Fitaqi Almada
Abstrak :
Studi ini mengeksplorasi aktivitas ruang publik yang dihadirkan di Radio Marsinah FM. Dalam konteks gerakan buruh perempuan di Indonesia, Radio Marsinah FM telah menjadi platform penting untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan kelompok marginal. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa Radio Marsinah FM telah menunjukkan perannya dalam menciptakan ruang publik melalui tiga aspek, yaitu membangun partisipasi, melakukan pengawasan, dan independensi yang berpihak. Penelitian juga menganalisis siaran Union, salah satu program unggulan berupa talkshow interaktif dan diskusi publik tentang diri dan persoalan masyarakat khususnya perempuan. Temuan menunjukkan bahwa siaran Union tidak hanya menjadi sarana informasi dan diskusi, tetapi juga menjadi wadah untuk membangun pemberdayaan di antara buruh perempuan, mendorong kesadaran akan hak-hak mereka, dan memperkuat solidaritas buruh. Untuk melengkapi diskusi mengenai ruang publik, kami juga mempertimbangkan kritik ruang publik Nancy Fraser (1990) dengan gagasan subaltern counterpublics—ruang publik bagi kelompok marginal atau tersubordinasi.
......This study explores the public sphere activities presented at Radio Marsinah FM. In the context of the women's labor movement in Indonesia, Radio Marsinah FM has become an important platform to fight for gender equality and marginalized groups. Using qualitative research methods, this study found that Radio Marsinah FM has demonstrated its role in creating public sphere through three aspects, namely building participation, conducting surveillance, and impartial independence. The research also analyzed the Union broadcast, one of the flagship programs in the form of interactive talk shows and public discussions about themselves and community issues, especially women. The findings show that the Union broadcast is not only a means of information and discussion, but also a place to build empowerment among women workers, encourage awareness of their rights, and strengthen labor solidarity. To complement the discussion on public sphere, we also consider Nancy Fraser's (1990) critique of public sphere with the idea of subaltern counterpublics-public sphere for marginalized or subordinated groups.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library