Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Nurhidayah
Abstrak :
Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di jalur utama pantura dengan kondisi geografis yang berbukit banyak turunan, tanjakan, dan tajam menjadi salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Kabupaten Batang membentuk PSC 119 Si Slamet pada tahun 2016 sebagaimana tercantum dalam Inpres Nomor 4 tahun 2013, Permenkes Nomor 19 Tahun 2016 dan Pergub Jawa Tengah Nomor 15 tahun 2017. Kabupaten Batang melakukan inovasi meluncurkan aplikasi berbasis android bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dibidang kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas layanan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu SPGDT Public Safety Center PSC 119 SI SLAMET sebagai inovasi layanan gawat darurat Pra Rumah Sakit menggunakan teori Knowledge Management dan Servqual. Metode pengumpulan data secara kualitatif dengan indepth interview dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSC119 SISLAMET adalah pemberian cara baru layanan kegawatdaruratan yang memberi kemudahan akses kepada masyarakat dengan cara menelepon ke nomor 119, sms, whatsapp atau aplikasi berbasis android selama 7 hari 24 jam dengan target respon time maksimal 10 menit. Layanan ini berkualitas baik lihat dari dimensi tangible, reliability,responsiveness, assurance serta empathy. Akan tetapi dalam pelaksanaanya sosialisasi yang kurang maksimal kepada sebagian masyarakat. Rekomendasai yang diberikan adalah perlunya peningkatan sosialisai PSC 119 Si Slamet, melengkapi dokumen, dan peningkatan mutu pelayanan PSC 119.
Batang regency is one of the regencies in Central Java province which is located in main line of pantura with geographical condition which is hilly many derivative, incline,and sharp become one cause of high traffic accident number. Batang regency establishes PSC 119 Si Slamet in 2016 as stated in Presidential Instruction No. 4 of 2013, Permenkes No. 19 of 2016 and Pergub Jawa Tengah No. 15 of 2017. Batang District innovation launched android based applications aimed at improving the quality of health services in the field of health in particular emergency services. The purpose of this research is to know service quality of Integrated Emergency Management System SPGDT Public Safety Center PSC 119 SI SLAMET as an innovation of pre hospital emergency service using Knowledge Management and Servqual theory. Method of collecting data qualitatively with indepth interview and document review. The results show that the PSC119 SI SLAMET is a new way of emergency service that provides easy access to the public by calling to the number 119, sms, whatsapp or android based applications for 7 days 24 hours with a target response time of maximum 10 minutes. The service is of good quality see from tangible dimension, reliability, responsiveness, assurance and empathy. However, in the implementation of socialization is less than themaximum to some communities. Recommendations include the need to improve the socialization of PSC 119 Si Slamet, complete the document, and improve the servicequality of PSC 119.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janti Wijayati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara. Secara khusus hal-hal yang diidentifikasi adalah struktur dan alokasi biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, besarnya biaya satuan, dan tingkat kemampuan pembiayaan Puskesmas, serta gambaran mengenai kinerja (efisiensi) pusat biaya produksi (yang menjadi penyelenggara pelayanan klinik dalam gedung) di Puskesmas Pembina Jatinegara sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan Puskesmas Swadana. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitik. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi kesiapan Puskesmas sehubungan dengan dilakukannya analisa biaya, disamping itu dilakukan pula survey sampel selama 2 minggu (Oktober 2001) untuk mendapatkan rata-rata waktu pelayanan pasien di klinik sebagai dasar bagi penghitungan kapasitas output Puskesmas. Data biaya menggunakan data historis dari pengeluaran selama Januari - Juni 2001. Analisa biaya yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi Puskesmas Pembina Jatinegara, terutama dalam hal ketersediaan intormasi yang dibutuhkan. Distribusi biaya dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi menggunakan step down method. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kondisi sistem pencatatan di Puskesmas belum dipersiapkan untuk dilakukan analisa biaya. Struktur biaya menunjukkan, bahwa 94,56% total biaya digunakan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, dan dari jumlah tersebut biaya tenaga menyerap 71,90% (terdiri dari gaji 61,90% dan insentif : 10%) serta biaya obat dan pusat-pusat biaya. Alokasi biaya menggambarkan, bahwa pusat biaya penunjang memperoleh alokasi 35,24%, kelompok klinik pelayanan kesehatan dasar memperoleh 30,44%, kelompok klinik pelayanan kesehatan semi spesialis/spesialis memperoleh 7,88%, kelompok penunjang diagnostik memperoleh 8,117%, dan rumah bersalin 18,36%. Didapatkan biaya satuan tanpa investasi untuk kelompok klinik pelayanan dasar antara Rp 6.536,00 - Rp 29.199,00 per output; untuk klinik pelayanan semi spesialis/spesialis antara Rp 10.031,00 - Rp 84.663,00 per output; pelayanan penunjang diagnostik Rp 30.895,00 - Rp 32.787,00 per output; serta RB sebesar Rp 247.181,00 per output per hari. Komponen biaya yang dominan dalam membentuk biaya satuan ini pada umumnya adalah biaya tenaga (terutama gaji). Tingkat kemampuan pembiayaan Puskesmas terhadap total biaya pelayanan sebesar 18,31%; dan apabila biaya investasi tidak diperhitungkan maka biaya operasional dan pemeliharaan yang dapat dibiayai adalah 19,36%. Kinerja pusat biaya produksi berdasarkan pencapaian output dibandingkan kapasitasnya menunjukkan, bahwa hanya BPU, BPG, klinik 24 jam, klinik kulit/kelamin dan klinik paru yang cukup efisien; sedangkan pusat biaya lainnya cenderung masih belum efisien. Dengan hasil tersebut, maka saran yang dapat diajukan untuk Puskesmas adalah : Puskesmas harus mulai memperbaiki sistem pencatatan yang ada untuk mendukung proses analisa biaya; mempertahankan seluruh klinik pelayanan kesehatan dasar, RB, dan pelayanan penunjang diagnostik walaupun ada yang belum efisien; meninjau kembali keberadaan klinik pelayanan semi spesialis/spesialis yang belum efisien; dan apabila Puskesmas masih merasa perlu mempertahankan klinik yang belum efisien, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi adalah meningkatkan utilitas atau memanfaatkan sumberdaya yang telah ada, salah satunya dengan melakukan share tenaga dengan fasilitas kesehatan pemerintah lainnya, dalam rangka kesinambungan penyelenggaraan swadana. Saran yang dapat diajukan untuk Dinas Kesehatan adalah : agar menyiapkan suatu sistem informasi yang reliable di Puskesmas khususnya dan fasilitas kesehatan pemerintah umumnya untuk mendukung analisa biaya; menyiapkan standar pelayanan yang lengkap agar dapat dilakukan penghitungan biaya normatif; meninjau kembali kebijakan tentang Puskesmas Pembina; serta mengoptimalkan sistem rujukan yang ada.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Peristiana
Abstrak :
Penanganan program kesehatan bagi masyakat tidak mampu adalah tanggung jawab Pemerintah. Melalui subsidi diharapkan penanganan tersebut menjadi optimal sesuai dengan kebutuhan pengobatan. Agar subsidi yang ada tepat, baik secara ukuran kuantitatif maupun kualitatif maka periu dilakukan perhitungan biaya yang rill dan evaluasi terhadap penerimaan subsidi tersebut kepada pihak yang memang membutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kecukupan subsidi pasien tidak mampu di lnstalasi Rawat Jalan RSUD Koja berdasarkan perhitungan biaya satuan dan bagaimana evaluasi penerimaan subsidi tersebut untuk pasien yang benar-benar tidak mampu (validasi). Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, yang pengumpulan datanya dilakukan melalui wawancara, pengumpulan data sekunder dan survei lapangan untuk validasi pasien tidak mampu. Hasil penelitian menyimpulkan besarnya biaya satuan pelayanan rawat jalan untuk pasien tidak mampu adalah sebesar Rp. 104.000,- termasuk biaya obat, yang diperoleh dengan perhitungan analisis biaya Activity Based Costing. Evaluasi ketepatan subsidi kepada Pasien tidak mampu yang berhak menerima dengan kriteria yang telah ditetapkan memiliki validitas ketidakmampuan sebesar 96 %. Sebanyak 4 % sisanya merupakan pasien tidak mampu yang berasal dari luar Jakarta Utara sehingga tidak diperhitungkan. Untuk mendapatkan angka subsidi yang mencukupi kebutuhan pengobatan pasien tidak mampu maka pemerintah perlu memperhitungkan besar biaya satuan. Dan untuk pelaksanaan prosedur dan ketepatan pemberian subsidi tersebut perlu dilakukan pengawasan dari pihak terkait. Daftar bacaan : 35
Analysis on Cost Subsidy for the Poor at Ambulatory Care Service unit, Koja General District HospitalProtecting the poor is Government's responsibilities. Implementation of subsidy policy seems to be the important strategy to meet the medical treatment need for the poor effectively. To ensure appropriateness of the subsidy, calculation on the unit cost is needed. The objective of this study is to obtain information on subsidy for Ambulatory in Unit of Koja General District Hospital based on the unit cost and validation of those who entitled to obtain the subsidy. The study showed that the cost was Rp. 104.000,- based on Activity Based Costing analysis. It is also confirmed that 96% subsidy provided is distributed to the entitled person. The remaining 4% was dedicated for those who reside outside North Jakarta. Based on the study result, the Government need to calculate the unit cost of subsidy for the poor. To ensure the appropriateness and sufficient subsidy, control to the subsidy disbursement is needed. References: 35
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eyo Karmulya
Abstrak :
Kartu Sehat adalah kartu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin yang dapat digunakan untuk mendapatkan paket pelayanan kesehatan secara cuma-cuma di sarana pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan kartu sehat dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatannya, serta mencari faktor yang paling signifikan terhadap pernanfaatan kartu sehat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan studi " Cross Sectional ". Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang mendapatkan kartu sehat di wilayah kerja Puskesmas Kejaksan. Jumlah responden terpilih sebesar 204 orang. Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi sakit dan jumlah anggota keluarga), faktor memungkinkan (ketersediaan pelayanan, jarak, sarana transportasi, dan biaya transportasi), faktor menguatkan (sikap petugas kesehatan dan kader kesehatan) dan faktor kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for windows versi 10.01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kartu sehat di wilayah kerja Puskesmas Kejaksan sebesar 42 % dan yang tidak memanfaatkan kartu sehat sebesar 58 %. Hasil analisis dengan menggunakan chi-square diperoleh faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan pemanfaatan kartu sehat adalah pengetahuan, persepsi sakit, ketersediaan pelayanan kesehatan, kader kesehatan dan kebutuhan pelayanan kesehatan. Analisis multivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan pemanfaatan kartu sehat. Dari analisis multivariat ini bahwa faktor pengetahuan, sikap responden, persepsi sakit, ketersediaan pelayanan kesehatan dan jarak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan kartu sehat. Variabel yang paling signifikan terhadap pemanfaatan kartu sehat adalah ketersediaan pelayanan kesehatan. Disarankan dalam era desentralisasi, Pemerintah Daerah bersama DPRD melalui Dinas Kesehatan perlu mengupayakan bentuk konkrit untuk mensubsidi pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dalam menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan. Mampu membuat perencanaan program JPS-BK yang dapat disatukan dengan program sosial lainnya (integrated) dengan memperhatikan sumberdaya yang tersedia. Disarankan juga adanya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya kartu sehat dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan, selain itu perlu adanya peningkatan pengetahuan bagi kader kesehatan tentang tujuan dan manfaat kartu sehat serta meningkatkan persepsi sakit masyarakat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan rancangan penelitian gabungan antara kuantitatif dengan kualitatif. ......Health card is a guarantee health care card for the poverty. which can use to get a free health service package at the public health service centre as the local government already maintain. The aim from this research is to have a view of the utilization health card and the relation factors by the usage, and to look the most significant factor for utilization health card. This research is a quantitative method using a " crops sectional " study design. In this research population are the head of family who got a health card at the Kejaksan health service centre district . The choosen respondence quantity were 204 people. The factors which had been researched , predisposition factors involved education, knowledge, act, sick perception and a quantity of family member. Enabling factors involved health service facility, distance, transportation media and transportation fee, reinforcing factors involved provider behaviour and health cadre and health service needs factors. The data processing by using SPSS program for window 10.01 version. Result of research showed utilization health card at the Kejaksan health service centre district are 42 % and who didn't utilization of health card are 58 %. The analysis result by using chi-square have factors are correlated with the utilization of health card are knowledge, disease perception, and health service facility, health cadre and health service needs. Multivariate analysis was use in this research are aim to find most related factors with utilization health card. From this mukivariale analysis that knowledge factors, respondence attitude, disease perception, health service facility and distance, were found significantly related to the utilization health card. The most significant variable for utilization health card is health service facilities. In desentralization era suggested, the local government together with DPRD through Health Departement needs to work out the concrete shape to afford health service for poverty in order to guarantee the availability of health service. Able to make The Sosial Safety Net plan program which can be unified by another Social Program ( integrated ) concern by the resources. Also suggested to reorganization of the geographical coverage of the health card by considering the case of service location achievrnent, besides that it's very important there's a knowledge increasing for the health cadre about the purpose and aim of health card and increasing perception about disease. The advanced research needed by researched combination design between quantitative and qualitative.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 10711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erawati
Abstrak :
Penetapan tarif Puskesmas Tanjung Paku selama ini belum mengacu pada suatu analisis biaya satuan pelayanan dan tingkat kemampuan membayar masyarakat. Apakah dengan tarif yang sekarang berlaku sudah mendekati biaya satuan pelayanan dan kemampuan membayar masyarakat dan bagaimana tarif yang rasional di Puskesmas Tanjung Paku, maka dilakukan suatu penelitian/analisis tentang tarif ini di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku kota Solok. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan rancangan cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder untuk pusat-pusat biaya dan untuk menentukan ATP (kemampauan membayar masyarakat) dipakai data Susenas 1999 dan data pengunjung Puskesmas. Data primer dilakukan dengan wawancara terpimpin dengan memakai kuesioner. Perhitungan biaya satuan pelayanan didapatkan dari analisis biaya dengan metode double distribution sedangkan analisis tarif dikembangkan melalui simulasi tarif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya satuan aktual tanpa Annualized Fixed Cost (AFC) dan gaji di Unit BP adalah Rp. 2.617,34 untuk KIA Rp. 3.630,14 dan untuk poli gigi Rp. 5.074,55. Biaya satuan normatif untuk unit BP adalah Rp. 4.603,96 untuk KIA Rp. 7.850,65 dan poli gigi Rp. 12335,55. Biaya satuan yang didapatkan ini lebih besar dari tarif yang berlaku sekarang yang hanya Rp. 1.500,﷓ Dari simulasi tarif di unit pelayanan BP, KIA dan Poli Gigi maka tarif yang rasional, untuk unit BP adalah Rp. 3.000,-dengan jumlah pengunjung Puskesmas yang mampu membayar adalah 97% dan Cost Recovery Rate (CRR) 108,18% untuk unit KIA adalah Rp. 4.000,- dengan jumlah pengunjung yang mampu membayar adalah 97% dan CRR 103,88% dan untuk poli gigi (pengobatan) adalah Rp. 6.000,- dengan jumlah pengunjung Puskesmas yang mampu membayar 94% dan CRR 105,14%. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah daerah Kota Solok dalam menetapkan tarif rawat jalan di Puskesmas. ......The Analysis of the Pricing Policy Outpatient Service Based on Unit Cost and the People Ability to Pay in Community Health Center, Tanjung Paku, Solok at the Year 1999/2000Determination of health care fee in Tanjung Paku Community Health center has not referred unit cost analysis of service and the people ability to pay. In order to know whether the current rate have approached unit cost of service and the people ability to pay and how rational rate in the Community Health Center in Tanjung Paku has done it, a research/analysis regarding this rate has been done in work area of Community Health Center in Solok. This research is a descriptive analysis with cross-sectional design. The data used is secondary data for cost centers and to determine ATP (the people Ability To Pay) National Census 1999 data is used and data of the Community Health Center. The primary data is obtained by service unit cost is obtained from cost analysis by using double distribution method, while the rate analysis is developed by using rate simulation. The result of research indicates that the actual unit cost without Annualized Fixed Cost (AFC) and the salary in General Policlinic unit is Rp. 2.617,34 Mother and Children Welfare section is Rp. 3.630,14,- and Dentist Policlinic is Rp. 5.074,55. The normative unit cost for General Policlinic unit is Rp. 4.603,96, Mother and Children Welfare section is Rp. 7.850,65,- and Dentist Policlinic is Rp. 12.735,55. The unit cost obtained is larger than the present rate is only Rp. 1,500,-. From simulation of rate determination in General Policlinic is Rp. 3.000,- the patient that is able to pay 97% with Cost Recovery Rate (CRR) 147,47%, Mother and Children Welfare section is Rp. 4.000.- the patient that is able to pay 97% with CRR 103,88% and for Dentist Policlinic is Rp. 6.000,- the patient that are able to pay is 94% with CRR 105,14%. The Government of Solok Municipality in determining outpatient service rate in the Community Health Center can use the result of this research as consideration.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T1659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warmo Sudrajat Suryaningrat
Abstrak :
Berbagai pengaruh dan perubahan pembangunan yang terjadi dalam era globalisasi, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat membawa dampak negatif yaitu berupa pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan berkembangnya industri jasa laboratorium kesehatan lingkungan untuk melakukan aktifitasnya berupa pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan yang secara otomatis juga diikuti biaya penyelenggaraannya. Salah sate upayanya adalah analisa biaya satuan (Unit cost) yang kemudian dijadikan faktor utarna dalarn penetapan tarif yang wajar dan rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subsidi (Cross subsidi) pada pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan berdasarkan analisa biaya satuan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, oleh karena tidak mencari hubungan antara 2 (dua) variabel tetapi hanya menganalisa subsidi silang yang terjadi dari data sekunder, data tahun 1997/1998. Perhitungan biaya satuan didapatkan dari analisa biaya dengan metoda double distribution, dimana biaya satuan untuk pemeriksaan masing-masing spesimen kesehatan lingkungan bervariasi antara sate dengan lainnya. Secara umum tarif lama tidak dapat dipertafiankan lagi, karena dengan tarif ini BTKL Jakarta menderita defisit relatif besar setiap tahun. Usulan tarif baru ternyata belum dapat mengangkat pendapatannya kearah surplus, meskipun kondisinya defisit namun telah terlihat adanya subsidi silang balk antar spesimen dalam kelompok, maupun antar kelompok dalam pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan di BTKL Jakarta. Basil simulasi dari kebijakan kepala BTKL Jakarta berupa diskon 10 % untuk pemeriksaan air bersih demikian hasilnya masih defisit. Untuk menghindari defisit dilakukan penetapan tarif. Penetapan tarif tersebut sudah tidak layak dan sesuai untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan, akibatnya perlu diperbaharui dengan penyesuaian tarif (simulasi perbaikan usulan tarif baru BTKL Jakarta).
Many of the influences and development changes in the globalization era have the objective to increase public welfare, but in the other hand, the influences also have negative impacts such as environmental pollution which is one of the causes. One of the important changes is that the numbers of laboratory service industries keeps up and the activities are to analyze environmental health specimens and it automatically brings some costs. One of the ways to analyze the costs is called unit cost which becomes one main factors in setting up reasonable price. This research has the objective to find out the cross subsidi on environmental health specimens analysis based on the unit cost. This research is also done descriptively, and in order not to find the relation between the two variables but to analyze the cross subsidy appears from secondary data for 199711998. The calculation of unit cost is obtained from the cost analysis using double distribution methode where the unit cost for analyzing each environmental health specimen varies one to another. Generally, the previous price cannot longer used, because BTKL Jakarta always gets relatively large deficit by using the previous price. The new proposed price has, in fact, not kept up the income to surplus point. Even though the condition is still in deficit, it is obviously seen that the cross subsidy exists whether the specimen is in groups or in the groups themselves in environmental health spesimen analysis at BTKL Jakarta. The result of simulation from head of BTKL Jakarta is 10 % discount for clean water analysis and the income is still in deficit point. To avoid the deficit, BTKL has set up a new price. The new price itself is not appropriate to balance the outgoing cost and the conclusion is that a price adjusment must be taken. ;Analysis of Cross Subsidy for Public Health Specimen Analysis Services at Environmental Health Engineering Laboratory Jakarta (BTKL Jakarta) in 1997/1998
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teppy Wawan Dharmawan
Abstrak :
Kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten Sukabumi masih rendah ditandai dengan AKB yang tinggi (52,00) masih diatas rata-rata Jawa Barat (42,33). Akan tetapi, perhatian pemerintah masih rendah, berdasarkan rata-rata alokasi APBD tahun 2000 s.d. 2004 hanya 4.72 %. Penelitian ingin mengungkap faktor-faktor yang menyebabkannya. Melalui pendekatan sistem, diteliti setiap komponen yang mempengaruhi kebijakan pengalokasian APBD berdasarkan Kepmendari 29 tahun 2002. Masing-masing komponen sesuai fungsinya ditempatkan pada input-proses output dan umpan balik, dengan menggunakan metode kualitatif, melalui penelusuran data sekunder dan wawancara mendalam dengan aktor yang mengusulkan dan menetapkan APBD. Komponen yang diteliti meliputi Renstrada, Propeda, Repetada, Pokok-Pokok Pikiran DPRD, UR, Pemandangan Umum DPRD Terhadap LPJ Bupati. Hasil penelitian menunjukkan terjadi aliran input yang kontras, pada level kebijakan (Renstrada, Propeda dan Repetada) bidang kesehatan merupakan isu utama pembangunan, akan tetapi pada dua input lain yaitu UR hanya 0.66 % dan Pokok-pokok Pikiran DPRD hanya 6.85 ?o, sehingga besaran APBD yang dialokasikan masih melebihi tuntutan UR. Hal ini menunjukkan adanya peran Dinas Kesehatan sebagai satu-satunya pihak yang mengusulkan program kesehatan. Ke depan, perlu dilaksanakan peningkatan pendidikan dan promosi kesehatan kepada masyarakat dan aparat di desa dan kecamatan agar kesadaran akan kebutuhan pembangunan kesehatan meningkat, sehingga terjadi penguatan input. Penguatan input akan efektif dilaksanakan pada tahap pelaksanaan penjaringan aspirasi di tingkat desa pada bulan Pebruari s.d. Mei, di Tingkat Kecamatan bulan Mei s.d. Juni. Kondisi saat ini, dari sisi teknis penetapan APBD, satu-satunya komponen yang dapat mengajukan program berikut besaran biaya yang diperlukan hanya Dinas Kesehatan, sehingga diperlukan peningkatan kemampuan menyusun RASK, agar terjadi penguatan proses. Penelitian juga menemukan, dalam kondisi masyarakat yang ada, perlu hati-hati dalam mengaplikasikan semangat desentralisasi. Kasus ini menunjukan, tidak selamanya tuntutan rakyat merupakan tuntutan yang seluruhnya harus didahulukan, dan dengan keterbatasan anggaran yang ada, model pembangkitan partisipasi masyarakat merupakan pilihan program yang sangat membantu pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, seperti pola dana stimulan dan dana jaminan dalam pelaksanaan Strategi Desa Sehat, secara nyata mampu melahirkan efek bola salju dalam penyediaan sarana sanitasi dasar di desa. Daftar Bacaan :30 (22, 1982-2004)
Analysis on Funding Allocated in Local Budget (APED) in the Implementation of Decentralization of Health Development in Sukabumi District Year 2004Health condition of people in Sukabumi District was quite low reflected by high IMR (52,00), beyond the average rate of West Java (42.33). Despite of this, government's concern is still low as reflected by low percentage of fund allocated in the local budget period 2000-2004 of only 4.72%. This study intended to reveal factors behind it. Through system approach, all components that influence the policy on funding allocation based on Ministry Decree no. 2912002. Each component was placed in the input-process-output and feed back scheme according to its function, using qualitative method, secondary document review, and in-depth interview with actors who propose and determine the Local Budget. Components under study included "Strategic. Planning", "Propeda", "Repetada", "Pokok-Pokok Pikiran DPRD", "UR", and "Pemandangan Umum DPRD terhadap LPJ Bupati". The study shows that there was a contrast input flow, in the policy level (Renstrada, Propeda, Repetada), health sector was positioned as main development issue, but it was not reflected in the other two inputs, i.e. UR only 0.66% and Pokok-Pokok Pikiran DPRD only 6.85%. The allocated fund was bigger than the proposed budget and was a sign of role played by Health Office, as the only actor who proposed the health programs. In the future, it is necessary to improve the health education and promotion to community as well as health personnel in the village and sub-district level to increase the awareness of health needs as to strengthen inputs. Input strengthening will be effectively implemented in the implementation of aspiration catch stage in the village level in February-May period, and in the sub-district level at May-June period, The present condition, Health Office is the only one who can propose programs and budget plan and hence there was a need to improve the skill to develop RASK as to strengthen the process side. The study also found that in the existing situation, implementation of decentralization is to be implemented cautiously. This case shows that people demand was not to be agreed all the time, and with budget limitation, the participatory model is the most appropriate way to help achieving health objectives. For example stimulant funding scheme, and insurance funding in the Healthy Village Strategy, all have proven to be effective in creating snowballing effect in providing basic sanitation scheme in the village. References : 30 (22, 1982-2994)
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Hijar
Abstrak :
ABSTRACT
Pulmonary TB in Jakarta, especially in West Jakarta Municipal area, still was a major health problem. Prevalence of people with positive AFB (acid-fast bacilli) in 1993 is 4.25 per-thousand people (examined with fluorescence microscope) and estimated for all ages is 2.83 per-thousand people. On the other hand coverage of new case finding were only 0.37 per-thousand people.

Design of this study is cross sectional and the objective is to study the association between independent variable which are laboratory component, program management component, drug component and population of Puskesmas area with dependent variable which is coverage of P2TB Program of Puskesmas.

Location of this research is West Jakarta Municipal and the study population is puskesmas. Number of sample is 16 Puskesmas consist of 8-sub district Puskesmas and 8 Puskesmas Kelurahan. They were chosen from 30 Puskesmas, which conducted P2TB Program in West Jakarta. Dependent variable is P2TB Pulmonary monthly report made by every Puskesmas from October 1993 to September 1994. Independent variable picked up in October 1994 with questioner, interview, and on the spot observation. Respondent are laboratory technician, P2TB Pulmonary Program field personnel, Head of Puskesmas Kelurahan and P2P Coordinator of sub district Puskesmas.

Statistic analysis used the non-parametric method, which is stage test from Charles Spearman to learn the significance of association between dependent and independent variable. The data from sub district Puskesmas and Puskesmas Kelurahan is analyze separately.

The result show that the variables which have significant association with case finding coverage are capability of laboratory technician (p= 0.01-0.005), Laboratory record and report (p= 0.02-0.05), capability of sub district Puskesmas P2TB Program field personnel (p= 0.02-0.05), capability of Puskesmas Kelurahan P2TB Pulmonary Program field personnel (p= 0.02-0.05), capability of sub district Puskesmas P2P coordinator (p= 0.02-0.05), Head of Puskesmas Kelurahan capability (p= 0.02-0.05), P2TB Pulmonary Program implementation by Puskesmas Kelurahan (p= 0.02-0.05), P2TB Pulmonary Program implementation by sub district Puskesmas (p= 0.02-0.05), reporting and recording of P2TB Pulmonary Program in sub district Puskesmas (p= 0.01-0.005), reporting and recording of P2TB Pulmonary Program in Puskesmas Kelurahan (p= 0.02-0.05), ratio between population and number of Puskesmas in sub district (p= 0.02-0.05). Association between independent variable with therapy coverage were not analyzed because some Puskesmas giving drug not according the P2TB Pulmonary Program.

The conclusion is that the high Puskesmas staff capability, good patient service, well manage of P2TB Pulmonary Program administration and reporting, also lesser population ratio in every Puskesmas will increase the coverage of P2TB Pulmonary Program in Puskesmas.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Suyanto
Abstrak :
Pimpinan rumah sakit dalam mengambil keputusan membutuhkan informasi yang memenuhi aspek kualitas memadai termasuk informasi akuntansi, agar keputusannya sesuai dengan kenyataan. Sistem pengendalian intern merupakan aspek yang penting untuk diteliti, karena merupakan faktor penentu keandalan kualitas informasi akuntansi. Tujuan penelitian adalah diperolehnya gambaran tentang keadaan dan hubungannya antara Sistem Pengendalian Intern dengan Kualin yang berlaku, sehingga dapat diketahui cara penanggulangannya. Penelitian dilakukan secara sensus dengan populasi sebanyak 53 responden yang terdiri dari manajemen menengah dan manajemen bawah yang terlalui arus data dan informasi akuntansi pendapatan rawat jalan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mengukur Kualitas informasi akuntansi dan Sistem Pengendalian Intern yang berlaku dicek silang dengan observasi langsung. Analisa persentase digunakan untuk mendapatkan gambaran baik tidaknya Kualitas Informasi Akuntansi Pendapatan Rawat Jalan dan kuat lemahnya Sistem Pengendalian Intern , analisa statistik digunakan untuk mengetahui derajat korelasi dan besarnya slope garis regresi serta indeks koefisien korelasi determinasi (r2). Bagan alir sistem digunakan disamping untuk mendukung analisa persentase dan analisa statistik juga digunakan untuk memungkinkan dalam penilaian secara cepat efektif tidaknya Sistem Pengendalian Intern yang berlaku. Hasil penelitian adalah sebagai berikut 1. Berdasarkan pendapat responden mengenai kualitas informasi akuntansi pendapatan rawat jalan memberikan gambaran kurang memenuhi aspek kualitas yang memadai. 2. Baik pendapat responden, maupun hasil observasi langsung yang ditampilkan dalam diagram alir arus data dan informasi akuntansi, demikian pula bila dikaitkan dengan Perda No. 2 tahun 1968 menunjukkan Sistem Pengendalian Intern yang berlaku tergolong lemah. 3. Semua elemen Sistem Pengendalian Intern mempunyai korelasi positif dengan kualitas informasi akuntansi berkisar 0,26-0,41. Sedangkan urutan elemen Sistem Pengendalian Intern yang didasarkan pada koefisien korelasi determinasi (r2) adalah pertama Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan (17%), kedua Pegawai yang Ralevan dan Jujur (10%) , ketiga Struktur Orgainisasi (7%) dan yang terakhir Praktek yang sehat (6%). Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, disamping r2 yang terbesar juga mempunyai korelasi yang positif kuat dengan elemen Sistem Pengendalian Intern lainnya yaitu struktur organisasi sebesar 0,62 dan pegawai yang relevan dan jujur sebesar 0,80. Sedangkan besarnya slope garis regresi, maka pegawai yang relevan dan jujur yang terbesar yaitu sebesar 0,41, kemudia sistem otorisasi dan prosedur pencatatan sebesar 0,39, praktek yang sehat 0,31 dan struktur organisasi sebesar 0,30. Susunan prioritas intervensi yang didasarkan pada hasil analisa korelasi dan regresi sederhana tersebut diatas adalah pertama Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan kedua pegawai yang relavan dan jujur. Sedangkan dua elemen Sistem Pengendalian Intern lainnya pada urutan ketiga dan empat. Bagan alir sistem mendukung juga hasil tersebut diatas yang menunjukkan adanya kelemahan sistem otorisasi dan prosedur pencatatan. Disarankan untuk dilakukan pengembangan Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan dan dilakukan upaya untuk mendapatkan pegawai yang relevan dan jujur.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yusuf Karim
Abstrak :
Puskesmas Perawatan adalah Puskesmas yang diberi tambahan ruang dan fasilitas untuk menolong pasien - pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Puskesmas Perawatan Plus adalah Puskesmas perawatan yang diberi tambahan ruang dan fasilitas untuk menolong pasien-pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif, rontgen, kebidanan yang kegiatannya masih di bawah rumah sakit tipe D. Tingginya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di daerah Kabupaten Tebo sementara pembiayaan untuk mendirikan rumah sakit belum tersedia.Untuk itu pemerintah Kabupaten Tebo mendukung pengembangan Puskesmas Perawatan Muara Tebo menjadi Puskesmas Perawatan Plus. Agar dapat mengembangkan puskesmas perawatan plus diperlukan suatu penyusunan rencana strategi yang disebut rencana strategik pengembangan puskemas perawatan menjadi puskesmas perawatan plus. Penyusunan Recana Strategik ini melalui tahap I (Input Stage) yang terdiri dari analisa lingkungan eksternal dan internal, yang dilakukan oleh CDMG, Internal - Eksternal (IE), dan matriks SWOT, selanjutnya tahap III (Decision Stage) menggunakan matriks Q.S.P.M untuk mentukan strategi yang terpilih. Dari hasil penelitian, evaluasi lingkungan eksternal menghasilkan nilai total EFE sebesar 3,81 yang berarti puskesmas perawatan merespon baik peluang - peluang yang ada dan menghindari ancaman - ancaman yang muncul. Nilai evaluasi internal menghasilkan nilai total EFE sebesar 2,01 yang berarti secara internal kekuatan yang dimiliki berada pada titik rata - rata. Setalah mengetahui posisi eksternal dan internal, CDMG membuat rumusan visi, misi, dan tujuan jangka panjang. Kemudian tahap II (Matching Stage) CDMG melakukan analisis dengan matriks Internal - Eksternal (IE) dan matriks SWOT, serta matriks TOS maka dari sini kita mendapatkan strategi intesif dan integeratif. Dengan menggunakan matriks QSPM kita dapatkan strategi intensif. Peneliti menyimpulkan bahwa strategi utama yang sesuai bagi pengembangan Puskesmas Perawatan Muara Tebo adalah strategi pengembangan produk dan strategi penetrasi pasar.
Public Health Center Care is a Public Health Center (Puskesmas) that had more extra rooms and facilities to help and serves emergency patients, such as surgery acts or temporary ward care with extra 10 beds capacity. Public Health Center Plus is a Public Health Center that had extra rooms and facilities to help and serves emergency patients, such as, surgery, X-ray, and maternity that still below the ?D? grade hospital activities. The society?s demand to public health services in Kabupaten Tebo is very high, while the government's budget to build the hospital is not available yet. In these reason, the Kabupaten Tebo's government supports the development program for Public Health Center of Muara Tebo to become a Public Health Center Plus. To running the public health center care's development program, we must and need to arrange a strategic plan, which called the strategic development plan for a public health center care to become a public health center plus. The strategic plan's arranging is through some phases, Phases I (input stage) that form by external and internal environments analyzes, which done by Consensus Decision Making Group (CDMG). Phase H (Matching Stage), the Consensus Decision Malang Group (CDMG) had made the analyzes by internal - external (IE) matrix, and SWOT matrix. And Phase III (Decision Stage), using QSPM matrix to determined the chosen strategic. According to research's results, the external environment's evaluation produces 3,81 EFE total grade, which means the public health center had well responses to opportunities and treats that could be face of. And the internal environment's evaluation produce 2,01 EFE total grade, which means the public health center care had the average internal potential power. After the grades of internal - external had known, the CDMG made the formulas of vision, mission, and a long-term objective, as Phase I. Then at the Phase II (Matching Stage), the CDMG do some analyses to Internal - External (IE) matrix and SWOT matrix, and also TOS matrix at the end of this phase, we'll have the intensive and integrative strategies. Then, we using QSPM matrix to have the intense strategy. The writer had made the conclusion that the main suitable strategies to developing the Public Health Center Care of Muara Tebo are the product's development strategy and the market's penetration. In this research, the writer also put some conclusions and suggestions to implant the chosen strategy that the vision, mission, and long-term objectives can be achieves.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T3633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>