Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maspaitella, Marthin Jonas
Abstrak :
Program Pembinaan Kesejahteraan sosial masyarakat terasing (PKSMT), merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada kelompok masyarakat yang rawan sosial karena keterasingan dan atau keterbelakangannya, dengan tujuan untuk menciptakan kondisi sosial masyarakat yang bersangkutan menjadi lebih baik sehingga mereka mampu berkembang dan berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk maksud inilah, maka kegiatan PKSMT selalu berorientasikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang karena lokalitasnya terpencil dan terisolasi, mengalami keterbelakngan komunikasi dengan masyarakat lain dan pelayanan Pemerintah sehingga mengakibatkan keterbelaknagan dalam taraf kehidupan dan penghidupan dan tertinggal dalam proses perkembangan kehidupan di bidang keagamaan, ideologi, politik, ekonomi maupun sosial dan budayanya. Dalam konteks inilah, maka pada tahun 1984/1985 Pemerintah Cq. Departemen Sosial Propinsi Maluku telah melakukan aksi kegiatan PKSMT di Desa Honitetu dengan tujuan ialah untuk memukimkan warga binaan (orang-orang Wemale) ke dalam suatu unit pemukiman baru dan yang menetap. Upaya pemukiman bagi orang-orang Wemale dinilai berhasil dalam pelaksanaannya, hal ini tidak hanya ditunjang oleh aksi PKSMT, namun telah diperkuat oleh adanya Missi keagamaan (Protestan) yang masuk ke daerah pemukiman mereka (tahun 1922). Dari sinilah dapat dilihat bahwa pengaruh sistem keagamaan itu turut memberikan andil dalam upaya pemukiman tersebut yang sekaligus dapat mengintegrasikan mereka ke dalam suatu wilayah pemukiman baru dan yang menetap itu sendiri. Ada dua sub problematika yang dikaji dalam penelitian ini, yakni : Pertama, Bagaimanakah pengaruh program PKSMT dalam upaya pemukiman menetap, Kedua, Apakah sistem keagamaan yang diyakini saat ini turut mendukung upaya pemukiman menetap bagi suku Wemale, khususnya dari sudut pandang integrasi masyarakat. Sebagai tujuan dari penelitian ini ialah "Untuk menggambarkan tentang pelaksanaan program PKSMT upaya pemukiman menetap, dipandang dari sudut integrasi masyarakat. Kesemuanya akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang bersifat kualitatif. Adapun konsep pokok yang berkaitan dengan integrasi masyarakat wemale, berhubungan dengan tahap difusi dan tahap evaluasi dari sipenerima program. Program tersebut baik yang bersumber dari sistem keagamaan maupun pelaksanaan program PKSMT bagi masyarakat Wemale. Sebagai hasil yang diperoleh dari penelitian ini memperlihtkan bahwa kehadiran program PKSMT di tahun 1984/1985, dalam kenyataannya cukup berpengaruh terhadap penataan wilayah pemukiman baru dan yang menetap bagi orang-orang wemale. Adanya sarana umum/sosial yang disertai dengan bantuan stimulus berupa beras, gala, teh, uang dan berbagai peralatan teknologi baru (cangkul, linggis, sekop dan sebagainya) merupakan bahagian terpenting dalam rangka memperbaiki tata kehidupan dan penghidupan sosial yang sebaik-baiknya bagi mereka. Walaupun pada sisi lain masih terlihat bahwa hasil pelaksanaan program PKSMT belum tersentuh berbagai dimensi kehidupan di dalam masyarakat setempat. Hal mana dapat dilihat kelemahannya pada dimensi pendidikan anak, kesehatan masyarakat, sistem ekonomi (mata pencaharian hidup), maupun pada bidang administrasi pemerintahan di desa setempat. Kelemahan tersebut pada satu sisi dapat dipengaruhi akibat kuatya ikatan orang-orang wemale yang cenderung mempertahankan pola hidup yang bersifat tradisionalistik. Kegagalan dari pada belum terealisasikan tahapan bina lanjut, turut mempengaruhi wujud keberhasilan program PKSMT di lapangan. Sedangkan menyangkut dimensi keagamaan memperlihatkan bahwa Sistem Keagamaan yang diyaklni saat ini (protestan) oleh orang-orang wemale di Desa Honitetu berhasil merubah dasar keyakinan agama lama (agama nunusaku) dan menjadikan mereka sebagai umat Tuhan yang percaya kepada Yesus Kristus, terhitung semenjak tahun 1922. Dalam konteks inilah, Agama Protestan melalui peran Gereja Protestan Maluku berhasil menempatkan orang-orang Wemale ke dalam suatu wilayah pemukiman baru dengan sasaran menghindari terjadinya pemukiman yang berpindah-pindah (nomaden). Usaha tersebut sekaligus betujuan untuk membuka keterasingan, keterisolasian dan mengintegrasikan mereka ke dalam wilayah pemukiman menetap, maka jadilah masyarakat Wemale sebagai masyarakat yang paripurna.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholis Ridho
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini bermula dari ketertarikan penulis terhadap hasil kajian dan temuan penelitian PIRAC (Public interest Research and Advocacy Center) dan PBB (Pusat Bahasa dan Budaya) UIN Jakarta tentang philanthropy (kedermawanan) masyarakat muslim di Indonesia. Hal yang menarik adalah bahwasanya, pertama, di tengah kondisi masa krisis yang sedang berlangsung di Indonesia, ternyata masyarakat Indonesia memiliki tingkat kedermawanan yang lebih tinggi di antara masyarakat dunia lainnya seperti Philipina, Thailand, India, Jepang, Amerika, Jerman dan Perancis. Kedua, budaya gotong royong dan ciri masyarakat yang agamis merupakan alasan umum yang menjadi faktor pendorong bagi kuatnya intensitas berderma pada masyarakat Indonesia. Ketiga, uniknya kendati rating of giving masyarakat Indonesia paling tinggi diantara negara-negara tersebut di atas, besaran nilai sedekah (rupiah) yang diberikan tidak berbanding lurus dengan tingginya intensitas berderma. Artinya, nilai sedekah (rupiah) yang diberikan masih cukup rendah dibanding Thailand, Philipina, Jerman, Perancis, Amerika, dan Jepang. Menjawab latar belakang tersebut, penulis bermaksud menguji sejauhmna kondisi krisis tidak mempengaruhi aktivitas berderma pada masyarakat di Indonesia dan benarkah aspek alasan agama menjadi pendorong utama peritaku berderma masyarakat Indonesia. Dengan mengkerucutkan aspek filantropi yang akan dikaji, penulis membatasi. aspek kegiatan berderma (philanthropy) pada masyarakat muslim, yakni aktivitas zakat fitrah dan zakat mal dalam dua tahun terkahir. Target awal wilayah penetitian adalah menguji wilayah DKI Jakarta sebagai lokasi pilihan penelitian -DM Jakarta adatah salah satu kota/sampel penelitian Pirac dan PBB UIN Jakarta. Sayangnya sehubungan keterbatasan dana dan waktu penelitian, penulis mengalihkan pilihan wilayah penelitian dari DKI Jakarta ke wiatayah Kec. Ciputat-Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan survey, menggunakan metode penarikan sampel: multi stage random sampling, terdiri 5 kelurahan dari 13 kelurahan yang ada di Ciputat (40%), 10 RW, 10 RT, dan 100 KK/responden. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan perangkat statistik SPSS 10.01 meliputi tabulasi data dengan prosentase, frekuensi, median, range, modus, nilai minimum, nilai maksimum, cross-tabulasi, uji korelasi spearman's, serta uji korelasi parsial. Pada prinsipnya intensitas aktivitas zakat (baca: perilaku) didorong oleh sikap keberagamaan dan nilai-nilai subyektif tentang kesejahteraan sosial dan keadilan sosial (Parsons:1951, Fishbein dan Ajzein:1980, 5arlito Wirawan: 2002) . Prinsip tersebut dapat dikukuhkan dengan teori unit voluntaristic Parsons', rasionalisasi weber, hukum pertukaran homans, dan filosofi interaksi simbolik Herbert Mead. Dalam pandangan Parsons nilai-nilai, ide atau sikap keberagamaan merupakan bagian dari proses internaliasi dan sosialisasi yang saling berintegrasi dengan situasi eksternal yang mempengaruhi perilaku aktor. Karena itu prinsip tindakan berzakat tidak saja untuk pemuasan kebutuhan emosional, penegasan identitas muslim, atau mencapai tujuan individual lainnya tetapi, juga untuk pemenuhan hubungan yang lebih universal, membina keeratan persahabatan/kekerabatan dan terutama keseimbangan untuk memberikan hak kemanusiaan berupa keadilan sosial bagi fakir miskin atau yang sedang jatuh miskin. Temuan yang didapatkan dalam penelitian ini bahwasanya masyarakat Ciputat secara keseturuhan adalah masyarakat yang cukup agamis dan murah hati. Kondisi krisis atau pernyataan taraf ekonomi masyarakat yang rendah atau tinggi, ternyata tidak berpengaruh bagi intensitas aktivitas zakat fitrah dan zakat maal di Ciputat. Bagi masyarakat Ciputat penunaian zakat adalah kewajiban agama, tidak terkait dengan pajak dan peraturan pemerintah, bersifat kewenangan pribadi dan bukan merupakan bagian dari mekanisme pengelolaan zakat secara makro. Sekalipun muatan integrasi dalam penunaian zakat (zakat untuk keeratan hubungan antar sesama) cukup kentat sebagai motive atau orientasi tujuan penunai zakat, akan tetapi penerapan kontrol bagi wajib zakat yang lalai ternyata kurang diminati sebagai mekanisme pengelolaan zakat yang terbaik. Alasan menunaikan zakat/sedekah bukan semata dipengaruhi oleh kapasitas sikap keberagamaan seorang muslim, tetapi juga dipengaruhi oleh penilaian subyektif tentang kontribusi zakat bagi kesejahteraan sosial. Karena itu tujuan penunaian zakat juga merupakan irisan motif dan nilai tentang zakat sebagai kewajiban agama (meningkatkan keimanan dan ketakwaan), zakat sebagai alat untuk mengurangi beban kemiskinan pihak yang kurang beruntung, zakat sebagai perekat keakraban antar umat, dan zakat sebagai penggerak perekonomian islam. Sejauh ini perilaku berzakat secara umum bersifat instrumental, yaitu untuk penunaian zakat secara formal-praktis. Namun tidak sedikit juga yang menunaikan zakat untuk kepuasan emosional dan untuk kepentingan moral/universal. Hal tersebut digerakkan dari peran serta "komunitas paguyuban masyarakat kota" seperti organisasi ketetanggaan (RT/RW), organisasi dewan masjid, organisasi kepemudaan muslim, organisasi penuajian/tahlilan dan lain sebagainya. Adapun kendala pelaksanaan zakat dengan penataan dan pengelolaan yang optimal dalam penelitian ini ditemukan dua hal. Pertama, adalah lemahnya proses internalisasi nilai dan ide zakat yang berwawasan integral dengan pengawasan dan kontrol. Kedua, adalah kurangnya mekanisme kontrol itu sendiri, terutama dari pihak institusi pengelota zakat secara formal seperti BAZ dan LAZ, sehingga praktis pengelolaan zakat banyak tercecer dalam bentuk penyaluran secara individual dan perseorangan. Dua hal tersebut didukung oleh mandulnya Undang-undang No.38/1999 tentang pengelolaan zakat di Indonesia yang tidak bersifat operasional dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan mernaksa bagi subyek zakat yang lalai.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah kesejahteraan sosial muncul dari kondisi-kondisi sosial tertentu yang berhubungan dengan masalah papan, pangan, penanggungan terhadap orang yang tidak bisa bekerja lagi karena sakit, usia lanjut dan kematian; pemeliharaan terhadap anak-anak dan orang lanjut usia; penanggungan terhadap anak-anak dan janda apabila suami mereka sakit, menganggur, meninggal, dan sebagainya. Pada umumnya kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu perlindungan masyarakat terhadap ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh berhentinya atau sangat berkurangnya penghasilan seseorang karena kondisi-kondisi tidak bisa bekerja itu.

Pada dasarnya konsepsi mengenai kesejahteraan sosial ada dalam setiap masyarakat, hanya saja perumusannya berbeda. Kemudian dalam perumusan itu bentuk dan luas aktivitas kesejahteraan sosialnya mungkin juga berbeda. Perumusan masalah kesejahteraan sosial datang pertama kali dari negara-negara Eropa; namun tidak berarti bahwa masyarakat di luar Eropa tidak memiliki konsep kesejahteraan sosial.

Dalam kaitannya dengan hukum, masalah kesejahteraan sosial mendapat tempat dalam perundang-undangan dan peraturan yang resmi dari pemerintah. Namun dalam kenyataannya konsepsi kesejahteraan sosial adalah lebih luas daripada itu. Konsepsi kesejahteraan sosial hidup dalam pergaulan masyarakat. la dilandasi oleh prinsip, adat, aturan dan norma-norma lain; yang diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban sosial dalam interaksi antar orang.

Kajian ini, yang mendekati masalah kesejahteraan sosial dari sudut antropologi hukum, berupaya menganalisa bagaimanakah sistem norma berupa perundang-undangan dan peraturan resmi itu dalam praktek mengatur kenyataan kehidupan sosial, yang berdasarkan konsepsi yang lebih luas dan sering berbeda dari sistem norma tadi.

Masyarakat yang dipilih sebagai pokok kajian dalam kajian ini adalah masyarakat Batak Toba, yang berbeda dari masyarakat Eropa yang tentu juga memiliki konsepsi tentang kesejahteraan sosial yang berbeda dari masyarakat Eropa. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini adalah bahwa pada masyarakat itu, perlindungan masyarakat terhadap ketidakpastian sosial-ekonomi, tidak dapat dipelajari tanpa memperhatikan peranan wanita. Struktur kekerabatan pada masyarakat itu adalah patrilineal, tetapi unsur matrifokal juga terkandung dalam sistem kekerabatannya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila posisi wanita Batak Toba dalam ekonomi terkenal kuat sejak dulu. Penghasilan keluarga, baik sebagian atau seluruhnya tergantung pada aktivitas wanita dalam bidang ekonomi. Dalam dekade terakhir ini, sejak lahan pertanian tidak lagi cukup memberikan hasil panen dan kesempatan kerja baik bagi laki-laki maupun wanita, wanita mencari alternatif lain di luar pertanian, untuk bisa memberi dukungan ekonomi bagi kelangsungan keluarganya.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharmen
Abstrak :
abstrak
Hampir semua negara di dunia baik negara berkembang maupun negara maju melakukan intervensi terhadap komoditi bahan pangan. Namun besarnya intervensi Pemerintah pada komoditi pangan antara satu negara dengan negara lainnya sangat berbedabeda. Jepang misalnya memberikan proteksi yang besar bagi perlindungan petani dalam negeri. Sedangkan di Indonesia perlindungan terhadap komoditi beras juga dilakukan melalui instrumen kebijaksanaan Pemerintah dalam stabilasasi harga beras. Tujuan Pemerintah melakukan intervensi terhadap komoditi pangan di Indonesia adalah : (a) Melindungi atau meningkatkan pendapatan petani; (b) mengurangi ketidakstabilan harga dan pengendalian inflasi; dan (c) menjamin keseimbangan antara produksi dan konsumsi dalam negeri.

Intervensi Pemerintah terhadap komoditi beras adalah melalui mekanisme harga yang menurut meier (1991) digolongkan pada pendekatan productive state dimana peran Pemerintah ditujukan untuk memperbaiki kegagalan pasar dan bentuk intervensi tidaklah bersifat langsung tetapi melalui mekanisme harga, setelah pasar bekerja dengan normal maka intervensi Pemerintah akan ditarik kembali. Kebijaksanaan yang muncul didasarkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Intervensi melalui mekanisme harga dilakukan dengan mempengaruhi tingkat harga di pasar. Pola pelaksanaan intervensi tersebut adalah dengan cara : (a) membeli beras produsen pada saat terjadinya musim panen dan menyimpannya menjadi buffer stole atau melakukan pengadaan beras melalui impor apabila tingkat produksi petani tidak bisa menutupi kekurangan konsumsi dan (b) melepaskan sick cadangannya pada saat terjadinya musim kemarau (kelangkaan beras).

Dalam rangka pengadaan beras baik pengadaan dalam negeri maupun melalui impor, Bulog memperoleh fasilitas kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah (dibawah harga pasar), selisih

tingkat suku bunga kredit yang diterima tersebut mencerminkan subsidi Pemerintah untuk komoditi beras, disamping subsidi lainnya seperti pelaksanaan operasi pasar.

Besarnya stok cadangan beras komoditi beras yang dimiliki Bulog mencerminkan besarnya pinjaman yang diterima Bulog dalam dari Pemerintah. Semakin besar stok cadangan yang dimiliki Bulog maka semakin besar pula pinjaman yang disalurkan kepada Bulog. Besarnya anggaran yang disalurkan melalui Bulog dalam rangka menstabilkan harga beras mengakibatkan adanya kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya yang tertunda atau bahkan tidak dapat dibelanjai atau dikurangi dari anggaran Pemerintah yang juga memiliki dampak sosial yang luas terhadap masyarakat, seperti pembangunan Puskesmas, pembangunan sekolah dasar, dan lain sebagainya.

Hasil Analisa

Analisa dilakukan dengan dua cara yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif, menggambaran secara deskriptif tentang profil komoditi beras, sedangkan analisa kuantitatif, mengitung besaran subsidi yang disalurkan Pemerintah dan membandingkan hasil perhitungan subsidi tersebut dengan kegiatan lain yang juga memiliki dampak sosial terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pola intervensi yang dilakukan Bulog, oleh banyak pihak dikatakan telah berhasil salah satunya dibuktikan melalui penelitian Peter Tirner dalam syahrir (1992), seorang pakar ekonomi pembangunan mengatakan bahwa Bulog adalah salah satu contoh institusi yang berhasil melakukan intervensi Pemerintah terhadap komoditi pangan di Indonesia. Pola intervensi yang dilakukan oleh Bulog pada komoditi beras mengakibatkan telah menguntungkan semua pihak baik itu petani, masyarakat dan Pemerintah.

Namun demikian sebagai dampak dari keberhasilan tersebut muncul berbagai persoalan baru (baik itu dampak dari subsidi maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam negeri dimasang datang, seperti pada konsumsi, beras hampir dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, suplai beras dijamin oleh Pemerintah sampai pada daerah-daerah terpencil dan dengan harga yang relatif murah dan terjangkau. Akibatnya mendudukan posisi beras pada kelangkaan yang semu. Kondisi tersebut merupakan disinsentif.bagi

keanekaragaman bahan makanan atau diversifikasi bahan pangan di Indonesia. Akibat lainnya adalah mendudukan beras menjadi komoditi yang "strategis" sehingga ketergantungan mayarakat terhadap beras semakin tinggi.

Indonesia atau negara berkembang lainnya yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi beras. Dengan kondisi "krismon" seperti sekarang ini, sebagian masyarakat lebih cenderung melakukan hal apa saja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya dengan cara melakukan pencurian, penjarahan, perampokan dan kerusuhan sosial lainnya. Kondisi demikian dibuktikan melalui penelitian Timmer tahun 1996 yang secara empirik menyimpulkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah pangannya dalam arti keamanan pangan.

Menurut penelitian LPEM-Ul tahun 1999, masalah ketahanan pangan nasional seiama ini sebenarnya hanya bertumpu kepada Bulog dengan dukungan kemudahan impor. Ketika nilai Rupiah melemah pada tingkat yang sangat parah, sisi ketahanan pangan yang didukung oleh impor tersebut terguncang hebat. Nilai kurs rupiah terhadap dollar sebelum krisis telah menyembunyikan kelemahan fundamental di sektor pertanian padi dengan adanya tekanan produksi.

Pertanyaan yang sangat penting yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dengan cara yang sebaik-baiknya bagi penduduk Indonesia dan bagaimana bentuk kebijaksanaan yang rasional secara ekonomi dan optimal bagi kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk dapat menjawab pertanyaan diatas beberapa cara telah pernah dilakukan oleh Pemerintah, salah satunya melalui program swasembada pangan. Program swasembada pangan merupakan sasaran yang secara konsisten harus tetap diupayakan, agar kebutuhan pangan secara nasional dapat terpenuhi dengan tingkat harga yang dapat dipertahankan dan relatif stabil. Untuk mendukung kebijakan swasembada pangan tersebut maka teknologi harus secara terus menerus dihasilkan dan dikembangkan serta disebarluaskan kepada petani agar swasembada pangan dapat tercapai. Disamping itu sumber daya manusia di bidang pertanian perlu ditingkatkan agar teknologi tersebut dapat diserap dan diterapkan dengan baik oleh

petani. Penyediaan dan penyebaran teknologi produksi dan pemasaran yang lancar dan berkelanjutan merupakan prasarat bagi kelanjutan pembangunan di sektor pertanian. Alternatif Iainnya adalah diversifikasi bahan makanan kebutuhan pokok perlu diinformasikan secara baik dan benar sehingga ketergantungan terhadap satu bahan makanan pokok (beras) tidak terjadi. Diversifikasi dan pengembangan komoditi pangan di luar beras diperlukan agar ekonomi perdesaan tetap merupakan sumber pertumbuhan yang kuat dan dapat menampung pertambahan tenaga kerja baru.

Selanjutnya di masa mendatang kebijaksanaan harga dasar diharapkan dapat berubah intensitasnya sebagai akibat dari makin meningkatnya penghasilan masyarakat, yaitu pada saat pengeluaran masyarakat untuk konsumsi beras menjadi bagian yang relatif kecil dari seluruh pengeluaran rumah tangganya, maka pada kondisi demikian diharapkan fluktuasi harga beras tidak lagi mempengaruhi pengeluaran penduduk dan selanjutnya beras akan berubah fungsi dengan tidak lagi menjadi komoditi yang "strategic". Kebijaksanaan stabilisasi harga beraspun akan mengalami perubahan yang tentu saja termasuk kelembagaan Bulog.

Perspektif mengenai kebijaksanaan harga seperti ini penting diperhatikan karena upaya untuk menstabilkan harga selalu menimbulkan biaya yang tidak kecil dan biaya tersebut adalah biaya riil dengan mengorbankan kegiatan-kegiatan pembangunan Iainnya. Karenanya dalam jangka panjang harus dibuka kemungkinankemungkinan untuk memperlonggar sasaran untuk menstabilkan harga pangan terutama apabila tingkat penghasilan konsumen sudah cukup tinggi. Dengan demikian dana yang tadinya dialokasikan untuk subsidi beras dapat dimanfaatkan ke sektor Iainnya seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Perkembangan beberapa negara sosialis memberikan isyarat akan adanya perubahan besar-besaran tentang peran Pemerintah dalam rnembangun perekonomian negara dan bangsa. Kebijaksanaan harus diarahkan untuk mendorong sistem dan lembaga-lembaga pasar berkembang dan dapat bekerja dengan Iebih efisien. Sehingga kemampuan dan efisiensi lembaga-lembaga pasar dalam melaksanakan fungsi ekonominya akan mengalami peningkatan.

Indonesia yang secara geografis memiliki wilayah yang luas serta dengan perkembangan dinamika masyarakat yang berbeda dan adanya kesenjangan ekonomi, sosial serta kesenjangan antar daerah mengakibatkan penentuan kebijaksanaan yang tepat secara nasional akan menjadi sulit. Karenanya sejalan dengan konsep otonomi daerah maka upaya untuk meminimalisasi kesulitan dalam penerapan kebijaksanaan pangan dapat didistribusikan kepada daerah. Sehingga diharapkan daerah akan dapat menerapkan kebijaksanaan pangan untuk daerahnya sendiri. Pemberian wewenang yang kuat kepada daerah dalam menentukan arah kebijaksanaan pangan perlu lebih didukung secara lebih serius dengan prinsip tidak bertentangan atau justru menghambat akan terbentuknya lembaga ekonomi berbasiskan mekanisme pasar di daerah.

Implikasi Kebijakan

Pemberian subsidi beras melalui kebijaksanaan harga dasar dalam menghadapi perubahan makroekonomi dan globalisasi akan mempengaruhi peranan Bulog masa yang akan datang. Pengaruh tersebut adalah : n Pertama, tekanan terhadap anggaran Pemerintah (rutin dan pembangunan) dimasa datang semakin kuat sehingga kemampuan Pemerintah dalam membiayai subsidi dan biaya operasional lainnya makin melemah. n Kedua, dengan Undang Undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Pemberian wewenang penuh pada daerah untuk menentukan nasibnya sendiri harus pertimbangan. Sehingga perlu restrukturisasi dan redefenisi kelembagaan Bulog. Sejalan dengan itu, harus dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah. ? Ketiga, pada keadaan normal diharapkan terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dari beras kepada bahan pangan substitusi Iainnya seperti jagung, gandum, sagu, kentang dan lain-lain yang menyebabkan kebutuhan relatif akan pangan (beras) akan berkurang. ? Keempat, tekanan terhadap kebutuhan akan deregulasi makin deras, meskipun dirasakan benturan terhadap kepentingan berbagai kelompok yang telah menikmati rente ekonomi. Sehingga upaya ke arah penciptaan sistem ekonomi yang berbasiskan mekanisme pasar perlu diciptakan, dan didorong ke arah itu.

Dari keempat point diatas, perubahan terhadap fungsi dan peranan Bulog dapat dilakukan secara sporadis dan bertahap. Pada tahap awal, larangan terhadap monopoli impor beras dicabut (monopoli Bulog terhadap komoditi beras) dan sektor swasta diberikan kesempatan untuk melakukannya secara transparan, sehingga tercipta persaingan yang sehat dalam perekonomian. Dengan demikian ada tiga alternatif kebijaksanaan yang dapat disarankan. Setiap alternatif kebijaksanaan tentu saja mempunyai dampak konsekuensi yang dihadapi, diantaranya : n Alternatif kebijaksanaan pertama adalah tetap mempertahankan kebijaksanaan pengaturan harga komoditi beras yang dimonopoli oleh Bulog dengan konsekuensi biaya subsidi yang basal.. ? Alternatif kebijaksanaan kedua adalah dengan menerapkan deregulasi penuh (full deregulation) yaitu membebaskan dan menghapus pengaturan harga (price control). n Alternatif kebijaksanaan ketiga adalah deregulasi parsial yaitu mengurangi hambatan entry (barrier to entry) dengan menetapkan standar entry. Pengaturan harga masih tetap diperlukan dengan memberi batasan (range) tertentu atas harga, dan memberi peluang kepada entrant untuk menjual pada batasan harga tersebut. Upaya sungguh-sungguh diperlukan untuk menciptakan kelembagaan yang berbasiskan pada mekanisme pasar.

Dari ketiga alternatif kebijaksanaan diatas sesuai dengan pendekatan regulasi, perlu diperhatikan juga alternatif kebijaksanaan persaingan yang menyangkut dua hal, yaitu : n Pertama, pengaturan terhadap tindakan-tindakan pelaku usaha dalam kegiatan usahanya, dan ? Kedua, kebijaksanaan untuk mendorong terciptanya iklim persaingan dalam perekonomian yang mengacu pada konsep mekanisme pasar.

Untuk yang pertama harus di atasi dengan suatu Undang-undang Persaingan Sehat atau Undang-Undang Antimonopoli, sedangkan untuk yang kedua lebih pada deregulasi dan liberalisasi perdagangan internasional. Untuk menciptakan Iingkungan yang Iebih kondusif bagi persaingan yang sehat maka kebijaksanaan persaingan yang menangani keduanya secara komprehensif harus diperkenalkan. Tanpa menangani masalah tadi secara komprehensif hanya akan menyelesaikan sebagian dari permasalahan dan tidak akan efektif untuk menciptakan suatu struktur pasar yang efisien.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcha Adiwara P
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang perubahan pada indikator pengetahuan dan sikap kebencanaan para pemuda Indonesia yang menjadi homestay buddy dalam program Disaster Risk Reduction Homestay (DRR Homestay) 2013 selama tiga waktu pengukuran (sebelum program, saat program, dna setelah program). Selama menjalankan program DRR Homestay 2013, para pemuda ini menjalankan berbagai peran dalam target sasaran program, peran dalam rekan sebaya, maupun peran dalam isu pengurangan resiko bencana. secara umum.
This Thesis discusses the changes in Disaster knowledge and attitude indicators of Indonesian Youth who became homestay buddy during program’s of DRR Homestay 2013, which measured in three time measurement (Before program, during program, and after program). During the program of DRR Homestay 2013, these youth were running the variety of roles, both role in target of program, role in peer group, and role in disaster risk reduction issues generally.
2014
S53922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Muhammad Hutomi
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan pelaku usaha kecil penerima manfaat program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat) masih miskin dan upaya yang telah mereka lakukan untuk mengatasinya. Metode yang dipakai adalah deskriptif kualitatif menggunakan analisis teori perangkap kemiskinan. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor yang memerangkap pelaku usaha kecil dalam kemiskinan adalah dari kekurangan materi, keterkucilan, kelemahan fisik, ketidakberdayaan, dan kerentanan. Penelitian merekomendasikan untuk melakukan pengembangan kapasitas pelaku usaha kecil untuk mencari usaha lain yang memberikan pendapatan lebih; reposisi peran pendamping dan penanganan khusus bagi pelaku usaha; memasyarakatkan program untuk pelaku usaha secara lebih masif serta pengembangan riset kemiskinan yang multidimensi.
ABSTRACT
This study is focus on cause factors of poverty at small-scale entrepreneurs who receive Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat) program and how they coped that. It used descriptive qualitative with analysis of deprivation trap theory. The findings are some factors has been trapped the entrepreneurs, include material poverty, isolation, physical weaknesses, powerlessness, and vulnerability. The suggests are improvement small-scale entrepreneurs’ capacity to gain other worthier businesses; enhancing community worker roles and give special treatment for the entrepreneurs; better socialize program for the entrepreneurs and developing a multidimensional research for better understanding of poverty.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Dwi Deswanti
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang gambaran kondisi biologis, psikologis, dan sosial atau dapat disingkat menjadi biopsikososial pada keluarga pencari suaka etnis Rohingya yang sedang tinggal sementara di YLBHI. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kondisi biopsikososial penting untuk diperhatikan karena kondisi biopsikososial individu mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya itu, kondisi biopsikososial individu juga mampu memperlihatkan keadaan individu dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi biopsikososial keluarga pencari suaka etnis Rohingya yang berkaitan dengan cara keluarga tersebut dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup mereka selama tinggal di kantor YLBHI yang erat kaitannya dengan kesejahteraan mereka.
ABSTRACT
This study is contained of a big frame description about biologically, psychologically, and socially condition of asylum seeker family who currently lived in YLBHI for a while. This study is a descriptive study that uses qualitative approach. The result of this study says that biopsychosocial condition is an important thing that has influence people to find a way to fulfill their daily life needs. In addition, biopsychosocial condition of people is able to show the circumstances of well being or not which people have. This study want to show you a full description about biopsychosocial condition of asylum seeker family which has influence them to find a way to fulfill their daily life needs during lived in YLBHI and its relation with asylum seeker family well being.
2014
S53592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nauval Khairy Kepala Mega
Abstrak :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam pengelolaannya, APBD antara satu daerah dengan yang lainnya berbeda-beda bergantung dengan kebijakan daerah tersebut. Atas dasar perbedaan pengelolaan APBD tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang pendidikan terjadi dengan penyerapan APBD dari daerah dalam hal ini adalah kabupaten Ogan Ilir dan kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan tipe deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa (1) pengelolaan keuangan daerah diawali dari siklus penyusunan, penetapan, pelaksanaan, perubahan, dan pertanggungjawaban; dan (2) Penyerapan anggaran tidak mencerminkan tercapainya tujuan pembangunan apabila hanya mengenai terlaksananya suatu kegiatan dan tidak menggambarkan hasil atas suatu pelaksanaan kegiatan. Penyerapan anggaran memiliki peran dalam meningkatnya pembangunan manusia tetapi dengan catatan bahwa penggunaan dari anggaran tersebut harus dapat menggambarkan hasil atas suatu pelaksanaan kegiatan. ......Local Government Budget is an annual financial plan that appointed by local regulation. During its management, there is differences between local government budget and the others local government budget depends on how the policy at the local government. Based on the fact that there are differences on how local government budget is managed, this research was conducted to determine the increase of public welfare in education happen with local government budget absorption, in this case Ogan Ilir Regency and Lampung Timur Regency. This research is in the form of normative-judicial, with descriptive-analytical type. Result of this research is (1) the management of local finance is initiated by a cycle consist of drafting, enactment, implementation, revision, and accountability; and (2) budget absorption does not reflect the achievement of development goals if it just about activity that is completed and not showing result of the activity itself. Budget absorption has a role in increasing human development but with the provision of budget utilization should showing results for an implementation of activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Merkx, Kitty
Jakarta: Atmajaya, [date of publication not identified]
344.03 MER d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>