Pengumpulan data primer kualitatif menggunakan teknik wawancara, sementara data sekunder menggunakan studi kepustakaan, studi dokumen dan observasi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi reformasi administrasi di lingkungan Setjen DPR RI tidak efektif. Untuk perbaikan disarankan Setjen DPR RI harus meningkatkan kemampuan SDM guna menunjang tugas fungsinya dalam memberikan dukungan terhadap Dewan khususnya dukungan keahlian. Selain itu perlunya sosialisasi terus menerus mengenai implementasi Reformasi Birokrasi kepada para karyawan sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi perubahan di berbagai bidang. Terakhir yaitu, mendorong penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam berbagai unit kerja sehingga pekerjaan menjadi semakin cepat, tepat, efisien dan efektif.
The general objective of administrative reform is to embody the good governance, supported by a professional state administration, which is free from corruption, collusion and nepotism ( KKN ) and improve civil services in order to achieve service excellence. In achieving these objectives needs arrangement of administrative reform in terms of work culture, restructuring institutional law, management, human resources, supervision, performance accountability, and public service. To find out about the implementation of administrative reform in the SGHR, analysis of the implementation of administrative reform needs to be conducted on above aspects.

This research applied a qualitative approach with in-depth interviews to internal and external sources persons, such as the Secretary General of the House of Representatives, Winantuningtyastiti, Head of the Bureau of the Budget Analysis and Implementation of Budget, Setyanta Nugraha M.M, Head of Legal and Law, Rudi Rochmansyah SH, MH ,and Head of Public Relations and News Drs. Djaka Dwi Winarko M.Si. The external source persons namely Chairman of The Household Affairs (BURT) Roemkono and Coordinator of FITRA, Ucok Sky Khadafi. Secondary data collection is through literature study, the study of documents and observation.

The conclusion of the research is that the implementation of the administrative reform in the SGHR is not effective. Some recommendations to improve the implementation is by improving the ability of its Human Resource in providing support and expertise to the parliament. Socialization of the implementation of administrative reform needs to be conducted simultaneously to prepare the employee to deal with changes in various fields better. The use of Information and Communication Technology (ICT) in various units is important to enable the employees work more quickly, accurately, efficiently and effectively.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T43391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Chandra Aprianto
Abstrak :
Studi ini menjelaskan upaya penataan sumber-sumber agraria yang lebih adil, atau dikenal dengan istilah reforma agraria, di wilayah perkebunan Jember, Jawa Timur tahun 1942-74. Perkebunan adalah produk dari sistem kolonialisme yang tidak saja bentuk struktur agrarianya tidak adil tapi juga cenderung eksploitatif. Inilah yang menjadi alasan dilakukan proses perubahan struktur agraria di wilayah perkebunan dari corak kolonial ke nasional. Partisipasi masyarakat perkebunan sangat penting untuk dijadikan patokan dalam penataan tersebut. Sepanjang periode disertasi ini, masyarakat perkebunan bukanlah sebagai suatu objek yang statis dan mekanis. Studi ini memanfaatkan sumber lisan, tulisan serta foto untuk melihat struktur agraria di wilayah perkebunan. Perubahan struktur agraria, dinamika sosial, politik, dan ekonomi serta sejarah perkebunan Jember dari perspektif masyarakat perkebunan menjadi fokus studi ini.
known as agrarian reform in Jember plantation area, East Java, 1942-1974. Plantation was a product of colonialism system which did not only engender unfair agrarian structures, but also tended to be exploitative. This condition became a reason for conducting process of changing of agrarian structure in plantation area, from colonial to national pattern. During the period of this dissertation, plantation societies were not a static and mechanistic object. This study uses oral, written, and photographs sources for viewing agrarian structure in plantation area. The changes of agrarian structure, the dynamics of social, politic, and economic, and the history of Jember plantation from the perspectives of plantation societies become the focus of this study.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1920
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Cahyanto
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang kekuatan mengikat perjanjian pengikatan jual beli yang digunakan sebagai instrumen penyelundupan hukum dalam kegiatan penjualan tanah kaveling yang dilakukan oleh developer perumahan dalam rangka lingkungan siap bangun. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian pengikatan jual beli yang digunakan sebagai instrumen penyelundupan hukum dalam kegiatan penjualan tanah kaveling, merupakan penyelundupan hukum oleh karenanya tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Oleh sebab itu perjanjian pengikatan jual beli yang digunakan sebagai instrumen penyelundupan hukum dalam kegiatan penjualan tanah kaveling adalah disarankan untuk tidak dibuat.
This thesis is reviewing about the legal binding of sale/purchase agreement which is used by developers as law evasion to sell land lot in order of development-ready neighbourhood. This research is a qualitative research with statute approach. This reseach result concludes that sale/purchase agreement which is used by developers as law evasion to sell land lot is a law evasion, so it does not meet the legal requirement. Therefore it is null and void, and not legally binding. For that reason, sale/purchase agreement which is used by developers as law evasion to sell land lot is suggested as not to be made.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arriza Rachmanto
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang relasi kekuasaan yang terbentuk antara Negara dan Modal dalam Politik Agraria di Masa Reformasi. Lebih khusus, penelitian ini menjelaskan bentuk relasi kekuasaan antara Negara dan Modal dengan melihat pada dua indikator yaitu pada Kebijakan dan Konflik Agraria. Untuk membahasnya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan instrumen observasi wawancara mendalam dan studi dokumen untuk pengumpulan data. Temuan dari penelitian ini adalah relasi kekuasaan Negara dan Modal dalam politik agraria di Indonesia di masa reformasi masih kuat walaupun melalui strategi yang seolah olah berpihak pada rakyat, seperti kebijakan redistribusi lahan di Kecamatan Cipari. Bentuk relasi kekuasaan yang terjadi adalah accumulation by dispossession (akumulasi dengan cara perampasan), bahwa kebijakan redistribusi lahan di Kecamatan Cipari merupakan salah satu bentuk perampasan dengan strategi baru yaitu melakukan legalisasi aset.
This undergraduate thesis describes about power relation which built between State and Capital in Agrarian Politics in the Reformation Era. More specifically, this research describes the type of power relation between State and Capital with focus in two indicator that is the policy and agrarian conflict. The method used in this research is qualitative with observation, in-depth interview and document study as instruments to collect the data. This research found that power relation between State and Capital in Agrarian Politics in the Reformation Era is still strong although through the strategi as if it stands for the peasant, like the policy of land redistribution in the Subdistrict of Cipari. The type of the power relation is accumulation by dispossession which means that the policy of land redistribution in the Subdistrict of Cipari is one of the dispossession, with the new strategi that is the legalization of asset.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>