Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Sajiwo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan membuat model pemenjaraan narapidana terorisme supaya lembaga pemasyarakatan tidak menjadi tempat penyebaran radikalisasi dalam konteks Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan permenkumham No 35 tahun 2018. tentang revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan bahwa sudah diterapkannya assesmen dengan menggunakan SPPN (Standar Sistem Pembinaan Narapidana) untuk penempatan narapidana meliputi super maximum security, maximum security ,medium security atau minimum security. Standarisasinya disetiap kamar menggunakan CCTV untuk kategori kategori super maximum security  dan maximum security menggunakan konsep one man one cell. Agar terhindar dari adanya upaya pengancaman antar sesama warga binaan pemasyarakatan kasus terorisme yang sudah berkomitmen nasionalisme dan yang belum berkomitem pihak lembaga pemasyarakatan memberikan fasilitas menempatkan warga binaan berbeda bloknya.  Permasalahan utama adalah penempatan warga binaan pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan kategori narapidana terorisme tersebut sehingga mengakibatkan terjadi perekrutan serta penyebaran paham radikalisme di dalam lembaga pemasyarakatan. Sebagai solusi harus ada strategi kebijakan pencegahan penyebaran paham radikalisme di dalam lembaga pemasyarakatan meliputi aspek restoration (perbaikan), provision (penyediaan sumber-sumber daya) dan prevention (pencegahan). ......This research aims to create a model of imprisoning for terrorism convicts so that correctional institutions do not become a place to spread radicalization in the Indonesian context. This research uses a qualitative approach and descriptive research. The results of this study indicate that based on Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 35 of 2018 about the revitalization of correctional administration that the assessment has been implemented using SPPN (Standard Prisoner Development System) for the placement of prisoners including super maximum security, maximum security, medium security or minimum security. The standardization in each room uses CCTV for the super maximum security and maximum security categories using the concept of one man one cell. In order to avoid attempts to threaten fellow prisoners of terrorism cases who have committed nationalism and who have not committed the correctional institution provides facilities to place prisoners in different blocks.  The main problem is the placement of prisoners who are not in accordance with the category of terrorism prisoners, resulting in the recruitment and spread of radicalism in correctional institutions. As a solution, there must be a policy strategy to prevent the spread of radicalism in correctional institutions, including aspects of restoration (repair), provision (provision of resources) and prevention (precaution).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Mirza
Abstrak :
Perbandingan Perpindahan IKN Indonesia (Tahun 2023) dengan Malaysia (Tahun 1999) dilakukan berdasarkan analisis SWOT sebagai berikut: a) Kekuatan (S) Jumlah Orang/Penduduk, Luas, Sumber Daya Alam; b) Kelemahan (W); konflik horizontal; tingkat kemiskinan; IPM; c) Peluang (O); Ideologi; etnis; Pendidikan; Militer; Hubungan Pusat dan Daerah; d) Tantangan Radikalisme (T); Kelompok; motif; bentuk gerakan; Modus operandi. Konsep pencegahan potensi radikalisme dalam memindahkan Ibukota Nusantara dapat dilakukan dengan; 1) Integrasi Badan Pertahanan dan Keamanan Wilayah Ibukota Nusantara, 2) Pembangunan Sarana Pertahanan dan Keamanan yang memadai, 3) Pertahanan Keamanan yang cerdas pertahanan, 4) Penguatan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam pencegahan radikalisme dan terorisme, 5) Pertahanan Keamanan Sishankamrata dalam mencegah radikalisme dan terorisme. ......The comparison of the transfer of IKN Indonesia (Year 2023) with Malaysia (Year 1999) is carried out based on SWOT analysis as follows: a) Strength (S) Number of People/Population, Area, Natural Resources; b) Weakness (W); horizontal conflicts; poverty level; HDI; c) Opportunity (O); Ideology; Ethnicity; Education; Millitary; Central and Regional Relations; d) The Challenge of Radicalism (T); Group; motif; form of movement; Modus operandi. The concept of preventing potential radicalism in moving the Capital Region of the Archipelago can be done by; 1) Integration of the Defense and Security Agency of the Capital Region of the Archipelago, 2) Construction of adequate Defense and Security Facilities, 3) Defense and Security that is smart defense, 4) Strengthening the value of Pancasila and Bhineka Tunggal Ika in preventing radicalism and terrorism, 5) Sishankamrata Security Defense in preventing radicalism and terrorism.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Pradipta Budhihatma Adikara
Abstrak :
Radikalisme masih menjadi ancaman yang besar bagi ketahanan ideologi negara Indonesia. Pasca reformasi dan terbukanya segala informasi, membuat perkembangan radikalisme dan perilaku teror semakin meluas. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pencegahan harus mampu menerapkan pendekatan yang tepat untuk melakukan pencegahan radikalisme di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penerapan dari program pencegahan radikalisme yang dilakukan oleh Direktorat Pencegahan dan Direktorat Deradikalisasi BNPT serta merumuskan analisis penggalangan intelijen dengan menggunakan RASCLS-MICE dalam program pencegahan radikalisme di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengolahan data dan analisis menggunakan triangulasi data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara narasumber dan studi kepustakaan baik buku, jurnal, media, dan berita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program pencegahan radikalisme yang dilakukan oleh BNPT terbagi dalam dua direktorat, yaitu Direktorat Pencegahan dan Direktorat Deradikalisasi. Direktorat Pencegahan memiliki beberapa cakupan bidang yang bertujuan untuk mencegah masyarakat umum dan kelompok rentan untuk tidak terpapar faham radikalisme. Kemudian Direktorat Deradikalisasi memiliki cakupan bidang yang bertujuan untuk mengembalikan para napiter, eks napiter, dan keluarganya kepada ideologi Pancasila dan NKRI. Serta mencegah agar tidak kembali kepada jaringan/kelompoknya dan melakukan aksi teror. Dalam melaksanakan program pencegahan radikalisme, pendekatan RASCLS-MICE dan Cultural Intelligence diterapkan oleh BNPT. Namun terdapat beberapa pendekatan yang tidak diterapkan oleh masing-masing direktorat seperti, pendekatan Scarcity dan Coercion tidak diterapkan dalam Direktorat Deradikalisasi. Kemudian pendekatan Commitment tidak diterapkan dalam Direktorat Pencegahan. ......Radicalism is still a big threat to the resilience of the Indonesian state ideology. After the reformation and the opening of all information, the development of radicalism and terror behavior became more widespread. National Counter Terrorism Agency (BNPT) as an institution that has the duty and authority to carry out prevention must be able to apply the right approach to prevent radicalism in Indonesia. This study aims to determine the form of implementation of the radicalism prevention program carried out by the Directorate of Prevention and the Directorate of Deradicalization of the BNPT and to formulate an analysis of intelligence gathering using RASCLS-MICE in the radicalism prevention program in Indonesia. The research method used is descriptive qualitative. Data processing and analysis techniques use data triangulation. Sources of data used in this research are interviewees and literature studies both books, journals, media, and news. The results of this study indicate that the implementation of the radicalism prevention program carried out by BNPT is divided into two directorates, namely the Directorate of Prevention and the Directorate of Deradicalization. The Directorate of Prevention has several scopes of fields that aim to prevent the general public and vulnerable groups from being exposed to radicalism. Then the Directorate of Deradicalization has a scope of fields that aims to return convicts, ex-convicts, and their families to the ideology of Pancasila and the Unitary Republic of Indonesia. And prevent them from returning to their networks/groups and carrying out acts of terror. In implementing the radicalism prevention program, the RASCLS-MICE and Cultural Intelligence approaches are applied by BNPT. However, there are several approaches that are not applied by each directorate, such as the approaches Scarcity and Coercion that are not applied in the Directorate of Deradicalization. Then the approach is Commitment not applied in the Prevention Directorate.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Ashabul Fiqhi
Abstrak :
Penelitian Tugas Karya Akhir ini berupaya memaparkan berbagai aspek terkait tahapan identifikasi individu maupun kelompok radikal di masyarakat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT. Tahapan identifikasi ini merupakan bagian dari program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dengan pendekatan strategi soft approach. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data literatur dan data sekunder lainnya yang kemudian dianalisis dengan beberapa teori, diantaranya efficiency assumption, teori stigma dan social bond. Hasil studi ini kemudian menyimpulkan bahwa BNPT telah melakukan proses identifikasi dalam rangka deradikalisasi dengan pendekatan soft approach dengan baik, meskipun tidak sepenuhnya diterima dengan positif oleh masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam program deradikalisasi.
Current research paper seeks to explain various aspects related to identification stage of radical individuals or groups within society by National Agency of Terrorism Prevention BNPT. Identification stage is a part of deradicalization program implemented by BNPT utilizing lsquo soft approach rsquo strategy. In this research, qualitative approach using literature and other secondary data, subsequently analyzed with theories such as efficiency assumption, stigma and social bond theory. Result of this study concludes, despite of well executed identification process as part of deradicalization program with lsquo soft approach rsquo strategy, BNPT still lack of positive response. Proven by low community involvement in deradicalization programs.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Yudha Rahman
Abstrak :
Radikalisme dan terorisme sedang menjadi pusat perhatian dunia. Dalam menanggulangi terorisme, terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan halus (soft approach). Pendekatan keras masih belum efektif jika tidak disertai dengan pendekatan halus untuk menanggulangi kasus terorisme. Pendekatan-pendekatan halus tersebut di antaranya adalah penanggalan (disengagement)) yang akan efektif jika disertai dengan deradikalisasi yang tidak hanya menanggalkan paham radikal anarkis, tapi juga mengajak untuk kembali pada paham moderat. Deradikalisasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme. Deradikalisasi menjadi program efektif untuk merubah teroris menjadi kembali moderat karena menurut Kepala BNPT Suhardi Alius dari 128 mantan napiter hanya 3 orang yang kembali melakukan aksinya. Tulisan ini beragumen, strategi pendekatan tersebut lebih efektif ketika modal sosial dibangun dalam strategi deradikalisasi di BNPT. Hal ini dikarenakan, menurut beberapa pihak modal sosial merupakan hal yang penting untuk menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme, contohnya bela negara, peran keluarga, dan pemberantasan kemiskinan. Selain itu, keluarga dan kesempatan untuk bekerja merupakan faktor penarik seseorang meninggalkan aksi terorisme. Modal sosial yang dimaksud adalah yang memiliki dimensi bonding, bridging, dan linking yang dianggap mampu mengembalikan pelaku terorisme menjadi normal dan dapat kembali ke masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data dari mantan narapidana terorisme yang telah dideradikalisasi dan direktur deradikalisasi BNPT.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sobari
Abstrak :
Radikalisme merupakan sikap yang menginginkan perubahan menyeluruh dan revolusioner dengan membalikan nilai yang ada secara drastis lewat aksi dan kekerasan. Paham radikal telah tersebar di dunia pendidikan melalui proses Islamisasi, perekrutan, dan jaringan yang tertutup yang dilakukan secara terorganisir. Sejak terungkapnya para pelaku aksi bom Bali yang melibatkan alumni santri Pondok Pesantren Al-Islam di Lamongan, pesantren kerap dikaitkan dengan terorisme dan penyebaran radikalisme. Masuknya paham radikal salah satunya disebabkan oleh ketidakpahaman tentang ideologi bangsa yaitu Pancasila. Saat ini masyarakat hanya terbatas pada menghapal Pancasila namun tidak memahami dan mengamalkannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi rekomendasi kepada instansi terkait dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan Pancasila di pondok pesantren untuk mencegah radikalisme. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dan data diperoleh dari studi dokumen dan wawancara, kemudian data dianalisa. Hasil penelitian didapatkan bahwa penyebaran radikalisme di pondok pesantren terjadi karena kiai dan pengurus yang radikal serta dari media dan buku. Pentingnya pengajaran dan penanaman nilai-nilai Pancasila di pondok pesantren berdasarkan teori asosisasi diferensial agar Pancasila dipelajari dan ditanamkan sehingga paham radikal tidak bisa masuk, kemudian teori kontrol sosial agar nilai-nilai Pancasila dapat terus tertanam dan terjaga, dan teori penghukuman sehingga diharapkan mencegah terjadinya pelanggaran. ......Radicalism is an action that wants comprehensive and revolutionary change by drastically reversing existing values ​​through action and violence. Radical ideas have spread to the world of education through a process of Islamization, recruitment, and closed networks that are carried out in an organized manner. Since the revelations of the perpetrators of the Bali bombings involving alumni of Islamic boarding school students in Lamongan, Islamic boarding schools have often been associated with terrorism and the spread of radicalism. One of the reasons for the entry of radicalism is the lack of understanding of the nation's ideology, namely Pancasila. Currently people are only limited to memorizing Pancasila but do not understand and practice it. The purpose of this study is to provide recommendations to relevant agencies and the public about the importance of Pancasila Education in Islamic boarding schools to prevent radicalism. The research method used is qualitative and the data is obtained from document studies and interviews, then the data is analyzed. The results of the study found that the spread of radicalism in Islamic boarding schools occurred because of radical kiai and administrators as well as from the media and books. The importance of teaching and inculcating Pancasila values ​​in Islamic boarding schools is based on the theory of differential association so that Pancasila is learned and inculcated so that radicalism cannot enter, then the theory of social control so that Pancasila values ​​can continue to be embedded and maintained, and the theory of punishment so that it is expected to prevent violations.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library