Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Izumi Diana Nur
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Cara remaja putri Jepang mengaktualisasikan dirinya, dan dari mana remaja mendapatkan dana untuk mendukung penampilannya. Kesadaran kelompok remaja Jepang dan pengaruh media massa juga menjadi faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumtif remaja Jepang khususnya terhadap fashion. Usia remaja merupakan tahap pencarian dan pembentukan identitas diri dan aktualisasi diri. Sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan jati diri remaja menjadi penting bagi mereka. Remaja Jepang adalah konsumen yang sangat menyukai sesuatu yang bermerek dan baru. Terutama pada usia SMP dan SMU, mereka sangat peka terhadap perbedaan. Merupakan hal yang wajar jika remaja mengikuti mode dan idols mereka dalam hal berpakaian dan berpenampilan, namun jika tidak dicermati dengan baik, maka akan berakibat kepada obsesi yang berlebihan, sehingga menimbulkan hal-hal yang negatif. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja Jepang cenderung menjadi konsumtif karena faktor-faktor yang meliputi; diri remaja itu sendiri, teman sebaya, dorongan untuk diterima dalam kelompok dan sosialisasi media massa, yang mencakup industri fashion. Sikap konsumtif dan obsesi berlebihan membuat segelintir remaja putri Jepang menjadi permisif dan melakukan enjo kosai.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Adhandayani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan konformitas dan trait impulsif sebagai mediator dalam hubungan trait ekstraversi terhadap kecenderungan pembelian impulsif secara daring dalam populasi dewasa muda. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional, retrospektif dan non-eksperimental. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah orang berusia 20-40 tahun, sudah berpenghasilan, memiliki gawai, dan pernah melakukan pembelian daring minimal 1 kali. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keempat variabel dalam penelitian ini adalah International Personality Item Pool (IPIP-NEO) short version 120 item (Goldberg, 1999); Momentary Impulsive Scale (Tomko, Carpenter, Brown, Solhan, Jahng, Wood dan Trull, 2014); Conformity Scale (Mehrabian dan Stefl, 1995) yang telah diadaptasi oleh Saidah (2016) dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun Sulistiowati (2015). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 670 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi melalui program PROCESS model 4, yaitu mediasi paralel. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa baik konformitas maupun trait impulsif berperan secara signifikan (p < 0.01) sebagai mediator antara trait ekstraversi dan kecenderungan pembelian impulsif secara daring. Meskipun terjadi mediasi sempurna pada model yang diajukan, namun nilai koefisien jalur a dan a1 yang negatif mengakibatkan hipotesis tidak diterima karena jalur mediasi yang tidak searah. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi trait ekstraversi seseorang, maka semakin rendah konformitas dan trait impulsif yang ia miliki, sehingga berpengaruh terhadap tingginya tingkat kecenderungan pembelian impulsif secara daring pada seseorang. ......This study aims to find the role of impulsive conformity and trait as a mediator in the relationship of extraversion and online impulsive buying tendency in early adulthood. This research is a quantitative study with a cross-sectional, retrospective and nonexperimental design. Characteristics of the participants of this study were people aged 20-40 years, had income, had a device like smartphone or laptop, and had made purchase at online stores at least once. The instrument used to measure the four variables in this study are 120 items-short version of the International Personality Item Pool (IPIP-NEO) (Goldberg, 1999); Momentary Impulsivity Scale (Tomko, Carpenter, Brown, Solhan, Jahng, Wood and Trull, 2014); Conformity Scale (Mehrabian and Stefl, 1995) which has been adapted by Saidah (2016) and the Impulsive Buying Tendency Scale compiled by Sulistiowati (2015). Participants in this study amounted to 670 people. This study using PROCESS as a regression analysis in model template 4 to analyze simple mediation or parallel mediation model. Based on the results, it was found that both conformity and impulsivity trait had a significant role (p < 0.01) as mediators between extraversion trait and the online impulsive buying tendency. Despite of model is perfect mediation, the model is not supported by hypothesis. It caused by negative score in coefficient value on proposed model. Accordingly, this model can be interpreted as the higher the extraversion in people, the lower the conformity and impulsivity trait they had, so it influences the high level of online impulsive buying tendency on them.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Adinda
Abstrak :
Menjalani hubungan romantis yang memuaskan merupakan tugas perkembangan yang khas pada dewasa muda. Intimacy merupakan salah satu faktor penting dalam hubungan romantis, yang telah konsisten ditemukan mempengaruhi kepuasan hubungan. Penelitian-penelitian sebelumnya meneliti pola attachment sebagai faktor individual yang mempengaruhi baik intimacy maupun kepuasan hubungan. Pola avoidant dan anxious attachment yang memanifestasikan rasa tidak amannya dengan menghindari atau mencemaskan hubungan romantisnya berkorelasi negatif dengan tingkat intimacy dan kepuasan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek pola avoidant dan anxious attachment sebagai moderator antara intimacy dan kepuasan hubungan berpacaran pada dewasa muda. Sebanyak 881 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian. Intimacy diukur menggunakan Personal Assessment of Intimacy in Relationships (Schaefer & Olson, 1981; Constant dkk, 2016); pola attachment diukur menggunakan Experiences in Close Relationships-Revised (Fraley, Waller, & Brennan, 2000); dan kepuasan hubungan diukur menggunakan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) intimacy dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) avoidant dan anxious attachment tidak signifikan memoderatori hubungan antara engagement dan communication intimacy dengan kepuasan hubungan; dan (3) pola anxious attachment signifikan memoderatori hubungan antara shared friends intimacy dan kepuasan hubungan. Dengan demikian, pengalaman shared friends intimacy dapat memberikan kepuasan hubungan yang lebih tinggi bagi individu dengan tingkat anxious attachment yang lebih tinggi. ......Having a satisfying romantic relationship is a typical developmental task for young adults. Intimacy is one of the important factors in romantic relationships, consistently found to affect relationship satisfaction. Previous studies have examined attachment style as the individual factor that influences both intimacy and relationship satisfaction. Avoidant and anxious attachment, which manifest their feelings of insecurity by avoiding or worrying about their relationship, negatively correlated with intimacy and relationship satisfaction. This study aims to test the effect of avoidant and anxious attachment style as a moderator between intimacy and relationship satisfaction. A sample of 881 young adults (18-30 years old) participated in the study. Intimacy was measured using the Personal Assessment of Intimacy in Relationships (Schaefer & Olson, 1981; Constant et al, 2016); attachment style was assessed using the Experiences in Close Relationships-Revised (Fraley, Waller, & Brennan, 2000); and relationship satisfaction was measured using the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Results showed that (1) intimacy significantly predicted relationship satisfaction; (2) neither avoidant nor anxious attachment significantly moderated the relationship between engagement and communication intimacy with relationship satisfaction; and (3) anxious attachment significantly moderated the relationship between shared friends intimacy and relationship satisfaction. Thus, the experience of shared friends intimacy can promote higher relationship satisfaction for individuals with higher level of anxious attachment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annelia Sari Sani
Abstrak :
Remaja adalah salah satu tahapan dalam kehidupan yang harus di jalani oleh setiap manusia. Tahapan ini bukanlah masa yang mudah untuk dijalani. Ini merupakan masa yang penting dalam kehidupan. Karena masa ini mempakan masa peralihan dari kanak-kanak menjadi orang dewasa. Segala halyang dibutuhkan oleh seseorang pada masa dewasa, dipelajari dan ditentukan kualitasnya pada masa ini (Stone, 1975). Stanley Hall (dalam Powell 1963) menyebutkan masa ini sebagai masa storm and stress. Menurut Havighurst (dalam Rice, 1990) salah satu tugas perkembangan remaja adalah mengembangkan kemandirian. Hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Karena kemandirian bukanlah sesuatu yang unidimensional melainkan meliputi dimensi-dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut meliputi dimensi kemandirian dalam bertingkah laku, secara emosi, dan secara kognitif (Sprinthal & Collins, 1995). Dimana kemandirian dalam bertingkah laku berbcntuk fungdi independcn yang aktif dan nyata (Sessa & Steinberg, dalam Collins dan Sprinthall, 1995). Kemandirian secara emosi berupa berkembangnya perasaan individuasi terhadap orang tua dan usaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua untuk kebutuhan dasar (Steinberg & Shverberg dalam Sprinthall & Collins, 1995). Sedangkan kemandirian kognitif berbentuk rasa mampu membuat keputusan tanpa perlu mendapat persetujuan dari orang lain (Sessa & Steinberg dalam Sprinthall & Collins, 1995). Pada saat perkemibangan remaja ini, orang tua remaja juga mengalami berbagai perkembangan dan prubahan. Orang tua remaja pada umumnya berusia sekitar awal tiga puluhan dan sampai akhir empat puluhan. Masa ini sering dianggap sebagai masa penentuan kehidupan mereka selanjutnya. Pada rentang usia ini seseorang mulai menilai kepuasan perkawinannya, kebahagiaan rumah tangganya, dan perjalanan karirnya. Sehingga masa ini juga merupakan masa yang sulit. Karena selain harus melakukan penyesuaian diri dan perencanaan untuk masa mendatang, orang tua ternyata juga harus berhadapan dengan masalahmasalah seputar anak remajanya. Pada masa-masa seperti ini, berbagai hal dapat menjadi sumber konflik antara orang tua dan anak remajanya. Salah satunya adalah mengenai kemandirian tersebut. Hal ini dapat dimaklumi mengingat adanya perbedaan pengalaman dan penghayatan antara orang tua dan anak remaja terhadap berbagai hal yang mereka alami. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai konsep kemandirian menurut orang tua dan remaja. Hasil penelidan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap masalah-masalah seputar kemandirian. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 18-20 tahun beserta kedua orang tuanya yang tinggal di Jakarta sebanyak 8 keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan pertimbangan bahwa penelitian kualitatif dapat menggali lebih dalam mengenai konsep kemandirian yang dimiliki oleh para subyek. Pemilihan subyek dilakukan secara purposif. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur di tambah dengan observasi terhadap subyek dan tempat dilakukannya wawancara. Dari hasil wawancara di temukan bahwa seluruh subyek memiliki pengertian yang sama terhadap kemandirian, namun tingkat pemahaman dan penghayatannya berbeda. Subyek-remaja yang berjenis kelamin perempuan lebih mengembangkan dimensi emosi dan kognitif dari kemandirian. Sedangkan yang berjenis kelamin laku-laki lebih mengembangkan dimensi tingkah laku dan kognitif dari kemandirian. Subyek-bapak lebih mengembangkan dimensi kemandirian kognitif dan ibu mengembangkan dimensi kognitif dan tingkah laku. Diskusi terhadap hasil peneUtian ini dilakukan berdasarkan sudut pandang teori psikologi perkembangan, gender, dan budaya. Sedangkan saran dari penelitian ini adalah agar dilaksanakan penelitian mengenai kemandirian dengan sudut pandang budaya, dan menggunakan metode peneltian gabungan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merina Indah Lestari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh consumers’ susceptibility to interpersonal influence terhadap materialisme pada remaja. Pengukuran consumers’ susceptibility to interpersonal influence menggunakan alat ukur SUSCEP Scale (Bearden, Netemeyer, & Teel, 1989) dan pengukuran materialisme menggunakan alat ukur Material Values Scale Short Form (Richins, 2004b). Responden penelitian ini berjumlah 200 remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan consumers’ susceptibility to interpersonal influence secara signifikan mempengaruhi materialisme remaja (β= .530, t(183)= 8.796, p<.01.). Dengan demikian, semakin tinggi consumers’ susceptibility to interpersonal influence yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula materialisme yang ia miliki. Berdasarkan hasil tersebut, remaja perlu diintervensi sejak dini untuk mengantisipasi consumers susceptibility to interpersonal influence yang dapat mempengaruhi materialisme pada mereka. ......This research was conducted to find the influence of consumers susceptibility to interpersonal influence on materialism in adolescents. Consumers’ susceptibility to interpersonal influence was measured using SUSCEP Scale (Bearden, Netemeyer, & Teel, 1989) and materialism was measured using Material Values Scale Short Form (Richins, 2004b). The respondent of this research are 200 adolescents. The main results of this research show that consumers susceptibility to interpersonal influence significantly influence acolescents materialism (β= .530, t(183)= 8.796, p<.01.). That is, the higher consumers susceptibility to interpersonal influence of one's own, the higher showing materialism. Based on this result, adolescents need to intervened early to anticipate consumers susceptibility to interpersonal influence which can influence materialism in adolescents.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Tirta Pratiwi
Abstrak :
Emerging adulthood merupakan masa transisi antara remaja dan dewasa yang berisiko menimbulkan tekanan, terutama pada masyarakat miskin yang tinggal di perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara optimisme dan jenis kelamin dengan distres psikologis pada emerging adults miskin di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, non-experimental, dan cross sectional study. Partisipan penelitian merupakan 133 masyarakat miskin Jakarta berusia 18-29 tahun (M = 22,47; SD = 3,736) yang terdiri dari 59 laki-laki (44,4%) dan 74 perempuan (55,6%). Distres psikologis diukur menggunakan Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) dan optimisme diukur menggunakan Life Orientation Test-Revised (LOT-R). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distres psikologis dan optimisme berhubungan secara negatif dan signifikan, r(133)= -0,171, p=0,025. Artinya, semakin tinggi optimisme yang dimiliki, maka semakin rendah distres psikologis yang dimiliki emerging adults miskin di Jakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa distres psikologis tidak berhubungan dengan jenis kelamin pada masyarakat miskin emerging adults di Jakarta, r(133)= 0,078, t hitung tabel.
Emerging adulthood is a transitional period between adolescence and adulthood that is risky to obtain stress, especially for poor urban community. This research aimed to investigate psychological distress relation to optimism and gender among poor emerging adults in Jakarta. This research was a quantitative, non experimental, and cross sectional study. The participants of this research were 133 poor emerging adult in Jakarta aged 18-29 years old consisted of 59 male and 74 female. Psychological distress was measured using Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) and optimism using Life Orientation Test-Revised (LOT-R). The result of this research showed that psychological distress have significant and negative relationship with optimism r(133)= -0,171, p=0,025. It means that the higher optimism, the lower psychological distress among poor emerging adult in Jakarta. In additional, the result of this research showed that psychological distress not related with gender among poor emerging adults in Jakarta.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman SulistiyoHerman Sulistiyo
Jakarta: Restu Agung, 2006
155.5 HER m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Weis, Robert
Los Angeles: Sage, 2008
618.92 WEI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Stone, L. Joseph
New York: Random House, 1984
155.4 STO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>