Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supriadi
Abstrak :
Penelitian im bertujuan untuk mengetahui kontribusi dukungan keluarga terhadap respons remaja menghadapi masa pubertas di Cinanjung Tanjungsari Sumedang dengan disain cross sectional. Jumlah sampel 223 orang dengan kriteria telah berusia 11-15 tahun untuk perempuan, 12-16 tahun untuk laki-laki serta telah terjadi perkembangan seks primer, sampel ditentukan melalui simple random sampling dengan lottery technique. Instrumen yang digunakan berupa angket untuk mengetahui karakteristik responden, respons responden dan dukungan keluarga terhadap remaja pubertas. Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga dalam membantu perkembangan emosi, hubungan sosial, bakat khusus dan kemandirian berkontribusi terhadap respons remaja menghadapi masa pubertas, sedangkan dukungan keluarga dalam membantu pertumbnhan fisik dan perkembangan kognitif tidak berkontribusi, basil penelitian juga menunjukan bahwa dukungan keluarga yang paling dominan berkontribusi adalah dukungan keluarga dalam perkembangan emosi. Implikasi dari basil penelitian tersebut, maka perawat komunitas dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan remaja pubertas lebih memfokuskan pada aspek perkembangan emosi. Dari hasil tersebut, maka disarankan ; perlu peningkatan pengetahuan dan pemahaman keluarga serta remaja pubertas berkaitan dengan dukungan keluarga dan respons remaja menghadapi masa pubertas, khususnya berkaitan dengan perkembangan emosi dengan mengembangkan pelayanan kesehatan remaja pubertas melalui klinik remaja maupun program UKS atau mengembangkan kemitraan dengan sektor-sektor yang memiliki kepedulian terhadap remaja pubertas.
This study has been made with the aim to obtain knowledge about how the family support contributes to the youngsters responses in dealing with the problems of their puberty age, as studied in the Cinanjung Tanjungsari Sumedang using the cross sectional design. The sample covered consisted of 223 youngsters, meeting the such criteria as : aged 11 to 15 years for girls, 12 to 16 years for boys, and already having their primer), sexual development. The sampling methode comprised the simple random sampling and the lottery technique. This instrument applied included questioners to find out the respondents characteristics, their responses and the support from their respective families in overcoming their puberty related problems. Results of the study have shown that the support of families in helping youngsters with the development of their emotions, social interaction, specific talent and self reliance has indeed contributed to the youngsters responses to the ways in which they cope with their puberty age, while the support of families in their physical growth and cognitive development has not contributed to such responses. The study results have also revealed that the family support in the emotional development in the most significant contributory factor. Its implication, therefore would be that in giving nursing care to a family with puberty aged children, the nurse community should put their focus on the emotional development aspect. Consequently the proper suggestion would be : the nurse community should increase their knowledge and understanding about the family and the puberty aged yaoungsters as regards the family support and the youngsters responses to focing his/her puberty problems, specifically those linked with his/her emotional development by youngsters clinic as well as the UKS programe, or through contracting partnerships with sectors they are concerned about the puberty youngsters.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Triyanto
Abstrak :
Penelitian ini menggali pengalaman remaja dalam mendapatkan tugas perkembangan keluarga selama pubertas. Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap remaja pubertas di Purwokerto. Analisis data menggunanan metode Colaizzi. Tema penelitian pertama adalah perubahan pubertas (fisik, psikoseksual, sosial, emosi, sikap, kognitif dan perasaan berubah). Tema kedua masalah remaja yaitu gangguan gambaran diri dan putus harapan. Tema ketiga peran keluarga yang dirasakan berupa dukungan, sikap negatif dan cara menegakkan aturan. Tema keempat perilaku keluarga yang diharapkan yaitu diperhatikan, dipahami, dicukupi, diberikan hak berpendapat, frekuensi komunikasi ditingkatkan, diijinkan bermain, diarahkan dan dikontrol. Remaja merasakan perilaku keluarga masih kurang. Peneliti menyarankan pembentukan peer counselor remaka, klinik konsultasi remaja dan promosi tugas perkembangan keluarga.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Purbani Widya Mahati
Abstrak :
Masa remaja suatu tahap dalam perkembangan manusia, merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yang diawali dengan pubertas. Pubertas ditandai dengan perubahan besar pada biologis yang menjadikan remaja makhluk seksual dan mampu bereproduksi. Pada remaja pria, perubahan yang terjadi adalah peristiwa ejakulasi pertama (spermarche) dan juga perubahan seks sekunder, seperti kumis, suara yang menjadi lebih besar dan dalam, rambut di kemaluan, wajah, dan ketiak, kulit berminyak, dan sebagainya. Pubertas merupakan periode yang singkat, namun bagi sebagian orang dianggap sebagai periode yang sulit bagi remaja dan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis remaja di masa selanjutnya. Sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Di Indonesia, pentingnya pemberian pendidikan seks pada remaja masih dipengaruhi mitos tradisional yaitu dapat meningkatkan perilaku seksual. Sedangkan Kuther (2000), menyatakan persiapan secara psikologis yang diberikan pada remaja sebelum mereka memasuki masa pubertas menentukan sikap dan perasaan mereka terhadap peristiwa yang teijadi pada masa tersebut. Selain itu, ketika kita membicarakan pubertas, anak perempuan cenderung untuk memperoleh perhatian yang lebih besar. Ini terlihat dari penelitian ataupun pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pubertas remaja pria yang hampir tidak ada tidak ada. Oleh karena itu, agar dapat memberikan informasi sebagai persiapan memasuki pubertas yang tepat dan sesuai kebutuhan remaja, perlu diketahui perasaan dan harapan yang timbul pada mereka saat memasuki pubertas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perasaan dan harapan remaja pria yang timbul saat mereka memasuki pubertas. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode wawancara. Subyek penelitian adalah remaja pria yang telah memasuki usia pubertas dalam kurun waktu hingga dua tahun, sehingga diharapkan mereka telah mengalami spermarche dan perubahan seks sekunder. Selain itu subyek mendapat pendidikan seks, sebelum ataupun setelah memasuki pubertas. Pada umumnya, selain terjadi perubahan biologis dan fisik, terjadi juga perubahan psikologis, yaitu sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka (Sprinthall, 1995). Selain itu perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh perasaan yang timbul dalam diri mereka mengenai peristiwa yang dialami saat memasuki pubertas, seperti perasaan yang positif, negatif, ataupun gabungan dari kedua perasaan tersebut. Setelah memasuki pubertas, dalam diri mereka juga timbul harapan, yang merupakan keinginan untuk mencapai tujuan atau keadaan tertentu. Hasil penelitian ini secara umum, meskipun subyek telah mendapat pendidikan seks, pengetahuan mereka tentang seksualitas remaja kurang. Subyek juga merasa kurang dipersiapkan sebelum memasuki pubertas. Perasaan yang timbul terhadap spermarche pada setengah jumlah subyek adalah perasaan negatif berupa perasaan takut, bingung, dan cemas. Sedangkan pada sebagian subyek lainnya adalah perasaan positif, karena tanda mulai dewasa. Subyek merasakan adanya perubahan sikap dan perilaku setelah memasuki pubertas. Pada umumnya perubahan sikap dan perilaku yang terjadi timbul karena dipengaruhi oleh perubahan perlakuan yang diterima subyek dari lingkungan sekitar mereka. Subyek juga tidak merasa terganggu dengan keadaan mereka yang early atau late maturers, seperti yang dikemukakan dalam beberapa literatur, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja pria di luar Indonesia. Harapan yang dikemukakan oleh sebagian besar subyek lebih berorientasi pada diri sendiri dan lingkungan terdekat mereka seperti keluarga, teman dan sekolah. Dari penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan untuk memberikan pendidikan seks pada remaja pria, sebelum mereka memasuki pubertas sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pemberian penyuluhan pada orangtua dan pendidik dalam memberikan pendidikan seks pada remaja pria juga disarankan agar mereka mengetahui pentingnya pendidikan seks dan dapat memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan remaja. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat perasaan dan harapan orangtua saat anak memasuki pubertas dan persiapan mereka menghadapi pubertas anak. Penelitian juga dapat diperluas dengan membandingkan remaja pria dari tingkat sosial ekonomi yang berbeda, serta meneliti cara remaja pria mengatasi dorongan seks yang timbul dan perilaku seksnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Islah Akhlaqunnissa Jihadi
Abstrak :
Masa pubertas dialami oleh semua remaja. Pengetahuan dan sikap remaja memengaruhi perilaku remaja menghadapi masa pubertas. Penelitian ini dibuat dengan tujuan memberikan gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja mengenai perubahan fisik dan psikososial pada masa pubertas di SMP Taruna Bhakti Depok. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif sederhana dengan metode penelitian analisis univariat. Jumlah sampel 96 orang dengan teknik pengambilan sampel secara Cluster. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki pengetahuan dan sikap baik terhadap perubahan fisik dan psikososial pada masa pubertas. Peneliti merekomendasikan untuk memfasilitasi remaja melakukan aktifitas yang dapat membantu remaja berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan sikap baik yang telah dimiliki.
Puberty is experienced by all adolescents. Knowledge and attitudes affect the behavior of adolescent facing puberty. This research aimed to provide an overview of the level of knowledge and attitudes of adolescents regarding physical and psychosocial changes at puberty in Taruna Bhakti Middle School. This research design used simple descriptive with univariate analysis research methods. The total sample was 96 chosen by Cluster sampling. The results showed that majority of the respondents have good knowledge and attitudes towards physical and psychosocial changes at puberty. Researcher recommended to facilitate adolescents perform activities that help teens behave in line with good knowledge and attitudes that have been owned.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindayati
Abstrak :
Menstruasi pertama atau menarche adalah tanda dimulainya haid yaitu keluamya cairan darah berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah. Secara umum menarche merupakan dimulainya kematangan kapasitas reproduksi seorang wanita dengan ditandai berkembangnya karakteristik seksual sekunder seorang wanita. Keadaan ini menandakan kesiapan seorang wanita untuk berhubungan seksual, hamil dan melahirkan. Jika dalam usia remaja telah terjadi kehamilan maka akan terjadi kompetisi dalam pemenuhan kebutuhan gizi antara kebutuhan untuk bertumbuh remaja itu sendiri dengan kebutuhan gizi untuk janin yang dikandungnya. Dengan demikian akan terjadi kekurangan gizi diantara keduanya, akan terjadi gizi kurang dan anemia untuk ibunya sedangkan untuk bayi akan lahir dengan berat badan rendah. Penelitian ini bertujuan diperolehnya informasi tentang hubungan faktor berat badan lahir, status gizi (IM1) dan pola konsumsi iemak, persen lemak tubuh, sosial ekonomi orangtua, umur menarche ibu keterpaparan media massa dan aktivitas olahraga dengan umur menarche remaja putri 9- 15 tahun di Perunmas Kp Baru Kota Pariaman. Waktu penelitian pada bulan Maret - April 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan bersifat deskriptif analitik. Besar sampel sebanyak 255 remaja putri. Analisis data dilakukan secara bertahap dimulai dari univariat untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel, bivariat untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel status menarche (chi square) dan multivariat untuk mengetahui fuktor yang paling dominan dilakukan dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan dari 255 responden sebanyak 158 orang (61,9 %) telah menarche. Rata- rata umur menarche adalah 12,1 ± 0,91 tahun. Umur menarche termuda 9,2 tahun dan tertua adalah 14 tahun. Berat badan lahir responden lebih besar atau sama dengan 2.500 gram (86,5 %), status gizi responden kategori normal (78,8 %), persen lemak tubuh kategori normal (62,4%) , FFQ konsumsi lemak dengan kategori sering berturut-turut !auk hewani, !auk nabati dan makananjajanan (53,3 %, 50,5% dan 52,6 %), pendidikkan orangtua SLTA (41,2 %). Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna antara berat badan lahir, status gizi, persen lemak tubuh, Frekuensi lauk nabati, uang jajan, status pekerjaan ayah dan aktivitas olahraga dengan status menarche. Dari basil uji multivariat terdapat 4 variabel independen berhubungan secara be!lilllkna dengan status menarche yaitu variabel status gizi, frekuensi lauk nabati, berat badan lahir, dan persen lernak tubuh dengan status menarch. Status gizi rnerupakan faktor yang paling dominan. Rernaja dengan status gizi baik lebih cepat menarche 11,320 kali dibandingkan remaja dengan status gizi kurang setelah dikontrol oleh, persen lemak tubuh, berat badan lahir dan frekuensi !auk nabati. Oleh sebab itu disarankan untuk rneningkatkan program promosi kesehatan khususnya kebutuhan gizi remaja untuk menanggulangi kekurangan gizi yang berakibat teljadinya berat badan lahir rendah. Program promosi gizi dan kesehatan reproduksi sudah harus diberikan sedini mungkin, karena remaja mernerlukan persiapan gizi yang baik untuk menjadi calon ibu untuk dapat melahirkan anak dengan berat badan bayi lebih besar dari 2.500 gram.
First menstruation or menarche is a sign of menstruation started when blood drew from process of uterus partition shedding which have some blood vessel. In general menarche is a maturity of women's reproduction capacity which signed by women's secondary sexual grow. In this condition, women ready for sexual activities, pregnant and get birth. This a faster women get menarche the sooner they can do active sexual activities, pregnant and birth deliveri. If young girls had pregnant can be competition in nutrient need between young girl's needed and fetoes needed that hers pregnancies on the other hand. So can be malnutrition all of them, calories protein malnutrition and anemia for young girls and giving low birth weight for the baby. This research's aim to have some information about the relation of birth weight, nutrition status (BMI), body fat percentage, fat consumption, the girls snack cost, mother's menarche age, parent's social economic (education, occupation, income of parents,have children, nwnber of family size, cost of day food) explanted of information of adult's mass media and sport activities with menarche status of young girls 9 - 15 years old in Perumnas Kp Baru Pariaman City. Research Period on March - April 2007 by cross sectional design and descriptive analytic. The nwnber of samples are 255 young girls is taken randomly from the estate. The data analysis including univariate, bivariate (chi square) and multivariate (multiple logistic regression). The finding of result are found that 255 respondent, 158 samples (61,9 %) have menarche. The average of the age of menarche 12,1± 0,91 years. The youngest age of menarche 9,2 years old and the oldest is 14 years. Birth weight respondent 2.500 grams (86,5 %), nutrition status respondent in normal category (78,8 %), body fut percentage in normal category (62,4 %), Frequency fat conswnption with category often in succession animal fat, vegetables fut and snack (53,3 %, 50,5 %, and 52,6 %), parent's education categories are senior high school (41,2 %). Bivariat analysis result shows significant relation between birth weight, nutrition status, body fat percentage , Frequency of vegetable fat, the girls snack cost, father job's status and sport activities with menarche status. According to result of multivariate research, there's 4 independent variable that significant relation with menarche status that are birth weight, nutrition status variable, frequency of vegetable fat and body fat percentages with menarche status. The dominant factor is nutrition status because the Odds Ratio value of nutrition status is the highest than others variables. Young girls whose good nutrition status occurring of menarche 11,320 times than young girls whose under nutrition status after controlled birth weight, body fat percentages and frequency of vegetables fat variables. We suggest to promote teenager nutrient needs and the risks/ danger of food lack and teenager reproduction health information has known in earlier age,because young girls needs good nutrition preparing tobe good mother whose have a baby birth weight more than 2.500 grams.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T11513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam
Abstrak :
ABSTRACT
Latarbelakang. Terapi yang adekuat pada penderita HAK diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK. Saat ini belum ada data mengenai profil pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK di Indonesia yang menjalani terapi.

Tujuan. Mengetahui profil pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK di Indonesia yang menjalani terapi.

Metode.Studideskriptifserial kasusterhadap14 kasus HAK yang memasukimasapubertas di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama bulan November 2012 hingga April 2013. Pada subjek dilakukan pencatatan data, berupa anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium dan radiologibone age.

Hasil penelitian. Hasil penelitian ini merupakanriset pendahuluan (preliminary research) terhadap 14 kasus HAK. Mayoritas penderita HAK di Jakarta yang menjalani terapi adalah perempuan, berusia di atas 8 tahun, HAK tipeSalt-Wasting (SW) dan terdiagnosis< 1 tahun. Tujuh dari 14 subjek mengalami obesitas. Penderita HAK yang menjalani terapi mengalami under treatment ditunjukkan dengan 11/14 subjek memiliki bone age accelerated dengan perhitungan tinggi badan dewasa yang pendek. Tiga belas subjek sudah pubertas dan 10/14 subjek mengalami pubertas prekoks. Dosis glukokortikoid yang diberikan pada subjek HAK masih dalam rentang dosis yang direkomendasikan (median 18,12 mg/m2/hari) dengan median durasiterapi 8,1 tahun. Kontrol metabolik penderita HAK dengan menggunakan parameter 17-OHP bervariasi dengan rentang 0,2-876 nmol/L (rerata 166,9 nmol/L).

Simpulan. Under treatment menyebabkan gangguan tumbuhkembang penderita HAK pada penelitian ini. Under treatment disebabkan karena ketidakteraturan terapi dan pemantauan terapi yang buruk. Edukasi berkala pada pasien HAK diperlukan untuk meningkatkan keteraturan terapi.
ABSTRACT
Background. Adequacy treatment can optimalize the puberty and linear growth in patient with congenital adrenal hyperplasia (CAH). Puberty and linear growth profile of CAH children in Indonesia is unknown.

Objective.To study the profile of puberty and linear growth in Indonesian children with CAH on therapy.

Methods. Descriptive study of 14 cases of CAH at Department of Child Health CiptoMangunkusumo Hospital during November 2012 to April 2013. Study included anamnesis, physical, laboratory, and bone age examination.

Results. This is preliminary research of 14 cases of CAH. Most of CAH subjects were girls, age more than 8 years old, salt wasting type, and diagnosed less than 1 years of age. Seven subjects were obesity. The CAH patients were undertreatment which 11/14 subjects have bone age accelerated and 10/14 subjects were precocious puberty. Dose of glucocorticoid based on recommendation (median dose of glucocorticoid was 18,12 mg/m2/day,duration of therapy was 8,1 years). Metabolic control of 17-OHP parameter showed variable level with range 0,2-876 nmol/L(mean 166,9 nmol/L).

Conclusions. Undertreatment can interfere linear growth and development (precocious puberty and short stature) of CAH patients in this study. Worst compliance and monitoring therapy will lead to undertreatment so that frequent education to CAH patients is needed for longterm treatment.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Derdameisya
Abstrak :
ABSTRAKk
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi terjadinya dismenorea pada remaja perempuan usia sekolah menengah umum (SMU) di indonesia serta hubungannya dengan karakteristik menstruasi dan pengaruhnya terhadap proses belajar. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang, dilaksanakan pada bulan November 2013, bertempat di tiga sekolah menengah atas di Jakarta, yaitu SMU 6, SMU 68, dan SMU 70. Remaja perempuan di ketiga sekolah tersebut diminta mengisi kuesioner yang dibagikan terkait dengan nyeri haid. Data dari kuesioner tersebut kemudian dianalisis dengan uji statistik. Hasil: Dari ketiga sekolah tersebut didapatkan 110 kuesioner yang terisi dengan lengkap. Subjek memiliki median usia 15 tahun dan sebagian besar berada di kelas 1 SMA. Proporsi dismenorea didapatkan sebesar 65,5%. Usia menarche didapatkan lebih tinggi pada subjek yang tidak menderita dismenorea (p = 0,039). Dismenorea tampak mengganggu proses belajar secara bermakna, terutama terkait kehadiran (p = 0,026), aktivitas (p = 0,049), dan konsentrasi (p < 0,001). Nilai rapor terakhir sebagai faktor keluaran tidak dipengaruhi oleh kejadian dismenorea primer pada remaja perempuan. Kesimpulan: Dismenorea mengganggu proses belajar secara bermakna sehingga diperlukan edukasi dan tatalaksana farmakologis sedini mungkin agar tidak menurunkan kualitas hidup pelajar remaja wanita.
ABSTRAK
Objective: This study was aimed to assess the prevalence of dysmenorrhea in female teenagers of high school age in Indonesia and its relation with menstrual characteristic as well as study process. Methods: This study used cross sectional design, were conducted on November 2013 in three different high schools: SMU 6, SMU 68, and SMU 70. Female students were asked to answer given questionnaires about menstrual pain. Data were collected and further analyzed using statistical analysis. Results: Out of the three high schools, there were 110 questionnaires which were fully answered. Subjects had median age of 15 years old and most of them were in the first grade. Dismnenorrhea proportion were found 65.5%. Menarche age was found higher in subjects who didn’t suffer from dysmenorrheae (p = 0.039). Study process was disturbed by dysmenorrheae significantly, especially associated with absence (p = 0.026), activity (p = 0,049), and concentration (p < 0.001). Final report score was not affected by primary dismenorrehae in the female students. Conclusion: Dysmenorrheae disturbed study process significantly so that education and pharmacology treatment are to be given as soon as possible in order to prevent decreased quality of life of female students
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Imelda Indri
Abstrak :
Kesejahteraan remaja perlu mendapat perhatian, agar tercapai sosok remaja yang sehat secara fisik dan psikologis, berprestasi, dan bermoral, sehingga mereka siap menghadapi masa depannya dengan l^k. Para ahli mengatakan tahap perkembangan penting untuk dilewati dengan baik karena beipengaruh pada tahap selanjutnya. Masa remaja menipakan periode *i>adai dan tekanan" masa yang stressful!, karena ada perubatian fisik d^ biologis serta penibafaan tunohitan dari lingkvmgan, sehingga ^'perlukan suatu proses penyesuaian diii dari remaja. Remaja mengalami perubahan secara primer (menarche pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki) dan perubahan secara sekunder (perubahan suara, tinggi badan, otot tubuh, dan Iain-lain). Perubahan primer yang dialami remaja menghasilkan efek psikologis, sepeiti adanya efek psikologis daii menarcAe (Sprinthall, 1995). Remaja periu memberikan peihatian teihadap kesehatan leproduksinya dan mengenal tubuhnya sejak dini. Kesehatan reproduksi menipakan satu keadaan di mana lisik, mental, dan sosial berlangsung baik, serta tidiik hanya absennya penyakit namun berhubun^n dengan sistem reproduksi beserta fimgsi dan prosesnya. Dengan demikian dihi^kan dapat mencegah penlaku-peiilaku kenakalan remaja (seks bebas,aborsi,d!l). Selain kasus-kasus kenakalan remaja yang b^yak teij^ pada remaja puteri, para ahli juga berpendapat bahwa salah satu ciri khas wamta adalah sistem reproduksinya. Seorang anak perempuan yang memasuki masa lemaia akan ditandai dengan menarche, dan temyata ada penghayatan emosionil dari remaja puteri terhadap hal itu. Penelitian terhadap reaksi [»ikologis dan remaja puteri teihadap menarche banyak dilakukan di luar Indonesia dan dan salah satu penelitian diketahui gadis-gadis mengalami menstruasi pertamanya sebagai peristiwa yang menggangpf Han menakutkan serta memalukan (Atwater, 1983). Untuk itu penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang ingin menggali perasaan dan harapan remaja puteri saat memasnki menarche. Penelitian ini menggunakan Focus Group Discussion (diskusi kelompok terarah) karena remaja sudah terbiasa dengan metode diskusi yang informal dan sikap merefca untuk lebih terbuka kepada kelompok-kelompok teman sebaya. Dengan menggunakan Focus Group Discussion selama I jam, dimana jumlah subyek dalam penelitian adalah 18 remaja puteri dari SLTP Charitas (Jakarta) yang berusia 12-13 tahun dan mengalami haid pertama tidak lebih dari 6 bulan, maka diperoleh basil sebagai berikut, bahwa sebelum mengalami haid pertama, sebagian dari subyek belum mendapatkan persiapan sebelumnya; perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung dan merasa direpotkan) lebih banyak ditampilkan oleh subyek. dlhandingkan dengan perasaan posirif saat memasuki menarche; remaja puteri juga mengalami kee«nasan selelah pengjdanian menarche-nya (terhadap tingkat pemerkosaan, perilaku Ictrmn-tcman dan lawan jenis terhadap keadaan saat menstruasi. sikap keluarga terhadap mereka, dan adanya ketidaknormalan saat mengalami menstruasi); subyek juga memiliki harapan-harapan setelah mengalami menarche (terhadap orang tua, diri sendiri, dan pentingnya pendidikan seks bagi mereka serta terhadap perilaku teman-teman sebaya); variabel lainnya adalah subyek juga merasakan adanya perubahan terhadap fisik, perilaku dan lingkungan setelah mengalami menstruasi; selanjutnya subyek merasakan adanya efek mentruasi terhadap risik, emosi dan perilaku mereka; dan dari hasil penelitian diketahui pula kurangnya pengetahuan subyek mengenai menstruasi. Melihat dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan hendaknya untuk penelitian selanjutnya Jumlah sampel yang digunakan lebih banyak perlunya memberikan pendidikan seks secara dini kepada remaja, perlunya memb^ konseling kepada anak-anak perempuan sebelum menarche serta penyuluhan bagi orang tua dan guru serta pihak-pihak yang teikait agar mereka mampu membantu petmasalaihan yang dihadapi remaja selama masa perkembangannya; dan dapat pula dilakukan penelitian terhadap usia yang lebih awal dari pada usia yang digunakan dalam penelitian ini, mengingat sekarang ini usia anak perempuan yang kurang dari 12 tahun j uga telah mengalami menarche.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Jose Rizal Latief
Abstrak :
Pubertas prekoks didefinisikan sebagai perkembangan pubertas yang timbul lebih dini. Batasan usia pubertas prekoks ini didasarkan pada awitan pubertas pada populasi normal. Beberapa kriteria yang dipertimbangkan adalah ras, jenis kelamin, kondisi nutrisi, dan secular trend. Pada perempuan, pubertas prekoks didefi nisikan sebagai perkembangan payudara yang timbul sebelum usia 8 tahun. Pada laki-laki, pubertas prekoks didefi nisikan sebagai gonadarke atau pubarke sebelum usia 9 tahun. Perjalanan klinis pubertas prekoks bervariasi, mulai dari alternating, progresif lambat, dan progresif cepat. Bentuk pubertas prekoks sentral idiopatik progresif cepat harus diterapi karena mengakibatkan penutupan epifi sis dini dan tinggi akhir pendek. Tujuan terapi adalah untuk menghentikan maturasi fi sik, mencegah menarke lebih dini dan juga memperbaiki tinggi dewasa. Gonadotropin releasing hormone analogue adalah terapi pilihan untuk pubertas prekoks sentral. GnRHa memiliki efek supresif terhadap aksis pituitari-gonad sehingga mampu mensupresi sekresi LH. Hal ini menyebabkan estradiol dan testosteron berada pada level prepubertal. Terapi menggunakan GnRHa mengurangi ukuran payudara, rambut pubis, ukuran uterus dan ovarium pada anak perempuan, serta mengurangi ukuran testis pada anak laki-laki. Gonadotropin releasing hormone analogue efektif menghambat progresi perkembangan karakteristik seks sekunder, siklus menstruasi, menghambat perkembangan usia tulang, dan memperbaiki tinggi akhir.
Precocious puberty is defi ned as pubertal development which occurs too early. The age limit in this term is based on the onset of puberty in normal population. Some points have to be taken into account, such as ethnicity, gender, nutritional conditions, and secular trends. In girls, precocious puberty is defi ned by breast development occured before 8 years old. In boys, precocious puberty is defi ned as gonadarche or pubarche before 9 years of age. The clinical course of precocious puberty varies widely, ranging from alternating, slowly progressive, and rapidly progressive form. The rapidly progressive forms of idiopathic central precocious puberty need to be treated because it may result in early epiphyseal closure and short fi nal height, and also pyschosocial problems in the affected children and the family. The aims of treatment are to arrest physical maturation, prevent early menarche, and also improve adult height combined with normal body proportions. Gonadotropin releasing hormone analogue is the treatment of choice for central precocious puberty. Gonadotropin releasing horomone analogue has suppressive effect on the pituitarygonadal axis, therefore it suppresses LH secretion. This leads to the return of estradiol and testosterone to prepubertal levels. Treatment using gonadotropin releasing horomone analogue is shown to reduce breast size, pubic hair, ovarian and uterine size in girls, and decrease testicular size in boys. Gonadotropin releasing hormone analogue is effective in halting progression of secondary sexual characteristics development, presenting menstrual cycle, slowing bone-age advancement, and also improving final height.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yoanita Astriani
Abstrak :
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dan penyakit genetik yang paling sering didapati di dunia. Terapi dengan transfusi dan terapi kelasi pada pasien thalassemia memberikan angka survival yang lebih panjang. Salah satu komplikasi transfusi berkala adalah peningkatan kadar besi yang terakumulasi pada hipofisis. Hipogonadotropik hipogonadisme yang memiliki gambaran klinis keterlambatan pubertas merupakan abnormalitas utama pada sistem endokrin pasien thalassemia anak. Pencitraan MRI berguna menilai deposit besi hipofisis. Tujuan: Mengetahui kemampuan sekuens T2 dan T2 relaksometri dalam menilai deposit besi di hipofisis yang memiliki gambaran klinis keterlambatan pubertas. Metode: Menggunakan desain komparatif studi potong lintang (comparative cross sectional) dengan data primer, minimal sampel 28 pasien. Analisis data dalam penetuan titik potong menggunakan metode reciver operating curve (ROC) kemudian dihitung tingkan sensitivitas dan spesifitasnya. Hasil: Nilai T2 dan T2 relaksometri hipofisis pada kelompok pubertas terlambat lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok pubertas normal. Titik potong T2 relaksometri hipofisis untuk membedakan pubertas terlambat dan normal yakni 78,15 ms dengan perkiraan sensitivitas dan spesifitas masing-masing 92,9% dan 75,0%. Titik potong T2 relaksometri hipofisis untuk membedakan pubertas terlambat dan normal yakni 20,19 ms dengan perkiraan sensitivitas dan spesifitas keduanya adalah 100%. Kesimpulan: Nilai T2 dan T2 relaksometri hipofisis dapat meningkatkan peran MRI dalam mendeteksi status laju pubertas pada pasien transfusion dependent thalassemia sehingga pasien thalassemia dengan deposit besi yang berat di hipofisis serta prediksi keterlambatan pubertas dapat mendapatkan terapi yang lebih optimal. ......Thalassemia is an inherited hemolytic anemia disease and is a genetic disease most commonly found in the world. Treatment with transfusion and chelation therapy in thalassemia patients provides a longer survival rate. One of periodic transfusion complications is an increase in iron in the pituitary. Hypogonadotropic hypogonadism which has a clinical picture of delayed puberty is a major abnormality in the endocrine system in pediatric thalassemia patients. MRI imaging is useful in assessing iron deposits in the pituitary. Purpose: To determine the ability of T2 and T2 relaxometry sequences of pituitary in assessing pituitary iron deposits which have a clinical picture of delayed puberty Methods: Using a comparative cross sectional design with primary data, with minimum sample of 28 patients. Analysis of data in determining the cut point was using the reciver operating curve (ROC) method and then calculated the sensitivity and specificity. Result : T2 and T2 relaxometry values of pituitary iron deposit in the delayed puberty group were significantly lower than in the normal puberty group. The T2 relaxometry cut-off point for pituitary iron deposit to differentiate delayed and normal puberty is 78.15 ms with estimated sensitivity and specificity of 92.9% and 75.0%, respectively. The T2 relaxometry cut-off point for pituitary iron deposit to delayed and normal puberty is 20.19 ms with an estimated sensitivity and specificity of both is 100%. Conclutions: T2 and T2 relaxometry values of pituitary iron deposit can enhance the role of MRI in detecting the rate of puberty in patients with transfusion dependent thalassemia so patients with severe pituitary iron deposit and whom predicted with delayed puberty could have optimal therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>