Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diar Wahyu Indriarti
Abstrak :
Dengan ditetapkannya kebijakan Perusahaan Jawatan (Perjan) bagi RS Fatmawati melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2000 tentang Perjan dan Peraturan Pemerintah Nomor 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perjan untuk RS Fatmawati, semestinya RS Fatmawati sudah melaksanakan kebijakan Perjan sejak dikeluarkannya kebijakan tersebut pada tahun 2000. Tetapi pelaksanaan kebijakan Perjan yang dikeluarkan pada tahun 2000 itu baru dilaksanakan secara keseluruhan pada bulan Maret tahun 2003. Mengapa proses Perjanisasi rumah sakit memakan waktu yang lama ?. Dilain pihak dengan adanya Undang Undang (UU) Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, maka Perjan sudah tidak ada lagi, melainkan PERUM dan PERSERO. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan Perjan di RS Fatmawati, faktor-faktor yang mempengaruhi, permasalahan kebijakan Perjan di RS Fatmawati, baik pada tingkat kebijakannya sendiri maupun terhadap implementasinya sehingga didapatkan pemecahan untuk perbaikan kebijakan selanjutnya. Selain itu untuk mengetahui bentuk rumah sakit seperti apa yang diharapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan diperoleh melalui FGD dan wawancara mendalam dengan 19 informan yang terdiri dari manajer strata satu, dua, dewan pengawas. Selain itu juga dari laporan-laporan yang ada di Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan dan Meneg BUMN. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya faktor - faktor diluar (eksternal) dan didalam (internal) rumah sakit yang mempengaruhi implementasi kebijakan Perjan di RS Fatmawati. Faktor eksternal meliputi, tidak adanya penjelasan peraturan Perjan dalam bentuk UU maupun peraturan, pembinaan yang sangat kurang dari Kementrian BUMN, Departemen Keuangan dan Departemen Kesehatan yang juga lambat. Selain itu karena bentuk Perjan rumah sakit masih baru sehingga banyak pihak masih rancu. Faktor Internal meliputi, SDM yang beragam memperlambat sosialisasi dan penyusunan struktur organisasi yang baru. Belum sepenuhnya otonomi rumah sakit diberikan antara lain belum diserahkannya asset RS Fatmawati secara legal oleh Departemen Keuangan dan kebijakan cost sharing bagi pasien Askes. Dengan dikeluarkannya UU no 19/2003 tentang BUMN bahwa Perjan sudah tidak ada lagi diganti Perum dan Persero, maka apapun bentuk rumah sakit mendatang sebaiknya RS Fatmawati tetap dapat menjalankan kewajiban sosialnya. Peneliti berkesimpulan lamanya proses implementasi kebijakan Perjan di RS Fatmawati terutama akibat tidak adanya penjelasan tentang Perjan ini baik dalam bentuk UU maupun peraturan, serta faktor-faktor yang telah disebut diatas. Dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan sebaiknya RS Fatmawati tidak menjadi BUMN. Untuk itu dibutuhkan kesungguhan dari perjuangan Departemen Kesehatan untuk membantu rumah sakit mewujudkan tujuannya. Daftar bacaan 37 (1983 - 2003)
Hospital Fatmawati has obligated to implement policy of Public Service Organization (PSO) for Hospital Fatmawati since 2000 based on Government Rule No. 612000 about Public Service Organization (Perjan) and No. 117/2000 about Forming PSO for Hospital Fatmawati. However the implementation of these policies was not in 2000 but in overall started in March 2003. Why this process of PSO was taking a long time? In the other hands, the newly published Law No. 19/2003 about State Owned Enterprise has omitted the status of PSO, and changes it to Public Enterprise and Limited Company. This research aimed at understanding the implementation of policy about PSO at Hospital Fatmawati, influenced factors, and problems faced, either at the level of policy or implementation, so can be generated a solution to improve it policy. And also to know further what kind of hospital is expected. This research is using qualitative approach through focused group discussion and in-depth interview with 19 resources person of manager since level 1, 2, and supervisory board. Also supported by several report from Directorate General for Medical Services Department of Health, Department of Finance, and State Ministry of State Owned Enterprise. The result of research shows that there are external and internal factors that influence to the implementation of PSO policy at Hospital Fatmawati. External factors are including no explanation about PSO in the kinds of law or regulation, lack facilitation from State Ministry of State Owned Enterprise, Department of Finance, and late from Department of Health. Also, because of PSO hospital is a new concept so still so much discrepancy. Internal factors are including heterogeneous background of human resources that lead to delay of socialization process and forming a new structure of organization, not fully provided of autonomy of hospital to Hospital Fatmawati, such as delegation of assets of hospital from Department of Finance and policy of cost sharing of patient of State Owned Health Insurance (Askes). In relation to the issuance of Law No. 19/2003 about State Owned Enterprise that PSO is changed by Public Company and Limited Company, therefore the form of Hospital Fatmawati in the future should implement it social's responsibility. The researcher concluded that process of implementation of policy of PSO of Hospital Fatmawati was took long time due to the absence of explanation of PSO either in the form of law, regulation, or above mentioned factors. Based on this research, it is suggested to Hospital Fatmawati not to be a State Owned Hospital. For this purpose, it is need to have seriousness and attempt of Department of Finance to facilitate hospital in realizing its goals.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henita Rahmayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Adanya kecenderungan semakin meningkatnya peranan kota baik sebagai pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan maupun sebagai pusat penyediaan lapangan kerja mengakibatkan perlunya perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota di Indonesia dewasa ini. Pertambahan penduduk yang sangat pesat di daerah perkotaan menyebabkan peningkatan permintaan perumahan yang sangat besar. Pada sisi lain lahan untuk peruntukan perumahan sangat terbatas. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendayagunaan tanah perkotaan tersebut, sekaligus dapat memecahkan masalah perumahan, adalah pembangunan rumah susun. Rumah susun merupakan permukiman yang teratur dan berkepadatan tinggi.

Kampung Kemayoran termasuk bagian wilayah pusat kota Jakarta, merupakan kawasan terbangun dengan berbagai permasalahan, di antaranya adalah masalah lingkungan perumahan. Untuk menangani masalah tersebut perlu dilakukan peremajaan lingkungan perumahan kampung Kemayoran. Proyek Kemayoran adalah proyek pembangunan bekas wilayah Pelabuhan Udara Kemayoran seluas lebih kurang 450 ha yang akan dibangun menjadi Kota Niaga antarbangsa dengan nama Kota Baru Kemayoran. Jumlah unit yang dibangun adalah 1.472 unit terdiri atas tipe rumah F-18 sebanyak 704 unit, tipe F-21 sebanyak 480 unit dan tipe F-36 sebanyak 288 unit.

Kebijakan ini diwujudkan melalui dua program yaitu program pemukiman kembali dan program pembinaan sosial. Ketersediaan fasilitas bersama untuk sarana umum dan sarana ekonomi penduduk di lantai 'dasar rumah susun tersebut (antara lain meliputi ruang serba guna, mushola, taman kanak-kanak, puskesmas, kantor pos, kantor cabang BTN, kantor koperasi warga, tempat perbelanjaan, tempat bermain anak dan ruang terbuka hijau) seharusnya dapat mengatasi permasalahan permukiman di lingkungan baru, serta ketersediaan fasilitas bersama dan tempat usaha tersebut seharusnya juga dapat memenuhi kebutuhan akan fasilitas warga perumahan setempat.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya rekayasa fasilitas bersama dan tempat usaha, ukuran memadai atau tidakkah keberadaannya, kepuasan warga perumahan susun, corak dan jenis jaringan sosial, serta aturan apa raja yang diciptakan oleh warga dalam pemanfaatan fasilitas bersama dan tempat usaha di perumahan susun Kemayoran. Studi seperti ini dapat menjadi upaya temu kenal strategi rumah tangga di perumahan susun Kemayoran dalam pemanfaatan fasilitas bersama dan tempat usaha. Sebagai hasilnya diharapkan bermakna bagi pengembangan kebijakan pembangunan perumahan susun di Indonesia, khususnya dalam hal fasilitas bersama dan fasilitas tempat usaha.

Pada dasarnya warga rumah susun Kemayoran perlu memperoleh atau menguasai fasilitas umum dan fasilitas tempat usaha di perumahan susun Kemayoran. Jika warga menilai ketersediaan kedua fasilitas tersebut cukup memadai maka mereka tidak merekayasanya. Sebaliknya, apabila tidak mencapai kepuasan, warga menilai perlu merekayasa kedua fasilitas tersebut. Untuk memperoleh atau menguasai fasilitas bersama dan tempat usaha itu warga dapat memanfaatkan jaringan hubungan sosial dan menciptakan aturan-aturan yang relevan.

Kehidupan keseharian warga penghuni rumah susun Kemayoran yang rerata berpenghasilan rendah memiliki penyesuaian diri dalam empat hal yaitu masalah kepribadian personality, masalah rasa memiliki sense of belonging ness, masalah ruang space, dan masalah mengubah kebiasaan sehari-hari mereka. Tinggal di rumah susun dibutuhkan sikap dan tata nilai yang berbeda dari tinggal di rumah kampung. Batas-batas privacy dan publicnya berubah. Rumah susun mengkondisikan sikap dan tata nilai yang berbeda dari rumah dusun.

Jalan yang ada pada perumahan susun Kemayoran mencakup jalan utama, jalan antar lingkungan dan jalan lingkungan. Kebutuhan warga perumahan susun Kemayoran akan air minum dipenuhi melalui adanya saluran pipa PAM. Saluran tersebut tersedia bagi setiap kepala keluarga sejak mereka menempati rumah susun. Pengetahuan dan kebutuhan warga mengenai mushola menyatakan bahwa tidak terlalu menjadi masalah jika terletak agak jauh dari rumah tinggal. Pengetahuan dan kebutuhan warga akan puskesmas menunjukkan amat diperlukannya dalam keadaan darurat. Kapasitas tampung TK Janti cukup besar untuk menampung anak usia TK di lingkungan perumahan susun Kemayoran. Ruang serba guna dirasakan cukup luas dan cukup banyak yang memanfaatkannya setelah terdapat rekayasa terhadapnya. Seluruh warga yang diteliti selalu memanfaatkan taman bermain anak untuk kepentingan bermain anak-anak mereka, dan dirasakan cukup memadai kapasitasnya. Warga setempat memanfaatkan STN untuk keperluan perbankan yang ada.

Fasilitas tempat usaha Perumahan Susun Kemayoran menunjukkan tidak adanya perbedaan waktu tempuh rerata mencapai pusat perbelanjaan tersebut. Hal ini didasari oleh pengetahuan dan keinginan letak pusat perbelanjaan yang sudah memadai sekarang ini. Tidak adanya rekayasa terhadap tempat usaha dilandasi oleh anggapan bahwa ruang tempat usaha cukup memadai serta status penyewa. Perilaku seragam tampak di antara mereka yang berusaha di fasilitas tempat usaha tersebut dalam hal sumber dana adalah seragam. Umumnya para pengusaha tidak menyandarkan perekonomian keluarga pada usaha tersebut, tetapi pada penghasilan yang diperoleh dari kepala keluarga atau anggota keluarga yang lain.

Corak dan jenis jaringan sosial yang ada di perumahan susun Kemayoran dalam pemanfaatan fasilitas umum dan tempat usaha amat ditentukan oleh struktur fisik bangunan gedung, status kepemilikan rumah susun, dan sosial-ekonomi penghuni. Hal itu mengakibatkan kecenderungan segregasi sosial berdasarkan jenis kelamin dan kohesi sosial yang tidak lagi tinggi. Sekitar kiri-kanan rumah hanya ada dinding dan ruang hampa terbuka atau pintu rumah tetangga tepat di depan rumah. Ruang gerak fisik menjadi amat terbatas oleh karena dinding dan ruang hampa tadi, oleh struktur ruang dalam satu rumah maupun antar lantai, antar tangga, dan antar gedung. Keterbatasan fisik tersebut amat mempunyai dampak terhadap interaksi sosial para penghuni rumah susun.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Troxel, Charles Emery, 1908-
New York: Rinehart, 1974
380.16 TRO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
Abstrak :
Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang merupakan kota baru yang berkembang dengan pesat yang berfungsi sebagai daerah penyangga bagi Ibukota Jakarta dan sekaligus berfungsi sebagai daerah pengembangan sektor industri, perdagangan dan pemukiman. Namun kemajuan dan perkembangan yang pesat Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang kurang diimbangi dalam hal penyediaan layanan perkotaan bagi warganya. Sebabnya adalah karena adanya berbagai kendala yang dihadapi pemerintah kota, seperti dana yang kurang memadai dan keterbatasan kualitas aparatur pemerintah. Oleh karena itu diperlukan adanya partisipasi sektor swasta dan masyarakat untuk mendukung berbagai kebijaksanaan pemerintah daerah dalam penyediaan layanan perkotaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, dari 9 jenis layanan perkotaan yang diteliti hanya 1 jenis layanan (penyediaan listrik) yang telah menyediakan layanan secara sangat baik dimana hampir seluruh wilayah telah menikmati fasilitas listrik dengan baik. Sedangkan 8 jenis layanan Iainnya (jalan, air bersih, drainase, persampahan, air limbah, telepon, pendidikan dan kesehatan) masih kurang memadai dengan tingkat penyediaan layanan yang bervariasi antara 23% sampai 53% dari kebutuhan layanan perkotaan yang dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian, maka diperlukan adanya suatu kebijaksanaan pemerintah daerah yang mampu mempertajam skala prioritas pembangunan guna tersedianya layanan perkotaan yang lebih baik dimasa mendatang. Di samping itu pemerintah daerah perlu menciptakan adanya suasana yang kondusif sehingga partisipasi sektor swasta dan masyarakat dalam penyediaan layanan perkotaan dapat ditingkatkan.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arik Sutiawan
Abstrak :
Pelayanan adalah suatu hal penting yang harus diperhatikan tidak hanya pada perusahaan yang berorientasi pada profit tetapi juga instansi pemerintah. Pada umumnya masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap layanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Oleh karena itu peningkatan kualitas pelayanan instansi pemerintah perlu dilakukan salah satunya dengan reformasi birokrasi. Direktorat Jenderal Pajak merupakan salah satu instansi publik yang telah melakukan Reformasi Birokrasi. Pada penelitian ini hanya melakukan studi kasus pada Kantor Pajak Pratama Cikarang Utara yang terletak di kabupaten Bekasi. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh dari dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari responsiveness, professionalism, empathy, reliability, tangible, dan assurance dan dimensi dari facilities management yang terdiri dari human capital management, information and communication technology, property management, dan working process terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini dilakukan pada Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Cikarang Utara. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 90 responden. Data kuesioner dari responden diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Dalam menganalisis data digunakan persamaan regresi berganda melalui uji F Anova, uji t statistik dan persamaan juga diuji dengan uji asumsi klasik dengan tingkat signifikansi 0.05 (α =5%). Berdasarkan uji yang telah dilakukan diketahui bahwa dimensi FM-SERVQUAL secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan pada saat dilakukan uji parsial, hanya ada 2 variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu Reliability dan property management. ......Service is an important thing to be a concern not only by the profit-oriented company but also by the Government. Generally, people have a negative perception of the services performed by the Government. Therefore improving the quality of government services need to be done, by the reform of the bureaucracy. Directorate General of Tax is one of the public agencies that have done the Reform of taxation. This study only conducted a case study on Cikarang Utara Small Tax Office located in Bekasi regency. This study wanted to determine the effect of service quality dimensions consisted of responsiveness, professionalism, empathy, reliability, tangible, and assurance, and also dimensions of facilities management which consists of human capital management, information and communication technology, property management, and working process toward tax payer compliance rate. This study was conducted at the tax payer listed on Cikarang Utara Small Tax Office. Techniques used in the sampling is purposive sampling. The number of samples used in this study were 90 respondents. Data from the questionnaire respondents were tested with validity and reliability test. In analyzing the data used multiple regression equation through Anova F test, t test, and equations are also tested with the classic assumption test with 0.05 significance level (α = 5%). Based on test it?s known that the FM-SERVQUAL dimensions simultaneously gave significant affect to the level of tax payer compliance. Whereas at the partial test, there only two variables that significantly affect were there liability and property management.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Abstrak:
Jalan Margonda dibagi menjadi 3 buah zona. Zona pertama merupakan zona pendidikan. Zona kedua merupakan zona bisnis. Sedangkan zona ketiga merupakan zona perkantoran. Kondisi pedestrian yang berada di sepanjang jalur Jalan margonda menarik untuk dibahas karena jalur Jalan Margonda yang sangat padat dan memiliki berbagai macam kegiatan.

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan mengetahui Level of Service fasilitas pedestrian pada zona pendidikan, zona bisnis dan zona perkantoran, pada ruas Jalan Margonda Depok. Analisis Level of Service menggunakan prototipe perencanaan mobilitas Gainesville, Florida.

Dari hasil analisis dapat diketahui Level of Service Jalan Margonda Depok dengan menggunakan prototipe perencanaan mobilitas Gainesville. Hasil analisis ini diharapkan dapat membantu pemerintah Kota Depok untuk memperbaiki jalur pedestrian yang ada.
Abstract:
Margonda road zone is divided into three pieces. The first zone is a zone of education. The second zone is a business zone. While the third zone is the zone offices. Conditions in the pedestrian path along Jalan Margonda interesting to discuss because the path Margonda Road is very dense and has a wide variety of activities.

The purpose of this study was to analyze and know the Level of Service of pedestrian facilities in the educational zones, business zones and zone offices, Margonda street, Depok. Level of Service Analysis using a prototype mobility planning Gainesville, Florida.

From the analysis results can be known Level of Service Road Depok Margonda using the prototype Gainesville mobility planning. The results of this analysis is expected to assist the government in Depok to improve the existing pedestrian path.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S44891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garfield, Paul J.
New Jersey: Prentice-Hall, 1964
338.9 GAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadya Putri Utami
Abstrak :
Keterbatasan ruang yang ada di permukiman kumuh membuat pemukimnya terpaksa menggunakan ruang dan fasilitas yang tersedia secara bersama-sama. Hal ini memaksa terjadinya interaksi antar pengguna fasilitas umum secara intens dan rutin, sehingga pemaknaan fasilitas umum yang tumbuh dalam diri pemukim dapat berkembang, tidak lagi hanya sebatas fungsional semata. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan geografi humanistik sebagai landasannya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga hirarki pemaknaan yang timbul dalam penggunaan fasilitas umum di daerah penelitian yakni: (1) Makna fasilitas umum secara fungsional dimana terbentuk suatu teritori publik dalam penggunaan fasilitas umum yang bersifat temporer dan cenderung dibatasi oleh barrier fisik; (2) sebagai tempat interaksi sosial, dimana terbentuk suatu teritori sekunder yang bersifat temporer dan cenderung dibatasi oleh barrier sosial; (3) serta sebagai bagian dari identitas pemukim yang dibatasi oleh suatu teritori primer yang bersifat permanen yang dibatasi oleh barrier sosial dan juga barrier fisik. Pemaknaan terhadap suatu fasilitas umum sangat dipengaruhi oleh intensitas penggunaan/lama tinggal, dan juga keterlibatan peran dalam berinteraksi dengan sesama pengguna. ...... The limits of space on crowded area in slum environment, pushes its dwellers to use public facility together in their everyday life. This makes an opportunity of an intense social interaction between its users, which may increase the sense of public facility to not be used by its function only. This qualitative research is conducted by using a humanity geography approaches. The results show that there are type of sense of public facilities which can be emerged, those are: (1) functional, which tends to be bounded by public territory with (temporal) physical barrier, (2) public facility as social interaction which tend to be bounded by social barrier in a secondary territory; and (3) public facility as part of identity which tend to be bounded by a permanent territory. The sense of public facility is greatly depended by the intensity of usage and also deep involvement on a social interaction among its users.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S53398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>